Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Thursday, March 13, 2025

Perfect Hero Bab 184 : Strawberry Kiss || a Romance Novel by Vella Nine

 


“My honey bear unyu-unyu ...! Makasih ya udah bantuin aku!” seru Yuna sambil memainkan kedua pipi Yeriko.

 

“He-em.” Yeriko menganggukkan kepala. “Mau belanja apa lagi?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Mau makan, laper.”

 

“Mau makan di apa?”

 

“Mie kocok yang di depan sana.”

 

“Oke. Aku bawa ini dulu ke mobil.” Yeriko mengangkat paper bag yang ada di kedua tangannya.

 

Yuna mengangguk, ia menunggu Yeriko di depan pintu plaza. Beberapa menit kemudian, Yeriko sudah kembali menghampirinya. Mereka melangkah beriringan menuju tempat makan yang diinginkan oleh Yuna.

 

“Yun, apa keluarga tante kamu memang sering menindas kamu kayak gitu?”

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Aku udah biasa. Udah kebal.”

 

“Kamu jangan sok kuat! Lain kali, kalo ada masalah sama mereka, kamu harus cerita sama aku.”

 

“Eh!? Aku nggak ada masalah apa-apa, kok. Mungkin, mereka kangen sama aku.” Yuna menghela napas sambil melangkahkan kakinya. “Lagian, aku nggak mau ingat masa lalu itu,” tuturnya lirih sambil menatap lantai yang ada di bawahnya.

 

“Ya udah, nggak usah dibahas. Oh ya, gimana kalo kamu ceritain ke aku ... masa-masa kamu di Ausie?” tanya Yeriko.

 

“Sama beratnya,” jawab Yuna sambil menatap pilu ke arah Yeriko.

 

Yeriko melirik ke atas.

 

“Kamu aja yang ceritain tentang masa kecil kamu. Gimana?”

 

“Boleh. Aku pesen makanannya dulu!” Mereka bergegas masuk ke rumah makan tersebut. Yeriko segera memesan dua porsi mie kocok. Kemudian, mereka duduk sambil berbincang.

 

“Ayo, ceritain!” pinta Yuna.

 

“Cerita apa?”

 

“Masa kecil kamu.”

 

“Masa kecilku?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko tersenyum. “Masa kecilku, aku selalu bermimpi jadi seorang prajurit seperti kakek. Saat itu, aku ngerasa hebat banget kalo bisa menyelamatkan banyak orang. Mmh ... waktu itu aku lihat kakek sangat tampan, gagah dan pemberani.”

 

Yuna menopang dagu dengan kedua tangan sambil mendengarkan cerita Yeriko. “Yer, kamu juga sangat tampan, gagah dan pemberani. You are my hero!” gumam Yuna dalam hati.

 

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?” tanya Yeriko sambil mencubit hidung Yuna.

 

“Ganteng banget,” jawab Yuna sambil menatap Yeriko tanpa berkedip.

 

“Kamu ini ... kayak nggak pernah lihat suami kamu aja.”

 

“Bukan kamu.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Terus?”

 

“Itu!” Yuna menunjuk pria muda yang duduk di belakang Yeriko.

 

Yeriko memutar kepalanya. Ia langsung mengernyitkan dahi menatap Yuna. “Kamu ...!? Mau main-main sama aku?” dengusnya.

 

Yuna meringis. “Hehehe. Bercanda.”

 

Yeriko kembali menoleh ke belakang. Pria muda yang ada di belakangnya memang sangat tampan. Bisa jadi, usianya selisih sepuluh tahun dengan dirinya.

 

“Aku bercanda. Kamu serius banget nanggepinnya.” Yuna memutar kepala Yeriko agar menatap ke arahnya.

 

“Tukar tempat duduk!” pinta Yeriko.

 

“Kenapa?” tanya Yuna sambil menahan tawa.

 

Yeriko bangkit. Ia menarik lengan Yuna agar duduk membelakangi pria muda tersebut.

 

“Kamu cemburu?” tanya Yuna saat mereka sudah bertukar tempat duduk.

 

“Apa masih harus kamu tanya?” sahut Yeriko ketus.

 

Yuna menatap makanan dan minuman yang sedang dihidangkan oleh pelayan ke mejanya.

 

“Kamu udah setua ini, masih aja cemburu sama berondong,” celetuk Yuna.

 

“Apa? Kamu bilang aku tua?”

 

Yuna langsung menatap wajah Yeriko sambil menahan tawa.

 

“Masih muda, kok. Masih unyu-unyu banget.”

 

“Kamu nggak boleh lihat cowok lain selain aku!”

 

“Eh!? Aku disuruh merem?” tanya Yuna sambil memejamkan matanya. “Di sini ada banyak cowok.”

 

“Nggak gitu.”

 

“Terus, aku harus gimana biar kamu seneng?” tanya Yuna sambil menutup wajah dengan kedua tangannya.

 

“Nggak usah bercanda terus!” Yeriko meraih telapak tangan Yuna dan memaksa Yuna memperlihatkan wajahnya.

 

“E-eh, makanannya tumpah.” Yuna langsung menahan gelas minumnya yang hampir tumpah.

 

“Kamu minta digigit? Awas ya, kalo sampe rumah, aku bakal bikin perhitungan!” bisik Yeriko.

 

“Ah, aku nggak suka berhitung. Aku sukanya bercinta.”

 

“Kamu ...!?” Yeriko menoleh ke sekelilingnya. Andai tidak berada di tempat umum, ia pasti langsung menelan Yuna mentah-mentah.

 

Yuna terkekeh sambil menatap raut wajah Yeriko.

 

Yeriko menghela napas dan memperbaiki posisi duduknya. “Kamu jangan mancing aku di tempat umum!”

 

“Mancing apaan? Kita lagi makan,” sahut Yuna sambil menahan tawa.

 

“Abis makan, kamu yang kumakan!” dengus Yeriko.

 

“Iih ... takut!” sahut Yuna sambil tertawa.

 

“Nggak usah bercanda terus! Cepetan makannya!” pinta Yeriko.

 

“Kenapa? Udah nggak tahan?” tanya Yuna sambil melirik Yeriko.

 

Yeriko menatap wajah Yuna tanpa berkedip. “Apa kamu mau aku makan di sini sekarang juga?”

 

“Maauu ...!” sahut Yuna sambil menyodorkan lehernya ke arah Yeriko.

 

Yeriko langsung menelan ludah melihat tingkah istrinya. Ia menyentil dahi Yuna.

 

“Aw ... sakit!” seru Yuna.

 

“Kamu makin hari makin genit aja.”

 

“Yaelah. Cuma sama suami doang genitnya. Lagian, aku cuma bercanda. Serius banget nanggepinnya?”

 

Yeriko tersenyum kecil. Walau hanha candaan, tapi gairah cintanya sungguh hadir dan bukan sebagai candaan.

 

“Yer, kamu suka rasa stroberi?”

 

“Suka.”

 

“Udah pernah makan mie kocok rasa stroberi?” tanya Yuna lagi.

 

“Hah!? Emang ada?”

 

“Ada.”

 

Yeriko celingukan mencari nama menu yang dimaksud oleh Yuna. “Menu baru ya?”

 

Yuna mengangguk. “Aku tadi beli lipbalm rasa stroberi. Udah aku pakai. Kamu mau cobain?”

 

Yeriko tertawa kecil sambil menatap Yuna. “Kamu ini ada-ada aja. Masa aku disuruh pake lipbalm?” tanyanya sambil menyuap makanan ke mulutnya.

 

Yuna bangkit dari tempat duduk. Ia mencondongkan tubuhnya ke wajah Yeriko dan langsung mengulum bibir suaminya.

 

Yeriko tertegun beberapa saat. Ia menarik tengkuk Yuna dan membalas ciuman Yuna penuh kehangatan.

 

“Kamu udah makin berani ya?” tanya Yeriko.

 

“Emangnya mau takut apa?”

 

“Banyak orang yang lihatin kita.”

 

“Biar aja. Biar mereka tahu, kalo aku lagi bahagia.”

 

Yeriko tersenyum sambil mengetuk dahi Yuna. “Ayo, pulang!” Ia mengeluarkan selembar uang seratus ribu dan meletakkan di atas meja.

 

Yeriko bangkit dan langsung menarik Yuna bangkit dari kursinya. Ia merangkul pundak Yuna dengan mesra. Tak peduli pada banyak pasang mata yang menatap mereka penuh rasa cemburu. Mereka bergegas kembali ke rumah.

 

 

 

(( I can almost hear him now ... Gotta make him proud ... I keep my eyes wide open ... ))

 

Yuna bersenandung menyanyikan lagu ‘Eyes Wide Open’ sambil mengeluarkan paper bag dari dalam mobil saat mereka sudah sampai di rumah.

 

“Kamu bisa nyanyi?” tanya Yeriko sambil meraih paper bag dari tangan Yuna.

 

“Bisa. Tapi suaranya hancur. Hahaha,” jawab Yuna.

 

Yeriko tersenyum. Ia tak menyangka kalau Yuna memiliki suara yang merdu saat bernyanyi. Selama mereka menikah, ia tak pernah mendengar Yuna bersenandung begitu riang. Hingga tak pernah mengetahui kalau istrinya memiliki suara yang begitu indah untuk didengar.

 

“Nggak mau gendong lagi?” tanya Yeriko sambil membungkuk di depan Yuna.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kasihan, udah bawa belanjaan.”

 

“Kalo gitu, kamu yang gendong aku masuk rumah!” pinta Yeriko. Ia berlari ke belakang  punggung Yuna dan merangkulkan tangannya ke pundak Yuna.

 

“Yeriko ...! Kamu berat banget. Aku mana bisa gendong kamu!” seru Yuna.

 

Yuna memutar bola matanya. Ia melangkah masuk ke dalam rumah sambil menahan tubuh Yeriko yang bersandar di punggungnya.

 

“Huft ...! Badan kamu berat banget. Kenapa sih harus nyandar di punggungku. Jalan sendiri kan bisa,” celetuk Yuna sambil membaringkan tubuhnya ke atas sofa ruang tamu.

 

Yeriko tersenyum, menjatuhkan paper bag di tangannya ke lantai. Ia langsung menelungkupkan tubuhnya ke atas tubuh Yuna. “Biar kamu capek dan bisa langsung baring kayak gini,” ucapnya lirih.

 

Yuna tertawa kecil sambil menatap wajah Yeriko. “Nggak perlu kayak gini. Aku pasti baring di ranjang dan nuruti semua perintah kamu,” bisik Yuna di telinga Yeriko.

 

“Baiklah.” Yeriko bangkit dan langsung menggendong Yuna naik ke kamarnya. Menghabiskan malamnya dengan sentuhan-sentuhan cinta yang menggairahkan.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 


Perfect Hero Bab 183 : Best Husband || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Ini masih jam setengah delapan. Mau belanja dulu?” tanya Yeriko setelah mereka keluar dari kedai ice cream.

 

“Mmh ... belanja apa?”

 

Yeriko mengedikkan bahu. “Siapa tahu, ada yang kamu butuhin. Mumpung masih di luar nih.”

 

“Oke. Kita lihat-lihat dulu ya! Mau?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia segera membawa Yuna ke salah satu pusat perbelanjaan.

 

Walau hanya memakai piyama pendek, Yuna melenggang penuh percaya diri. 

 

Yeriko menatap wajah Yuna sambil berjalan.

 

“Eh!? Kenapa?”  tanya Yuna sambil menghentikan langkahnya.

 

Yeriko memutar kepala Yuna sambil memperbaiki posisi headband yang dipakai oleh Yuna.

 

“Berantakan ya?” tanya Yuna sambil menyisir rambutnya menggunakan jari.

 

“Udah rapi,” jawab Yeriko sambil tersenyum.

 

“Hehehe. Ke sana yuk!” ajak Yuna sambil menunjuk toko pakaian. “Aku mau cari jeroan.”

 

“Jeroan?” Yeriko mengernyitkan dahi.

 

“Iih ... nggak usah diperjelas!” Yuna langsung menarik lengan Yeriko masuk ke dalam toko.

 

Yuna menghentikan langkahnya saat melihat lukisan yang ada di dalam toko.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko.

 

“Astaga! Aku sampe lupa!” seru Yuna sambil menepuk dahinya.

 

“Kenapa?”

 

“Ini tanggal berapa?”

 

“Tanggal dua belas.”

 

“Bunda Yana ngundang kita ke acara pameran Dekranasda. Aku kok sampe lupa ya?”

 

“Oh.”

 

“Oh!?” Yuna mengernyitkan dahi menatap Yeriko. “Tanggal empat belas ini udah penutupan. Nggak enak kalo nggak pergi ke sana.”

 

“Kita datang pas acara penutupan aja. Masih ada waktu dua hari.”

 

“Oke.” Yuna mengerdipkan mata ke arah Yeriko.

 

“Sekalian aja cari baju buat ke pameran nanti!” pinta Yeriko.

 

“Mmh ... beliin ya!” pinta Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil. “Kamu perhitungan banget? Kartu kredit yang aku kasih belum kamu pakai?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kalo gitu, pakai sekarang buat beli baju dan traktir aku ngopi!”

 

“Eh!?” Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Aku nggak bawa dompet,” tuturnya sambil menatap manja ke arah Yeriko.

 

Yeriko menaikkan kedua alisnya.

 

“Kamu narik aku keluar rumah cuma pake piyama doang. Kamu bahkan nggak ngasih aku kesempatan buat ngambil dompet sama hape.” Yuna memonyongkan bibirnya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Oke. Aku yang bayarin. Lain kali, kamu harus pake kartu kredit yang aku kasih ke kamu!”

 

“Belum tahu mau dipake buat apa.”

 

“Buat traktir Jheni dan Icah belanja juga bisa.”

 

“Hah!? Kamu nggak sayang sama uang kamu sendiri? Kamu yang capek kerja setiap hari, masa aku main habis-habisin aja.”

 

“Aku lebih sayang sama kamu.”

 

“Uch ... so sweet!” seru Yuna sambil mencubit kedua pipi Yeriko. “Ayo, kita belanja!” serunya sambil berbalik dan melangkah mengitari isi toko.

 

 

 

BRUG ...!

 

Langkah kaki dan mata Yuna yang tidak searah, membuatnya menabrak wanita setengah baya yang juga sedang berbelanja di toko tersebut.

 

“Tante!?” Yuna membelalakkan matanya saat bertemu dengan Mega.

 

“Kamu!? Kalo jalan hati-hati ya!” sentak Mega sambil menatap wajah Yuna.

 

“Maaf, Tante. Aku nggak sengaja.”

 

“Kenapa, Ma?” tanya Bellina yang langsung menghampiri Mega.

 

“Nggak papa. Ini anak kalo jalan nggak lihat-lihat. Nabrak Mama seenaknya.”

 

“Yuna? Kenapa kamu cari masalah terus?” tanya Melan. “Kamu pasti sengaja kan nabrak mamanya Lian?”

 

“Astaga ...! Aku nggak sengaja. Suer dah!” sahut Yuna.

 

“Iya. Matamu itu nggak lihat jalan. Kenapa? Terpesona sama baju-baju di sini yang bagus-bagus?” sahut Mega.

 

Yuna menarik napas. Ia mencoba mengendalikan emosinya. Ia tersenyum sambil menatap Mega. “Iya, Tante. Baju di sini semuanya bagus-bagus. Rasanya, pengen aku beli semua.”

 

“Sombong banget!” sahut Bellina. “Kamu ke sini aja cuma pake piyama sama sandal. Sama sekali nggak berkelas. Emangnya ada yang percaya kalo kamu bisa beli semua baju yang ada di sini?”

 

Yuna tersenyum menanggapi ucapan Bellina. “Iya, emang. Aku ke sini cuma pake piyama doang. Emang kenapa kalo aku bisa borong semua baju yang ada di sini? Kamu yang pakai baju super bagus ini, masih kalah isi dompetnya sama cewek gembel kayak aku?”

 

“Kamu ...!?” Bellina geram mendengar reaksi Yuna yang justru menjatuhkan harga dirinya. Mega dan Melan juga ikut geram melihat tingkah Yuna.

 

Yuna menjulurkan lidah, ia menggoyangkan tubuhnya dan berbalik.

 

“Anak sama mama sama aja kelakuannya!” seru Mega. “Sama-sama kecentilan!”

 

Yuna menghentikan langkahnya begitu mendengar ucapan Mega. Ia langsung berbalik dan menatap Mega penuh kebencian. “Tante bilang apa?” tanya Yuna sambil mendelik.

 

“Anak sama mama sama-sama kecentilan!” tegas Mega.

 

Yuna langsung melangkah maju dan berusaha menyerang Mega. Namun, tubuh Melan menghalanginya.

 

“Astaga! Aku nggak nyangka kalau kelakuan kamu kayak preman,” tutur Mega sambil mengelus dadanya. “Untung aja si Lian nggak jadi sama kamu.”

 

“Tante jangan ngomong sembarangan ya!” sentak Yuna. “Tante boleh aja ngehina aku, tapi nggak ada satu orang pun yang boleh ngehina Bunda!” teriak Yuna berusaha melepaskan diri dari Melan.

 

“Mbak, tolong bantu saya!” pinta Melan pada penjaga toko.

 

“Ada apa ini?” Yeriko langsung menarik tubuh Yuna dan memeluk pinggang istrinya itu. “Kalian cari gara-gara sama istri saya?”

 

“Istri kamu ini yang cari gara-gara sama saya. Kelakuannya kayak preman gini. Kok, bisa kamu ambil dia jadi istri? Kalo bukan karena sifatnya yang kecentilan itu, nggak mungkin bisa dapetin cowok kaya,” tutur Mega kesal.

 

“Tante jangan ngomong sembarangan ya!” sentak Yuna sambil menunjuk wajah Mega. “Aku nggak kayak gitu.”

 

Mega tersenyum sinis. “Kenyataannya yang terlihat kayak gitu. Kamu sama mama kamu ...”

 

“Jangan hina Bundaku!” teriak Yuna. Ia berusaha melepaskan diri pelukan Yeriko dan menggapai tubuh Mega. “Bunda bukan orang yang seperti itu!”

 

“Yuna, tenang dulu!” pinta Yeriko sambil menarik lengan Yuna dan memeluknya erat.

 

“Gimana aku bisa tenang? Mereka boleh hina aku terus-terusan. Aku nggak terima kalo mereka sampe ngehina orang tua aku!” sahut Yuna dengan mata berkaca-kaca.

 

Yeriko memejamkan mata sambil menarik napas perlahan. Ia menarik tubuh Yuna ke belakang punggungnya dan menatap tajam ke arah Mega dan dua orang yang ada di sampingnya.

 

“Kalian ini masih keluarganya Yuna. Kenapa kalian terus-terusan menindas dia?”

 

“Itu karena kelakuan dia sendiri!” sahut Melan.

 

“Iya. Istri kamu itu, kelakuannya kayak preman. Kecentilan. Udah punya suami, masih aja deketin cowok lain. Dia juga yang udah fitnah Bellina. Bilang kalo Bellina cuma pura-pura hamil. Pasti, karena kamu masih menginginkan Wilian, kan?”

 

Yeriko tersenyum sinis menanggapi ucapan Mega. “Apa Tante pikir, saya nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi? Bukan Yuna yang ngejar Lian. Tapi Lian yang masih ngejar Yuna sampai sekarang. Harusnya, Tante yang bilangin anak Tante buat nggak ngeganggu istri orang!” tegasnya.

 

“Nggak mungkin Lian suka sama cewek kayak gini. Dia nggak punya apa-apa. Cuma ngandalkan wajah cantiknya aja buat godain laki-laki kaya seperti kamu!”

 

“Aku tahu banget siapa istriku. Kalau bukan karena kebaikan hati dia. Aku sudah hancurin hidup kalian!” tegas Yeriko.

 

Melan langsung merangkul lengan Bellina. Ia sangat khawatir kalau Yeriko benar-benar membuktikan ucapannya untuk menghancurkan keluarga mereka.

 

“Aku masih punya hati karena kalian masih keluarga Yuna. Kalau bukan karena Yuna, aku nggak akan ngasih kalian kesempatan buat hidup tenang. Aku cuma butuh satu kata dari Yuna buat ngancurin hidup kalian.”

 

Melan dan Mega saling pandang. Dari tangan mereka, keluar keringat dingin dan tatapan mereka tak menentu.

 

Yeriko tertawa sinis menatap Mega. “Asal Tante tahu, Wijaya Group nggak ada apa-apanya sama group perusahaan saya. Saya bisa bikin perusahaan kalian bangkrut dalam sekejap kalau saya mau.”

 

Mega terdiam. Ia tak berani menghadapi tatapan Yeriko yang begitu menakutkan.

 

“Tante Melan, daripada Tante sibuk menindas Yuna. Lebih baik luangkan waktu yang banyak buat ngurus Bellina dengan baik. Ajari dia buat jadi perempuan yang lebih bermartabat!” Yeriko berbalik dan langsung merangkul Yuna meninggalkan tiga perempuan itu.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas