“Baik-baik
di sini ya!” bisik Deny sambil membaringkan tubuh Refina ke atas kasur. Ia
tersenyum sambil mengelus ujung kepala Refi. “Aku ambilin minum dulu buat
kamu.”
Refi
menganggukkan kepala.
Deny
bergegas menuju meja tempat ia menyimpan beberapa makanan dan minuman. Ia
menuangkan air mineral ke dalam gelas. Diam-diam, ia juga meneteskan Female
Aphrodisiac Water ke dalam gelas air minum untuk Refi. Ia kembali menghampiri
Refi yang berbaring di tempat tidur dan menyodorkan gelas tersebut ke arah
Refi.
“Minum!”
perintah Deny. Ia mengambil kamera DSLR yang ia letakkan di atas meja dan duduk
di kursi, tepat di sebelah tempat tidurnya.
Refi
meminum air yang diberikan oleh Deny perlahan. “Kamu tahu kan apa yang harus
kamu kerjain besok?”
Deny
mengangguk santai.
“Yeriko
bukan orang yang mudah buat dihadapi. Aku nggak mau kamu ceroboh lagi!”
“Ceroboh
gimana?”
“Yeriko
udah tahu identitas kamu!” seru Refi. “Kamu bisa nggak ngerjain semuanya dengan
rapi? Bisa-bisanya kamu ninggalin jejak!?” omel Refi. Ia langsung menenggak
habis air minum yang ada di tangannya.
Deny
langsung menatap tajam ke arah Refi. Ia menyunggingkan setengah senyum di
bibirnya. “Aku udah banyak bantu kamu selama di Paris. Mau sampai kapan kamu
anggap aku rendah banget?”
“Aku
udah keluarin uang banyak buat kamu!”
“Sebanyak
apa pun uang yang kamu kasih, nggak akan pernah bisa bikin aku puas.”
“Kamu
mau meras aku terus?”
Deny
tersenyum kecil. Ia meletakkan kembali kameranya ke atas meja. “Kenyataannya,
kamu yang selalu butuh aku, kan?”
Refi
merapatkan kedua bibirnya. Ia merasa seluruh tubuhnya menghangat. “Den, kamu
masukin obat ke minuman aku!?” seru Refi.
Deny
tersenyum kecil sambil menghampiri Refi. “Aku mau permainan kali ini lebih
menggairahkan,” bisiknya sambil mengangkat dagu Refi.
“Kamu
...!?” Refi menatap kesal ke arah Deny.
“Kamu
nggak usah pura-pura menderita. Bukannya waktu di Paris, kamu melakukannya
dengan senang hati?” bisik Deny di telinga Refi.
Refi
menarik napas dalam-dalam saat angin lembut berhembus di telinganya.
Deny
tersenyum kecil, ia menarik tengkuk Refi dan menghisap kuat bibir gadis itu.
Tarikan
napas Refi semakin cepat seiring dengan jemari tangan Deny yang melepas
pakaiannya satu per satu. Ia terus mendesah saat Deny menekan tubuhnya dan
mengusap lembut bagian-bagian sensitif yang dimilikinya.
Deny
tersenyum kecil sambil menatap mata kamera yang ia pasang di sudut ruangan.
“Udah saatnya aku yang ngendalikan kamu,” bisik Deny sambil menyunggingkan
setengah senyumnya. Ia sangat menikmati waktunya bercinta dengan Refi.
Setelah
bermain cukup lama, Deny akhirnya terlelap di sisi Refi. Refi berusaha turun
dari tempat tidurnya. Ia merosot dan duduk di lantai, berjalan dengan tangannya
menuju kamar mandi.
Refi
meraih bibir bathtub dan berusaha keras memasukkan tubuhnya ke dalam bathtub.
“Cowok brengsek!” maki Refi sambil membuka keran air. “Kenapa semuanya jadi
kayak gini?” gumamnya dengan mata berkaca-kaca.
Semua
bayangan masa lalunya dengan Yeriko berkelebat di pelupuk matanya. Dadanya
semakin sakit, ia menangis sejadi-jadinya. Menyesali semua hal yang pernah ia
lakukan di masa lalu. Membuang kebahagiaan yang seharusnya masih ia miliki
hingga kini. Ia tidak tahu, bagaimana akan menghadapi hari esok.
Di
sisi lain ...
Yuna
mondar-mandir di dalam kamar sambil menggigit jarinya.
Yeriko
menatap istrinya sambil membaca majalah bisnis yang ada di tangannya. “Kamu
kenapa? Belum ngantuk?”
“Aku
nggak bisa tidur,” jawab Yuna.
“Kenapa?”
“Besok
mau bikin konferensi pers. Aku nggak tahu mau ngomong apa. Apalagi, aku nggak
terbiasa di depan kamera.”
“Nggak
usah ngomong apa-apa!”
“Eh!?
Kalo wartawan ngajuin pertanyaan ke aku? Gimana jawabnya?”
“Kamu
cukup senyum aja!” pinta Yeriko.
Yuna
memonyongkan bibir sambil melipat kedua tangan di depan dada. “Terus, yang
ngomong kamu sama Refi doang?”
Yeriko
menutup majalah dan meletakkannya di atas meja. Ia melangkah perlahan
menghampiri Yuna. “Emangnya kamu mau ngomong apa? Semua pertanyaan dari
wartawan, aku yang jawab. Kamu nggak perlu mikir macem-macem. Oke?”
Yuna
memonyongkan bibirnya lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa.
Yeriko
memutar bola mata dan ikut duduk di samping Yuna. “Ada apa?”
“Aku
boleh tanya sesuatu sama kamu?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.
“Apa?”
“Ada
berapa banyak rahasia yang kamu sembunyikan dari aku?”
Yeriko
mengernyitkan dahi.
“Dari
awal kita nikah, aku bener-bener nggak tahu siapa kamu. Aku nggak tahu kalo
kamu pengusaha kaya raya. Aku juga nggak tahu kalo kamu berasal dari keluarga
militer. Aku juga gak tahu kalau ternyata kamu punya mantan pacar. Aku tahu itu
semua bukan dari mulut kamu sendiri. Apa aku emang nggak berhak buat tahu masa
lalu kamu? Sekarang, aku harus berhadapan sama masa lalu kamu di depan orang
banyak. Aku cuma perempuan biasa yang nggak pernah dilihat sama orang lain.
Sekarang, semua orang lihat aku. Aku nggak tahu harus gimana ngadepinnya?”
cerocos Yuna.
Yeriko
tertegun sejenak menatap Yuna. Ia sama sekali tidak menyangka kalau istrinya
punya banyak kekhawatiran dalam hatinya.
“Maafin
aku ...!” Yeriko langsung merengkuh kepala Yuna. “Jangan berpikir terlalu
jauh!” bisiknya. “Aku tahu kamu wanita yang kuat. Aku cuma nggak mau membebani
kamu dengan banyak hal. Kamu masih muda. Masih banyak waktu buat
senang-senang.”
Yuna
menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Kalo dia nggak kembali, apa selamanya
kamu bakal ngerahasiain hubungan masa lalu kamu sama dia?”
Yeriko
menggelengkan kepala. “Aku pikir, membicarakannya di saat yang sudah tepat,
jauh lebih baik. Aku nggak tahu kalo dia kembali dan bikin kacau hubungan
kita,” jawab Yeriko sambil mengelus lembut pundak Yuna.
Yuna
menatap wajah Yeriko. Entah berapa banyak rahasia yang disembunyikan oleh
suaminya. Banyak pertanyaan dalam benaknya yang tak mampu ia ungkapkan.
Terutama soal keberadaan ayah Yeriko yang tidak ia ketahui hingga kini.
“Nggak
perlu khawatir. Aku selalu ada di belakangmu.” Yeriko mengeratkan pelukannya.
Yuna
membenamkan wajahnya ke dada Yeriko. “Mungkin benar apa kata Yeri, masih ada
banyak hal yang bakal aku hadapi ke depannya. Aku juga nggak yakin seberapa
kuat aku nanggung semuanya. Asal bisa tetep kayak gini, aku akan berusaha
bertahan,” bisik Yuna dalam hati.
“Ayo
tidur!” ajak Yeriko. “Besok harus berhadapan dengan banyak media. Jangan sampai
istriku punya mata panda karena nggak bisa tidur semalaman. Nggak boleh jelek
di depan kamera. Oke?” Ia menangkup wajah Yuna dengan kedua telapak tangannya.
Yuna
menganggukkan kepala.
Yeriko
mengecup kening Yuna dan bangkit dari sofa sambil menarik lengan Yuna.
“Gendong!”
pintanya manja.
Yeriko
tertawa kecil. “Manja banget!” celetuknya sambil mengangkat tubuh Yuna ke
tempat tidur.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus.
Jangan lupa
kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih
seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi