Setelah
pulang kerja, Yuna menelepon Yeriko tapi tidak diangkat. Ia bergegas keluar
dari kantor dan menunggu Yeriko menjemputnya usai pulang bekerja.
Yuna
langsung tersenyum begitu melihat mobil Lamborghini Biru menghampirinya. Ia
langsung berjalan menuju mobil tersebut dan membuka pintu. “Riyan!?” Ia
mengernyitkan dahi saat melihat Riyan yang duduk di belakang kemudi.
“Hai
... Nyonya Muda!” sapa Riyan sambil tersenyum manis.
Yuna
menghela napas dan langsung masuk ke dalam mobil. “Yeriko ke mana?”
Riyan
menggelengkan kepala. “Katanya, masih ada urusan sama klien.”
“Klien
yang tadi siang di restoran?”
Riyan
menganggukkan kepala sambil menjalankan mobilnya perlahan.
“Apa
ketemu klien harus selama itu?”
Riyan
tidak menjawab. Melihat Yuna yang kesal, ia takut salah bicara dan membuat
majikannya salah paham.
“Kenapa
diam?” tanya Yuna lagi.
“Aku
nggak tahu.”
“Kamu
kan asistennya Yeriko. Kenapa nggak tahu?”
“Mmh
...” Riyan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kamu
nggak usah menutupi kelakuan Yeriko di belakang aku!” sentak Yuna.
“Ngg
... ngg ... nggak, Nyonya.”
“Cewek
cantik yang ketemu sama aku di restoran tadi siang itu siapa? Klien atau
Klien!?”
“Klien,”
jawab Riyan.
“Klien
beneran atau cuma alasannya dia aja biar bisa jalan sama cewek lain?”
Riyan
menghela napas. “Bu Cantika, sudah lama menjadi klien kami. Bos Yeri nggak
mungkin macem-macem.”
Yuna
melipat kedua tangannya di dada dan juga melipat wajahnya.
Riyan
sangat gugup karena menjadi pelampiasan kemarahan istri bosnya. Ia tahu kalau
Yuna sedang cemburu dan bisa saja ucapannya semakin membuat rasa cemburu di
hati Yuna semakin membesar.
Riyan
melirik Yuna beberapa kali. Sebelum pergi menjemput Yuna, ia telah menjadi
pelampiasan Yeriko karena Yuna pergi makan siang dengan pria lain. Sekarang, ia
juga menjadi pelampiasan kemarahan Yuna karena melihat Yeriko pergi makan
dengan wanita lain. “Dua orang ini benar-benar sedang cemburu. Nggak nyangka
kalau Bos Ye ternyata memang sangat menyayangi istrinya,” tutur Riyan dalam
hatinya.
Yuna
tidak bertanya lagi sampai ia masuk ke rumah. Perasaannya semakin tak karuan.
Ia terus melamun dan membuat Bibi War menyadari kalau Yuna sedang ada dalam
masalah. Terlebih, ia pulang seorang diri dan hanya diantar oleh Riyan.
“Ada
masalah dengan Mas Yeri?” tanya Bibi War.
Yuna
mengangguk sedih.
“Ada
apa? Cerita ke Bibi!”
Yuna
menatap Bibi War dengan mata berkaca-kaca. “Yeriko lagi jalan sama cewek lain.
Cewek itu cantik banget, punya badan yang bagus dan pakaiannya juga kelihatan
sangat mahal. Apa Yeriko bakal mencampakkan aku?”
Bibi
War tersenyum sambil mengelus rambut Yuna. “Mas Yeri nggak akan seperti itu.
Ada banyak cewek cantik dan kaya di sekelilingnya. Dia sudah memilih Mbak Yuna
dan Bibi yakin kalau dia nggak akan melihat wanita lain lagi.”
“Tapi,
Bi ...” Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya. Air matanya tiba-tiba menetes
deras. Ia teringat bagaimana saat Lian mencampakkan dirinya dan berselingkuh
dengan Bellina selama tujuh tahun. Ia tidak bisa membayangkan kalau suaminya
berselingkuh dengan wanita lain. Apa yang harus ia lakukan?
Bibi
War ikut sedih melihat penderitaan Yuna. Ia langsung memeluk kepala Yuna agar
bisa membuat gadis itu tenang. Sesekali, ia menoleh ke arah pintu, berharap
Yeriko bisa segera pulang dan menenangkan Yuna.
“Nanti
Bibi bicara dengan Mas Yeri. Sekarang, Mbak Yuna naik dan istirahatlah!” pinta
Bibi War sambil melepas pelukannya.
Yuna
mengangguk sambil mengucap air matanya dan perlahan menaiki anak tangga menuju
kamarnya.
Yuna
terduduk lemas di atas tempat tidur. Ia terus membayangkan hal buruk tentang
hubungannya dengan Yeriko. Mereka baru saja menikah. Saat Yuna merasa Yeriko
begitu mencintainya, saat itu juga memiliki rasa takut kehilangan yang begitu
besar.
Yuna
masuk ke kamar mandi dan memilih berendam dengan air panas di dalam bathtub. Ia
masih saja melamunkan hubungannya dengan Yeriko. “Kenapa sampai sekarang belum
pulang juga?” tanya Yuna sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00
WIB.
Yuna
menengadahkan kepalanya ke langit-langit, ia menyandarkan kepala sambil
memejamkan mata.
Yuna
membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya sudah berbaring di sofa ruang
kerja Yeriko.
“Aah
...!” Yuna mendengar suara desahan wanita dan seorang pria dari balik pintu
ruang istirahat yang ada di ruangan Yeriko. Ia bangkit dan melangkah perlahan
menuju pintu.
Suara
desahan semakin terdengar jelas. Yuna semakin penasaran, ia memegang gagang
pintu dan membuka pintu itu perlahan. Yuna tertegun saat melihat sepasang pria
dan wanita sedang bercinta penuh gairah di atas ranjang.
“Yeriko!”
panggil Yuna lirih sambil berlinang air mata.
Yeriko
langsung menoleh ke arah Yuna yang berdiri di depan pintu. “Ayuna!?” Ia
langsung melepaskan wanita yang sedang bercinta bersamanya. Yeriko buru-buru
memakai pakaiannya dan mengejar Yuna yang sudah berbalik sambil melangkah pergi
meninggalkan ruangan Yeriko.
“Yuna!”
panggil Yeriko.
Yuna
terus menangis sambil mempercepat langkahnya. Ia tidak menyangka kalau suaminya
telah berselingkuh dengan wanita lain yang jauh lebih cantik dan seksi. Ia
benar-benar merasa menjadi istri yang tidak berguna.
“Yun!”
Tangan Yeriko akhirnya bisa meraih lengan Yuna dan menahannya untuk pergi.
Yuna
menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Yeriko. “Kamu tega ngelakuin ini
di belakang aku?” tanya Yuna sambil terisak.
Yeriko
langsung memeluk tubuh Yuna. “Maafin, aku! Aku sedikit mabuk dan nggak bisa
mengendalikan diri. Jangan tinggalin aku, Yun!” pintanya.
Yuna
memberontak, berusaha melepas pelukan Yeriko dan mendorong Yeriko jauh dari
tubuhnya. “Kamu pikir, kata maaf bisa menghapus semua rasa sakit yang aku
rasain? Aku bener-bener nggak nyangka kalau kamu tega ngelakuin ini. Aku ini
istri kamu! Kamu malah bercinta sama perempuan lain. Apa kamu masih kurang puas
sama aku, hah!?”
“Bukan
gitu, Yun! Aku cuma ...” Yeriko berusaha meraih tubuh Yuna. Tapi Yuna menepis
tangan Yeriko dengan kasar.
“Mulai
sekarang, kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!” sentak Yuna. Ia berbalik dan
berlari sekuat tenaga meninggalkan Yeriko.
Yuna
terus berlari sambil menangis. Ia merasakan kakinya sangat lemas, koridor
kantor Yeriko menjadi begitu panjang dan ia tidak tahu harus berlari berapa
lama. Air matanya pun bercucuran deras. Semua rasa sakit di tubuhnya membuatnya
tak berdaya dan menjatuhkan lututnya ke lantai.
Yuna
menangis histeris sambil berteriak sekuat tenaga karena rasa sakit yang begitu
dalam.
“Aargh
...!” teriak Yuna sekuat tenaga sambil memejamkan matanya.
Yuna
mengerjapkan mata sambil melihat ke sekelilingnya. “Aku ketiduran?” tanyanya
sambil melihat tubuhnya yang masih berendam di bathtub. “Untungnya cuma mimpi,”
gumamnya sambil melihat jam dinding yang ada di kamar mandi. Tak terasa kalau
ia sudah berendam di dalam bathtub selama dua jam.
Ia
segera keluar dari bathtub dan membersihkan diri, kemudian keluar dari kamar
mandi dan berganti pakaian.
“Hatciiim
...!” Yuna menggosok hidungnya yang gatal. Sepertinya, ia terlalu lama
berendam. Ia keluar dari kamar dan turun ke bawah.
“Bi,
Yeriko belum pulang?” tanya Yuna.
“Belum,”
jawab Bibi War.
Yuna
menghela napas kecewa dan berbalik.
“Mbak
Yuna mau makan?”
Yuna
menggelengkan kepala dan melangkah kembali naik ke kamarnya. Ia terduduk lemas
di lantai sambil bersandar di tempat tidur.
“Kenapa
jam segini belum pulang juga. Kamu ke mana?” tanya Yuna dengan mata
berkaca-kaca. Ia sangat takut kalau mimpinya barusan akan menjadi kenyataan.
Bagaimana jika saat ini Yeriko benar-benar sedang bersama wanita lain?
Yuna
terus melamun sambil terduduk di lantai. Ia terus menatap layar ponsel,
berharap kalau Yeriko akan segera memberinya kabar.
Satu
jam berlalu, tetap tidak ada kabar dari suaminya. Akhirnya, ia memilih untuk
menelepon Yeriko, namun tak kunjung diangkat. Yuna semakin sedih, ia memeluk
kakinya yang dingin dengan tatapan kosong.
Bibi
War tidak tega melihat keadaan Yuna, ia terus menatap Yuna dari pintu kamar
yang terbuka. Ia juga sangat khawatir dengan Yeriko karena sudah tengah malam
dan belum juga kembali ke rumah. Hal ini jelas membuat Yuna semakin menderita.
Bibi
War melangkah perlahan turun dari kamar. “Kalau masih muda, mungkin Bibi tidak
terlalu khawatir. Kamu sudah menikah dan istrimu menunggu di rumah. Kenapa
belum pulang juga?” tanya Bibi War sambil menatap pintu masuk rumah dari balik
jendela. Ia merasa tidak tenang dan tidak bisa memejamkan mata melihat Yuna
begitu menderita.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi