Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 5, 2025

Perfect Hero Bab 62: Mimpi Buruk

 



Setelah pulang kerja, Yuna menelepon Yeriko tapi tidak diangkat. Ia bergegas keluar dari kantor dan menunggu Yeriko menjemputnya usai pulang bekerja.

 

Yuna langsung tersenyum begitu melihat mobil Lamborghini Biru menghampirinya. Ia langsung berjalan menuju mobil tersebut dan membuka pintu. “Riyan!?” Ia mengernyitkan dahi saat melihat Riyan yang duduk di belakang kemudi.

 

“Hai ... Nyonya Muda!” sapa Riyan sambil tersenyum manis.

 

Yuna menghela napas dan langsung masuk ke dalam mobil. “Yeriko ke mana?”

 

Riyan menggelengkan kepala. “Katanya, masih ada urusan sama klien.”

 

“Klien yang tadi siang di restoran?”

 

Riyan menganggukkan kepala sambil menjalankan mobilnya perlahan.

 

“Apa ketemu klien harus selama itu?”

 

Riyan tidak menjawab. Melihat Yuna yang kesal, ia takut salah bicara dan membuat majikannya salah paham.

 

“Kenapa diam?” tanya Yuna lagi.

 

“Aku nggak tahu.”

 

“Kamu kan asistennya Yeriko. Kenapa nggak tahu?”

 

“Mmh ...” Riyan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

“Kamu nggak usah menutupi kelakuan Yeriko di belakang aku!” sentak Yuna.

 

“Ngg ... ngg ... nggak, Nyonya.”

 

“Cewek cantik yang ketemu sama aku di restoran tadi siang itu siapa? Klien atau Klien!?”

 

“Klien,” jawab Riyan.

 

“Klien beneran atau cuma alasannya dia aja biar bisa jalan sama cewek lain?”

 

Riyan menghela napas. “Bu Cantika, sudah lama menjadi klien kami. Bos Yeri nggak mungkin macem-macem.”

 

Yuna melipat kedua tangannya di dada dan juga melipat wajahnya.

 

Riyan sangat gugup karena menjadi pelampiasan kemarahan istri bosnya. Ia tahu kalau Yuna sedang cemburu dan bisa saja ucapannya semakin membuat rasa cemburu di hati Yuna semakin membesar.

 

Riyan melirik Yuna beberapa kali. Sebelum pergi menjemput Yuna, ia telah menjadi pelampiasan Yeriko karena Yuna pergi makan siang dengan pria lain. Sekarang, ia juga menjadi pelampiasan kemarahan Yuna karena melihat Yeriko pergi makan dengan wanita lain. “Dua orang ini benar-benar sedang cemburu. Nggak nyangka kalau Bos Ye ternyata memang sangat menyayangi istrinya,” tutur Riyan dalam hatinya.

 

Yuna tidak bertanya lagi sampai ia masuk ke rumah. Perasaannya semakin tak karuan. Ia terus melamun dan membuat Bibi War menyadari kalau Yuna sedang ada dalam masalah. Terlebih, ia pulang seorang diri dan hanya diantar oleh Riyan.

 

“Ada masalah dengan Mas Yeri?” tanya Bibi War.

 

Yuna mengangguk sedih.

 

“Ada apa? Cerita ke Bibi!”

 

Yuna menatap Bibi War dengan mata berkaca-kaca. “Yeriko lagi jalan sama cewek lain. Cewek itu cantik banget, punya badan yang bagus dan pakaiannya juga kelihatan sangat mahal. Apa Yeriko bakal mencampakkan aku?”

 

Bibi War tersenyum sambil mengelus rambut Yuna. “Mas Yeri nggak akan seperti itu. Ada banyak cewek cantik dan kaya di sekelilingnya. Dia sudah memilih Mbak Yuna dan Bibi yakin kalau dia nggak akan melihat wanita lain lagi.”

 

“Tapi, Bi ...” Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya. Air matanya tiba-tiba menetes deras. Ia teringat bagaimana saat Lian mencampakkan dirinya dan berselingkuh dengan Bellina selama tujuh tahun. Ia tidak bisa membayangkan kalau suaminya berselingkuh dengan wanita lain. Apa yang harus ia lakukan?

 

Bibi War ikut sedih melihat penderitaan Yuna. Ia langsung memeluk kepala Yuna agar bisa membuat gadis itu tenang. Sesekali, ia menoleh ke arah pintu, berharap Yeriko bisa segera pulang dan menenangkan Yuna.

 

“Nanti Bibi bicara dengan Mas Yeri. Sekarang, Mbak Yuna naik dan istirahatlah!” pinta Bibi War sambil melepas pelukannya.

 

Yuna mengangguk sambil mengucap air matanya dan perlahan menaiki anak tangga menuju kamarnya.

 

Yuna terduduk lemas di atas tempat tidur. Ia terus membayangkan hal buruk tentang hubungannya dengan Yeriko. Mereka baru saja menikah. Saat Yuna merasa Yeriko begitu mencintainya, saat itu juga memiliki rasa takut kehilangan yang begitu besar.

 

Yuna masuk ke kamar mandi dan memilih berendam dengan air panas di dalam bathtub. Ia masih saja melamunkan hubungannya dengan Yeriko. “Kenapa sampai sekarang belum pulang juga?” tanya Yuna sambil melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 21.00 WIB.

 

Yuna menengadahkan kepalanya ke langit-langit, ia menyandarkan kepala sambil memejamkan mata.

 

Yuna membuka matanya perlahan dan mendapati dirinya sudah berbaring di sofa ruang kerja Yeriko.

 

“Aah ...!” Yuna mendengar suara desahan wanita dan seorang pria dari balik pintu ruang istirahat yang ada di ruangan Yeriko. Ia bangkit dan melangkah perlahan menuju pintu.

 

Suara desahan semakin terdengar jelas. Yuna semakin penasaran, ia memegang gagang pintu dan membuka pintu itu perlahan. Yuna tertegun saat melihat sepasang pria dan wanita sedang bercinta penuh gairah di atas ranjang.

 

“Yeriko!” panggil Yuna lirih sambil berlinang air mata.

 

Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna yang berdiri di depan pintu. “Ayuna!?” Ia langsung melepaskan wanita yang sedang bercinta bersamanya. Yeriko buru-buru memakai pakaiannya dan mengejar Yuna yang sudah berbalik sambil melangkah pergi meninggalkan ruangan Yeriko.

 

“Yuna!” panggil Yeriko.

 

Yuna terus menangis sambil mempercepat langkahnya. Ia tidak menyangka kalau suaminya telah berselingkuh dengan wanita lain yang jauh lebih cantik dan seksi. Ia benar-benar merasa menjadi istri yang tidak berguna.

 

“Yun!” Tangan Yeriko akhirnya bisa meraih lengan Yuna dan menahannya untuk pergi.

 

Yuna menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Yeriko. “Kamu tega ngelakuin ini di belakang aku?” tanya Yuna sambil terisak.

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Yuna. “Maafin, aku! Aku sedikit mabuk dan nggak bisa mengendalikan diri. Jangan tinggalin aku, Yun!” pintanya.

 

Yuna memberontak, berusaha melepas pelukan Yeriko dan mendorong Yeriko jauh dari tubuhnya. “Kamu pikir, kata maaf bisa menghapus semua rasa sakit yang aku rasain? Aku bener-bener nggak nyangka kalau kamu tega ngelakuin ini. Aku ini istri kamu! Kamu malah bercinta sama perempuan lain. Apa kamu masih kurang puas sama aku, hah!?”

 

“Bukan gitu, Yun! Aku cuma ...” Yeriko berusaha meraih tubuh Yuna. Tapi Yuna menepis tangan Yeriko dengan kasar.

 

“Mulai sekarang, kita nggak punya hubungan apa-apa lagi!” sentak Yuna. Ia berbalik dan berlari sekuat tenaga meninggalkan Yeriko.

 

Yuna terus berlari sambil menangis. Ia merasakan kakinya sangat lemas, koridor kantor Yeriko menjadi begitu panjang dan ia tidak tahu harus berlari berapa lama. Air matanya pun bercucuran deras. Semua rasa sakit di tubuhnya membuatnya tak berdaya dan menjatuhkan lututnya ke lantai.

 

Yuna menangis histeris sambil berteriak sekuat tenaga karena rasa sakit yang begitu dalam.

 

“Aargh ...!” teriak Yuna sekuat tenaga sambil memejamkan matanya.

 

Yuna mengerjapkan mata sambil melihat ke sekelilingnya. “Aku ketiduran?” tanyanya sambil melihat tubuhnya yang masih berendam di bathtub. “Untungnya cuma mimpi,” gumamnya sambil melihat jam dinding yang ada di kamar mandi. Tak terasa kalau ia sudah berendam di dalam bathtub selama dua jam.

 

Ia segera keluar dari bathtub dan membersihkan diri, kemudian keluar dari kamar mandi dan berganti pakaian.

 

“Hatciiim ...!” Yuna menggosok hidungnya yang gatal. Sepertinya, ia terlalu lama berendam. Ia keluar dari kamar dan turun ke bawah.

 

“Bi, Yeriko belum pulang?” tanya Yuna.

 

“Belum,” jawab Bibi War.

 

Yuna menghela napas kecewa dan berbalik.

 

“Mbak Yuna mau makan?”

 

Yuna menggelengkan kepala dan melangkah kembali naik ke kamarnya. Ia terduduk lemas di lantai sambil bersandar di tempat tidur.

 

“Kenapa jam segini belum pulang juga. Kamu ke mana?” tanya Yuna dengan mata berkaca-kaca. Ia sangat takut kalau mimpinya barusan akan menjadi kenyataan. Bagaimana jika saat ini Yeriko benar-benar sedang bersama wanita lain?

 

Yuna terus melamun sambil terduduk di lantai. Ia terus menatap layar ponsel, berharap kalau Yeriko akan segera memberinya kabar.

 

Satu jam berlalu, tetap tidak ada kabar dari suaminya. Akhirnya, ia memilih untuk menelepon Yeriko, namun tak kunjung diangkat. Yuna semakin sedih, ia memeluk kakinya yang dingin dengan tatapan kosong.

 

Bibi War tidak tega melihat keadaan Yuna, ia terus menatap Yuna dari pintu kamar yang terbuka. Ia juga sangat khawatir dengan Yeriko karena sudah tengah malam dan belum juga kembali ke rumah. Hal ini jelas membuat Yuna semakin menderita.

 

Bibi War melangkah perlahan turun dari kamar. “Kalau masih muda, mungkin Bibi tidak terlalu khawatir. Kamu sudah menikah dan istrimu menunggu di rumah. Kenapa belum pulang juga?” tanya Bibi War sambil menatap pintu masuk rumah dari balik jendela. Ia merasa tidak tenang dan tidak bisa memejamkan mata melihat Yuna begitu menderita.

 

 

 

(( Bersambung ... ))


Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 


Perfect Hero Bab 61 : Sama-Sama Cemburu | a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yun, are you ok?” tanya Andre hati-hati sambil menatap wajah Yuna.

 

Yuna memasang wajah sedih. Ia tidak bisa menyembunyikan perasaannya. Terlebih di depan Andre, teman masa kecil sekaligus sahabatnya. “Dia pasti salah paham lihat kita makan berdua di sini,” tutur Yuna dengan mata berkaca-kaca.

 

“Jangan sedih! Aku bantu jelasin ke suami kamu. Gimana?” tanya Andre sambil menyentuh punggung tangan Yuna.

 

Yuna langsung menarik tangannya. “Nggak perlu. Aku bisa jelasin sendiri!” tegas Yuna sambil menundukkan kepalanya. Ia menoleh ke meja Yeriko dan langsung kesal melihat wanita cantik yang sedang mengobrol dengan suaminya.

 

“Kamu yakin?” tanya Andre. Ia khawatir akan terjadi hal buruk pada Yuna begitu melihat ekspresi wajah Yeriko yang tidak bersahabat dengan istrinya sendiri.

 

Yuna mengangguk. Ia langsung mengusap matanya yang basah dan bangkit dari tempat duduk. “Ini masalah rumah tangga aku. Biar aku atasi sendiri.” Ia melangkah perlahan menghampiri meja makan Yeriko.

 

Yuna berdiri di samping Yeriko sambil melirik wanita cantik yang sedang makan bersama suaminya itu.

 

Cantika juga ikut menatap Yuna yang tiba-tiba berdiri di dekat mereka. Ia tersenyum manis ke arah Yuna.

 

“Nggak usah senyum-senyum! Seneng banget udah jalan sama suami orang?” dengus Yuna dalam hati.

 

“Gimana dengan penawaran yang kami buat?” tanya Yeriko sambil menatap Cantika.

 

“Eh!?” Ia langsung mengalihkan pandangannya pada Yeriko. “Aku sih oke. Tapi, masih ada beberapa hal yang aku nggak sreg. Apa proposalnya masih bisa diubah?”

 

“Bisa.”

 

Yuna semakin kesal dengan Yeriko yang berpura-pura tidak melihat kehadirannya.

 

“Yeriko!” panggil Yuna.

 

Yeriko hanya menarik napas dalam-dalam. Ia benar-benar tidak ingin menoleh ke arah Yuna.

 

Yuna menelan ludah melihat sikap Yeriko yang dingin. Matanya mulai perih dan berkaca-kaca. “Aku ... nggak sengaja ketemu sama Andre. Kebetulan, aku juga belum makan siang. Dia teman kecilku yang udah nggak ketemu selama bertahun-tahun. Kami nggak ada hubungan lain selain berteman baik. Kamu jangan salah paham kayak gini. Aku bener-bener minta maaf karena ...” Yuna menghentikan ucapannya sambil melirik Cantika.

 

Yeriko sengaja mengabaikan Yuna dan justru mengajak Cantika berbicara soal kehidupan pribadi, bahkan melontarkan pujian kepada Cantika.

 

Yuna mengerutkan hidung, ia menghentakkan kaki dan berbalik pergi meninggalkan Yeriko.

 

“Bener-bener nggak punya perasaan!” celetuk Yuna dengan mata berkaca-kaca. “Aku udah coba buat minta maaf, tapi dia malah kayak gitu.” Yuna mengusap air matanya yang menetes. Ia langsung menghampiri Andre dan meraih tas tangan miliknya.

 

“Ayo, kita pulang!” ajak Yuna.

 

Andre merasa ngilu melihat Yuna yang begitu sedih karena diabaikan oleh suaminya sendiri. Andai saja ia bisa bertemu dengan Yuna sebelum gadis itu menikah, ia pasti akan membuat Yuna menjadi wanita yang paling bahagia dan tidak akan pernah membuatnya menangis.

 

“Aku bayar dulu.”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Andre langsung memanggil pelayan dan menyerahkan sebuah kartu. Ia terus melirik wajah Yuna yang masih diselimuti kesedihan. Ia tidak tahu bagaimana caranya menghibur Yuna. Apa gadis itu masih akan tersenyum jika ia berikan lolipop seperti yang pernah ia lakukan dua puluh tahun silam.

 

Usai membayar tagihan makannya, Andre dan Yuna melangkah keluar dari restoran.

 

Diam-diam, Yeriko memerhatikan Yuna yang sedang bersama dengan Andre.

 

“Dia pacar Pak Yeri ya?” tanya Cantika.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

Cantika tersenyum senang sambil menatap wajah Yeriko.

 

“Istri,” tutur Yeriko selanjutnya.

 

“Hah!?” Cantika membelalakkan mata saat mendengar pertanyaan Yeriko. “Dia istri Pak Yeri? Apa tadi itu nggak keterlaluan?”

 

“Keterlaluan gimana?”

 

“Aku lihat, dia bener-bener tulus buat minta maaf. Dia istri Pak Yeri, pasti bakal sedih banget lihat Pak Yeri nyuekin dia.”

 

Yeriko tak menyahut. Ia menoleh ke arah pintu restoran. Sosok Yuna dan Andre sudah tak terlihat lagi. Ia menarik napas dalam-dalam. “Semuanya akan baik-baik aja kalau dia nggak jalan sama cowok lain tanpa sepengetahuanku,” ucapnya dalam hati.

 

Selama di perjalanan, Yuna memilih untuk diam dan tidak bersemangat membicarakan apa pun bersama Andre.

 

“Yun, apa kamu yakin dia pria yang tepat buat jadi suami kamu?” tanya Andre. “Sikapnya bener-bener nggak berperasaan!”

 

Yuna tak menyahut. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri.

 

Andre melirik ke arah Yuna yang masih melamun saat mereka sudah tiba di depan kantor Yuna. Ia menghela napas dan segera keluar dari mobil. Ia membukakan pintu untuk Yuna.

 

“Kita sudah sampai,” tutur Andre sambil menepuk bahu Yuna.

 

Yuna tersadar dari lamunannya. Ia langsung melepas safety belt dan keluar dari mobil Andre. “Makasih ya, udah diantar sampai sini.”

 

Andre menganggukkan kepala. Ia tersenyum arah Yuna. “Jangan sedih lagi!” pintanya sambil mengacak ujung kepala Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

Andre tersenyum manis ke arah Yuna yang sudah mulai masuk ke dalam gedung kantornya. Ia merasa sangat bahagia bisa bertemu kembali dengan Yuna. Tapi juga merasa sangat sedih karena melihat Yuna harus bertengkar dengan suaminya sendiri.

 

Saat yang sama, Bellina melihat  Yuna dan Andre turun dari mobil. Ia tersenyum sinis sambil menatap Yuna yang mulai melangkah masuk ke dalam kantor.

 

“Ada hal menarik,” celetuk Bellina lirih. “Gimana kalau Yeriko tahu soal kedekatan Yuna dan Andre?”

 

 “Hai, Yuna!” sapa Bellina saat ia dan Yuna berpapasan di lobi.

 

“Nggak usah sok manis! Kamu mau apa?”

 

Belina tersenyum kecil. “Aku tahu siapa Andre. Gimana kalo suami kmu tahu, kalo istrinya berselingkuh sama cowok lain?”

 

Yuna tersenyum dan bersiap melawan Bellina. “Aku habis makan siang sama Andre dan suamiku di restoran yang sama. Kamu nggak perlu mengkhawatirkan hubungan kami. Lebih baik, kamu urus tunangan kamu yang menyebalkan itu biar nggak selingkuh dari kamu!” sahut Yuna sambil menatap tajam ke arah Bellina.

 

“Maksud kamu?” tanya Bellina kesal.

 

Yuna tertawa kecil. “Orang yang sudah pernah berselingkuh, pasti akan tergoda untuk selingkuh lagi. Kamu harus ingat gimana cara kamu ngerebut Lian dari aku. Begitu juga orang lain akan ngerebut Lian dari kamu,” bisik Yuna di telinga Bellina.

 

Bellina sangat geram mendengar ucapan Yuna. Hatinya terbakar cemburu. Ia tidak akan membiarkan Lian jatuh ke tangan orang lain.

 

Yuna tersenyum kecil dan melangkah pergi meninggalkan Bellina. “Benar-benar menyebalkan!” gumamnya dalam hati. Ia segera melangkah menuju lift untuk naik ke ruang kerjanya.

 

Yuna duduk berpangku tangan sambil memandangi layar komputer. Ia terlihat bekerja seperti biasa. Tapi, pikirannya melayang jauh pada Yeriko yang begitu kejam terhadapnya.

 

“Apa dia beneran marah lihat aku jalan sama Andre? Bukannya kemarin udah aku jelasin siapa Andre dan semuanya sudah baik-baik aja,” gumam Yuna dalam hati. Ia meraih ponselnya dan langsung mengirimkan pesan singkat pada Yeriko.

 

“Beruang ...” tutur Yuna sambil mengetik di ponselnya, kemudian menghapusnya kembali. “Ah, masa aku harus manggil Beruang di saat kayak gini?” tanyanya pada diri sendiri.

 

Yuna menggaruk pipinya yang tidak gatal dan menoleh ke arah Pak Tono yang sedang sibuk bekerja. “Pak Tono!” panggil Yuna.

 

“Hmm ...” Pak Tono menyahut tanpa mengalihkan perhatian dari layar komputernya.

 

“Pak, panggilan sayang dari istri untuk Bapak apa ya?” tanya Yuna.

 

“Nggak ada,” jawab Pak Tono sambil menoleh ke arah Yuna.

 

Yuna menghela napas kecewa. “Gimana bisa nggak punya panggilan sayang?” celetuknya.

 

Pak Tono tersenyum kecil menatap Yuna. “Kenapa?”

 

Yuna menggelengkan kepala tak bersemangat dan tertunduk lesu.

 

“Lagi berantem sama suami?” tanya Pak Tono.

 

Yuna langsung mengangkat kepala dan menoleh ke arah Pak Tono. “Kok, tahu?”

 

Pak Tono tersenyum kecil. “Bapak ini sudah tua. Sudah lebih berpengalaman.”

 

Yuna menatap Pak Tono dengan mata berbinar. Ia langsung menyeret kursinya mendekati Pak Tono. “Gimana caranya biar suami nggak marah lagi?” bisik Yuna.

 

Bagus dan Selma yang ada di ruangan itu ikut penasaran dengan pembicaraan Yuna dan Pak Tono, tapi mereka tidak berani bertanya.

 

“Penyebabnya apa dulu?” tanya Pak Tono.

 

“Mmh ... dia mergokin aku lagi makan sama temen cowok.”

 

“Hah!? Kamu selingkuh?”

 

Yuna langsung membungkam mulut Pak Tono. “Bukan selingkuh. Temen baikku, cuma temen. Temen masa kecil yang udah nggak ketemu bertahun-tahun, jadi kami makan bareng.”

 

“Oh ... jadi, dia cemburu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Cemburu itu tandanya cinta. Buat apa khawatir?”

 

Yuna menghela napas. “Dia nyuekin aku, Pak. Nggak mau ngomong sama aku sedikit pun.”

 

“Tinggal minta maaf dan jelaskan saja!”

 

“Udah. Tapi ... dia tetep cuek. Di saat perang dingin kayak gini, kalau aku manggil dia nama atau julukan yang menyebalkan, apa itu baik?”

 

“Dia suami kamu. Panggillah dengan sopan dan terdengar enak di telinga!”

 

“Contohnya?”

 

“Sayang, Cinta, Mas, Kakak dan sejenisnya yang terlihat lebih romantis dan menghargai pasangan kamu.”

 

“Hihihi.” Yuna terkekeh geli.

 

“Kenapa ketawa?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Makasih ya!” Ia langsung menggeser kembali kursi yang ia duduki ke meja kerjanya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Perfect Hero Bab 60: Nostalgia Bareng Mantan | a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna menunggu taksi di depan kantor pusat Wijaya Group. Ia harus kembali ke kantornya lagi. Ia tertegun saat melihat mobil sedan warna hitam berhenti di hadapannya.

 

“Hai ...!” sapa pemilik mobil sembari membuka kaca mobilnya.

 

“Andre?” sahut Yuna dengan wajah sumringah.

 

Andre tersenyum manis ke arah Yuna. “Mau ke mana?” tanyanya.

 

“Mau balik ke kantor.”

 

“Nunggu taksi?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ayo, aku antar!” pinta Andre sambil membukakan pintu dari dalam.

 

“Mmh ... nggak usah, Ndre! Aku nunggu taksi aja.”

 

“Nggak usah sungkan kayak gitu. Kita kan teman.”

 

“Beneran? Nggak ngerepotin?”

 

Andre menggelengkan kepala.

 

Yuna tersenyum dan masuk ke dalam mobil Andre. “Kamu nggak banyak kerjaan?” tanya Yuna sembari memasang safety belt.

 

“Ini jam istirahat. Aku mau cari makan sekalian,” jawab Andre sambil menyalakan mesin mobil dan menjalankan mobilnya perlahan.

 

“Oh.”

 

“Kamu udah lama kerja di Wijaya Group?”

 

“Belum. Baru sebulan dan masih magang.”

 

“Oh ... bukannya suami kamu pemilik GG? Kenapa nggak magang di sana?”

 

“Ikut rekomendasi dari universitas.”

 

“Wah ... Wijaya Group boleh juga,” celetuk Andre.

 

“Boleh juga?”

 

“Bisa direkomendasikan sama kampus dari luar negeri. Kamu dari Melbourne kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kamu sendiri? Kantor kamu di mana?”

 

“Kantor pusatku di Singapura.”

 

“Jadi, ke sini cuma sementara aja?”

 

Andre menganggukkan kepala. “Bisa sementara, bisa juga selamanya.”

 

“Kenapa gitu?”

 

“Tergantung sama sesuatu yang bisa bikin aku pergi atau menetap.”

 

Andre menoleh ke arah Yuna sambil tersenyum manis. “Oh ya, kamu udah makan siang?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kita mampir makan dulu ya!”

 

Yuna mengangguk. “Mau traktir nih?”

 

Andre tertawa kecil. “Kamu sudah jadi nyonya besar dan masih suka makan gratisan?”

 

Yuna nyengir ke arah Andre. “Aku udah lama nggak pernah ngerasain makan duitmu. Lagian, kamu juga kan udah jadi bos besar.”

 

“Tahu dari mana?”

 

“Kamu pasti sudah jadi penerus perusahaan keluarga kamu kan? Perusahaan Internasional itu?”

 

Andre tersenyum menatap Yuna. “Aku ikut prihatin sama apa yang sudah terjadi sama kamu sebelas tahun lalu. Apa kamu masuk ke Wijaya Group karena orang tua kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku bukan penerus Wijaya Group. Walau dulu ayah adalah CEO perusahaan itu. Sekarang, aku bukan siapa-siapa lagi di perusahaan itu. Cuma karyawan biasa aja.”

 

“Gimana kalau kamu pindah ke perusahaan aku?”

 

Yuna tersenyum menatap Andre. “Makasih untuk tawarannya. Aku sudah nyaman dengan posisiku sekarang. Lagian, aku masih magang dan masih harus banyak belajar. Yeriko juga minta aku buat pindah ke perusahaan dia. Tapi aku masih mau berusaha sendiri buat meningkatkan kemampuanku.”

 

Andre menatap Yuna kagum. “Kamu tuh ya, dari dulu selalu aja kayak gini. Nggak mau ngerepotin orang lain.”

 

Yuna tersenyum ke arah Andre. “Bukannya aku udah sering ngerepotin dan ganggu kamu terus?”

 

Andre tergelak mendengar ucapan Yuna. “Masih ingat aja. Aku nggak pernah ngerasa kamu itu merepotkan. Aku seneng bisa selalu ada di samping kamu.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Andre. “Kamu masih nggak berubah ya ... setelah bertahun-tahun nggak ketemu, kamu tetep Andre yang dulu.”

 

“Aku nggak akan pernah berubah. Kayaknya, kamu yang banyak berubah.”

 

“Berubah gimana?”

 

“Makin cantik,” jawab Andre.

 

“Hahaha. Iya lah, kalo makin ganteng kan aneh.”

 

“Iya. Gantengnya buat aku aja!” pinta Andre.

 

Yuna langsung menatap wajah Andre sambil menahan senyum. “Kamu bisa juga se-narsis ini?”

 

Andre tersenyum kecil sambil membelokkan setirnya masuk ke salah satu halaman restoran mewah yang ada di pusat kota.

 

“Mau makan apa?” tanya Andre.

 

Yuna membuka menu yang sudah diberikan oleh pelayan. “Ndre ...!” panggilnya berbisik.

 

“Apa?”

 

“Makanan di sini mahal-mahal. Kamu beneran mau traktir aku?”

 

Andre tertawa kecil sambil mengacak ujung kepala Yuna. “Kamu tuh masih aja kayak dulu. Perhitungan!”

 

“Hehehe. Bukan perhitungan, tapi hemat.” Yuna meringis ke arah Andre.

 

“Kamu sudah jadi Nyonya Ye tapi masih aja mikirin buat hemat. Apa suami kamu nggak pernah ngasih uang?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

Andre langsung membelalakkan mata menatap Yuna. “Serius?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Dia nggak pernah ngasih uang. Tapi ngasih aku kartu kredit unlimited,” bisiknya.

 

“Hahaha. Kamu udah bikin aku hampir jantungan. Aku pikir, dia pria yang cuma menindas kamu.”

 

Yuna tersenyum. “Dia suami yang baik.”

 

“Baguslah. Kalau sampai dia nyakitin kamu, aku bakal ngerebut kamu dari dia!” tegas Andre.

 

“Hahaha. Kamu bisa aja.”

 

Andre tersenyum kecil menatap Yuna yang terlihat begitu bahagia. Ia merindukan senyuman manis dari gadis kecil yang pernah mengisi hari-harinya. Sinar mata Yuna, menghangatkan dan menenangkan jiwanya.

 

“Mbak, aku pesen ini ... ini ... sama ini ya!” tutur Yuna sambil menunjuk gambar makanan dan minuman yang ada di buku menu.

 

“Kamu mau pesen apa?” tanya Yuna pada Andre yang masih terpaku menatap Yuna.

 

Andre tersenyum. Ia menutup buku menu dan menyerahkan pada pelayan yang berdiri di sampingnya. “Samain aja sama dia.”

 

Pelayan tersebut mengangguk, lalu pergi untuk memproses pesanan Yuna dan Andre.

 

“Ndre, kabar Oom sama Tante gimana?” tanya Yuna.

 

“Baik.”

 

“Masih tinggal di rumah yang dulu?”

 

Andre menggelengkan kepala. “Sekarang udah pindah tinggal ke Jakarta.”

 

“Oh. Jadi, udah nggak pernah ke rumah kita yang dulu? Aku jadi kangen sama suasana rumah kita yang dulu.”

 

“Kamu yang sering ngambilin mainanku kan?” dengus Andre.

 

“Aku pinjem.”

 

“Pinjem tapi nggak ngomong. Aku sering banget nyari mainanku sampe nangis-nangis.”

 

“Siapa suruh udah kelas lima SD masih cengeng aja,” sahut Yuna sambil menjulurkan lidahnya.

 

Andre langsung mengetuk dahi Yuna. “Cuma kamu yang paling tahu rahasiaku. Sekarang, aku udah nggak cengeng lagi kan?”

 

“Serius? Ditinggal pacar nggak nangis?”

 

Andre menggelengkan kepala. “Aku nggak pernah pacaran.”

 

“Ah, bohong!” sahut Yuna. “Kamu kan ganteng dan kaya. Nggak mungkin nggak pernah pacaran.”

 

Andre tersenyum menatap Yuna. “Kamu wanita pertama yang aku sukai sampai sekarang,” ucapnya dalam hati.

 

Yuna menoleh ke arah pelayan yang menghidangkan makanan ke atas meja mereka.

 

“Kamu udah lama nikah?” tanya Andre sambil menyesap minuman yang ia pesan.

 

“Baru sebulan.”

 

“Oh ya? Berarti kalian masih pengantin baru?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Aku telat dikit aja, kamu udah jadi milik orang lain,” gumam Andre lirih.

 

“Eh!? Apa?” tanya Yuna yang tidak bisa mendengar ucapan Andre dengan jelas.

 

“Nggak papa. Makanlah!” pinta Andre.

 

Yuna tersenyum dan langsung melahap makanan yang ada di depannya.

 

Andre terus melirik ke arah Yuna sambil mencicipi makanan sedikit demi sedikit. Ia lebih tertarik melihat Yuna yang makan dengan lahap daripada menikmati makanannya sendiri.

 

“Bellina apa kabar?” tanya Andre.

 

“Baik,” jawab Yuna dengan mulut penuh makanan.

 

“Dia masih kayak gitu?” tanya Andre.

 

“Kayak gitu gimana?”

 

“Masih suka menindas kamu.”

 

“Uhuk ... uhuk ...!” Yuna langsung tersedak mendengar pertanyaan Andre.

 

“Kalau makan pelan-pelan!” Andre menepuk-nepuk punggung Yuna. Ia langsung menyodorkan segelas air putih ke arah Yuna.

 

Di saat yang sama, Yeriko juga sedang makan siang bersama Cantika, kliennya yang sangat cantik dan memiliki tubuh yang ideal. Mereka duduk di meja ketiga dari Yuna dan Andre.

 

Yeriko tertegun saat melihat Yuna sedang makan siang bersama Andre.

 

“Kenapa?” tanya Cantika saat melihat Yeriko tak berkedip menatap Yuna. Ia ikut menoleh ke arah Yuna yang terlihat sangat mesra bersama Andre.

 

“Pak Ye kenal sama dia?” tanya Cantika.

 

Yeriko tak menyahut. Ia bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Yuna dari belakang dan menyentuh kepala Yuna.

 

Yuna langsung memutar kepalanya saat ia merasakan sentuhan di kepalanya. Ia membelalakkan matanya saat melihat Yeriko sudah berdiri di belakangnya.

 

Yeriko tidak menunjukkan ekspresi wajah yang ramah. Matanya diselimuti kebencian saat melihat Yuna bisa begitu bahagia menikmati makan siang dengan pria lain.

 

“Pak Ye? Makan di sini juga?” tanya Andre. “Ayo gabung sekalian!” ajaknya dengan ramah.

 

Yeriko menatap tajam ke arah Andre. Ia mengangkat dagu dan menunjukkan kesombongannya. “Aku lagi makan sama klien. Kalian berdua bersenang-senanglah!” sahutnya ketus. Ia langsung membalikkan tubuhnya.

 

“Yer ...!” panggil Yuna sambil menahan lengan Yeriko.

 

Yeriko langsung melepas tangan Yuna perlahan. “Aku masih banyak urusan. Jangan ganggu aku!” Yeriko tak menoleh ke arah Yuna dan langsung melangkah kembali ke meja makannya.

 

Yuna menggigit bibirnya. Ia tertunduk lesu dan merasa sangat bersalah karena kehadiran Andre dalam hidupnya telah membuat Yeriko cemburu.

 

Andre menatap pilu ke arah Yuna. Melihat kesedihan yang tergambar dari wajah Yuna, hatinya merasa begitu sakit. Ia tak punya hak mencampuri urusan rumah tangga Yuna. Tapi ketika melihat Yuna sedih, ia merasa sangat sedih dan ingin mengembalikan senyuman indah yang terukir di bibir Yuna.

 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas