BRAAK
...!
Pria
setengah baya itu membanting pintu begitu Yurika sudah keluar dari kamar.
“Huu
... dasar tua bangka! Siapa juga yang mau tidur sama kamu! Aku nggak akan kasih
keperawananku buat laki-laki biadab kayak kalian!” seru Yurika sambil menendang
pintu tersebut. Ia menoleh ke semua pintu kamar hotel untuk memastikan tidak
ada yang mendengar teriakannya. Kemudian, ia berlari keluar dari hotel
tersebut.
Beberapa
hari terakhir, Pak Wira selalu memaksa Yurika melayani pria-pria hidung belang
untuk mendapatkan uang. Dia tidak punya pilihan lain karena kerap kalah di meja
judi, membuatnya terlilit hutang saat istrinya juga sedang sakit keras. Dan, Yuri selalu
menggunakan cara yang sama untuk lari dari pria hidung belang: mengaku mengidap
HIV/AIDS.
Yurika
tak berani pulang, ia memilih untuk melangkahkan kakinya tanpa arah yang pasti.
Dingin angin malam mulai menusuk tulang secara perlahan. Ia hanya menggunakan
dress berbahan sifon yang membuat tubuhnya terlihat indah dan menggoda.
“Malam
cantik ...! Sendirian aja?” sapa seorang pria dan teman-temannya yang tiba-tiba
sudah menghadang Yuri.
“Kalian
mau apa?” tanya Yuri sambil memundurkan langkahnya.
“Mau
nemenin kamu, dong! Butuh temen main ‘kan?” tanya pria itu dengan wajah penuh
gairah saat melihat tubuh Yuri yang seksi dan mulus.
Yuri
langsung memundurkan langkahnya. Ia berbalik dan mencoba untuk pergi dari
tempat tersebut. Tapi ... pria-pria itu langsung menangkap tubuhnya.
KREEEK
...!!!
Gaun
yang dikenakan Yuri langsung robek saat salah seorang pria menariknya.
“TOLONG
...!” teriak Yuri.
Seorang
pria langsung membungkam mulut Yuri.
“Mmh
... mmh ... mmh ...!” Yuri berusaha memberontak dari cengkeraman preman-preman
yang menyeretnya ke tempat gelap dan bersiap memangsanya.
“Lepasin
wanita itu!” seru seorang pria berjaket hitam yang tiba-tiba sudah ada di
belakang mereka.
“Heh,
kamu siapa? Berani-beraninya mengganggu kami? Selesaikan orang ini!” seru salah
seorang pria yang masih memegangi tubuh Yuri.
“Siap,
Bos!” Dua orang pria itu langsung bangkit.
BUG!
BUG!
BUG!
Seketika,
terjadi perkelahian sengit antara pria berjaket hitam itu dengan tiga orang
preman yang ingin memperkosa Yuri. Hanya dalam hitungan detik, tiga pria itu
berhasil dilumpuhkan dan buru-buru berlari dari tempat tersebut saat mereka
menyadari kalau yang mereka hadapi adalah seorang polisi.
“Hiks
... hiks ... hiks ...!” Yuri terduduk lemas sambil terus menangis di tanah. Ia
baru saja lulus sekolah, harus menghadapi ayahnya yang kejam dan dunia luar
yang lebih kejam lagi.
“Kamu
nggak papa?” tanya pria berseragam polisi itu sambil melepas jaketnya dan
menyelimutinya ke tubuh Yuri.
“Hiks
... hiks ... hiks ...!” Yuri hanya bisa menjawab pertanyaan dengan isak tangis.
“Kamu
nggak usah takut. Aku polisi.”
Yuri
langsung menengadahkan kepalanya menatap pria yang wajahnya tak terlihat jelas
di kegelapan. Tapi ... ia bisa melihat seragam polisi yang dikenakan oleh pria
itu. “Oom Pol ... aku takut ...! Kenapa semua orang jahat sama aku? Kenapa
dunia ini begitu kejam? Aku salah apa?” tanyanya dengan derai air mata.
“Kamu
nggak usah takut! Selama ada aku ... semua akan baik-baik aja. Bangunlah!”
pinta polisi muda tersebut sambil mengulurkan tangan ke arah Yuri.
Yuri
menengadahkan kepala sambil mengusap air mata. Ia menyambut uluran tangan dari
polisi tersebut dan berusaha bangkit. Tapi, lututnya sangat lemah dan ia
kembali tersungkur di tanah.
“Kamu
kenapa? Kakimu luka?” tanya polisi tersebut.
Yuri
menggelengkan kepala dan kembali terisak. “Aku nggak bisa berdiri. Tanah ini
terlalu dingin. Aku punya spasmofilia di kakiku.”
Polisi
itu langsung mengangkat tubuh Yuri dan menggendongnya. “Rumah kamu di mana? Aku
antar kamu pulang!”
“Nggak
punya rumah,” jawab Yuri sambil terisak.
“Nggak
punya rumah? Ini sudah jam tiga pagi. Untuk sementara, aku akan mengamankan
kamu di kantor polisi. Setelah ini, kamu
bisa cari tempat tinggal,” tutur polisi tersebut sambil menghampiri mobil yang
ia parkir di tepi jalan.
Yuri
hanya mengangguk-anggukkan kepalanya. Ia langsung menyandarkan kepalanya ke
dada polisi itu saat kepalanya tiba-tiba berdenyut. Pandangannya mulai hilang
perlahan hingga ia tidak sadarkan diri.
“Bang
Dik, ada apa ini?” tanya salah satu rekan polisi lain sambil menghampiri
Grandika.
“Nggak
ada apa-apa. Ada preman-preman iseng di sini. Besok, kalian patroli lagi!”
jawab Grandika sambil memasukkan tubuh Yuri ke dalam mobil.
“Ckckck.
Kalau dapet cewek cantik, diembat sendiri aja.”
“Ck.
Minggir! Aku bawa dia ke kantor dulu.”
“Dia
sakit? Kenapa nggak dibawa ke rumah sakit? Buat apa ke kantor? Di kantor nggak
ada apa-apa, Bang.”
“Iya
juga, ya?”
“Ckckck.
Grandika ... Grandika ... cewek cantik memang berpotensi bikin polisi berbakat
jadi nge-blank,” goda Dion, anggota polisi yang lain.
“Aih
... kalian ini!” seru Grandika sambil bergegas masuk ke dalam mobil. Ia
memasang safety belt ke pinggang Yuri dan membawa wanita itu ke rumah sakit
terdekat agar bisa segera di tangani.
...
“Suster,
siapa yang bawa aku ke rumah sakit ini?” tanya Yuri sambil turun dari brankar.
“Pak
Polisi.”
“Sekarang,
dia di mana?”
“Sudah
kembali dari subuh tadi, Mbak. Katanya, masih ada tugas penting.”
“Suster
tahu, siapa nama polisi itu?”
“Kalau
soal itu, saya kurang tahu, Mbak.”
“Huft!
Ya sudahlah. Semoga bisa ketemu lagi buat ngucapin terima kasih. Biaya
pengobatan saya berapa, suster?”
“Sudah
dilunasi semua sama Pak Polisi itu.”
“Oh
ya?”
Perawat
itu mengangguk.
Yurika
segera berpamitan. Ia pergi dari rumah sakit tersebut dan kembali ke rumahnya
yang ada di pinggiran kota Semarang.
“Kamu
masih hidup? Masih punya nyali buat pulang ke rumah?” Pak Wira langsung berseru
begitu Yuri melangkah masuk ke dalam rumah.
Yuri
menghela napas dan berusaha menghadapi ayah yang sudah menjual dirinya pada
pria-pria hidung belang di luar sana.
“Kamu
pakai trik penyakitan lagi supaya nggak melayani pelanggan kamu? Kamu tahu,
sudah bikin rugi Bapak, hah!?” sentak Pak Wira.
“Maaf,
Pak! Yuri nggak suka sama Oom-Oom itu. Yuri ...”
“Suka
atau nggak, kamu tetap harus melayani mereka! Kalau kayak gini terus, gimana
kamu bisa menghasilkan uang untuk Bapak!?” seru Pak Wira.
“Anak
nggak becus! Nggak tahu diri! Apa susahnya cuma tidur sama laki-laki itu, hah!?
Ini kerjaan enak. Nggak usah capek-capek, kita bisa dapet uang banyak. Ibu kamu
masih di rumah sakit. Butuh banyak uang! Kamu mau bunuh Bapakmu sekalian,
hah!?” Pak Wira menatap Yuri dengan mata berapi-api.
Yuri
menggeleng sambil menitikan air mata. “Pak, Yuri akan bantu bapak ngelunasin
hutang dan bayar biaya pengobatan ibu. Tapi Yuri nggak mau jual diri. Yuri
masih bisa cari kerjaan lain, Pak.”
“Kerjaan
apa yang bisa menghasilkan uang banyak? Kerja di perusahaan? Buat keperluan
sehari-hari aja, nggak cukup. Apalagi mau bayar hutang-hutang kita. Kamu mikir
nggak, sih!?” sentak Pak Wira.
“Pak,
kasih kesempatan Yuri buat cari kerjaan lain!” pinta Yuri sambil menitikan air
mata.
“Kerja
apa? Hutang kita itu puluhan juta. Kamu kira cuma puluhan ribu, hah!?”
Yuri
terdiam sambil menggigit bibirnya. Ia menoleh ke arah meja yang penuh dengan
botol bir berserakan. Mungkin saja, ayahnya itu sedang berada di bawah pengaruh
alkohol meski hari sudah pagi. Bisa-bisa, Pak Wira akan memukulinya lagi tanpa
sadar.
“Bapak
sudah telepon Frans untuk mengambil kamu. Kalau malam ini kamu gagal mendapatkan
uang. Bukan cuma ibu kamu yang bakal mati, kamu dan Bapak juga akan mati!” seru
Pak Wira.
“Pak,
tolong jangan kirim Yuri ke Oom Frans! Please! Yuri mohon ...!” pinta Yuri
sambil memeluk kaki Pak Wira.
“Bapak
sudah nggak bisa ngasih kamu kesempatan lagi. Kita butuh uang banyak. Kalau
Bapak nggak bisa melunasi hutang-hutang judi Bapak. Bapak akan dibunuh sama
mereka. Ibu kamu juga bisa mati karena nggak punya biaya pengobatan. Kamu mau
hidup bahagia sendirian tanpa kami, hah!? Bapak nggak akan membiarkan itu
terjadi!” tegas Pak Wira sambil menjepit rahang Yuri.
Yuri
menatap pilu ke arah Pak Wira. Ia sangat berharap kalau bapaknya itu tidak akan
mengirimkan ia kepada Frans. Salah satu bos besar dalam dunia prostitusi di
kota tersebut. Ia bisa benar-benar kehilangan seluruh hidupnya jika ia masuk ke
dalam dunia hitam milik Frans.
“Bapak
nggak akan melukai kamu lagi. Wajah dan tubuh kamu ini aset paling berharga
yang Bapak punya. Malam ini ... kamu harus berhasil mendapatkan uang yang
banyak. Jadi, masuklah ke kamar dan rawat tubuh kamu ini dengan baik!” perintah
Pak Wira.
Yuri
menggeleng sambil menitikan air mata. “Pak, Yuri mohon ...! Jangan bawa Yuri ke
tempat Oom Frans!”
“Nggak
bisa! Kamu harus ikut dia! cuma dia yang bisa bantu Bapak menghasilkan uang
banyak untuk bayar hutang dan bayar biaya pengobatan ibu kamu itu!” tegas Pak
Wira.
Yuri
menggeleng. Ia masih berharap kalau bapaknya itu bisa memberikan kesempatan
untuknya.
“Cepat
masuk kamar!” seru Pak Wira sambil menendang tubuh Yuri yang masih memeluk kakinya.
“Cepet
masuk! Sebentar lagi, anak buah Frans akan jemput kamu!” perintah Pak Wira
sambil menyeret gadis itu ke dalam kamarnya. Ia sudah menyiapkan banyak
perawatan tubuh untuk gadis itu agar ia bisa menjual puterinya itu dengan harga
tinggi.
....
“Puteri
Anda sangat cantik, mulus dan berkelas. Kalau kayak gini, saya bisa beli dia
dengan harga tinggi.”
“Beneran!?”
tanya Pak Wira sambil menatap wajah Frans penuh semangat.
Frans
mengangguk-anggukkan kepala sambil memperhatikan tubuh Yuri dari ujung rambut
sampai ke ujung kaki. “Pak Wira minta uang berapa?”
“Enam
puluh juta,” jawab Pak Wira.
“Enam
ratus juga,” jawab Yuri bersamaan.
Frans
tertawa kecil sambil menatap wajah Yuri. “Kamu berani menghargai diri kamu
sendiri dengan harga yang setinggi ini?”
“Yuri,
kamu jangan minta uang terlalu banyak! Bisa-bisa, kita nggak dapet uang sama
sekali. Bapak hanya perlu enam puluh juta buat bayar hutang Bapak,” bisik Pak
Wira.
“Bapak
cuma mikirkan hutang judinya Bapak aja? Bapak nggak bener-bener mikirin biaya
pengobatan Ibu? Bapak sudah janji kalau akan obati Ibu ‘kan? Biaya
transplantasi hati buat ibu itu enam ratus juta. Kalau mereka nggak bisa bayar,
aku nggak akan pergi!” sahut Yuri.
“Kamu
harus tetep pergi sama dia dan menghasilkan uang yang banyak buat Bapak! Kamu
bisa mengumpulkan uangnya pelan-pelan. Nggak perlu pasang tarif terlalu mahal.
Yang penting, hutang Bapak bisa lunas dulu,” pinta Pak Wira.
“Pak,
Ibu itu lagi sakit! Bapak bukannya mikirin biaya berobat ibu dulu, malah
mikirin judinya Bapak. Bapak nggak akan punya hutang sebanyak ini kalau nggak
punya hobby judi. Ibu sudah sakit parah, kenapa dia bisa punya suami yang
sangat biadab kayak gini,” sahut Yuri sambil menatap wajah ayahnya.
PLAK
...!
Pak
Wira langsung menampar pipi Yuri. “Anak nggak tahu diuntung! Sudah dibesarkan
sampai seperti ini. Bukannya balas budi, malah ngatain bapak sendiri, hah!?”
“Pak
Wira, tolong jangan main kekerasan! Wajah cantik ini aset berharga untuk kami!”
pinta Frans.
“Maaf!
Aku terlalu emosi,” tutur Pak Wira sambil menatap Frans.
“Aku
akan bayar uang muka enam puluh juta. Sisanya, baru akan bayar sesuai dengan
... berapa banyak dia bisa menghasilkan uang untukku,” tutur Frans.
Pak
Wira mengangguk-anggukkan kepala. “Baiklah. Baiklah. Mulai hari ini, dia
menjadi milik kalian.”
Frans
mengangguk-anggukkan kepala. “Bawa dia!” perintahnya pada semua anak buahnya.
Lima
orang anak buah yang bersama Frans langsung membawa Yuri keluar dari rumah
tersebut dan membawanya ke markas besar tempat mereka biasa melakukan
transaksi.
“Bersikap
baiklah di sini dan jangan coba-coba untuk kabur! Aku sudah terbiasa membayar
kekecewaanku dengan nyawa. Kalau mau hidup dengan baik, ikuti semua
perintahku!” tutur Frans saat ia sudah memasukkan Yurika ke dalam sebuah kamar
yang telah ia sediakan sebelumnya.
“Hiks
... hiks ... hiks ...!” Yuri hanya bisa meneteskan air mata dan tidak sanggup
melakukan apa pun. Ia tidak punya kekuatan untuk melawan anak buah Frans yang
begitu banyak. Malam ini ... hidupnya akan benar-benar berakhir.
“Usap
air mata kamu ini!” pinta Frans sambil menekan kedua pipi Yuri dengan satu
tangannya. “Kalau kamu keluar dengan wajah jelek, bisa menurunkan harga kamu.
Kamu mau dapet uang banyak ‘kan?”
Yuri
mengangguk pelan. Ia segera menghapus air matanya. Yang ada di pikirannya,
hanyalah menyelamatkan ibunya yang butuh banyak biaya untuk operasi.
“Anak
manis!” Frans tersenyum puas sambil menepuk-nepuk pipi Yuri dan meninggalkannya
seorang diri di dalam kamar tersebut.
“Aargh
...! Aku harus gimana? Ya Tuhan ... kirimkan malaikatmu buat nolongin aku!”
seru Yuri sambil mondar-mandir di dalam kamar. Ia benar-benar tidak bisa
menghadapi pria yang punya begitu anak buah seperti Frans.
...
Tepat
jam dua belas malam ... acara pelelangan di gedung lantai tiga pusat perjudian
terbesar kota Semarang dimulai. Tidak hanya Yuri, di sana ... Frans melelang
beberapa wanita yang baru saja ia dapatkan untuk diambil oleh pria-pria
berdompet tebal yang sudah duduk rapi di kursi tamu yang mereka sediakan.
Yurika
menarik napas beberapa kali sambil berdoa agar ia bisa mendapatkan pria yang
baik dan juga uang yang banyak untuk biaya pengobatan ibunya.
“Berdoa
saja semoga kita ditawar dengan harga tinggi dan bisa hidup dengan mereka yang
berduit. Meski cuma jadi simpanan, no problem. Yang penting ... bisa hidup
enak. Udah capek hidup susah terus,” tutur salah seorang wanita bergaun merah
yang berdiri di sebelah Yuri.
Yuri
hanya tersenyum kecut. Hatinya tidak akan rela jika ia harus menjadi wanita
simpanan. Meski tidak punya banyak uang, ia ingin berada di posisi yang layak
sebagai wanita yang dicintai dan diakui secara resmi.
“Eh,
kenapa kamu pakai gaun putih kayak gini?” tanya wanita lain sambil menatap
Yuri.
“Supaya
kelihatan polos. Lihat aja! Make-up dia polos banget. Kalau kayak gini, nggak
bakal dapet uang besar,” sahut wanita yang lainnya lagi.
Yuri
terdiam. Ia memilih untuk tidak banyak bicara. Di sekeliling ruangan itu, penuh
dengan anak buah Frans. Jika ia ingin melarikan diri, pastilah kaki dan
tangannya akan dipatahkan lebih dulu.
“Oke,
Deal! Wanita pertama kita mendapat harga tertinggi sebesar lima belas juta
rupiah. Selamat kepada tuan yang telah memenangkan gadis-gadis terbaik di
tempat kami ini,” seru pembawa acara yang ada di dalam sana.
Wanita
kedua, terjual dengan harga dua puluh lima juta rupiah.
Yuri
mendapat giliran yang ketiga. Ia langsung melangkahkan kakinya perlahan
memasuki panggung begitu namanya dipanggil. Ia mengedarkan pandangannya ke arah
semua tamu yang ada di hadapannya. Semua pria di sana mengenakan topeng, mereka
tidak saling mengenali satu sama lain. Ia juga tidak bisa melihat wajah
pria-pria itu.
Di
sekeliling ruangan itu, anak buah Frans berjaga-jaga. Sungguh, ia tak punya
celah untuk melarikan diri dari tempat itu. Ia hanya berharap kalau di depan
sana, ada pria baik yang dikirim Tuhan untuknya.
Suara
MC terdengar menggema di seluruh ruangan saat membacakan profil Yurika. Semua
pria di sana mengangguk-anggukkan kepala sambil menatap wajah Yurika.
“Oke.
Kita akan buka harga untuk wanita ketiga kita dengan harga dua puluh juta rupiah.
Ada yang berani?”
“Tiga
Puluh Juta ...!” seorang pria tua bertubuh gempal langsung mengangkat papan
yang telah disediakan.
“Empat
puluh juga!” sahut pria yang lainnya lagi.
“Enam
puluh juta!”
“Seratus
juta!” seru pria muda berjas putih yang ada di sana.
“Seratus
juta? Wow ...! Harga yang fantastastis! Masih ada yang berani menawar lagi?”
tanya pembawa acara yang ada di sana.
“Dua
ratus juta!” seru pria lain.
“Dua
ratus lima puluh juta!” seru pria muda yang awalnya sudah menawar dengan harga
tinggi.
Kini,
tinggal dua orang yang masih bersaing sengit untuk mendapatkan Yurika dengan
harga tinggi, salah satunya adalah Grandika yang tidak ingin kehilangan wanita cantik
yang pernah ia temui sebelumnya itu.
“Tiga
ratus lima puluh juta!”
“Empat
ratus juta!”
“Empat
ratus lima puluh juta!”
“Enam
ratus juta!” seru pria muda berjas putih itu.
“Bang,
kamu beneran nawar sebesar ini? Duit dari mana?” bisik pria yang ada di
sebelahnya.
“Diam!”
balas pria berjas putih itu berbisik.
Semua
orang yang ada di sana terdiam. Tidak ada yang berani bersaing dengan harga
yang lebih tinggi lagi.
“Enam
ratus juta? Wow ...! Masih ada yang berani menawar lagi?” tanya pembawa acara.
Hening.
“Oke.
Karena tidak ada yang berani menawar lagi. Kami tutup dengan harga enam ratus
juta! Selamat kepada tuan berjas putih yang telah memenangkan gadis cantik
ini!” seru pembawa acara.
“Tuan
... silakan naik ke atas panggung untuk mengambil wanita Anda!” pinta pembawa
acara.
Pria
berjas putih itu mengangguk. Ia langsung naik ke atas panggung didampingi oleh
empat orang anak buah Frans dan melakukan transaksi untuk mendapatkan wanita
yang dia inginkan.
...
Baca cerita selengkapnya dengan cara klik link berikut ini :
Perfect Hero Season 2 Full Episode