CERPEN
“ GUNDU SI GUNDUL”
Langkah
kaki kecil si Gundul menyeringai di antara rerumputan. Tangannya sibuk
menggenggam sebuah kantong kecil berisi gundu. Tak berapa lama ia sampai di
pekarangan rumah salah seorang temannya. Beberapa anak sudah asyik bermain. Ada
yang sedang sibuk main lompat tali, ada beberapa anak perempuan yang sibuk main
boneka.
“Itu
Si gundul datang!” teriak Arya dan semua anak menoleh ke arah Gundul.
Si
Gundul hanya cengengesan sambil mengelus-elus kepalanya yang gundul. Si Gundul
sebenarnya bernama Wahyu, namun semua teman dan keluarganya memanggil Gundul
karena kepalanya selalu dicukur gundul alias botak.
“Ayo
kita main gundu hari ini!” ajak si Gundul.
“Ayo!”
jawab Arya, Dika dan Seno berbarengan.
“Aku
mau main lompat tali aja deh, gundu aku udah abis.” Sela Jefri yang lebih
memilih bermain lompat tali bersama tiga teman yang lain.
“Aku
mau ikut main gundu!” teriak Sela yang tadinya asyik bermain boneka.
“Gak
usah! Kamu kan perempuan, main boneka aja sana!” sahut Arya.
“Gak
papa Ar, kan dia mau ikutan.” Sela Gundul. “Emangnya kamu punya gundu kah
Sela?” tanya Gundul pada Sela.
“Aku
punya kok.” Jawab Sela sambil menunjukkan beberapa butir gundunya.
“Ya
udah, ayo main!” ajak Gundul.
Kemudian
mereka semua asyik bermain gundu. Beberapa anak ada yang bermain lompat tali
dan ada yang bermain boneka. Si Gundul adalah anak yang selalu menang saat
bermain Gundu. Bukan hanya permainan gundu, tapi permainan lain juga bisa dia
mainkan dengan baik.
Saat bermain gundu, dia hanya membawa sedikit saja kelereng,
tapi pulangnya dia akan membawa banyak gundu dari kemenangan yang ia dapatkan.
Terkadang juga dia kalah dan tidak membawa pulang gundu satupun.
Dalam
permainan gundu ini, siapa yang kalah harus menyerahkan gundu yang ia pasang
kepada yang menang sebagai hadiah kemenangan. Oleh karenanya Si Gundul selalu
membawa beberapa gundu di kantongnya dan mengajak anak-anak lain bermain gundu,
kalau dia menang jumlah gundu yang dia punya akan semakin banyak.
“Yah,
punyaku abis”.celetuk Sela ketika gundunya abis. Ia terlihat sedih karena tidak
bisa ikut bermain lagi.
“Ya
udah pake gundu aku dulu nih.” Kata Gundul sambil memberikan 6 buah gundu
kepada Sela.
Sela
tersenyum dan langsung menerimanya. “Terima kasih ya Gundul!”
Waktu
sudah menunjukkan pukul 15.30 WITA. Si Gundul segera mengajak teman-temannya
untuk berhenti bermain.
“Kita
udahan dulu ya mainnya, lanjutin besok lagi kalau udah pulang sekolah. Sudah
jam setengah empat nih, kita ngaji dulu ke Masjid yuk!” ajak Si Gundul.
Semua
teman-temannya mengangguk dan bergegas pulang. Mereka segera mandi dan bersiap
belajar mengaji di TPA Masjid. Sebelum berangkat mengaji biasanya mereka saling
menjemput temannya ke rumah dan berangkat bersama-sama menuju masjid. Dan yang
paling terakhir dijemput adalah Arya, karena letak rumahnya yang paling dekat
dengan masjid.
“Arya....
Arya...!” panggil anak-anak beramai-ramai.
Ibu
Arya langsung keluar menyapa teman-teman Arya. “Arya sedang tidur anak-anak.”
“Kok
tidur Bu? Dia tidak ngaji?” tanya si Gundul.
“Tadi
kan abis main, dia kecapean, katanya gak mau ngaji.” Jawab Ibu Arya.
“Yaaah.....”,
celetuk anak-anak lain dengan nada kecewa.
Mereka
berangkat ke Masjid tanpa Arya. Arya adalah anak yang paling nakal dan paling
malas untuk mengaji di Masjid, sehingga selalu saja ada alasannya untuk tidak
mengaji. Saat teman-teman yang lain sudah Iqro’ 5, dia masih belajar Iqro’ 2.
Berbeda dengan Si Gundul yang selalu bersemangat untuk belajar mengaji. Di
usianya yang masih 9 tahun dan duduk di bangku kelas 3 SD, dia sendirilah yang
sudah bisa lancar membaca Al-Qur’an. Dia juga berprestasi di sekolah. Rajin
belajar juga rajin bermain.
Setiap hari sepulang sekolah dia selalu mencari
teman untuk bermain. Terkadang orangtuanya heran dengan nilai Gundul yang
bagus, karena mereka jarang sekali melihat Gundul belajar di rumah. Sesekali
orangtuanya bertanya “Ndul, Kenapa tidak belajar?”. Tapi Gundul hanya menjawab
dengan santai “Gundul kan sudah belajar di sekolah.”
Memang
terkadang orangtua tidak tahu apakah di sekolah si anak banyak belajar atau bermain.
Tapi, Si Gundul selalu memperhatikan pelajaran yang diberikan guru dengan baik.
Mencatat dibukunya tanpa harus di suruh. Dia belajar di rumah selesai sholat
magrib apabila ada tugas dari guru. Bila tidak ada tugas, dia hanya menonton tv
atau main ke rumah temannya.
“Mau
ke mana?” tanya Ibu Gundul yang mendapati Si Gundul sedang memakai sandal dan
bersiap mau keluar dari rumah.
“Mau
main ke rumah....”
“Gak
usah main terus, sudah malam mau main apa di luar?” sahut Ibunya sebelum Gundul
selesai menjawab. “Main di rumah aja!” pinta Ibunya.
“Tapi,
gak ada temannya main.” Celetuk Si Gundul.
“Kan
ada Ibu, main sama Ibu atau sama Ayah.” Sahut Ibunya.
“Main
sama Ayah, ayah punya permainan baru.” teriak ayahnya sambil keluar dari balik
pintu kamar.
“Mainan
apa yah?” tanya Si Gundul sambil bergegas masuk kembali ke dalam rumah.
“Ini!”
kata ayahnya sambil menunjukkan sebuah buku tebal.
“Ah,
malas belajar terus. Aku mau main Gundu aja!” pinta Si Gundul.
“Itu
bukan belajar Nak, itu mainan bagus kok. Coba liat deh sini!” ajak Ibunya
sambil menunjukkan isi dari buku itu. Ibunya sangat berharap Si Gundul dapat
belajar melupakan gundunya, karena bermain gundu tidak memberikan pengaruh baik
terhadap perkembangan kecerdasan otaknya. Mungkin ada sedikit pengaruh melatih
kecepatan dan ketepatan otaknya, tapi kalau setiap hari hanya bermain gundu
saja, kecerdasannya tidak akan berkembang.
“Nih,
liat deh ini gambar apa?” tanya Ayahnya sambil menunjukkan gambar sketsa gundu
hitam putih dengan 5 kolom di bawahnya.
“Gundu.”
Jawab Si Gundul ceria.
“Yee...
pinter!” sahut Ibunya sambil bertepuk menyemangati.
“Nah,
jawabannya ditulis di dalam kotak ini deh!” pinta Ayahnya. “Kalau udah bener
jawabannya terus diwarnai gambarnya ya, yang bagus warnanya.” Kata ayahnya
sambil menyiapkan pensil warna.
Si
Gundul kemudian menuruti petunjuk dari ayahnya. Lembar selanjutnya juga begitu
dengan gambar yang berbeda-beda. Sebuah permainan menebak dan mewarnai,
mengajak Si Gundul untuk berpikir kreatif. Beberapa saat kemudian mereka asyik
terlarut dalam permainan itu. Si Ibu tersenyum melihat kedua jagoannya asyik
bermain, kemudian ia bergegas menuju dapur untuk menyiapkan minum dan cemilan
agar mereka lebih senang lagi.
Hari
berikutnya Si Gundul mulai melupakan permainan gundunya. Dia malah asyik membuka
lembar demi lembar buku yang dibelikan ayahnya. Menebak gambar dan mewarnainya.
Dia malah minta dibelikan lagi buku yang baru. Setiap malam dia selalu mengisi
tebakan dan mewarnai buku itu. Walaupun setiap pulang sekolah dia tetap masih
bermain dengan teman-temannya. Tapi setidaknya dia sudah tidak keluar bermain
saat malam hari.
Anak-anak seusianya memang sedang senang bermain, tidak bisa
di forsir untuk terlalu banyak belajar, tidak bisa juga dibiarkan untuk terlalu
banyak bermain. Lebih baik diberikan permainan edukatif agar anak-anak senang
bermain sambil belajar. Sehingga belajar bukan jadi hal menakutkan untuk
anak-anak seusia Gundul.
Belajar jadi menyenangkan, waktunya bermain juga tetap
dapat pelajaran dari permainan tersebut dan melatih kecerdasan otaknya agar
dapat berkembang dengan baik sesuai dengan usianya. Tidak bertingkah dewasa
sebelum waktunya dan tidak bersikap kekanak-kanakkan saat sudah dewasa. Anak-anak
harus dibiasakan bersikap sesuai dengan usianya karena semua ada waktunya.
______________________________
🅒 Copyright.
Karya ini dilindungi undang-undang.
Dilarang menyalin atau menyebarluaskan tanpa mencantumkan nama penulis.