Thursday, February 13, 2025

Perfect Hero Bab 113 : Takkan Menyerah

 


Yuna sangat kesal karena ia tiba-tiba dituduh mencuri tanpa bukti. Ia terus mengomel sambil berjalan keluar dari ruang make-up.

 

“Yuna, kenapa?” tanya Lian yang kebetulan berpapasan dengan Yuna. “Ada masalah lagi?”

 

“Ada orang yang lagi cari masalah lagi,” sahut Yuna sambil melirik ke arah Bellina yang berdiri di samping Lian.

 

“Ada masalah apa lagi?” tanya Lian.

 

“Nggak tahu tuh orang di dalam. Main nuduh-nuduh sembarangan aja! Mentang-mentang aku yang paling lama di ruangan itu. Terus, seenaknya aja nuduh aku maling anting-anting,” jelas Yuna kesal.

 

“Siapa yang nuduh kamu?” tanya Lian.

 

“Asistennya Anna Diana itu,” jawab Yuna ketus.

 

Lian langsung melangkah masuk ke pintu ruang rias, namun Bellina mencegahnya.

 

“Kenapa?” tanya Lian sambil menatap Bellina.

 

“Kita nggak usah ikut campur. Yuna pasti bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Iya kan, Yuna?” Bellina tersenyum manis ke arah Yuna.

 

Yuna mengedip perlahan sambil mengerutkan bibirnya. Melihat sikap Yuna, ia merasa kalau ada yang tidak beres dengan masalahnya kali ini. Tapi, ia tak bisa menuduh Bellina begitu saja tanpa bukti. Ia harus benar-benar menyelidiki, siapa sebenarnya dalang di balik keonaran ini.

 

Yuna melangkah menghampiri Rio yang sedang merapikan kabel di sisi panggung.

 

“Rio ...!” panggil Yuna.

 

“Eh, Mbak Yuna? Kenapa Mbak? Ada lampu yang perlu diganti lagi?” tanya Rio.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku ada sedikit masalah.”

 

“Masalah apa lagi?”

 

“Tadi kan, kita berdua ada di dalam ruang rias sebelum yang lain masuk. Anting-anting Anna ngilang.”

 

“Terus? Maksud Mbak Yuna mau nuduh aku?”

 

“Sst ...!” Yuna meletakkan jari telunjuk di bibirnya. “Aku nggak bermaksud begitu,” ucap Yuna berbisik. “Mereka nuduh aku yang nyuri anting-anting itu.”

 

“Hah!? Kok, bisa?”

 

“Mungkin karena aku terlalu lama istirahat di ruangan itu. Padahal, banyak orang keluar masuk di dalam ruangan itu. Nggak tahu kenapa, asistennya Anna langsung nuduh aku gitu aja.”

 

“Terus?”

 

“Kamu bisa bantu aku?” tanya Yuna.

 

“Bantu gimana?”

 

Yuna menjelaskan apa yang harus dilakukan Rio.

 

Rio mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Gimana? Bisa?”

 

“Bisa, Mbak. Kalau kayak gitu mah gampang aja.”

 

“Sip!” Yuna mengangkat jari jempolnya. “Makasih ya, sebelumnya!” Ia tersenyum dan bergegas pergi.

 

Yuna menghentikan langkahnya saat ponselnya tiba-tiba berdering. Ia langsung mengambil ponsel dari saku dan menjawab panggilan telepon dari suaminya.

 

“Halo ...!” sapa Yuna.

 

“Halo, gimana masalah kamu? Udah kelar?”

 

“Yang tadi pagi udah kelar. Sekarang, ada lagi masalah baru. Ngeselin banget kan?”

 

“Masalah apa lagi?”

 

“Masa aku dituduh nyuri anting-antingnya salah satu model. Emangnya aku kelihatan kayak maling apa ya?”

 

“Apa? Ini sih udah parah banget. Aku suruh Riyan ke sana. Nanti, aku jemput kamu”

 

“Eh!? Buat apa Riyan ke sini? Halo ... halo ...? Main matiin telepon aja!”

 

Yuna mendesah sambil memasukkan ponsel ke dalam sakunya. Ia mengedarkan pandangannya sambil mengamati sesuatu. Beberapa desainer terkenal akan hadir di acara tersebut untuk memperlihatkan karya-karya terbaiknya.

 

 “Yun, kamu nggak papa?” tanya Juan. “Aku denger ...”

 

“Nggak papa,” jawab Yuna.

 

“Beneran?”

 

Yuna mengangguk.

 

“Ada yang bisa aku bantu?”

 

“Kamu bantu Rio aja!”

 

“Oke.” Juan bergegas meninggalkan Yuna dan mencari sosok Juan.

 

Yuna tersenyum menatap tubuh Juan yang mulai menjauh.

 

“Hei, apa kabar?” Seseorang menepuk bahu Yuna.

 

Yuna berbalik. “Hei, Selma?” Yuna langsung memeluk tubuh Selma. “Apa kabar?”

 

“Baik.”

 

“Kamu di sini juga?”

 

“Lihat-lihat aja. Karena kerjaan di kantor lumayan banyak. Lama nggak ketemu semenjak kamu pindah kantor. Makin cantik aja,” tutur Selma.

 

“Ah, kamu bisa aja!” sahut Yuna. Mereka berbincang selama beberapa saat.

 

“Nyonya Muda ...!” Suara Riyan mengagetkan Yuna.

 

“Riyan? Cepet banget sampe di sini?” Yuna mengernyitkan dahinya. Ia tertegun melihat beberapa bodyguard yang datang bersama Riyan.

 

“Pak Bos yang nyuruh saya ke sini untuk membantu Nyonya Muda menyelidiki masalah ...”

 

“Sst ...!” Yuna mengedarkan pandangannya. “Ikut aku!” perintah Yuna. Ia bergegas mengantar Riyan untuk bertemu dengan Rio dan Juan.

 

“Gimana hasilnya?” tanya Yuna pada Rio.

 

Rio dan Juan bengong saat melihat Riyan bersama dengan beberapa pengawalnya.

 

“Eh, ini Riyan. Asisten pribadi suamiku,” jelas Yuna memperkenalkan Riyan. “Kalian bertiga bisa bekerja sama untuk melakukan penyelidikan ini.”

 

“Oh.” Juan dan Rio mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Belum ada hasilnya?”

 

“Aku udah copy rekaman CCTV di gedung ini. Lihat!” Rio menyodorkan laptopnya ke hadapan Yuna. “Nggak semua ruangan bisa terekam CCTV dengan baik. Tapi ... orang ini lumayan mencurigakan.”

 

Yuna dan Riyan memerhatikan video tersebut. Mereka saling pandang.

 

“Biar saya yang selesaikan, Nyonya!”

 

Yuna mengangguk. “Aku percaya sama kalian. Masih banyak hal yang harus aku urus.”

 

“Iya,” jawab ketiga cowok itu serempak.

 

Yuna tersenyum dan bergegas pergi.

 

Acara fashion show segera dimulai, beberapa orang masih membicarakan Yuna dan menatap aneh ke arahnya. Namun, Yuna tidak peduli dengan tatapan semua orang.

 

Usai berjalan di atas catwalk, Anna langsung kembali ke ruang make-up dan mulai mengamuk karena asistennya telah menghilangkan anting-anting mahal yang baru saja dibelinya.

 

“Kamu gimana sih? Kenapa bisa hilang?” tanya Anna.

 

“Aku juga nggak tahu, Mbak. Anting itu tiba-tiba hilang gitu aja. Kayaknya, ada yang sengaja ambil anting-anting itu karena harganya mahal.”

 

“Kamu udah tahu siapa pelakunya?”

 

“Siapa lagi kalau bukan cewek miskin yang pura-pura kayak itu,” sahut Lili,

 

“Siapa?” tanya Anna.

 

“Ayuna.”

 

“Ayuna?” Anna mengernyitkan dahinya. Kemudian menatap asisten pribadinya. “Mana orangnya? Kamu bawa dia ke sini sekarang juga!”

 

Asisten Anna langsung menganggukkan kepala dan bergegas mencari Yuna.

 

“Mbak, bos aku ngamuk-ngamuk di ruang rias,” tutur Asisten Anna sambil menghampiri Yuna.

 

“Ngamuk kenapa?”

 

“Antingnya belum ketemu juga sampai sekarang. Kamu harus bertanggung jawab!”

 

Yuna memutar bola mata dan bergegas menuju ruang ganti.

 

Lian yang melihat Yuna terburu-buru masuk ke ruang ganti, langsung bangkit dan mengikuti Yuna.

 

“Mau ke mana?” tanya Bellina menahan lengan Lian.

 

“Kayaknya ada masalah di ruang rias,” jawab Lian. Ia menarik tangan Bellina untuk mengikutinya. Bellina terpaksa mengikuti langkah Lian. Ia semakin kesal karena Lian begitu cepat merespon gerak-gerik Yuna.

 

“Oh ... kamu yang namanya Ayuna?” tanya Anna sambil mendekatkan tubuhnya dan menatap Yuna angkuh.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kenapa?” tanya Yuna balik.

 

“Mana anting-antingku?” tanya Anna sambil menengadahkan tangannya ke hadapan Yuna.

 

“Anting apaan!?” Yuna mengernyitkan dahi.

 

“Halah, ngaku aja deh!” Anna langsung mendorong tubuh Yuna ke dinding. “Kamu kan yang ambil antingku?”

 

Yuna tersenyum sinis. “Aku sama sekali nggak tertarik sama anting murahan kamu itu!” sahut Yuna.

 

“Apa kamu bilang? Anting itu mahal. Baru aja aku beli dan harganya delapan jutaan.”

 

“Cuma delapan juta. Ntar aku beliin sepuluh biji buat kamu!” dengus Yuna.

 

Anna semakin melebarkan matanya. “Kamu!? Sombong banget sih? Kamu pikir kamu siapa?”

 

“Omong doang!” sahut Lili. “Dianya sendiri aja nggak pakai perhiasan sama sekali.”

 

“Lili, kalau aku pakai perhiasanku. Aku takutnya kamu jantungan lihatnya. Soalnya, satu perhiasanku bisa ditukar sama Lamborghini,” sahut Yuna sambil tersenyum sinis.

 

“Mana buktinya?” sahut Sofi.

 

“Halah, nggak usah berdalih macam-macam!” sentak Anna. “Maling nggak ada yang mau ngaku. Balikin antingku sekarang juga atau aku bakal laporin ke polisi!”

 

“Laporin aja! Aku nggak takut,” sahut Yuna.

 

“Kamu!? Beneran nggak takut?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kamu nggak punya bukti kalau aku yang ambil anting kamu. Laporin aja!”

 

“Kamu ini bener-bener ngeselin, ya!” Anna geram dengan respon Yuna yang sangat santai. Ia langsung menarik rambut Yuna.

 

“Aw ...!” Yuna berusaha menahan rambutnya agar tidak tertarik begitu jauh.

 

“Ada apa ini?” Lian langsung menepis tangan Anna. “Jangan kasar sama karyawan saya!” sentak Lian.

 

“Oh, ini karyawan Pak Lian? Dia udah nyuri anting-antingku! Anting itu mahal harganya dan dia nggak mau ngaku kalau udah ambil antingku.”

 

“Kamu jangan nuduh tanpa bukti!” sahut Yuna.

 

“Kamu punya bukti buat nuduh Yuna?” tanya Lian.

 

“Nggak punya. Tapi, semua orang bilang kalau Yuna yang udah ambil antingku. Kita nggak usah ikut campur, deh!” pinta Bellina.

 

“Tapi ...”

 

Bellina langsung menyeret Lian keluar dari ruang rias. Ia tidak ingin Lian membantu Yuna.

 

“Bel, Yuna itu karyawan aku. Aku wajib buat ngelindungi dia.”

 

“Dia pasti bisa nyelesaikan masalahnya sendiri. Yuna bukan cewek bodoh. Kalau dia emang beneran salah, bukannya kita udah melindungi orang yang sedang melakukan kriminal? Aku nggak mau kamu terlibat dalam masalah mereka.”

 

Lian menarik napas dalam-dalam dan mengikuti ucapan Bellina. Walau dalam hatinya, ingin sekali bisa menjadi pahlawan bagi Yuna.

 

 

(( Bersambung ... ))

Terima kasih sudah baca Perfect Hero sampai di sini. Jangan lupa kasih star vote biar aku makin semangat update cerita terbarunya. Thank you so much yang udah ngasih hadiah. I Love you ...

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

Perfect Hero Bab 112 : Tertuduh

 


“Aku kesel banget sama Yuna, gimana caranya kita balas dendam sama dia?” celetuk Lili.

 

“Eh, gimana kalau kita manfaatin dia?” tutur Sofi sambil menatap pria feminin yang melintas di depannya.

 

Lili tersenyum dan langsung memanggil pria feminim itu. “Sari!” panggilnya.

 

“Eh, Lili? Kenapa?” tanya Sari melambai.

 

“Kamu tadi ngobrol sama Yuna?” tanya Sofi.

 

“Mbak Yuna, penanggung jawab acara ini?”

 

Lili menganggukkan kepala. “Ngobrolin apaan sama dia?”

 

“Huh!?” Sari mencebik. “Dia itu ngeselin banget! Padahal, eike cuma minta ganti lampu ruang make-up. Lampunya tuh redup banget. Eike mau tes-tes make-up dulu. Eh, malah dikatain nggak profesional.”

 

“Iih ... dia ngeselin banget kan?” tutur Lili mencoba mempengaruhi Sari agar semakin membenci Yuna.

 

Sari menganggukkan kepala.

 

“Kita juga kesel banget sama dia. Dia itu sombong dan suka ngehina orang lain. Pengen banget bisa ngasih dia pelajaran.”

 

“Emangnya dia ngapain kalian?”

 

“Kita kerja satu perusahaan. Udah tahu banget sifatnya dia kayak gimana. Suka semena-mena sama karyawan lain.”

 

“Serius?” tanya Sari.

 

Lili dan Sofi menganggukkan kepala.

 

“Kamu mau bantu kita?” Lili.

 

“Bantu apa?” tanya Sari.

 

Lili membisikkan rencananya ke telinga Sari.

 

Sari tersenyum sambil mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Gimana? Bisa?”

 

“Gampang!” sahut Sari sambil mengacungkan jempolnya.

 

Lili dan Sofi saling pandang sambil tersenyum penuh kemenangan.

 

Sari tersenyum, ia melangkah memasuki ruang make-up. Ia mendapati Yuna sedang mengganti lampu make-up dan mengatur beberapa meja.

 

“Hai, Mbak Yuna!” sapa Sari sambil tersenyum.

 

“Hai ...!” balas Yuna sambil menoleh sejenak ke arah Sari.

 

“Lagi ganti lampu ya?” tanya Sari.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Gimana? Kayak gini udah terang?” tanya Rio, salah satu tim bagian lighting.

 

“Mmh ... “ Sari mengetuk dagu sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.

 

Rio menghela napas. Ia mengemas kotak peralatannya dan bergegas keluar dari ruang make-up.

 

Yuna merasa sangat lega. Ia duduk di kursi sambil bermain ponsel untuk menenangkan dirinya.

 

“Mbak Yuna cantik banget. Mau eike test make-up?” tanya Sari.

 

Yuna mengernyitkan dahi. Ia langsung menatap Sari dan menggelengkan kepala.

 

“Beneran, nggak mau jadi lebih cantik dari tangan lentik eike ini?” tanya Sari sambil memainkan matanya.

 

Yuna menggelengkan kepala. Ia justru risih dengan sikap Sari.

 

“Hmm ... ya udah, deh kalo gitu. Eike keluar dulu. Di sini panas banget!” tutur Sari sambil berlalu pergi dari ruangan tersebut.

 

Yuna mengernyitkan dahi sambil melirik ke arah AC yang ada di dalam ruangan tersebut. Ia mengambil remote AC dan mengecek suhu ruangan tersebut. “Udah sedingin ini masih kepanasan? Sinting memang tuh orang,” celetuk Yuna sambil meletakkan kembali remote AC ke atas meja.

 

Beberapa model dan make-up artist terlihat keluar masuk ruangan. Namun, Yuna sama sekali tidak tertarik untuk menyapa mereka. Ia terus duduk di pojok ruangan sambil memainkan ponselnya.

 

“Astaga! Anting-antingnya bos aku mana ya?” teriak salah satu asisten model, membuat gempar semua orang yang ada di ruang make-up.

 

“Anting-anting apaan?” tanya salah seorang model yang juga ada di ruangan tersebut.

 

“Anting-anting, Anna baru beli anting-anting baru dan harganya mahal banget. Aku bisa dipecat kalau sampai anting itu hilang.” Asisten model tersebut terlihat sibuk mencari anting-anting di salah satu tas yang ada di atas meja rias.

 

“Coba cari lagi! Mungkin keselip,” tutur salah satu model yang ada di dalam ruangan tersebut. Semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut langsung mencari keberadaan anting-anting yang dimaksud oleh asisten Anna.

 

“Eh, kamu dari tadi duduk di sini kan? Pasti kamu yang ngambil anting-antingnya Anna, kan?” Asisten Anna langsung menuduh Yuna yang sedang duduk santai di sudut ruangan.

 

“Apa-apaan ini!?” Yuna langsung menengadahkan kepala menatap pria muda yang ada di hadapannya itu. “Main tuduh sembarangan!” sentaknya kesal.

 

“Kamu dari tadi selalu ada di dalam ruangan ini. Tadi, anting itu masih ada di dalam kotak perhiasan Anna. Kenapa bisa tiba-tiba ngilang? Pasti kamu yang ambil, kan?”

 

“Jangan nuduh sembarangan tanpa bukti ya!” sentak Yuna kesal. “Lagian, cuma anting-anting doang. Tinggal beli aja lagi!”

 

“Siapa lagi kalau bukan kamu? Kamu yang dari tadi nggak ada keluar dari ruangan ini. Asal kamu tahu ya, anting-anting itu harganya mahal banget. Kamu nggak bakal bisa gantiin anting itu!”

 

“Ada apa ini? Kok, rame-rame?” tanya Lili dan Sofi yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

 

“Ini nih, dia udah ambil anting-antingnya Anna.” Asisten Anna langsung menunjuk wajah Yuna.

 

Yuna langsung menepis tangan Asisten Anna. “Jangan nuduh tanpa bukti ya! Cuma anting-anting doang. Aku bisa beli seratus biji!” sahut Yuna kesal.

 

“Heh!? Asal kamu tahu, ya! Anting-anting itu mahal banget harganya!”

 

“Oh ya? Beneran mahal? Emang berapa harganya?” tanya Lili sambil menatap Asisten Anna.

 

“Delapan juta!” seru Asisten Anna. “Aku bisa dipecat kalau sampai anting-anting itu hilang!” rengeknya kesal.

 

“Gila! Mahal banget!?” Lili membelalakkan matanya sambil menatap asisten Anna.

 

“Eh, kamu ngaku aja deh! Pasti kamu kan yang udah ngambil anting-antingnya? Orang miskin kayak kamu, pasti bisanya cuma nyuri barang orang!”

 

“Nggak udah menuduh tanpa bukti! Mana buktinya kalau aku ambil anting itu?” tanya Yuna menantang.

 

“Idih, mana ada maling mau ngaku. Dia pasti udah nyembunyiin barangnya,” sahut Sofi.

 

Yuna menghela napas. “Nggak ada bukti kalau aku yang ambil anting-anting itu!” sahut Yuna. “Lagian, itu anting harganya nggak seberapa. Aku bisa beli sepuluh biji sekaligus!”

 

“Gila, sombong banget sih kamu!?” dengus Asisten Anna. “Emangnya kamu sekaya apa sih?” tanyanya mencibir.

 

Yuna tersenyum sinis. “Aku? Dududu ... kamu nanyain kekayaanku? Ntar kamu jantungan dengernya.”

 

“Halah, dia itu cuma pura-pura kaya aja. Aslinya, dia nggak punya apa-apa. Nggak punya rumah, nggak punya usaha yang bagus. Ayahnya juga lagi sakit di rumah sakit dan perlu biaya yang banyak. Pasti dia udah kehabisan duit buat nipu orang lain. Makanya, sekarang jadi pencuri buat bayarin biaya rumah sakit ayahnya itu,” cerocos Lili.

 

Yuna langsung menatap tajam ke arah Lili. “Heh!? Kamu nggak usah bawa-bawa ayah aku ya! Kamu boleh benci sama aku, tapi jangan bawa-bawa ayah aku!” sentak Yuna.

 

Lili tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kalau gitu, kamu ngaku aja!”

 

“Aku nggak akan pernah ngakuin kesalahan yang nggak pernah aku buat!” sahut Yuna bersikeras.

 

“Coba cek aja tasnya dia!” Sofi melirik tas tangan Yuna.

 

“Lihat aja!” Yuna menyodorkan tas kecil miliknya ke hadapan Sofi.

 

Sofi langsung merebut tas milik Yuna dan memeriksa isi tas tersebut. Tas Yuna hanya berisi dompet miliknya.

 

“Ada, nggak?” tanya Lili.

 

Sofi menggelengkan kepala. Ia membalik posisi tas Yuna dan menggoyang-goyangkannya.

 

Asisten Anna tertegun menatap tas dan dompet milik Yuna. Ia mengetahui kalau tas tangan milik Yuna harganya lebih dari setengah milyar. Ia langsung menoleh ke arah Yuna dan memerhatikan semua barang branded yang melekat di tubuh Yuna.

 

“Nggak ada, kan?” tanya Yuna sambil merebut tasnya kembali. “Aku sama sekali nggak berminat ngambil anting murahan kayak gitu!” Yuna makin kesal dengan sikap Lili dan Sofi yang membuatnya tersudut seorang diri.

 

“Kamu penanggung jawab acara ini juga kan? Setidaknya, kamu bisa menyelidiki dan menangkap pelakunya kalau memang bukan kamu pelakunya!” tutur Asisten Anna.

 

“Oke. Aku bakal buktiin ke kalian semua kalau bukan aku yang ambil anting-anting itu!” sentak Yuna sambil berlalu pergi meninggalkan ruangan.

 

“Dia siapa sih? Kok, kelihatannya kaya banget?” bisik salah satu model dengan model lainnya.

 

Yang ditanya langsung mengedikkan bahu. “Yang aku tahu, dia penanggung jawab acara ini.”

 

“Bukannya ini perusahaan Pak Lian? Istrinya Pak Lian aja nggak pakai barang branded semahal itu.”

 

“Emangnya itu asli?”

 

“Asli. Apa kamu kira aku nggak bisa bedain barang kw dan asli?”

 

“Iya juga, sih. Katanya sih dia cuma karyawan biasa. Kenapa bisa pakai barang branded? Kamu lihat, sepatunya dia itu kan limited edition. Cuma ada lima biji di dunia ini. Kenapa dia bisa punya?”

 

“Pasti dia bukan orang sembarangan.”

 

Semua model yang ada di ruangan itu mulai membicarakan Yuna. Mereka sangat menyukai barang branded dan mengetahui kalau Yuna mengenakan barang-barang mahal.

 

 

(( Bersambung ... ))

Terima kasih sudah baca Perfect Hero sampai di sini. Jangan lupa kasih star vote biar aku makin semangat update cerita terbarunya. Thank you so much yang udah ngasih hadiah. I Love you ...

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas