Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 85 : Skandal Cinta || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Cha ...!” panggil Yuna saat mendengar ponsel Icha berdering.

 

Icha bergeming, ia hanya melihat sejenak layar ponselnya dan membiarkan ponselnya tergeletak di atas meja kerjanya. Ia terlihat sangat muram dan tidak ingin menjawab panggilan yang masuk ke ponselnya.

 

Yuna tak banyak bertanya. Ia kembali fokus menatap layar komputer dan meneruskan pekerjaannya. Pikirannya masih saja bertanya-tanya karena sikap Icha yang sedikit aneh. Ia mengambil dokumen dari laci mejanya.

 

“Cha, aku boleh tanya sesuatu?”

 

“Apa itu?”

 

Yuna menyodorkan dokumen yang ada di tangannya. “Gambar ini ... udah sesuai apa belum ya? Ada yang perlu diperbaiki lagi atau nggak?”

 

“Ini denah proyek yang di mana?” tanya Icha sambil melihat judul denah tersebut. “Oh ... coba kamu diskusi sama Juan! Ini ... denahnya dia yang buat kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku masih bingung, Cha.”

 

“Bingung kenapa?”

 

“Aku masih nggak paham sama denah ini,” jawab Yuna.

 

Icha tersenyum kecil. “Denah ini kan si Juan yang bikin. Coba aja kamu tanyakan ke dia!”

 

Yuna mengerucutkan bibirnya. Ia sangat tidak bersemangat untuk mendiskusikan pekerjaannya dengan Juan. Namun, karena masih ada banyak hal yang harus ia pelajari. Ia akhirnya menghampiri Juan dan bertanya tentang pekerjaan yang harus ia tangani ke depannya.

 

 

 

Di saat yang sama, Yeriko duduk di meja kerjanya sambil menatap dokumen yang baru saja diberikan oleh Riyan. Dari dokumen tersebut, ia bisa mengetahui kalau Andre memang teman masa kecil Yuna.

 

Yeriko memijat keningnya. Ia merasa Andre berpotensi mengancam hubungannya dengan Yuna.

 

“Yan, apa hubungan mereka?” tanya Yeriko saat melihat profil Rudiantara yang ada di dalam dokumen yang diberikan oleh Riyan.

 

“Saat ini, mereka punya kerjasama yang kuat. Andre baru aja kembali dari Italia. Kalau bukan karena kerjasama dengan perusahaan Rudiantara, dia tidak akan kembali ke Indonesia. Bisnis yang dia miliki, lebih banyak berada di luar negeri.”

 

Yeriko manggut-manggut tanda mengerti. Ia tidak bisa meremehkan Andre begitu saja. Meski Andre punya potensi besar menjadi saingan terberatnya, ia tetap tidak akan menyerah begitu saja.

 

“Beberapa klien Rudiantara sudah datang ke sini dan menjalin kerjasama dengan perusahaan kita.”

 

“Bagus!” sahut Yeriko. “Kamu atur semuanya! Saya mau, Andre bisa secepatnya cabut dari kota ini. Kamu ngerti kan maksud saya?”

 

Riyan menganggukkan kepala.

 

“Kalau gitu, kamu bisa lanjutkan pekerjaan kamu lagi!”

 

Riyan mengangguk dan bergegas kembali ke ruang kerjanya.

 

Yeriko terus memerhatikan dokumen yang ada di tangannya. Ia makin kesal dan langsung membanting dokumen tersebut ke atas meja.

 

“Yer ...!” Tiba-tiba Chandra menerobos masuk ke dalam ruangan Yeriko.

 

Yeriko langsung mengangkat kepala, ia menatap wajah Chandra yang terlihat sangat cemas. “Kenapa?” tanyanya.

 

Chandra langsung duduk di sofa sambil meletakkan amplop cokelat yang ia bawa. Ia menghela napas dan menundukkan kepala.

 

Yeriko bangkit dari kursi kerjanya dan melangkah perlahan menghampiri Chandra. Ia meraih amplop yang dibawa oleh Chandra dan membukanya perlahan.

 

“Aku nggak tahu kenapa dia masih aja nggak berubah,” tutur Chandra. Ia memijat keningnya yang berdenyut. Matanya memerah menahan rasa sakit yang melanda hatinya.

 

Yeriko melihat foto-foto Amara yang terlihat sangat intim dengan pria lain. Ia menghela napas sambil menyandarkan punggungnya ke sofa. Ini bukan pertama kalinya Amara berselingkuh. Namun, Chandra tetap saja memaafkan tunangannya itu.

 

“Chan, hal paling baik adalah melepaskan dia.”

 

Chandra langsung menoleh ke arah Yeriko. “Nggak bisa semudah itu, Yer.”

 

“Kalau kamu maksa buat bertahan, kamu akan terus-terusan sakit kayak gini.”

 

Chandra terdiam. Ia masih tidak bisa melepaskan Amara. Namun sikap Amara telah membuat perasaannya sangat sakit.

 

“Yer, andai Yuna yang melakukan ini ... apa yang bakal kamu lakuin?”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Kenapa bawa-bawa Yuna?”

 

“Karena kamu sudah nikah sama dia. Setidaknya, kamu tahu gimana rasanya takut kehilangan.”

 

“Haduh ...! Chan, cowok jangan mellow gini lah!” tutur Yeriko sambil merangkul Chandra. “Masih ada cewek lain di luar sana yang jauh lebih baik lagi.”

 

Chandra menarik napas dalam-dalam. “Aku harus gimana?”

 

“Lepasin dia!” pinta Yeriko.

 

“Aku masih belum bisa ngelepasin dia gitu aja,” sahut Chandra.

 

“Huft, kamu ini ... kalau masih mau bertahan, bertahanlah! Jangan sampai aku turun tangan buat ngadepin dia!”

 

Chandra menelan ludah mendengar ucapan Yeriko. Yeriko tak pernah melihat laki-laki maupun wanita. Apapun yang dianggap masalah, akan disingkirkan dengan cara yang keji. Ia tidak mungkin membiarkan Amara, wanita yang dicintainya harus berhadapan dengan Yeriko.

 

“Sebelum hubungan kalian lebih jauh lagi. Kalau sudah nikah dan dia masih aja selingkuh. What are you doing? Pastinya bakal lebih sulit lagi.”

 

Chandra menganggukkan kepala. “Aku bakal nyoba buat nyadarkan dia dulu. Semoga aja, dia mau berubah.”

 

“Chan, kamu itu pria yang baik. Seharusnya mendapat pasangan yang baik juga. Tuhan sudah menunjukkan gimana dia, harusnya kamu bisa menerima. Tuhan pasti sudah menyiapkan jodoh yang lebih baik lagi buat kamu.”

 

Chandra menundukkan kepala. Ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat ini. Memutuskan hubungannya dengan Amara bukanlah pilihan yang bisa ia ambil saat ini.

 

“Eh, daripada pusing mikirin perempuan. Mending kita mabar, yuk!” ajak Yeriko sambil mengeluarkan ponselnya.

 

Chandra langsung menoleh ke arah Yeriko. Ia tersenyum dan mengeluarkan ponselnya. Mereka mulai asyik bermain game online.

 

“Knock, Yer! Knock!” seru Chandra.

 

“Ah, payah!” sahut Yeriko.

 

“Cepetan revive aku!” seru Chandra.

 

Akhirnya, Chandra asyik bermain game online bersama Yeriko. Sejenak melupakan masalah yang terjadi antara dia dan tunangannya.

 

 

 

Di tempat lain, Andre merasa sangat kesal karena kliennya direbut oleh GG.

 

“Dia bener-bener mau nantangin aku!?” dengus Andre sambil memukul meja kerjanya. Ia langsung memanggil asistennya masuk ke dalam ruangannya.

 

“Ada apa, Pak?”

 

“Kenapa mereka bisa pindah ke GG?” tanya Andre sambil melempar dokumen ke hadapan asistennya.

 

“Eh!?” Asisten Andre langsung mengamati dokumen yang diberikan Andre.

 

“Kamu selidiki lagi! Apa yang bikin mereka tidak melanjutkan kontrak dengan perusahaan kita dan memilih bekerja sama dengan Galaxy?”

 

“Galaxy adalah salah satu perusahaan yang disegani di negeri ini. Dia memiliki reputasi yang sangat baik.”

 

“Nggak perlu kamu kasih tahu soal itu!” sentak Andre. “Aku mau, mereka balik ke perusahaan kita!”

 

“I ... iya, Pak!”

 

“Cepat urus!”

 

Asisten Andre menganggukkan kepala dan bergegas keluar dari ruangan Andre.

 

Andre duduk di kursi. Ia mengatur napasnya yang penuh amarah. Matanya menatap tajam dan penuh kebencian pada bayangan Yeriko. “Kamu ... bener-bener cari masalah sama aku. Bukan cuma ngambil Yuna, kamu juga mulai ngambil klien-klienku!” tutur Andre sambil mengepalkan tangannya.

 

“Kamu harus membayar semuanya! Aku nggak akan nyerah gitu aja. Aku bakal ambil semua yang udah kamu rebut dari aku!”

 

Andre tidak bisa menahan emosinya. Baginya, Yeriko telah sengaja menabuh genderang perang dengannya. Dia berniat untuk mengalahkan Yeriko dan merebut Yuna.

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 


Perfect Hero Bab 84 : Suasana Kampung Nelayan

 



“Pagi ...!” sapa Yuna begitu ia masuk ke dalam ruang kerjanya.

 

“Pagi ...!” sahut teman-teman satu departemennya.

 

“Yun, hari ini kerjaan kantor kamu banyak nggak?” tanya Icha.

 

“Mmh ... nggak terlalu. Aku masih baru di sini, kerjaan aku belum banyak. Kenapa?”

 

“Temenin aku lihat proyek yang di kampung nelayan, Yuk!”

 

“Boleh. Jauh nggak lokasinya?”

 

“Nggak terlalu jauh, kok.”

 

“Oke. Jam berapa?”

 

“Mmh ... jam sembilanan gitu. Aku kelarin report aku dulu.”

 

Yuna mengangguk. Mereka bergegas melanjutkan pekerjaan. Tepat jam sembilan pagi, Yuna dan Icha keluar dari kantor untuk melihat proyek di kampung nelayan.

 

Yuna merasa sangat senang dengan keramahan penduduk di kampung nelayan tersebut. Ia terus melihat-lihat kehidupan sehari-hari kampung nelayan yang begitu ceria. Anak-anak bermain pasir, memanjat pohon kelapa dan berenang bersama.

 

“Kakak, mau kelapa muda?” tanya salah seorang anak yang sedang berada di bawah pohon kelapa.

 

“Boleh.” Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Woi ...! Kelapanya dibanyakin, ada kakak cantik yang mau juga!” teriak anak tersebut sambil menengadahkan kepala ke atas pohon kelapa.

 

Yuna tersenyum kecil dan merangkul gadis kecil berambut pirang tersebut. “Nama kamu siapa?”

 

“Siti,” jawab gadis kecil itu sambil tersenyum ceria.

 

“Siti kelas berapa?”

 

“Kelas lima,” jawabnya sambil terus menengadahkan kepala. Beberapa buah kelapa muda berjatuhan dari atas pohon.

 

Beberapa menit kemudian, seorang anak laki-laki turun dari atas pohon dengan cepat. Yuna terkejut dengan gerakan anak kecil yang sangat lincah itu.

 

Yuna membelalakkan mata saat anak kecil yang baru turun dari pohon itu mengeluarkan parang dari pinggangnya. “Dek, itu bahaya!” seru Yuna. “Apa nggak ada orang tua kalian yang bisa bukain kelapanya?”

 

Pertanyaan Yuna belum selesai, namun anak kecil tersebut telah berhasil membuka satu buah kelapa dan memberikannya pada Yuna.

 

“Ini, Kak!” Cowok kecil itu langsung menyodorkan kelapa muda ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum sambil meraih buah kelapa muda tersebut, tapi perasaannya masih sangat takut melihat anak kecil yang sudah lihai menggunakan parang yang ada di tangannya.

 

“Eh, ambilin sedotan!” perintah cowok kecil tersebut pada Siti.

 

“Oh ... Iya.” Siti langsung berlari menuju salah satu warung yang ada di dekat mereka. Ia kembali dengan membawa sedotan untuk Yuna.

 

“Ini, Kak!” Siti memberikan sebuah sedotan untuk Yuna. “Duduk sini!” pintanya sambil menunjuk ban bekas yang biasa dipakai untuk duduk.

 

Yuna tersenyum. Ia menikmati kelapa muda yang diberikan dua anak yang bersamanya. Ia merasa sangat bahagia dengan keceriaan anak-anak nelayan yang ada di sana.

 

“Yun ...!” panggil Icha.

 

“Eh!? Gimana? Udah kelar?”

 

Icha menganggukkan kepala. “Aku cari kamu dari tadi, sekalinya malah main di sini. Eh, enak banget kelapa mudanya. Beli di mana?”

 

Yuna menunjuk dua anak kecil yang ada di hadapannya menggunakan dagu.

 

“Kakak mau juga?” tanya Siti.

 

Cowok kecil yang ada di sebelah Siti langsung mengeluarkan parang dari pinggangnya.

 

“Aargh ...!” teriak Icha ketakutan melihat parang yang dibawa oleh teman Siti itu. “Eh, kamu masih kecil. Kenapa mainan golok!?” serunya.

 

Yuna tertawa kecil melihat reaksi Icha. Ia pikir, hanya dirinya saja yang terkejut melihat anak-anak membawa benda tajam. Tapi, sepertinya mereka memang sudah terbiasa dengan kehidupan seperti ini.

 

Cowok kecil itu membukakan kelapa muda untuk Icha dan menyodorkannya.

 

Icha tertegun melihatnya, seluruh tubuhnya gemetar. Ia belum pernah melihat anak-anak selincah itu. “Nama kamu siapa?”

 

“Karjo.”

 

“Karjo? Umur kamu berapa?” tanya Icha penasaran.

 

“Dua belas tahun.”

 

“Masih SD?”

 

Karjo menganggukkan kepala. “Ini, Siti. Adik aku.”

 

“Kenapa kalian bawa parang kayak gitu? Emangnya nggak dimarahi sama orang tua?”

 

Siti dan Karjo menggelengkan kepala. “Kami sudah biasa.”

 

“Oh.” Icha manggut-manggut. Ia akhirnya mengerti dan menikmati suasana kampung nelayan bersama dengan Yuna.

 

Yuna merasa sangat senang berada di kampung nelayan tersebut. Namun, ia dan Icha harus kembali ke kantor. Ia melambaikan tangan pada Siti dan teman-temannya yang telah banyak menghiburnya selama beberapa menit belakangan ini.

 

“Yun, kita makan di mana? Udah waktunya makan siang, nih.”

 

“Di restoran depan kantor itu aja.”

 

Icha mengangguk. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan menuju salah satu restoran yang tak jauh dari kantor mereka.

 

Yuna dan Icha banyak berbincang, mereka terlihat sangat ceria saat memasuki restoran. Yuna menghentikan langkahnya saat melihat Bellina juga berada di restoran tersebut. Ia langsung mencari tempat duduk untuk menghindarinya.

 

Bellina tersenyum menatap kedatangan Yuna dan melangkahkan kakinya mendekati Yuna. “Hai ...!” sapa Bellina sambil tersenyum.

 

Yuna sama sekali tidak senang dengan senyuman Bellina. “Kenapa sih selalu aja ketemu sama Mak Lampir satu ini? Dunia sempit banget!” gumam Yuna dalam hati.

 

Bellina tersenyum sambil mengedarkan pandangannya. Hampir semua pengunjung di restoran tersebut adalah karyawan kantor pusat Wijaya Group.

 

“Hai ... Perhatian semuanya!” seru Bellina mencoba menarik perhatian semua orang.

 

“Aku mau kenalin kalian semua sama seseorang,” tutur Bellina saat semua orang telah menatapnya. “Dia ini ...” lanjutnya sambil merangkul pundak Yuna. “Sepupu aku.”

 

Yuna sangat kesal. Ia menepiskan tangan Bellina dari pundaknya.

 

Bellina tersenyum menatap Yuna.

 

“Kalian semua tahu, kalau kemarin dia diantar sama cowok saat jam makan siang. Cowok itu namanya Andre Achmad, mereka sudah saling mengenal sejak kecil. Andre adalah CEO Amora Internasional yang juga saingan perusahaan kita. Dan dia ...” Bellina menunjuk Yuna. “Istri dari Yeriko Sanjaya Hadikusuma, CEO GG yang juga saingan perusahaan kita. Kalian ngerti kan apa maksudku?”

 

Semua orang saling pandang dan mulai mencibir Yuna.

 

“Dia ... masuk ke Wijaya Group, pasti cuma mau jadi mata-mata doang,” tutur Bellina penuh amarah.

 

Yuna mengerutkan bibirnya dan menatap Bellina kesal. “Jangan nuduh sembarangan ya!” sentaknya. “Emangnya, kalau udah kenal lama sama pemilik perusahaan pesaing, itu artinya mata-mata? Gimana sama kamu yang juga sudah kenal sama Andre dari kecil? Berarti, kamu juga mata-mata dong?”

 

“Kamu ...!?” Bellina menunjuk kesal ke arah Yuna.

 

“Udah, deh. Nggak usah selalu fitnah dan cari-cari kesalahan aku. Kamu juga tahu siapa pemilik perusahaan ini sebelum diambil alih sama keluarga Wijaya!?” dengus Yuna.

 

Bellina gelagapan. Tidak semua karyawan mengetahui sejarah perusahaan Lian. Kalau mereka tahu, mereka akan lebih memihak pada Yuna dan membuatnya menjadi orang yang tidak berdaya.

 

“Asal kalian semua tahu, aku magang di sini atas rekomendasi dari universitas aku. Bukan karena aku yang pilih perusahaan. Nggak mungkin pihak universitas ngirim aku jadi mata-mata,” jelas Yuna pada semua orang.

 

“Kamu juga, nggak usah cari perkara terus sama aku!” sentak Yuna sambil menatap Bellina. Ia bangkit dari kursi dan mengajak Icha keluar restoran. Membuat Bellina semakin kesal menghadapi sikap Yuna.

 

“Yun, nggak jadi makan?”

 

“Makan di tempat lain aja. Hilang nafsu makanku ketemu sama Mak Lampir satu itu,” sahut Yuna kesal.

 

“Mau makan di mana?” tanya Icha.

 

“Kita makan itu aja!” jawab Yuna sambil menunjuk pedagang bakso keliling yang sedang mendorong gerobaknya.

 

“Oke.” Icha tidak banyak protes. Ia langsung mengikuti langkah Yuna. Mereka menikmati bakso di pinggir jalan sambil berbincang ceria.

 

“Yun, kamu beneran istrinya CEO GG?” tanya Icha.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kenapa mau makan di pinggir jalan kayak gini?” tanya Icha lagi.

 

“Emangnya ada larangan buat istri CEO makan di pinggir jalan?”

 

“Ya nggak, sih. Tapi ... biasanya orang kaya nggak mau makan di pinggir jalan.”

 

“Masa sih? Aku biasa makan di mana aja,” sahut Yuna.

 

Icha tersenyum menatap Yuna. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Yuna sangat humble meski telah menjadi istri dari CEO yang terkenal dan kaya raya. Sangat jauh berbeda dengan sepupunya yang sombong dan suka menghina orang lain.

 

“Kamu ... beda banget sama sepupu kamu,” tutur Icha.

 

“He-em. Saudara kandung aja bisa beda. Apalagi cuma sepupu,” sahut Yuna.

 

Icha tertawa kecil. Mereka segera menghabiskan bakso yang mereka pesan dan bergegas kembali ke dalam kantornya.

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 


Perfect Hero Bab 83 : Sudah Bosan || a Romance Novel by Vella Nine

 

Yuna mengendus leher Yeriko. Hembusan napas yang keluar dari hidung dan mulut Yuna membuat Yeriko memejamkan mata. Jantungnya berdegup kencang dan darahnya mengalir deras berbalik arah.

 

“Yun, kamu nggak mau ngasih tapi mancing terus,” tutur Yeriko sambil menutup laptopnya.

 

“Mancing apa sih?” tanya Yuna sambil menahan tawa. Ia mengeratkan pelukannya.

 

“Mmh ...!” Yeriko berusaha melepaskan Yuna dari tubuhnya. Namun istrinya menempel sangat erat dan membuatnya sulit bergerak. “Yun, lepasin! Aku nggak bisa bernapas!” serunya.

 

Yuna malah cekikikan dan terus memeluk tubuh Yeriko dengan erat.

 

“Huft ...!” Yeriko menyerah, ia memutar kursinya dan bangkit.

 

Yuna langsung turun dari tubuh Yeriko. Ia tertawa kecil menatap Yeriko.

 

“Kamu ... makin hari makin manja!” tutur Yeriko sambil mencubit hidung Yuna.

 

Yuna meringis ke arah Yeriko. “Ayo, kita makan! Aku udah laper banget nih.”

 

Yeriko mengangguk. Mereka keluar dari ruang kerja dan menuruni anak tangga sambil bergandengan tangan.

 

Bibi War tersenyum melihat Yuna dan Yeriko yang sudah kembali akur seperti biasanya.

 

“Malam, Bi ...!” sapa Yuna sambil tersenyum ceria.

 

“Malam ...” Bibi War tersenyum sambil menyusun makanan di atas meja.

 

Yuna dan Yeriko langsung duduk di meja makan.

 

“Wah ...! Bibi masak kepiting?” seru Yuna.

 

Bibi War menganggukkan kepala. “Suka?”

 

Yuna mengangguk penuh semangat. Ia merasa sangat senang melihat hidangan laut yang dibuat oleh Bibi War.

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Sini, biar aku yang bantu ambilin dagingnya buat kamu!” pinta Yeriko.

 

“Nggak usah!” sahut Yuna. “Nggak seru banget kalau tinggal makan doang. Sensasinya makan kepiting itu waktu milihin dagingnya. Apalagi nyedotin cangkang-cangkangnya. Nikmat banget!”

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia tidak begitu suka makan kepiting. Tapi ia sangat suka melihat Yuna makan kepiting dengan lahap.

 

“Kamu nggak makan?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Lihat kamu makan, aku udah kenyang.”

 

“Mmm ... jangan gitu! Ntar kamu sakit!” Yuna langsung meraih udang goreng tepung dan menyodorkannya ke mulut Yeriko. “Ayo, makan!”

 

Yeriko membuka mulutnya perlahan dan langsung melahap udang goreng yang diberikan oleh Yuna.

 

“Kamu harus makan yang banyak!” pinta Yuna dengan mulut penuh makanan. Ia berusaha menelan semua makanan yang ada di mulutnya. “Bukannya kamu perlu tenaga lebih banyak untuk malam ini?” tanya Yuna berbisik.

 

“Uhuk ... uhuk ...!” Yeriko langsung tersedak mendengar ucapan Yuna. Ia meraih gelas air putih dan menenggaknya.

 

Yuna tertawa kecil. “Kenapa? Tiba-tiba grogi kayak gitu?”

 

“Ck, kamu ini perempuan. Apa nggak malu ngomong kayak gitu?”

 

“Eh!? Malu sama siapa? Kita kan udah nikah.”

 

Yeriko manggut-manggut. Ia mengambil piring udang dan melahapnya satu persatu.

 

Yuna tersenyum. Ia terus menatap Yeriko yang tetap terlihat elegan saat makan. Lagi-lagi, ia tidak bisa mengubah kebiasaannya dan tetap saja seperti seorang bandit yang tidak makan selama tiga hari.

 

“Bi ...!” panggil Yuna.

 

“Ya!” sahut Bibi War dari arah dapur.

 

“Kepitingnya masih ada lagi?”

 

“Masih. Sebentar Bibi bawakan.”

 

“Oke.”

 

Beberapa detik kemudian, Bibi War sudah datang sambil membawa ember kecil berisi kepiting yang sudah ia masak.

 

“Mmh .. masakan Bibi enak banget!” puji Yuna sambil menyomot kepiting yang baru dibawa oleh Bibi War.

 

“Syukur deh kalo Mbak Yuna suka,” sahut Bibi War.

 

“Suka banget!”

 

“Besok mau dimasakin lagi?”

 

“Eh!? Jangan, Bi! Kolesterolku langsung tinggi kalau tiap hari dimasakin kepiting,” jawab Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Ah, Mbak Yuna bisa aja,” tutur Bibi War sambil  membereskan cangkang kepiting bekas makan Yuna.

 

“Oh ya, Bi. Aku bisa minta tolong?” tanya Yeriko.

 

“Bisa. Apa?”

 

“Besok pesenin sofa baru yang agak luas dan nyaman!” pinta Yeriko.

 

“Mau ganti sofa lagi?” tanya Bibi War.

 

“Bukan. Buat di ruang kerjaku.”

 

Bibi War tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Siap! Besok Bibi pesankan.”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Bibi War bergegas kembali ke dapur.

 

“Kenapa tiba-tiba pasang sofa di ruang kerja? Bukannya kamu lebih suka kerja sendirian dan nggak ada yang ganggu?”

 

“Buat kamu.”

 

“Aku!?” Yuna menunjuk dirinya sendiri. Ia masih tidak mengerti maksud Yeriko.

 

“Iya. Bisa kamu pakai istirahat kalau nemenin aku kerja.”

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Yeriko.

 

“Kenapa ketawa?” Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna.

 

“Kamar tidur ada di sebelahnya. Kalau mau istirahat tinggal pindah aja,” jawab Yuna.

 

“Hmm ... bukannya bakal lebih indah kalau bisa bekerja sambil bercinta?” tutur Yeriko sambil menatap lekat mata Yuna.

 

Pipi Yuna menghangat, mengeluarkan rona merah di wajahnya. “Kamu mau nyiapin tempat buat kita ...?” Yuna memutar bola matanya. “Apa kamar kita masih kurang nyaman?”

 

“Bercinta nggak harus di dalam kamar. Kita buat suasananya selalu baru. Gimana?” bisik Yeriko.

 

“Yah ..  sekalian aja pindah-pindah kamar hotel, pindah-pindah kota atau negara biar suasananya baru terus!” sahut Yuna kesal.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. Ia merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya. Tapi malah membuat Yuna kesal.

 

“Kamu kenapa? Tiba-tiba ngambek gitu? Ada yang salah?” tanya Yeriko hati-hati.

 

“Masih tanya,” sahut Yuna lirih.

 

Yeriko menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

 

Yuna menatap tajam ke arah Yeriko. “Kamu udah bosan sama aku!?” dengus Yuna.

 

“Astaga! Kamu salah paham, Yun. Maksud aku nggak kayak gitu.” Yeriko langsung menepuk dahinya.

 

Yuna mengerutkan bibirnya. Ia langsung bangkit dan bergegas ke dapur untuk membersihkan tangannya menggunakan air kran.

 

“Yun ...!” panggil Yeriko sambil mengikuti langkah Yuna.

 

Yuna tidak memperdulikan panggilan dari Yuna. Ia bergegas naik ke kamar dan langsung berbaring di atas tempat tidur.

 

Yeriko tidak menyerah begitu saja. Ia terus mengikuti Yuna dan berbaring di sampingnya.

 

“Istriku, jangan salah paham! Maksud aku ... cuma pengen ngerasain sensasi yang lain aja. Bukan karena bosan sama kamu,” bisik Yeriko sambil memeluk tubuh Yuna dari belakang.

 

Yuna bergeming. Suasana hatinya belum begitu baik. Ia pura-pura tertidur agar Yeriko tak lagi mengganggunya.

 

“Huft ...! Perempuan memang susah dimengerti,” gumam Yeriko sambil melepas pelukannya.

 

Ia mengambil ponsel dan berdiri di dekat jendela. Ia kembali melihat email anonim yang telah mengirimkan pesan kepadanya.

 

“Sebenarnya, siapa orang yang ada di balik akun ini? Bellina atau justru Andre sendiri?” Yeriko terus bertanya-tanya. Ia merasa kalau Andre bukanlah orang yang sembarangan.

 

Yeriko menatap tubuh Yuna yang terbaring di atas tempat tidur. Ia bergegas keluar dari kamar dan melangkah menuju Balkon. Tanpa pikir panjang, ia langsung menelepon Riyan.

 

“Halo ...! Ada apa, Bos?” tanya Riyan saat panggilan telepon Yeriko tersambung.

 

“Yan, kamu bisa bantu aku selidiki soal Andre?” tanya Yeriko.

 

“Andre? Dia siapa?”

 

“Teman masa kecil Yuna itu.”

 

“Oh ... ya, ya, ya. Kenapa tiba-tiba mau menyelidiki dia?”

 

“Aku ngerasa, dia sedikit berbahaya.”

 

“Oh ... oke, Bos!”

 

“Oke. Aku tunggu informasi secepatnya!”

 

“Siap!”

 

Yeriko menyunggingkan senyum penuh tanya dan  langsung mematikan panggilan telepon. Ia bergegas kembali ke dalam kamar. Ia langsung berbaring sambil memeluk tubuh Yuna. Tangannya sengaja menjalar ke seluruh tubuh Yuna perlahan untuk membangunkan istrinya dan mengajaknya bercinta seperti biasa.

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas