Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 82: Makin Mesra || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna masih terduduk lesu di kursi dapur. Ia melipat kedua kaki, kedua lengannya memeluk kakinya sendiri sembari meletakkan dagu di atas lutut. Air mata masih terus menetes mengingat perlakuan Yeriko.

 

“Aku cuma punya kamu ...” bisik Yuna lirih. Semua penderitaan yang telah ia alami beberapa tahun belakangan ini terlintas di pikirannya dan membuatnya semakin sedih.

 

Bibi War yang kembali ke dapur, menatap pilu ke arah Yuna. Ia merasa sangat sedih setiap kali melihat Yuna murung. Tapi, ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya menghibur Yuna.

 

“Mbak, sebaiknya temui Mas Yeri lagi dan tanyakan apa yang terjadi!” pinta Bibi War sambil menatap wajah Yuna.

 

Yuna menggeleng kecil. Ia tak memiliki keberanian bertemu dengan Yeriko. Terlebih, Yeriko sudah memecahkan gelas di hadapannya dengan kasar.

 

Bibi War menghela napas. Sekalipun Yuna adalah gadis yang ceria, tapi sangat sulit menghiburnya di saat seperti ini. Ia lebih baik berhadapan dengan Yeriko yang berwajah dingin untuk menasehatinya.

 

Bibi War menatap sosok pria yang berdiri di belakang Yuna. Ia langsung tersenyum melihat Yeriko yang akhirnya turun untuk menemui Yuna. Bibi War melangkah pergi, memberikan waktu bagi mereka memperbaiki hubungannya.

 

Yeriko tidak tega melihat keadaan Yuna. Ia berjongkok di depan Yuna sambil memegang jemari kaki Yuna.

 

Yuna langsung mengangkat wajahnya. Ia mengusap air mata dan langsung menurunkan kakinya begitu melihat Yeriko berjongkok di hadapannya.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna.

 

Yuna langsung menyentuh pipi Yeriko. “Ini beneran kamu?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna langsung memeluk tubuh Yeriko dan terisak.

 

“Sudahlah. Jangan nangis!” pinta Yeriko.

 

“Kamu jahat!” Yuna terus terisak sambil memukul-mukuli punggung Yeriko. “Aku salah apa sama kamu?”

 

Yeriko menahan sakit di punggungnya, ia mengelus lembut punggung Yuna.

 

Yuna melepas pelukannya dan menatap Yeriko. “Kenapa tiba-tiba marah sama aku?” tanyanya.

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam sambil menundukkan kepala. Ia ingin marah, tapi hatinya justru melunak saat melihat Yuna menangis.

 

Yeriko mengambil ponsel di sakunya dan menunjukkan foto Andre yang sedang memperbaiki rambut Yuna.

 

“Kamu dapet foto ini dari mana?” tanya Yuna sambil membelalakkan matanya.

 

“Nggak penting dapet dari mana!” sahut Yeriko. “Kamu suka sama dia?”

 

“Andre?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tertawa kecil. “Kamu marah sama aku cuma karena foto ini?”

 

Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Foto ini diambil dari sudut yang bagus. Membuat kami seolah-olah sedang bermesraan. Kamu tahu, Andre cuma merapikan anak rambutku. Itupun aku langsung menepis tangan dia. Kenapa fotonya bisa kelihatan semesra ini? Kamu dapet foto ini dari mana?”

 

“Kamu nggak ada hubungan apa-apa sama dia?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kami berteman sejak kecil. Aku sudah menganggap dia seperti kakakku sendiri. Apakah dia jadi salah satu orang yang pantas buat kamu cemburui?”

 

“Ada banyak hal yang bisa aja terjadi di luar sana. Aku cuma nggak mau kamu lebih memilih orang lain dan ninggalin aku.”

 

Yuna tersenyum sambil menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah Yeriko. “Saat ini ... aku cuma punya kamu. Gimana bisa kamu berpikir kalau aku bakal ninggalin kamu? Bukankah seharusnya ... aku yang takut kalau kamu nggak ada lagi di samping aku?”

 

Yeriko tersenyun kecil sambil menatap wajah Yuna.

 

“Hmm ... kira-kira siapa orang yang udah ngirim foto  ini ke kamu? Dia pasti ... orang yang pengen bikin hubungan kita berantakan.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Siapa orang yang ingin mengganggu hubungan kita. Apa keuntungan buat mereka?”

 

“Mmh ... bisa jadi, cewek-cewek yang udah kamu tolak cintanya dan nggak senang sama hubungan kita.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Aku bakal cari tahu siapa orangnya.”

 

“Aku udah tahu.”

 

“Maksud kamu?”

 

“Waktu aku turun dari mobil. Ada Bellina di depan pintu masuk. Cuma dia satu-satunya orang yang nggak senang sama aku dan pasti seneng kalau aku menderita.”

 

Yeriko tersenyum. Ia merapikan rambut Yuna.

 

“Kamu udah nggak marah lagi?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Asal kamu nggak mesra-mesraan lagi sama cowok lain. Kamu sekarang sudah jadi Nyonya Ye dan harus bisa menjaga nama baik.”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Lagian, aku nggak ada hubungan apa-apa sama Andre. Apa aku emang nggak boleh berteman sama orang lain? Asal kamu tahu, meskipun  ada banyak laki-laki yang berusaha buat deketin aku. Aku Cuma sayang dan cinta sama kamu. Aku nggak bisa sehari aja tanpa kamu.”

 

“Apa kamu mencintaiku?” tanyanya sambil menatap Yuna.

 

“Kalau aku nggak cinta, aku nggak akan ada di sini sekarang. Aku nggak akan sedih setiap kali lihat kamu marah. Aku nggak akan ...”

 

Yeriko langsung membungkam mulut Yuna dengan bibirnya.

 

Yuna tertegun sesaat. Ia menatap mata Yeriko yang begitu dekat. Mata yang selalu membuatnya nyaman, memberikan kehangatan dalam setiap sudut waktu yang ia miliki.

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. Ia meraih tangan Yuna dan mengajaknya kembali ke ruang kerjanya.

 

“Masih mau kerja?” tanya Yuna sambil masuk ke ruang kerja Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kamu temenin sebentar ya!” pintanya.

 

Yuna mengangguk.

 

“Gimana pekerjaan kamu hari ini?” tanya Yeriko.

 

“Baik.” Yuna melangkahkan kakinya sembari melihat beberapa lukisan yang terpajang di dinding ruang kerja Yeriko.

 

Yeriko membuka laptop dan menyelesaikan beberapa pekerjaannya. Walau ia sibuk memverifikasi data perusahaan yang masuk ke dalam sistemnya, matanya sesekali tetap tertuju pada Yuna yang masih mondar-mandir di ruangannya.

 

Yeriko menghela napas sambil menopang kening dengan telapak tangannya. Pikirannya sangat terganggu dengan Yuna yang terus berkeliling di dalam ruang kerjanya, terlebih Yuna memakai lingerie, memperlihatkan tubuhnya yang seksi dan terus menarik perhatian Yeriko.

 

“Sini!” Yeriko langsung menarik lengan Yuna saat istrinya berjalan di dekatnya dan memeluk Yuna ke dalam pangkuannya.

 

“Eh!? Udah selesai kerjanya?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Kalau gitu, selesaikan dulu! Abis ini kita makan malam bareng!” pinta Yuna.

 

“Masih bisa aku lanjutin besok.” Yeriko tersenyum sambil membuka kaki Yuna agar menghadap ke tubuhnya. Ia memeluk pinggang Yuna. “Ada hal yang lebih penting.”

 

“Oh ya? Apa itu?” tanya Yuna sambil merangkul leher Yeriko. Ia tersenyum sambil memainkan hidungnya di atas hidung Yeriko.

 

“Kamu,” jawab Yeriko. Ia mengulum bibir Yuna perlahan. Tangannya mulai menjalar masuk ke dalam pakaian Yuna yang tipis.

 

“Apa kehadiran aku udah ganggu kerjaan kamu?” tanya Yuna sambil menatap wajah Yeriko.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Aku malah makin semangat kalau ada kamu.”

 

“Kalau gitu, cepet kelarin kerjaannya!” pinta Yuna.

 

“Mmh ... cium dulu!” rengek Yeriko manja.

 

“Idih ... manja banget sih!? Lanjutin kerjaannya! Bibi udah nyiapin makan malam buat kita, ntar keburu dingin.”

 

“Nah, kan? Selalu aja ada alasan untuk menghindar,” celetuk Yeriko.

 

“Menghindar apa sih?”

 

Yeriko langsung membuang pandangannya sambil mengerutkan bibir.

 

“Beruang ... jelek banget sih kalo ngambek gini. Nanti aku kasih kalau sudah selesai makan malam.”

 

“Beneran?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Mau ngasih berapa kali?”

 

“Kamu maunya berapa?”

 

“Mmh ... dua belas. Gimana?”

 

“Halah, gaya banget!” sahut Yuna. “Baru main dua kali aja udah kecapean,” lanjutnya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Itu karena aku lagi capek banget banyak kerjaan juga.”

 

“Ya udah, lanjutin kerjaan kamu lagi!” pinta Yuna sambil melepaskan tubuhnya dari pelukan Yeriko.

 

“Jangan pergi!” Yeriko mengeratkan pelukannya.

 

Yeriko mengecup bibir Yuna. Ia meraih mouse dengan tangan kanannya. Ia meneruskan pekerjaannya sambil terus memeluk Yuna seperti memeluk anak kecil.

 

Yuna tersenyum bahagia. Ia merasa sangat senang dan merebahkan kepalanya di bahu Yeriko. Ia merasa hubungannya dengan Yeriko semakin mesra setelah perang dingin yang terjadi di antara mereka.

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Perfect Hero Bab 81: Salah Paham || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna melirik arloji di tangannya saat ia sudah pulang kerja. Ia menelepon Yeriko beberapa kali namun tidak mendapat jawaban. Ia merasa sedikit aneh. Siang tadi, semuanya masih terasa biasa saja. Yeriko masih memberikan perhatian kecil untuknya.

 

“Huft ... apa dia masih sibuk kerja jam segini?” gumam Yuna sambil menatap chat di ponselnya. “Udah di-read, kenapa nggak dibalas sih?” tanyanya.

 

Beberapa menit kemudian, mobil Lamborghini warna biru berhenti di hadapannya. Mata Yuna langsung berbinar. Ia menghampiri mobil tersebut. Dengan perasaan bahagia, ia langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

 

“Riyan!?” Yuna mengernyitkan dahi begitu melihat Riyan yang duduk di belakang kemudi.

 

“Hai ... Nyonya!” Riyan tersenyun manis sambil melambaikan tangannya ke arah Yuna.

 

Yuna menoleh ke arah kursi belakang, ia tidak mendapati suaminya ada di sana. Ia merasa sangat aneh dan terpaksa duduk di kursi depan. Ia memasang safety belt di pinggangnya sambil bertanya-tanya dalam hati.

 

“Yeriko mana?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Riyan.

 

“Pak Bos sudah pulang duluan,” jawab Riyan.

 

Yuna mengernyitkan dahinya. “Pulang? Dia sekarang udah di rumah?”

 

Riyan menganggukkan kepala.

 

“Kenapa dia nggak jemput aku?”

 

Riyan mengedikkan bahu. “Kurang tahu. Pak Bos nggak ada ngomong apa-apa. Sepertinya, suasana hatinya memang lagi buruk. Dia marahin semua orang tanpa sebab dan wajahnya ...” Riyan bergidik mengingat wajah dingin Yeriko. “Kayak singa mau makan orang!” lanjutnya.

 

Yuna memajukan bibir bawahnya. Ia tidak mengerti kenapa suaminya tiba-tiba berubah begitu drastis. “Apa ada masalah dengan perusahaan?” tanyanya.

 

“Mmh ... sejauh ini sih baik-baik aja. Semua proyek berjalan dengan lancar.”

 

Yuna menghela napas. Ia mulai memikirkan banyak hal tentang suaminya. “Kalau bukan karena masalah pekerjaan, kira-kira masalah apa yang bisa bikin dia tertekan?”

 

“Nyonya.”

 

“Eh!?” Yuna menoleh ke arah Riyan.

 

Riyan langsung memukul mulutnya sendiri. “Maaf, Nyonya!” tuturnya. “Aku cuma asal nebak aja.”

 

Yuna menghela napas. “Sepertinya tebakan kamu bener.” Ia menyandarkan kepalanya ke kursi. “Kalau bukan karena aku, dia pasti nggak nyuruh kamu buat jemput aku.”

 

“Mmh ... iya, juga.” Riyan manggut-manggut. “Ah, Nyonya Muda jangan berpikir terlalu jauh! Bos Ye sangat menyayangi Nyonya Muda. Kalau dia lagi marah, pasti marahnya nggak akan lama. Sedikit sentuhan lembut bisa meluluhkan hatinya.”

 

“Ah, kamu sok tahu!” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Tahu banget!” sahut Riyan. “Aku sudah lama ikut Bos Yeri. Cuma Nyonya Muda yang bisa mengendalikan suasana hatinya.”

 

“Mmh ... menurut kamu, dia marah karena apa?”

 

Riyan mengedikkan bahunya. “Apa Nyonya Muda ada bikin salah sama dia?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak tahu. Tadi siang, dia masih baik-baik aja. Bahkan, dia udah ngizinin aku buat makan siang sama Andre.”

 

“Andre itu siapa?”

 

“Temen masa kecilku. Kemarin, Yeriko juga sempat marah sama aku waktu lihat aku makan siang sama Andre. Bos kamu itu ... cemburunya gede banget.”

 

Riyan dan Yuna membelalakkan mata, mereka saling pandang beberapa saat.

 

“Fix! Bos Ye pasti lagi cemburu sama Nyonya Muda,” seru Riyan.

 

“Ah, nggak mungkin!”

 

“Eh!? Kenapa nggak mungkin?”

 

“Abis aku makan siang bareng Andre, Yeriko masih telepon aku dan dia sama sekali nggak marah. Kalau dia cemburu, harusnya dari awal sudah ngelarang aku makan siang sama Andre.”

 

“Ooh ...” Riyan manggut-manggut. “Kalau gitu, cuma Nyonya Muda yang bisa tahu, ada apa sebenarnya. Sebaiknya, Nyonya tanyakan langsung ke dia setelah sampai rumah!”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Sesampainya di rumah, Yuna langsung masuk dan menghampiri Bibi War yang sedang sibuk di dapur.

 

“Bi, Yeriko udah balik?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Dia di mana sekarang?”

 

“Ada di ruang kerjanya.”

 

“Oke. Oh ya, apa hari ini ada sesuatu yang berbeda dari dia?”

 

“Dia kelihatan nggak terlalu bersemangat saat masuk ke dalam rumah. Lihat aja! Jasnya dilemparkan gitu aja ke sofa. Nggak biasanya Mas Yeri kayak gitu. Apa kalian ... lagi ada masalah?”

 

Yuna menoleh ke arah jas Yeriko yang masih bertengger di sofa. Ia melangkah, meraih jas tersebut dan membawanya masuk ke dalam kamar.

 

Bibi War menghela napas. Ia tidak bertanya lagi. Tapi melihat gelagat keduanya, sepertinya memang sedang ada masalah.

 

Yuna bergegas masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan jas Yeriko dan tasnya ke atas tempat tidur dan pergi mandi terlebih dahulu.

 

Usai mandi, Yuna mengenakan lingerie berwarna peach. Ia menatap tubuhnya di cermin dan tersenyum pada dirinya sendiri. “Jia you!” Yuna mengepalkan tangan, memberi semangat pada dirinya sendiri. Ia bergegas keluar kamar dan langsung turun ke dapur. Yuna membuat segelas susu untuk Yeriko dan mengantarkannya ke ruang kerja.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam saat sudah sampai di depan pintu. Ia mengetuk pintu beberapa kali.

 

“Masuk!” perintah Yeriko.

 

Yuna tersenyum dan langsung membuka pintu. Ia masuk dan melangkah perlahan menghampiri Yeriko yang sedang membaca buku di meja kerjanya.

 

Yeriko membuang wajah saat mengetahui kalau Yuna yang masuk ke dalam ruangannya.

 

Yuna meletakkan segelas susu ke meja Yeriko sambil melirik suaminya yang masih bergeming. Ia tersenyum kecil. “Banyak kerjaan? Aku buatkan susu. Diminum ya!” pinta Yuna lembut.

 

Yeriko menatap tajam ke arah Yuna. Di bola matanya, tergambar jelas amarah yang begitu membara. Membuat Yuna tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkan suasana hati Yeriko.

 

“Pergi dari sini!” sentak Yeriko.

 

Yuna menggigit bibirnya. Ia masih saja bergeming di tempatnya.

 

“Kamu nggak denger aku ngomong apa, hah!? Cepet pergi dari sini!” sentak Yeriko lagi sambil memukul meja kerjanya. “Nggak usah sok perhatian kayak gini!” Yeriko menyentuh gelas susu menggunakan punggung tangannya.

 

Yuna langsung membuka mulutnya lebar-lebar saat gelas susu yang ia bawa jatuh ke lantai dan menjadi berkeping-keping. Ia menatap air susu yang berhamburan di lantai.

 

Mata Yuna berkaca-kaca menatap gelas kaca yang tak lagi utuh. Ia membungkukkan tubuhnya dan mulai mengumpulkan pecahan gelas yang ada di hadapannya sambil menangis. Tangan kanannya sibuk membersihkan pecahan gelas, sementara tangan kirinya terus mengusap air mata yang menetes.

 

“Aku salah apa? Kenapa kamu sampai semarah ini?” batin Yuna dalam hati.

 

Yuna mengumpulkan pecahan gelas ke atas nampan yang ia bawa.

 

Yeriko menatap Yuna yang masih berjongkok di depan meja kerjanya. Hatinya terasa sangat ngilu melihat air mata kesedihan yang keluar dari mata Yuna. “Apa aku sudah keterlaluan?” tanyanya dalam hati.

 

“Suruh Bibi ke sini buat beresin! Kamu kembali ke kamar! Jangan ganggu aku! Aku mau baca buku!” pinta Yeriko dingin.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya. Ia bangkit perlahan dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja Yeriko.

 

Yeriko mengusap wajahnya. Sekalipun ia bisa melampiaskan rasa marahnya kepada Yuna, perasaannya justru semakin tidak tenang. Hatinya sangat terpukul saat melihat Yuna menangis dan murung. Ia benar-benar tidak tahu harus bersikap di saat seperti ini.

 

“Mbak Yuna kenapa?” tanya Bibi War saat melihat Yuna kembali ke dapur sambil menangis. Ia menoleh ke arah nampan yang berisi pecahan gelas. Ia tak banyak bertanya dan langsung mengambil nampan dari tangan Yuna.

 

“Yeriko marah sama aku. Aku nggak tahu, aku salah apa ke dia,” tutur Yuna sambil terisak. Ia terduduk lemas di kursi dapur dan menangis sejadi-jadinya.

 

Bibi War mengelus pundak Yuna dan berusaha menenangkannya.

 

“Bibi disuruh ke ruangannya buat bersihin tumpahan susu. Dia bener-bener nggak mau lihat aku,” ucap Yuna sambil mengusap air matanya.

 

“Mbak Yuna nggak usah khawatir! Suasana hatinya pasti akan segera membaik. Dia perlu waktu buat sendiri dulu,” tutur Bibi War. Ia mengambil kain lap dan bergegas naik ke ruang kerja Yeriko.

 

Bibi War mendapati Yeriko sedang melamun di meja kerjanya. Ia menghela napas dan segera membersihkan tumpahan susu yang berhamburan di lantai.

 

“Mas, sebenarnya ada apa? Mbak Yuna nggak berhenti menangis sejak keluar dari ruangan ini. Kalian baru saja berbaikan. Apa nggak kasihan sama Mbak Yuna? Dia sangat menyayangi Mas Yeri. Apa ada kesalahan yang tidak termaafkan?” tanya Bibi War sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko bergeming. Ia bahkan tidak menoleh ke arah Bibi War sedikit pun.

 

Bibi War menghela napas melihat sikap Yeriko. “Jangan sampai, kejadian kemarin terulang lagi!” tuturnya mengingatkan. “Mbak Yuna tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, dia bisa membahayakan dirinya sendiri.” Bibi War berbalik dan bergegas keluar dari ruangan Yeriko.

 

Yeriko langsung bangkit dari kursinya. Ia menyadari kalau dirinya sudah keterlaluan dan melukai perasaan Yuna. Ia bergegas keluar dari ruang kerjanya.

 

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

Perfect Hero Bab 80: The Little Devil Action || a Romance Novel by Vella Nine

 


Bellina sangat kesal karena kehadiran Yuna yang telah berani melawannya di depan semua orang. Semua karyawan sangat mengetahui siapa dirinya dan tidak ada yang berani melawan. Kehadiran Yuna benar-benar telah membuatnya kehilangan wibawa.

 

Bellina langsung menaiki lift, melangkahkan kakinya menuju lantai paling atas untuk menemui Wilian.

 

“Siang, Sayangku!” sapa Bellina sambil membuka pintu.

 

“Siang. Tumben ke sini jam segini?”

 

Bellina tersenyum sambil menatap Lian, tangan kanannya memutar kunci pintu ruangan Lian. “Biasanya juga aku ke sini. Apanya yang aneh?”

 

Lian menghela napas dan melangkah menghampiri Bellina. “Aku pulang kerjanya masih lama. Nanti kamu kelamaan nunggu.”

 

Bellina tersenyum manis. Ia melingkarkan lengannya ke leher Lian. “Kalau sama kamu, seratus tahun pun rasanya Cuma sedetik.”

 

“Ah, kamu. Bisa aja ngegombalnya.”

 

Bellina tersenyum. “Aku kangen sama kamu,” ucapnya lirih dan langsung mengulum bibir Lian. Ia merasa sangat senang karena Lian membalas ciumannya dengan mesra.

 

Perlahan, tangan Bellina masuk ke dalam kemeja Lian dan mengelus lembut dada Lian.

 

Lian menarik napas dalam-dalam. Sentuhan Bellina membuat seluruh tubuhnya menegang. Ia langsung memutar tubuh Bellina dan membaringkannya di sofa.

 

Bellina tersenyum bahagia saat menyentuh alat vital Lian yang sudah berdiri tegak. Akhirnya, ia berhasil merangsang tubuh Lian. Ia harus berhasil membuat Lian menikmati hubungan intim bersamanya agar ia bisa benar-benar mengandung anak dari Lian.

 

Bellina mendesah sambil menggigit bibirnya. Ia ikut melayang saat tangan Lian membuka pakaiannya perlahan dan menghisap perlahan bagian dadanya.

 

Bellina masih terus memancing Lian agar mengeluarkan alat vitalnya dan segera bercinta dengannya. Namun, Lian hanya menciumi tubuhnya yang telanjang.

 

Bellina tak sabar. Ia berinisiatif memasukkan tangannya ke dalam celana Lian dan mengelus lembut alat vital pria itu.

 

Lian langsung bangkit saat menyadari kalau Bellina dikuasai oleh birahi yang begitu besar.

 

“Kenapa?” tanya Bellina dengan wajah kecewa.

 

“Kamu lagi hamil muda. Aku nggak mau membahayakan anak kita. Anak kita jauh lebih penting. Seharusnya, kita bisa menahan diri.”

 

Bellina bangkit dari sofa dan langsung memeluk tubuh Lian yang masih duduk di depannya. Ia meletakkan dagunya di bahu Lian sambil menciumi tengkuk Lian.

 

“Aku udah konsultasi ke dokter. Janin kita akan baik-baik saja selama kita berhati-hati melakukannya. Kandunganku cukup kuat untuk melakukan hal ini. Kamu nggak perlu khawatir,” bisik Bellina sambil menciumi telinga Lian.

 

Lian langsung menoleh ke arah Bellina. “Serius?”

 

Bellina menganggukkan kepala. “Apa kamu nggak kangen saat-saat kita menikmati indahnya cinta kayak gini?” tanyanya sambil tersenyum manis.

 

Lian menatap mata Bellina beberapa detik. Ia langsung menarik tengkuk Bellina dan menghisap kuat bibir Bellina. Ia tak lagi bisa menahan diri, terlebih Bellina telah membangunkan sesuatu yang sedang tidur nyenyak di sela-sela pahanya. Ia pasti akan sangat menderita jika terus menahan diri dan tidak bisa melampiaskan birahinya.

 

“Hmm ... I Love you!” Bellina terus mendesah sembari menikmati permainannya bersama Lian. Ia merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa membuat Lian menikmati sentuhan kenikmatan cinta yang ia berikan.

 

Bellina sengaja berhenti menelan pil kb sejak ia pura-pura mengandung anak dari Lian. Sejak itu pula, Lian selalu menolak berhubungan intim dengannya karena alasan janin yang ada di dalam perut Bellina. Kali ini, Bellina sangat percaya diri bisa memberikan Lian keturunan dan menguasai Lian selamanya.

 

Lian langsung merentangkan tubuhnya usai bercinta dengan Bellina. Keringat di tubuhnya mengucur deras karena permainan yang sangat panas. Ia melirik Bellina yang berbaring di sampingnya. “Makasih!” ucapnya sambil tersenyum. Ia bangkit dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

 

Bellina tersenyum bahagia. Ia meraih tisu yang ada di dekatnya dan membersihkan vagina-nya dari sisa-sisa sperma Lian yang keluar. Kemudian, ia bangkit dan menyusul Lian ke kamar mandi.

 

Usai membersihkan diri, Bellina dan Lian kembali mengenakan pakaian kerjanya.

 

“Li, aku mau nanya sesuatu,” tutur Bellina sambil duduk di pangkuan Lian.

 

“Tanya apa?”

 

“Kenapa Yuna tiba-tiba ditarik ke sini?”

 

Lian mengedikkan bahu. “Itu urusan personalia. Aku nggak begitu ngurusin.”

 

“Bukan karena permintaan kamu ‘kan?”

 

Lian menggelengkan kepala sambil tersenyum. Sebisa mungkin, ia menyembunyikan rahasia perasaannya di depan Bellina. Walau ia masih mencintai Yuna, ia juga tidak bisa melepaskan Bellina begitu saja.

 

Bellina mengerucutkan bibirnya sambil bergelayut manja di bahu Lian. “Sayang, aku juga mau kerja di sini. Jadi sekretaris kamu gimana? Aku mau kita selalu deket.”

 

Lian tersenyum kecil. “Kamu sudah jadi tunanganku. Buat apa ngelamar jadi sekretaris? Bukannya lebih baik memimpin perusahaan yang di sana?”

 

Bellina mengerutkan bibirnya. Ia merasa, Lian sengaja menarik Yuna ke kantor pusat dan membiarkan dirinya menjadi pimpinan di anak perusahaan Wijaya Group agar bisa berdekatan dengan Yuna tanpa sepengetahuannya.

 

“Kenapa murung gitu?” tanya Lian.

 

“Huft, aku cuma takut kalau Yuna bakal deketin kamu lagi dan kamu ...”

 

Lian meletakkan jemari di bibir Bellina. “Kamu tahu, Yuna sudah mengacaukan pesta pertunangan kita. Mempermalukan keluarga besar kita. Apa kamu pikir, aku masih tertarik sama wanita kayak dia?”

 

“Hmm ... iya juga, sih. Tapi, dia itu kan licik. Bisa aja kan dia ngejar-ngejar kamu lagi. Secara, dia nikah sama Yeriko kan karena terpaksa. Bukan karena cinta sama cowok itu.”

 

Lian menautkan kedua alisnya. “Kamu tahu dari mana?”

 

“Tahu, lah. Aku ini masih kakak sepupunya Yuna. Dia itu, udah ngejual dirinya sama Oom-Oom tua cuma buat biayain pengobatan ayahnya. Dia juga nikah sama Yeriko, demi bisa biayain pengobatan ayahnya dia. Dia nikah bukan karena cinta, tapi karena uang.”

 

“Hmm ... gitu ya? Aku nggak nyangka kalau dia sepicik itu.”

 

Bellina menganggukkan kepala. “Untung aja kamu udah putus sama dia. Kalo nggak, dia pasti bakal morotin kekayaan kamu terus.”

 

Lian tersenyum kecil menanggapi ucapan Bellina.

 

Bellina tersenyum dan meraih ponselnya.

 

“Hp kamu kenapa? Retak gini?” tanya Lian heran.

 

“Nggak papa. Tadi jatuh. Cuma tempered glass-nya aja yang pecah. Bisa diganti. Oh ya, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu.”

 

“Apa?”

 

Bellina membuka galeri foto di ponselnya dan menunjukkan foto Yuna yang terlihat mesra bersama Andre.

 

Lian langsung membelalakkan matanya. “Cowok itu siapa?”

 

Bellina tersenyum sambil menarik ponsel dari hadapan Lian. “Aku kan udah bilang kalau Yuna itu nggak beneran cinta sama Yeriko. Buktinya, dia masih jalan sama cowok lain. Dia pasti lagi ngincar harta cowok ini.”

 

“Kamu jangan ngada-ngada! Belum tentu seperti itu. Bisa aja foto itu cuma editan.”

 

Bellina tersenyum. “Ya udah kalo nggak percaya. Yang jelas, aku dapet foto ini tadi siang dan aku juga lihat dengan kepalaku sendiri.” Ia bangkit dari pangkuan Lian dan duduk di sofa.

 

Lian menatap Bellina dari meja kerjanya. Ia tidak menyangka kalau ada pesaing bari dalam hidupnya. Ia belum berhasil merebut Yuna dari tangan Yeriko, sekarang sudah muncul pria lain yang juga berusaha mendekati Yuna.

 

Bellina terus tersenyum sambil memainkan ponselnya. Diam-diam, ia membuat email anonim dan mengirimkan foto-foto kemesraan Andre dan Yuna ke email Yeriko.

 

“Kamu harus tahu akibatnya kalau cari gara-gara sama aku!” gumam Bellina kesal. “Huhuhu ... saatnya menikmati perang dunia baru. Yeriko pasti bakal menyingkirkan Yuna saat tahu kalau istrinya jalan sama cowok lain,” ucap Bellina lirih. Ia merasa sangat puas setelah mengirimkan foto Yuna ke email Yeriko.

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas