Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 76: Kantor Baru | a Romance Novel by Vella Nine

 


Yeriko menghentikan mobilnya tepat di depan kantor Wijaya Group.

 

Yuna menatap wajah Yeriko yang datar. Ia tersenyum, melepas safety belt dan mencium pipi Yeriko. “Makasih udah diantar,” ucapnya sambil tersenyum manis.

 

“He-em,” sahut Yeriko sambil menganggukkan kepalanya.

 

Yuna menatap lekat wajah Yeriko sambil tersenyum. “Kenapa dingin banget? Masih cemburu?” tanyanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yeriko.

 

Yeriko langsung mengecup bibir Yuna yang tersenyum manis di hadapannya. “Bekerjalah dengan baik! Jangan bikin malu Tuan Ye!”

 

Yuna tersenyum bahagia sambil menganggukkan kepala. “Aku tidak akan mengecewakan,” tuturnya sambil mengerdipkan mata. Yuna bergegas membuka pintu mobil dan keluar.

 

Yeriko menatap Lian yang juga baru keluar dari mobilnya. Ia langsung ikut keluar dari mobilnya.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko yang ikut keluar dari mobil. “Kenapa?”

 

“Aku antar kamu sampai pintu masuk.” Yeriko menghampiri Yuna dan menggenggam tangan istrinya. Ia mengantar Yuna sampai ke pintu masuk.

 

“Makasih sudah diantar sampai ke sini,” tutur Yuna sambil tersenyum ke arah Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia langsung menoleh ke arah Lian yang menghampiri mereka.

 

“Sebuah kehormatan kalau Direktur GG berkenan mampir ke kantor kami,” sapa Lian sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Aku ke sini  cuma nganter istriku.”

 

Lian menatap tajam ke arah Yeriko. Yuna memang sudah menjadi istri sah Yeriko, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menerima saat Yeriko menyebut Yuna sebagai ‘istri’.

 

“Gimana kalau masuk sekalian? Kita ngobrol sambil ngopi-ngopi?” tanya Lian menatap Yeriko.

 

“Baru aja ngopi di rumah. Lagian, aku masih ada banyak kerjaan,” sahut Yeriko dingin.

 

Lian menghela napas kecil menghadapi sikap angkuh Yeriko. “Oke. Aku juga masih ada banyak kerjaan.”

 

Lian menatap Yuna yang berdiri di samping Yeriko. “Selamat datang di kantor yang baru. Bekerjalah dengan baik, semoga tempat ini menyenangkan buat kamu.” Ia menepuk bahu Yuna dan bergegas masuk ke dalam kantornya.

 

“Mmh ... aku masuk dulu ya! Bye-bye!” pamit Yuna sambil melambaikan tangan ke arah Yeriko.

 

Yeriko mengangguk.

 

Yuna tersenyum dan melenggang masuk ke dalam kantor barunya.

 

Yeriko tersenyum menatap punggung istrinya yang semakin menjauh. Ia berbalik dan bergegas pergi meninggalkan kantor Yuna.

 

Yuna langsung mencari ruang Pimpinan Personalia. Setelah menemukannya, ia langsung mengetuk pintu.

 

“Masuk!” terdengar suara dari dalam ruangan yang memerintahkan Yuna untuk masuk.

 

Yuna menarik napas sambil memegang gagang pintu. Ia memutar gagang pintu dan membuka pintu perlahan. Yuna melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan. “Selamat pagi, Pak!” sapa Yuna.

 

“Pagi, siapa ya?”

 

“Mmh ... saya Fristi Ayuna, karyawan pindahan dari Raya Wijaya.”

 

“Oh ... ya, ya, ya. Silakan duduk!” pinta laki-laki setengah baya itu.

 

Yuna mengangguk dan langsung duduk di kursi yang ditunjuk oleh atasannya itu.

 

“Pak Lian sudah bicarakan dengan saya sebelumnya. Hanya saja, saya belum pernah melihat kamu. Selamat bergabung dengan tim pusat kami!” ucap Pimpinan Personalia sambil mengulurkan tangannya.

 

Yuna mengangguk dan membalas uluran tangan atasannya.

 

“Saya antar kamu ke ruangan yang baru.” Pimpinan Personalia itu bangkit dari tempat duduk. Ia memperkenalkan ruang kerja untuk Yuna dan juga rekan-rekan kerja barunya. Tak hanya itu, Yuna juga diajak berkeliling untuk mengenal seluruh ruangan yang ada di dalam gedung tersebut.

 

Yuna merasa sangat senang berada di kantor barunya ini. Atmosfer di kantor ini sangatlah berbeda. Semuanya terasa sangat ramah dan menyenangkan. Berbeda dengan kantor lamanya yang sangat menyebalkan. Setiap hari harus menyiapkan tenaga ekstra untuk bertengkar dengan Bellina dan antek-anteknya yang sangat menyebalkan itu.

 

Yuna tersenyum senang sambil duduk di meja kerjanya. Ia merasa kursinya sangat nyaman.

 

“Hai ...!” sapa salah satu karyawan sambil menghampiri Yuna.

 

“Hai, juga!” balas Yuna sambil tersenyum manis. “Salam kenal!” lanjutnya sambil mengulurkan tangan.

 

“Salam kenal juga. Namaku Raras,” balas Raras sambil membalas uluran tangan Yuna.

 

Karyawan yang lain juga ikut memperkenalkan diri di hadapan Yuna. Semuanya terlihat sangat ramah dan menyenangkan. Mereka dengan senang hati mengajarkan beberapa hal pada Yuna.

 

Karena bantuan semua orang, Yuna bisa beradaptasi dengan mudah dalam melakukan pekerjaan barunya itu.

 

Ponsel Yuna tiba-tiba berdering. Yuna meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja dan melihat nama yang tertera di layar.

 

Yuna langsung mengangkat panggilan telepon. “Halo ...!”

 

“Halo ... Yun, siang ini ada waktu?”

 

“Mmh ... aku masih kerja, Ndre. Kenapa?”

 

“Istirahat siang, aku mau ngajak kamu makan.”

 

“Makan?” Yuna menggigit bibirnya. Ia teringat pada Yeriko yang sempat salah paham karena ia makan siang bersama Andre. Kalau ia menerima tawaran Andre, bukankah akan menimbulkan masalah lagi bagi hubungannya?

 

“Iya. Gimana? Aku traktir kamu. Anggap aja ini sebagai tanda pertemanan kita. Lagian, kita sudah menghabiskan banyak waktu dan berpisah begitu lama. Nggak ada salahnya kan kita makan siang bareng?” tanya Andre.

 

“Mmh ... Tapi, Ndre ... aku nggak enak sama suamiku. Aku takut dia salah paham lagi.”

 

“Astaga! Yun, kita udah kenal selama bertahun-tahun. Suami kamu ini memang nyebelin banget ya? Cuma makan siang aja dipermasalahkan. Dia itu terlalu posesif dan over protective banget ke kamu? Emangnya kamu betah kalau dikekang terus sama dia?”

 

“Ndre, nggak usah ngomong macem-macem soal suamiku!” pinta Yuna lirih.

 

“Aku nggak akan ngomong macem-macem kalau kenyataannya gak begitu. Kenyataannya, dia bukan Cuma kejam dan angkuh, tapi juga posesif dan egois.”

 

“Andre ...!” sentak Yuna kesal.

 

“Kenapa masih belain dia. Jelas-jelas dia menindas kamu. Masa, pergi makan siang sama temen aja nggak boleh!?” tutur Andre kesal.

 

Yuna menghela napas mendengar ucapan Andre. Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa. Kalau ia menolak permintaan Andre, Andre akan semakin membenci Yeriko dan terus-menerus mengatakan hal buruk tentang suaminya itu.

 

“Gimana? Bisa nggak makan siang bareng?” tanya Andre.

 

“Mmh ... makan apa dulu?” tanya Yuna mencoba mencari alasan.

 

“Di kota ini ada restoran Jepang yang enak banget. Kamu pasti suka. Boleh pesan semuanya.”

 

“Serius!?” Mata Yuna berbinar mendengar ucapan Andre. Ia membayangkan banyak masakan Jepang yang begitu menggugah selera.

 

“Gimana sih kamu ini?” batin Yuna sambil memukul kepalanya sendiri. Ia sangat suka makan dan tidak bisa mengendalikan diri melihat makanan enak, apalagi gratis.

 

“Serius. Gimana?” tanya Andre.

 

“Mmh ... boleh, deh.”

 

“Siip! Aku jemput kamu jam istirahat.”

 

“Oke. Oh ya, aku udah pindah kantor,” tutur Yuna.

 

“Pindah kantor? Bukan kantor yang waktu itu?”

 

“Bukan.”

 

“Oke. Share lokasi ya!” pinta Andre.

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. “Aku lanjut kerja dulu ya!”

 

“Oke. Bye!” Andre langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

 Yuna meletakkan kembali ponselnya ke atas meja dan melanjutkan pekerjaannya.

 

TING!

 

Yuna kembali melirik ponsel dan melihat pesan yang datang dari Yeriko.

 

“Gimana pekerjaan kamu hari ini? Lancar?” tanya Yeriko lewat chat.

 

Yuna tersenyum dan langsung menelepon Yeriko.

 

“Halo ...!” sapa Yeriko lewag telepon.

 

“Halo ... udah nggak sibuk?” tanya Yuna.

 

“Baru kelar meeting. Gimana kerjaan kamu hari ini? Lancar?” tanya Yeriko.

 

“Lancar. Semuanya baik,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Baguslah. Jangan lupa makan siang!”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. “Kamu juga. Oh ya, hari ini makan siang di mana?”

 

“Sebentar lagi ada janji sama klien di luar, sekalian makan siang.”

 

“Oh ya? Aku juga mau makan siang di luar. Ada temen yang ngajak makan siang bareng.”

 

“Siapa?”

 

“Andre.”

 

“Dia lagi?”

 

“Kenapa? Cemburu?”

 

“Nggak.”

 

“Baguslah. Lagian, dia itu temen masa kecilku. Udah lama nggak ketemu. Banyak hal yang kami lewatkan. Cuma makan siang biasa aja, kok. Nggak ada yang spesial. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan!”

 

“Oke. Aku percaya sama kamu.”

 

“Thank you so much. I love you. Mmuach!” Yuna tersenyun senang.

 

“Ya sudah, lanjutin kerjanya! Jangan terlalu dekat sama Andre saat makan siang!” pinta Yeriko.

 

“Siap, Bos!” sahut Yuna. Ia langsung mematikan panggilan teleponnya.

 

Yuna menghela napas lega. Ia tahu kalau Yeriko menyimpan rasa cemburu. Tapi,  pergi diam-diam justru akan membuat suaminya salah paham. Lebih baik memberitahunya di awal daripada Yeriko menganggapnya menjalin hubungan tersembunyi dengan Andre.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Perfect Hero Bab 75 : Cemburu Lagi | a Romance Novel by Vella Nine

 


“Aargh ...! Malam ini aku seneng banget!” seru Yuna sambil menjatuhkan tubuhnya ke tempat tidur.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna sembari melepas jas dan dasinya. Ia duduk di tepi tempat tidur dan terus memandangi Yuna yang begitu bahagia.

 

Yuna bangkit dan duduk di samping Yeriko. “Beruang, makasih ya! Malam ini aku bener-bener bahagia banget karena berhasil mempermalukan Bellina. Aku nggak nyangka kalau kamu bisa bikin pesta pertunangan mereka kayak pesta pertunangan kita aja.”

 

“Apa pun yang bikin kamu senang, aku pasti melakukannya buat kamu.”

 

“Hmm ...” Yuna bergelayut manja di tubuh Yeriko sambil menyentuh pipi suaminya.

 

Yeriko tersenyum dan langsung mengecup bibir Yuna. Ia menarik tubuh Yuna ke pangkuannya. “Tadi, ngobrolin apa aja sama Cantika?” tanyanya sambil menempelkan hidungnya ke hidung Yuna.

 

Yuna menggeleng kecil. “Nggak ada.”

 

“Hmm ... kalian kelihatan asyik banget ngobrolnya. Nggak mungkin nggak ada yang diobrolin.”

 

Yuna tertawa kecil. “Urusan perempuan, mau tahu aja!”

 

Yeriko geregetan melihat wajah lucu Yuna,  ia langsung menggigit hidung Yuna yang mungil.

 

“Kamu udah mulai jadi beruang beneran? Main gigit-gigit aja,” celetuk Yuna sambil mengelus hidungnya.

 

Yeriko tertawa kecil. “Mau gigit balik?” tanyanya sambil menyodorkan lehernya ke mulut Yuna.

 

Yuna menatap leher Yeriko penuh gairah dan langsung menggigit leher suaminya.

 

“Aargh ...! Yuna! Jangan serius gigitnya!” teriak Yeriko.

 

Yuna langsung membungkam mulut Yeriko. “Jangan teriak-teriak! Ini udah malam. Kalau didengar sama tetangga gimana?”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Tetangga yang mana? Rumah kita jauh dari tetangga.”

 

“Tetangga yang di bawah, Bibi War,” bisik Yuna.

 

“Kamu bisa aja.” Yeriko tersenyum sambil memeluk pinggang Yuna. Ia langsung menghisap kuat bibir Yuna yang mungil. Tangannya mulai meraba punggung Yuna dan melepas gaun Yuna perlahan.

 

Yuna tak bisa mengendalikan diri setiap kali jemari tangan Yeriko menyentuh seluruh tubuhnya. Ia terus mengikuti irama jemari tangan Yeriko dan tenggelam dalam kenikmatan bercinta bersama suaminya.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna dan Yeriko sarapan pagi seperti biasa.

 

“Oh ya, aku belum bilang ke kamu kalau aku dipindahin ke kantor pusat,” tutur yuna sambil menggigit roti bakar yang ada di tangannya.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Kantor pusat?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Apa itu nggak berbahaya?”

 

“Berbahaya apanya?” tanya Yuna balik.

 

“Berbahaya buat aku. Kamu bakal sering ketemu sama mantan pacar kamu itu,” jawab Yeriko sambil melipat wajahnya.

 

Yuna tersenyum kecil menatap wajah Yeriko. “Kamu cemburu?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Bilang cemburu!” seru Yuna.

 

“Enggak,” sahut Yeriko.

 

“Oke. Kalau gitu, aku bakal ke ruangannya setiap hari. Nggak cemburu kan?”

 

Yeriko mengerutkan kening dan bibirnya.

 

Yuna tersenyum dan langsung mengecup bibir Yeriko. “Bercanda.”

 

“Jadi, hari ini aku antar kamu ke kantor baru?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Eh, ke kantor lama dulu ya. Ada barang yang mau aku ambil.”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Eh, pelayan yang kemarin pada di sini ke mana ya? Kok, udah nggak ada?” tanya Yuna.

 

“Bukannya kamu sendiri yang mau mereka pergi. Mereka udah pergi, kenapa malah dicari?”

 

“Hihihi. Iya, juga sih. Aku pikir mereka bakal menetap di rumah ini.”

 

“Mama udah tarik mereka semua.”

 

“Oh, baguslah. Aku bisa tenang tanpa banyak orang di sini.”

 

 Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Yun, kamu dipindah ke kantor pusat secepat ini. Karena kinerja kamu bagus atau karena Wilian?” tanya Yeriko serius.

 

Yuna memonyongkan bibirnya menatap Yeriko. “Apa otakku kelihatan payah banget? Biar gini-gini, aku lulusan Melbourne!” dengus Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil mengangguk-anggukkan kepala.

 

Yuna mengibaskan rambutnya di depan Yeriko. “Gimana? Istri kamu ini lumayan juga kan?” tanyanya sambil memainkan alisnya.

 

Yeriko manggut-manggut menanggapi pertanyaan Yuna.

 

Yuna tersenyum manis. Ia mengambil cermin dari dalam tasnya. Ia mengamati riasan wajahnya dan memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan.

 

Yeriko mengerutkan kening menatap Yuna. “Nggak biasanya kamu kayak gini.”

 

“Kenapa?”

 

“Nggak papa.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap dirinya di cermin. Matanya tertuju pada kalung berlian yang diberikan Yeriko semalam. Ia langsung meletakkan cermin ke atas meja dan melepas kalung dari lehernya.

 

“Kenapa dilepas?” tanya Yeriko.

 

Yuna menghela napas sambil menyimpan kalung tersebut ke dalam dompetnya. “Barang ini terlalu mahal. Aku nggak bisa pakai untuk kerja. Ntar dibilang pamer,” ucapnya sambil tersenyum dan memasukkan dompetnya kembali ke dalam tas.

 

“Cuma mereka yang iri sama kamu yang bakal ngusik apa yang kamu pakai,” sahut Yeriko.

 

Yuna terkekeh mendengar ucapan Yeriko. “Lagian, pakai barang mewah di tempat umum nggak begitu baik. Kalau aku dijambret gimana?”

 

“Apa aku perlu sewa pengawal buat kamu?”

 

“Nggak usah berlebihan!” pinta Yuna. “Aku baru mau masuk ke kantor baru dan nggak mau semua orang lihat aku terlalu berlebihan. Aku mau terlihat biasa aja seperti yang lainnya.”

 

Yeriko tersenyum bangga menatap Yuna. Sekalipun ia bisa memberikan semua untuk Yuna, tapi istrinya itu tidak pernah rewel dan meminta banyak hal kepadanya.

 

“Ayo, berangkat!” pinta Yuna sambil melirik arloji di tangannya.

 

“Sebentar,” jawab Yeriko santai sambil menyalakan sebatang rokok.

 

Yuna mengerutkan kening dan bibirnya. “Malah ngerokok?” celetuknya kesal. “Ntar aku telat masuk kantor.”

 

“Masuk kantor masih tiga puluh menit lagi,” sahut Yeriko sambil melihat arloji di tangannya. Ia menghisap rokoknya dengan santai sambil memeriksa email yang masuk ke ponselnya.

 

Yuna bangkit dari meja makan dan berjalan menuju sofa. Ia mengeluarkan ponsel dan bermain game online sembari menunggu Yeriko menghabiskan rokok dan kopinya.

 

“Kenapa dia santai banget sih!?” gumam Yuna sambil melirik ke arah Yeriko. “Apa sebenarnya ... dia nggak senang kalau aku pindah ke kantor yang baru? Kayaknya ... dia sengaja lama-lama berangkat kerja?”

 

“Beruang ... masih lama atau nggak?” teriak Yuna. “Kalau masih lama, aku naik taksi aja nih.”

 

“Sebentar,” jawab Yeriko santai.

 

“Sebentarnya lama banget. Aku keburu telat nih.”

 

Yeriko mematikan rokoknya dan bangkit dari tempat duduk. Ia tidak begitu semangat mengantarkan Yuna ke kantor barunya.

 

“Kenapa hari ini lambat banget? Aku masih harus ke kantor lama buat ngambil barang. Nggak enak banget kalau baru pertama kerja dan telat,” cerocos Yuna sambil bangkit dari sofa.

 

“Nggak enak sama siapa?”

 

“Nggak enak sama karyawan yang lain,” jawab Yuna. Ia memasukkan ponsel ke dalam tas dan bergegas keluar dari rumah.

 

“Kamu nggak enak sama yang lain atau sama Wilian?”

 

Yuna menghela napas dan menghentikan langkahnya. Ia berbalik menatap Yeriko yang berjalan di belakangnya. “Kamu beneran cemburu sama Lian?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Kenapa dari tadi bahas Lian terus sih?”

 

“Aku cuma takut kamu balik ke dia lagi.”

 

Yuna tersenyum dan menghampiri Yeriko perlahan. “Bukannya Tuan Ye nggak pernah takut sama apa pun?” tanyanya sambil melingkarkan lengannya ke leher Yeriko.

 

Yeriko bergeming, ia mengangkat dagunya lebih tinggi. Sikap angkuhnya terlihat sangat jelas dan membuat Yuna tersenyum kecil.

 

“Sikap angkuh kamu ini sudah nggak berguna lagi buat aku,” tutur Yuna sambil mencubit pipi Yeriko. “Kamu ... sekarang adalah beruang aku yang lucu.”

 

Yeriko memaksakan bibirnya untuk tersenyum.

 

Yuna tersenyum kecil dan mengecup bibir Yeriko. “Nggak perlu khawatir! I’m your’s, now and forever.”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. Ia balas mengecup bibir Yuna, merangkulnya dengan mesra dan membawanya masuk ke dalam mobil.

 

Yuna merasa sangat bahagia. Walau Yeriko adalah pria yang dingin dan kejam, tapi ia tidak kesulitan untuk mengendalikannya. Ia bisa dengan mudah meluluhkan hati suaminya.

 

Sepertinya benar apa kata orang, cuma wanita yang bisa menguasai pria yang menguasai dunia,” tutur Yuna dalam hatinya. Ia terus tersenyum sepanjang jalan melihat sikap Yeriko yang mulai cemburu.

 

Yuna merasa hidupnya sangat beruntung sejak mengenal Yeriko. Bukan hanya menjadi ‘Hero’ dalam hidupnya, tapi juga memiliki sayap ‘Angel’ yang selalu melindungi dan menghangatkan dirinya. 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas