Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 74: Kekacauan Perjamuan Pertunangan

 


“Anak itu bener-bener minta dikasih pelajaran!” Mega geram dengan sikap Yuna yang membuat acara perjamuan pertunangan anaknya menjadi kacau.

 

“Ma, sudahlah. Jangan membuat semuanya makin rumit!” sergah Abdi. Ia mencoba menenangkan istrinya agar tidak terprovokasi dengan perdebatan Yuna dan Bellina.

 

Lian melepas jas dan melemparkannya begitu saja ke atas sofa kamar hotel. “Ck, aku bener-bener pusing sama sikap kalian. Kenapa selalu menyudutkan Yuna?”

 

“Kamu masih belain cewek itu?” Bellina mengerutkan kening menatap Lian.

 

“Bel, kamu jangan bikin masalah makin rumit! Biar bagaimanapun, Yuna itu adik sepupu kamu. Apa kalian nggak bisa berhubungan dengan baik?”

 

“Li, dia itu yang selalu cari masalah sama aku. Dia kayak gitu terus, pasti karena masih pengen balik lagi sama kamu,” tutur Bellina.

 

“Ck, menghadapi kalian berdua ini serasa punya dua istri yang nggak pernah akur!” tutur Lian sambil memijat keningnya yang berdenyut.

 

Abdi menoleh ke arah Bellina dan Lian yang sedang berdebat. “Sudahlah. Kalian bener-bener bikin Papa pusing. Lian, kamu juga yang bikin semuanya makin rumit. Kamu pacaran sama Yuna lama banget dan tunangannya sama Bellina. Papa masih nggak ngerti, apa yang sebenarnya terjadi sama kalian sih?”

 

“Pa, sudahlah nggak usah dibahas lagi!” pinta Lian.

 

“Sekarang, Yuna sudah jadi istri Yeriko dan menjadi bagian dari keluarga Hadikusuma. Mereka punya kekuasaan yang cukup besar dalam dunia bisnis. Kamu harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak!” tutur Abdi mengingatkan.

 

Lian menghela napas panjang sambil menatap Bellina. “Kamu paham? Jangan membahayakan perusahaan kita cuma karena perseteruan kamu sama Yuna. Kamu selalu aja ngajak Yuna berantem, bahkan di depan umum pun kamu masih nggak bisa jaga sikap kamu.”

 

“Kamu nyalahin aku?”

 

“Kamu masih nggak mau ngaku!?” sentak Lian. “Berapa banyak kebohongan dan sandiwara yang mau kamu buat?”

 

“Li, kamu nggak percaya sama aku? Aku ini tunangan kamu. Buat apa sih aku bohong?”

 

“Ini bukan masalah percaya atau nggak percaya!” sentak Lian. “Ini masalah sikap kamu yang udah keterlaluan. Apa kamu nggak bisa jaga sikap kamu di depan umum?”

 

“Li, dia yang udah cari gara-gara duluan. Siapa yang nggak emosi lihat dia kayak gitu?”

 

“Iya, Li. Lagian si Yuna itu yang cari masalah duluan. Kenapa kamu masih aja belain dia. Kamu masih cinta sama dia?” sahut Mega kesal.

 

“Ma, ini nggak ada hubungannya sama Yuna. Sudah jelas-jelas aku sama Bellina sudah tunangan dan mau nikah. Mama masih nggak percaya?”

 

“Ingat ya, sampai kapan pun Mama nggak akan merestui hubungan kamu sama Yuna!” tegas Mega.

 

Lian tidak menanggapi ucapan mamanya. Ia meraih botol mineral yang ada di atas meja dan langsung menenggaknya.

 

“Ma, Yuna sudah menjadi bagian dari keluarga Hadikusuma. Dia pasti bisa menjaga sikapnya dan nggak mungkin kembali mencari Lian. Kita yang seharusnya bisa bersikap baik dengan mereka.”

 

Lian langsung duduk di sofa, ia menoleh ke arah Bellina yang masih berdiri di dekatnya. “Jangan-jangan, kamu di kantor juga selalu menyulitkan Yuna?”

 

Bellina menggelengkan kepala. “Aku nggak pernah begitu. Tanya aja langsung ke dia!” sahutnya.

 

Lian menghela napas. “Baguslah. Aku nggak mau kamu berantem lagi sama Yuna, apalagi di depan umum kayak tadi. Memalukan!”

 

“Yuna yang mulai duluan, Li. Kalau aja dia nggak cari gara-gara di acara pertunangan kita. Aku nggak mungkin berantem sama dia. Masa kita mau diem aja diinjak-injak sama mereka? Si Yeriko itu juga bener-bener nyebelin. Dia sama sekali nggak punya malu sudah sabotase acara kita malam ini.”

 

“Bel ...!” sentak Lian sambil menatap tajam ke arah Bellina. “Kamu masih aja nggak mau terima? Kamu tahu nggak apa konsekuensinya kalau sampai Yeriko marah? Dia bisa bikin perusahaan kita bangkrut dalam sekejap. Kamu mau kita jatuh miskin?”

 

“Apa sampai separah itu?”

 

“Semua orang di kota ini mengenal Yeriko. Dia masih sangat muda tapi sangat menakutkan,” sahut Abdi.

 

Bellina langsung duduk di samping Lian. “Maaf, aku bener-bener nggak sengaja dan nggak berniat bikin kamu dalam masalah,” tutur Bellina sambil menggenggam jemari tangan Lian.

 

Lian menarik napas dalam-dalam sambil menatap Bellina.

 

“Aku kayak gini cuma karena takut kehilangan kamu. Nggak ada hal lain di dunia ini yang aku takutkan kecuali kamu pergi ninggalin aku,” tutur Bellina dengan mata berkaca-kaca. “Aku cinta sama kamu. Aku rela ngelakuin apa aja buat kamu. Please, percaya sama aku!” pintanya sambil terisak.

 

“Sudahlah. Lain kali jangan begini lagi!” pinta Lian. Ia langsung memeluk Bellina karena tidak tahan melihat gadis itu menangis di hadapannya.

 

Bellina membenamkan wajahnya di dada Lian. Ia merasa hatinya sedikit tenang. Namun, di dalam hatinya justru menyimpan dendam yang semakin besar untuk Yuna. Kebenciannya pada Yuna semakin meningkat dan ia memikirkan cara untuk membalas perbuatan Yuna yang telah mempermalukan dirinya dan keluarganya.

 

Lian mengelus lembut pundak Bellina.

 

“Li, aku boleh tanya sesuatu?”

 

Lian mengangguk. “Apa?”

 

“Apa bener kamu nyuruh Yuna pindah ke kantor pusat?”

 

Lian menganggukkan kepala.

 

“Kenapa? Kamu beneran masih pengen deket sama dia?”

 

Lian menggelengkan kepala. “Aku cuma mau manfaatin dia supaya perusahaan kita bisa kerjasama sama GG.”

 

“Serius?”

 

Lian mengangguk.

 

“Nggak ada modus lain kan?”

 

“Nggak, Sayang,” jawab Lian berbohong.

 

“Aku takut kamu balik ke dia lagi,” bisik Bellina.

 

Lian tidak menyahut. Ia hanya mengelus lembut pundak Bellina yang masih berada dalam pelukannya.

 

Bellina mengangkat kepala saat mendengar pintu kamar terbuka. Ia langsung menoleh ke arah Melan yang baru saja masuk.

 

“Ma ...!” Bellina langsung melepas pelukan Lian.

 

“Kamu nggak papa?” tanya Melan. “Anak itu cari gara-gara lagi sama kamu?”

 

“Aku nggak papa, Ma.”

 

Melan menghela napas. “Syukurlah. Kamu jangan terlalu lelah dan banyak pikiran. Kasihan kandungan kamu. Masih sangat muda dan lemah.”

 

Bellina menganggukkan kepala.

 

“Kalau gitu, Mama kembali ke kamar Mama,” pamit Melan. “Jaga diri kamu baik-baik!” ucapnya sambil bergegas pergi.

 

“Mama dan Papa juga pamit pulang dulu,” tutur Mega.

 

Lian dan Bellina menganggukkan kepala.

 

“Ma, ini udah larut malam. Biar aku antar,” tutur Lian.

 

“Nggak perlu. Papa kamu masih bisa bawa mobil dengan baik,” sahut Mega.

 

Lian menganggukkan kepala. Ia bangkit dan mengantarkan kedua orang tuanya sampai ke lobi hotel. Ia bergegas kembali ke kamarnya untuk menemui Bellina.

 

Bellina mondar-mandir di dalam kamar sambil menggigiti jemarinya. Ia terus memikirkan cara melawan Yuna dan juga memikirkan tentang kehamilannya yang hanya pura-pura.

 

“Belum tidur?” tanya Lian saat masuk ke dalam kamar.

 

Bellina menggelengkan kepala dan langsung menghampiri Lian. “Aku nggak bisa tidur.”

 

“Masih mikirin kejadian tadi?”

 

Bellina mengangguk kecil.

 

“Sudahlah, nggak perlu dipikirkan lagi!” pinta Lian sambil memeluk Bellina.

 

Bellina mengangguk kecil, ia tersenyum dan bergelayut manja di tubuh Lian. Perlahan, ia membuka kancing kemeja Lian dan memasukkan tangannya.

 

Lian menarik napas dalam-dalam sambil melepas pelukan Bellina.

 

“Kenapa?” tanya Bellina.

 

“Nggak papa. Aku capek,” jawab Lian sambil duduk di tepi tempat tidur.

 

Bellina tersenyum, ia ikut duduk di samping Lian dan langsung menciumi Lian penuh nafsu.

 

“Bel ... jangan, Bel!” pinta Lian.

 

“Kenapa? Bukannya sudah lama kita nggak main? Apa kamu udah nggak cinta lagi sama aku?” tanya Bellina sambil memukul dada Lian yang telanjang.

 

Lian menggelengkan kepala. “Kamu lagi hamil muda, aku nggak mau membahayakan janin kita,” jawab Lian.

 

Bellina menghela napas kecewa dan langsung bangkit dari atas tubuh Lian. Ia sangat kesal karena tidak berhasil membuat Lian bercinta dengannya.

 

Kalau dia nggak mau main sama aku lagi, gimana aku bisa hamil beneran?” gumam Bellina dalam hati.

 

“Tidurlah yang tenang! Jangan terlalu memikirkan kejadian tadi!” pinta Lian.

 

Bellina mengusap wajah dan menjambak rambutnya sendiri. Ia tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya kali ini. Kalau Lian tahu ia hanya pura-pura hamil, semua rencananya selama ini bisa berantakan.

 

Lian menarik lengan Bellina perlahan ke dalam pelukannya. “Semua akan baik-baik aja,” bisiknya sambil memejamkan mata.

 

Bellina pura-pura memejamkan matanya. Pikirannya masih saja terus melayang, mencari cara untuk membalas dendam pada Yuna dan menghadapi Lian.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Perfect Hero Bab 73: Kehadiran Cantika

 


Bellina menatap tajam ke arah Cantika. Walau bibirnya bergetar karena ketakutan, tapi matanya tetap saja menyiratkan kebencian pada Cantika.

 

“Kenapa?” tanya Cantika yang menyadari tatapan Bellina tak bersahabat dengannya. “Takut kalo kelakuan asli kamu ketahuan?”

 

Bellina menarik napas sambil mengerutkan bibirnya. “Nggak ada yang perlu aku takutkan!”

 

“Oh ya? Kamu beneran nggak takut?” tanya Cantika sambil melirik Lian yang berdiri di samping Bellina.

 

Bellina menundukkan kepala. Ia tak sanggup menghadapi tatapan Cantika yang begitu tajam menusuknya.

 

Cantika tersenyum kecil. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan memutar ulang pertengkaran Bellina dan Yuna.

 

Lian langsung menoleh ke arah Bellina yang sengaja memulai pertengkaran dengan Yuna.

 

“Lian, jangan percaya sama rekaman ini!” pinta Bellina sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aslinya nggak kayak gini, dia yang cari gara-gara duluan. Bukan aku! Video ini cuma potongan aja!” Bellina membela diri. Tangannya berusaha untuk merebut ponsel dari tangan Cantika, tapi tidak berhasil.

 

Lian memijat keningnya yang berdenyut. Semakin banyak hal yang membuat pikirannya begitu berat, terutama soal Bellina. Banyak orang yang membicarakan keburukan Bellina dan hubungannya. Namun, ia sendiri masih belum bisa memastikan bagaimana sikap Bellina yang sebenarnya. Yang ia tahu, Bellina sangat mencintainya.

 

Yuna tersenyum kecil saat melihat Bellina yang tak bisa berkata-kata lagi. Ia tidak menyangka kalau Cantika sudah melakukan banyak hal. Bahkan ia memiliki video pribadi Bellina dan pertengkaran yang baru saja terjadi. Gadis cantik itu, tak bisa disepelekan begitu saja.

 

“Mau kamu apa sih!?” sentak Bellina sambil mendorong dada Cantika. “Aku sama sekali nggak punya urusan apa pun sama kamu. Tiba-tiba nongol dan cari masalah sama aku,” lanjutnya sambil menatap tajam ke arah Cantika.

 

“Mulai sekarang, kita akan berurusan,” sahut Cantika ketus.

 

Bellina mengepalkan tangannya. Ia semakin geram dengan sikap Cantika yang semakin angkuh dan terus membela Yuna.

 

“Bel ...!” Lian langsung menarik lengan Bellina dan mencegah tunangannya bersikap impulsif.

 

“Li ... kamu percaya sama rekaman itu?” tanya Bellina sambil menatap ke arah Lian. “Kamu lebih percaya kebohongan dia daripada aku?”

 

“Eh, jelas-jelas kamu yang bohong!” seru Yuna.

 

“Kamu ...!?” Bellina menunjuk wajah Yuna penuh kekesalan.

 

“Bel ... kamu mau bohongi aku sampai kapan? Jelas-jelas rekaman itu sudah membuktikan kalau kamu yang duluan ngajak Yuna berantem,” tutur Lian.

 

Bellina menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap Lian dengan mata berkaca-kaca. “Nggak Li, aku nggak beneran ngelakuin ini ke Yuna. Dia yang sengaja mancing emosi aku dan ...” Bellina menatap Lian lekat. “Aku minta maaf karena nggak bisa mengendalikan diriku.”

 

Lian berdecak kesal karena sikap tunangannya yang telah mempermalukan dirinya di depan Yeriko dan Cantika.

 

Bellina menjatuhkan lututnya perlahan dan mencoba memberikan penjelasan pada Lian.

 

Lian yang melihat sikap Bellina, langsung menahan pundak Bellina agar tidak berlutut di hadapannya. Ia merangkul pinggang Bellina, kemudian menatap Yeriko dan Yuna yang ada di hadapan mereka.

 

“Maaf atas kesalahan Bellina!” ucap Lian sambil menundukkan kepalanya di depan Yeriko.

 

Bellina masih tidak bisa menerima sikap Lian yang merendahkan dirinya di hadapan Yeriko.

 

Yeriko tersenyum sinis, kemudian menatap Yuna yang berdiri di sebelahnya. “Bukannya yang salah itu sepupu kamu? Kenapa orang lain yang minta maaf?” tanyanya pada Yuna.

 

“Maaf, aku minta maaf atas nama Bellina sebagai tunanganku!” sahut Lian sambil menundukkan kepala ke arah Yeriko.

 

Yeriko tersenyum sinis ke arah Lian. “Harusnya bukan minta maaf ke aku, tapi ke orang yang ada di sebelahku!”

 

Lian terdiam dan menatap wajah Yuna yang berdiri di samping Yeriko. Ia bergeming dan terus menatap mata Yuna. “Aku nggak tahu harus bagaimana menghadapi kamu, Yun?” bisiknya dalam hati.

 

Yuna tersenyum manis. “Sudahlah. Aku udah ngelupain semua yang terjadi tadi. Anggap aja nggak pernah terjadi apa-apa.”

 

Ucapan Yuna membuat hati Lian semakin tak karuan. Ia kini mulai mengerti perbedaan Yuna dan Bellina. Ia menyesal telah menyia-nyiakan Yuna saat gadis itu masih berada di sisinya.

 

“Oke. Kita pergi dari sini!” pinta Yeriko. “Aku udah gerah banget.”

 

Cantika dan Yuna tersenyum dan bergegas pergi meninggalkan Bellina dan Lian.

 

“Hai ... kenalin, namaku Cantika Febriana. Nama kamu siapa?” tanya Cantika sambil berjalan di samping Yuna. Ia tersenyum manis ke arah Yuna sambil mengulurkan tangannya.

 

“Fristi Ayuna Linandar. Panggil Yuna aja!” Yuna tersenyum sambil membalas uluran tangan Cantika.

 

“Linandar? Kamu masih keluarga dengan Pak Tarudi?” tanya Cantika sambil  mengerutkan keningnya.

 

Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Kok tahu?”

 

“Dari nama keluarga aja udah kelihatan. Kamu apanya Pak Tarudi?” tanya Cantika. Ia makin penasaran dengan kehidupan Yuna yang terlihat lebih menarik daripada pria yang berdiri di sebelah Yuna.

 

“Keponakan,” jawab Yuna.

 

“Oh ya? Bellina itu kan anaknya Pak Tarudi. Artinya, kalian saudara sepupu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Aku masih nggak paham, kenapa ada saudara sekejam itu?” tutur Cantika.

 

Yuna tersenyum kecil.

 

“Cantika ... kamu mau ngajak istriku jadi penggosip?” sahut Yeriko sambil menahan senyum ke arah Cantika.

 

“Ah, kamu ini!” sahut Cantika sambil menarik lengan Yuna. “Apa aku nggak boleh jadi temen baik istri kamu?”

 

Yeriko menghela napas menatap Yuna dan Cantika. “Kamu nggak berniat jadi istri kedua kan?” dengus Yeriko ke arah Cantika.

 

Yuna langsung melotot ke arah Yeriko. “Maksud kamu!?” tanyanya geram.

 

Cantika tertawa kecil melihat cara Yeriko membuat istrinya cemburu.

 

“Kamu tenang aja! Dijadikan istri pertama aja aku nggak mau sama dia. Apalagi jadi istri kedua. Dia terlalu angkuh dan serius. Kami punya sifat yang sama, nggak cocok jadi pasangan.”

 

Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Cantika.

 

“Eh, kamu bisa minum anggur?” tanya Cantika.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Gimana kalau kita menikmati sedikit sambil cerita-cerita?”

 

“Boleh.”

 

Cantika langsung menyeret Yuna ke salah satu meja dan mengambil gelas anggur untuk bersulang.

 

Yeriko tersenyum kecil melihat Cantika yang begitu terkesan dengan kehadiran istrinya. Ia memberi ruang bagi istrinya untuk bisa mengenal orang lain lebih dekat dan merasa bahagia. Selama bukan seorang pria yang mendekatinya.

 

“Eh, aku penasaran banget deh. Gimana ceritanya kamu bisa nikah sama Yeriko?” tanya Cantika.

 

“Mmh ... gimana ya? Semuanya terjadi tiba-tiba. Aku sendiri masih belum ngerti kenapa aku bisa nikah sama dia.”

 

“Hahaha. Serius?”

 

Yuna menganggukkan kepalanya.

 

“Aku udah lama banget kenal sama Yeriko. Udah lama jadi klien dia. Yah, sedikit banyak tahu kehidupan pribadinya karena kita sering ketemu dan cerita. Yang aku tahu, Yeriko itu nggak pernah pacaran dan sulit banget dideketin. Aku kaget banget waktu denger kalau dia udah nikah,” tutur Cantika.

 

“Kaget kenapa?” tanya Yuna sambil menahan senyum.

 

“Kaget aja. Tiba-tiba udah nikah. Kalian nikahnya di mana? Pasti di luar negeri kan? Sampai nggak ada sebar undangan.”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kami menikah di rumah sakit.”

 

“Hah!? Seriusan?” tanya Cantika makin penasaran.

 

Yuna menganggukan kapala.

 

“Hmm ... dia sesederhana itu?

 

Yuna menganggukkan lagi.

 

“Hmm ... aku baru tahu kalau dia menikah diam-diam. Eh, dia itu kan orang kaya. Emangnya, kamu nggak pengen bikin pesta pernikahan yang mewah? Wilian aja, bikin pesta pertunangan kayak gini. Kenapa dia sama sekali nggak bikin perayaan?”

 

Yuna tersenyum kecil  menanggapi ucapan dari Cantika. “Kamu tahu kalau Yeriko sibuk banget. Mana sempat mikirin pesta pernikahan. Lagian, aku juga kerja dan sama sekali nggak pernah mikirin. Yang penting sah aja dulu.”

 

“Hahaha. Iya, juga sih. Aku juga udah lama punya tunangan, tapi kami belum nikah karena waktunya emang dapet yang pas. Sama-sama sibuk.”

 

“Oh ya? Tunangan kamu pasti ganteng dan kaya raya juga ya? Secara, kamu cantik banget dan berbakat,” puji Yuna.

 

“Ah, kamu bisa aja,” sahut Cantika tersipu. “Mmh ... kalo dibanding sama Yeriko, dia jauh lebih asyik.”

 

“Oh ya?”

 

Cantika menganggukkan kepala. “Dia itu ... orangnya lucu, selalu ceria, energik dan ramah. Setiap hari selalu bikin aku senyum. Kayak kamu.”

 

“Aku!?” Yuna menunjuk dirinya sendiri.

 

Cantika menganggukkan kepala. “Satu-satunya wanita yang bisa bikin Yeriko tersenyum bahagia cuma kamu. Semua orang mengenal dia sangat dingin, angkuh dan kejam. Aku dan Yeri, punya sifat yang sama. Kami butuh pasangan yang hangat dan ceria.”

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Cantika.

 

“Oh ya, kalau sepupu kamu itu cari masalah dan bikin kamu dalam kesulitan lagi. Aku siap bantu kamu kapan aja.”

 

“Ah, kalau soal Bellina bukan perkara sulit. Sejak kecil, kami memang sudah sering berantem. Namanya juga saudara. Kalau nggak berantem kan nggak rame,” tutur Yuna.

 

“Hahaha. Kamu bisa aja. Eh, aku balik dulu ya!” pamit Cantika sambil melirik ke arah Yeriko yang sedang berbincang dengan salah satu rekan bisnisnya.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Senang bisa kenal sama kamu. Kapan-kapan, kita makan bareng ya!” pinta Cantika sambil mencium pipi Yuna dan bergegas pergi meninggalkan ruang pesta.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas