Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 5, 2025

Perfect Hero Bab 60: Nostalgia Bareng Mantan | a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna menunggu taksi di depan kantor pusat Wijaya Group. Ia harus kembali ke kantornya lagi. Ia tertegun saat melihat mobil sedan warna hitam berhenti di hadapannya.

 

“Hai ...!” sapa pemilik mobil sembari membuka kaca mobilnya.

 

“Andre?” sahut Yuna dengan wajah sumringah.

 

Andre tersenyum manis ke arah Yuna. “Mau ke mana?” tanyanya.

 

“Mau balik ke kantor.”

 

“Nunggu taksi?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ayo, aku antar!” pinta Andre sambil membukakan pintu dari dalam.

 

“Mmh ... nggak usah, Ndre! Aku nunggu taksi aja.”

 

“Nggak usah sungkan kayak gitu. Kita kan teman.”

 

“Beneran? Nggak ngerepotin?”

 

Andre menggelengkan kepala.

 

Yuna tersenyum dan masuk ke dalam mobil Andre. “Kamu nggak banyak kerjaan?” tanya Yuna sembari memasang safety belt.

 

“Ini jam istirahat. Aku mau cari makan sekalian,” jawab Andre sambil menyalakan mesin mobil dan menjalankan mobilnya perlahan.

 

“Oh.”

 

“Kamu udah lama kerja di Wijaya Group?”

 

“Belum. Baru sebulan dan masih magang.”

 

“Oh ... bukannya suami kamu pemilik GG? Kenapa nggak magang di sana?”

 

“Ikut rekomendasi dari universitas.”

 

“Wah ... Wijaya Group boleh juga,” celetuk Andre.

 

“Boleh juga?”

 

“Bisa direkomendasikan sama kampus dari luar negeri. Kamu dari Melbourne kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kamu sendiri? Kantor kamu di mana?”

 

“Kantor pusatku di Singapura.”

 

“Jadi, ke sini cuma sementara aja?”

 

Andre menganggukkan kepala. “Bisa sementara, bisa juga selamanya.”

 

“Kenapa gitu?”

 

“Tergantung sama sesuatu yang bisa bikin aku pergi atau menetap.”

 

Andre menoleh ke arah Yuna sambil tersenyum manis. “Oh ya, kamu udah makan siang?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kita mampir makan dulu ya!”

 

Yuna mengangguk. “Mau traktir nih?”

 

Andre tertawa kecil. “Kamu sudah jadi nyonya besar dan masih suka makan gratisan?”

 

Yuna nyengir ke arah Andre. “Aku udah lama nggak pernah ngerasain makan duitmu. Lagian, kamu juga kan udah jadi bos besar.”

 

“Tahu dari mana?”

 

“Kamu pasti sudah jadi penerus perusahaan keluarga kamu kan? Perusahaan Internasional itu?”

 

Andre tersenyum menatap Yuna. “Aku ikut prihatin sama apa yang sudah terjadi sama kamu sebelas tahun lalu. Apa kamu masuk ke Wijaya Group karena orang tua kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku bukan penerus Wijaya Group. Walau dulu ayah adalah CEO perusahaan itu. Sekarang, aku bukan siapa-siapa lagi di perusahaan itu. Cuma karyawan biasa aja.”

 

“Gimana kalau kamu pindah ke perusahaan aku?”

 

Yuna tersenyum menatap Andre. “Makasih untuk tawarannya. Aku sudah nyaman dengan posisiku sekarang. Lagian, aku masih magang dan masih harus banyak belajar. Yeriko juga minta aku buat pindah ke perusahaan dia. Tapi aku masih mau berusaha sendiri buat meningkatkan kemampuanku.”

 

Andre menatap Yuna kagum. “Kamu tuh ya, dari dulu selalu aja kayak gini. Nggak mau ngerepotin orang lain.”

 

Yuna tersenyum ke arah Andre. “Bukannya aku udah sering ngerepotin dan ganggu kamu terus?”

 

Andre tergelak mendengar ucapan Yuna. “Masih ingat aja. Aku nggak pernah ngerasa kamu itu merepotkan. Aku seneng bisa selalu ada di samping kamu.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Andre. “Kamu masih nggak berubah ya ... setelah bertahun-tahun nggak ketemu, kamu tetep Andre yang dulu.”

 

“Aku nggak akan pernah berubah. Kayaknya, kamu yang banyak berubah.”

 

“Berubah gimana?”

 

“Makin cantik,” jawab Andre.

 

“Hahaha. Iya lah, kalo makin ganteng kan aneh.”

 

“Iya. Gantengnya buat aku aja!” pinta Andre.

 

Yuna langsung menatap wajah Andre sambil menahan senyum. “Kamu bisa juga se-narsis ini?”

 

Andre tersenyum kecil sambil membelokkan setirnya masuk ke salah satu halaman restoran mewah yang ada di pusat kota.

 

“Mau makan apa?” tanya Andre.

 

Yuna membuka menu yang sudah diberikan oleh pelayan. “Ndre ...!” panggilnya berbisik.

 

“Apa?”

 

“Makanan di sini mahal-mahal. Kamu beneran mau traktir aku?”

 

Andre tertawa kecil sambil mengacak ujung kepala Yuna. “Kamu tuh masih aja kayak dulu. Perhitungan!”

 

“Hehehe. Bukan perhitungan, tapi hemat.” Yuna meringis ke arah Andre.

 

“Kamu sudah jadi Nyonya Ye tapi masih aja mikirin buat hemat. Apa suami kamu nggak pernah ngasih uang?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

Andre langsung membelalakkan mata menatap Yuna. “Serius?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Dia nggak pernah ngasih uang. Tapi ngasih aku kartu kredit unlimited,” bisiknya.

 

“Hahaha. Kamu udah bikin aku hampir jantungan. Aku pikir, dia pria yang cuma menindas kamu.”

 

Yuna tersenyum. “Dia suami yang baik.”

 

“Baguslah. Kalau sampai dia nyakitin kamu, aku bakal ngerebut kamu dari dia!” tegas Andre.

 

“Hahaha. Kamu bisa aja.”

 

Andre tersenyum kecil menatap Yuna yang terlihat begitu bahagia. Ia merindukan senyuman manis dari gadis kecil yang pernah mengisi hari-harinya. Sinar mata Yuna, menghangatkan dan menenangkan jiwanya.

 

“Mbak, aku pesen ini ... ini ... sama ini ya!” tutur Yuna sambil menunjuk gambar makanan dan minuman yang ada di buku menu.

 

“Kamu mau pesen apa?” tanya Yuna pada Andre yang masih terpaku menatap Yuna.

 

Andre tersenyum. Ia menutup buku menu dan menyerahkan pada pelayan yang berdiri di sampingnya. “Samain aja sama dia.”

 

Pelayan tersebut mengangguk, lalu pergi untuk memproses pesanan Yuna dan Andre.

 

“Ndre, kabar Oom sama Tante gimana?” tanya Yuna.

 

“Baik.”

 

“Masih tinggal di rumah yang dulu?”

 

Andre menggelengkan kepala. “Sekarang udah pindah tinggal ke Jakarta.”

 

“Oh. Jadi, udah nggak pernah ke rumah kita yang dulu? Aku jadi kangen sama suasana rumah kita yang dulu.”

 

“Kamu yang sering ngambilin mainanku kan?” dengus Andre.

 

“Aku pinjem.”

 

“Pinjem tapi nggak ngomong. Aku sering banget nyari mainanku sampe nangis-nangis.”

 

“Siapa suruh udah kelas lima SD masih cengeng aja,” sahut Yuna sambil menjulurkan lidahnya.

 

Andre langsung mengetuk dahi Yuna. “Cuma kamu yang paling tahu rahasiaku. Sekarang, aku udah nggak cengeng lagi kan?”

 

“Serius? Ditinggal pacar nggak nangis?”

 

Andre menggelengkan kepala. “Aku nggak pernah pacaran.”

 

“Ah, bohong!” sahut Yuna. “Kamu kan ganteng dan kaya. Nggak mungkin nggak pernah pacaran.”

 

Andre tersenyum menatap Yuna. “Kamu wanita pertama yang aku sukai sampai sekarang,” ucapnya dalam hati.

 

Yuna menoleh ke arah pelayan yang menghidangkan makanan ke atas meja mereka.

 

“Kamu udah lama nikah?” tanya Andre sambil menyesap minuman yang ia pesan.

 

“Baru sebulan.”

 

“Oh ya? Berarti kalian masih pengantin baru?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Aku telat dikit aja, kamu udah jadi milik orang lain,” gumam Andre lirih.

 

“Eh!? Apa?” tanya Yuna yang tidak bisa mendengar ucapan Andre dengan jelas.

 

“Nggak papa. Makanlah!” pinta Andre.

 

Yuna tersenyum dan langsung melahap makanan yang ada di depannya.

 

Andre terus melirik ke arah Yuna sambil mencicipi makanan sedikit demi sedikit. Ia lebih tertarik melihat Yuna yang makan dengan lahap daripada menikmati makanannya sendiri.

 

“Bellina apa kabar?” tanya Andre.

 

“Baik,” jawab Yuna dengan mulut penuh makanan.

 

“Dia masih kayak gitu?” tanya Andre.

 

“Kayak gitu gimana?”

 

“Masih suka menindas kamu.”

 

“Uhuk ... uhuk ...!” Yuna langsung tersedak mendengar pertanyaan Andre.

 

“Kalau makan pelan-pelan!” Andre menepuk-nepuk punggung Yuna. Ia langsung menyodorkan segelas air putih ke arah Yuna.

 

Di saat yang sama, Yeriko juga sedang makan siang bersama Cantika, kliennya yang sangat cantik dan memiliki tubuh yang ideal. Mereka duduk di meja ketiga dari Yuna dan Andre.

 

Yeriko tertegun saat melihat Yuna sedang makan siang bersama Andre.

 

“Kenapa?” tanya Cantika saat melihat Yeriko tak berkedip menatap Yuna. Ia ikut menoleh ke arah Yuna yang terlihat sangat mesra bersama Andre.

 

“Pak Ye kenal sama dia?” tanya Cantika.

 

Yeriko tak menyahut. Ia bangkit dari tempat duduk dan menghampiri Yuna dari belakang dan menyentuh kepala Yuna.

 

Yuna langsung memutar kepalanya saat ia merasakan sentuhan di kepalanya. Ia membelalakkan matanya saat melihat Yeriko sudah berdiri di belakangnya.

 

Yeriko tidak menunjukkan ekspresi wajah yang ramah. Matanya diselimuti kebencian saat melihat Yuna bisa begitu bahagia menikmati makan siang dengan pria lain.

 

“Pak Ye? Makan di sini juga?” tanya Andre. “Ayo gabung sekalian!” ajaknya dengan ramah.

 

Yeriko menatap tajam ke arah Andre. Ia mengangkat dagu dan menunjukkan kesombongannya. “Aku lagi makan sama klien. Kalian berdua bersenang-senanglah!” sahutnya ketus. Ia langsung membalikkan tubuhnya.

 

“Yer ...!” panggil Yuna sambil menahan lengan Yeriko.

 

Yeriko langsung melepas tangan Yuna perlahan. “Aku masih banyak urusan. Jangan ganggu aku!” Yeriko tak menoleh ke arah Yuna dan langsung melangkah kembali ke meja makannya.

 

Yuna menggigit bibirnya. Ia tertunduk lesu dan merasa sangat bersalah karena kehadiran Andre dalam hidupnya telah membuat Yeriko cemburu.

 

Andre menatap pilu ke arah Yuna. Melihat kesedihan yang tergambar dari wajah Yuna, hatinya merasa begitu sakit. Ia tak punya hak mencampuri urusan rumah tangga Yuna. Tapi ketika melihat Yuna sedih, ia merasa sangat sedih dan ingin mengembalikan senyuman indah yang terukir di bibir Yuna.

 

 

 

 

Perfect Hero Bab 59 : Kegilaan Mantan | a Romance Novel by Vella Nine

 



Yuna duduk berpangku tangan sambil memainkan pena yang ada di tangannya. Ia teringat pada Andre Achmad, teman masa kecilnya. Ia terus tersenyum mengingat masa-masa kecil yang lucu saat bersama Andre.

 

Yuna merasa pekerjaannya sedikit santai karena Bellina belum masuk kerja dan tidak ada satu orang pun yang berani mengusiknya.

 

“Yun, dipanggil sama asistennya Pak Lian!” seru Bagus yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

 

“Eh!? Ada apaan?” tanya Yuna.

 

“Nggak tahu. Katanya, kamu suruh nunggu dia di depan ruang meeting.”

 

“Dia lagi di dalam ruang meeting? Kok, bisa ketemu sama kamu? Aneh!” celetuk Yuna.

 

“Office Girl yang sampaikan ke aku. Kamu nggak percaya sama aku?”

 

“Awas kalau sampe ngerjain ya!” dengus Yuna.

 

“Astaga! Nggak percaya banget, sih!? Buruan ke sana. Ntar dia marah!” pinta Bagus. “Ntar dikira aku yang nggak nyampaikan.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya dan bergegas keluar dari ruang kerjanya. Ia menunggu di depan pintu ruang meeting.

 

Beberapa menit kemudian, pintu ruang meeting terbuka. Beberapa orang keluar dari ruang meeting satu persatu. Seorang asisten cantik berambut pendek menghampiri Yuna.

 

“Fristi Ayuna?” tanya asisten cantik tersebut.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ikut saya!” pinta asisten itu sambil melangkah keluar.

 

“Kita mau ke mana?” tanya Yuna saat mereka sudah ada di depan kantor dan bersiap menaiki mobil.

 

“Ke kantor pusat,” jawab asisten tersebut.

 

“Oh.” Yuna tak banyak bertanya lagi dan langsung mengikuti asisten tersebut. Ia masuk ke dalam mobil dan meluncur menuju kantor pusat.

 

Sesampainya di kantor pusat, Yuna langsung dibawa ke ruangan CEO Wijaya Group.

 

“Ada apa?” tanya Yuna tanpa basa-basi begitu mendapati sosok Lian sedang berdiri sambil menatap ke luar jendela.

 

Lian langsung berbalik dan tersenyum ke arah Yuna. “Akhirnya ... kamu datang juga. Duduk!” pinta Lian.

 

“Nggak usah basa-basi! Kamu mau apa minta aku datang ke sini?” tanya Yuna.

 

Lian tersenyum kecil dan melangkah perlahan menghampiri Yuna. “Nggak nyangka kalau sekarang kamu sudah banyak berubah. Aku sudah tanya ke Departemen Personalia. Perkembangan kamu di perusahaan sangat baik. Aku mau narik kamu pindah ke sini.”

 

“Kenapa?”

 

“Apa yang aku omongin masih kurang jelas?”

 

“Aku nggak mau pindah,” sahut Yuna.

 

“Kenapa?” tanya Lian.

 

“Masih ada banyak hal yang harus aku pelajari di sana dan aku juga udah nyaman.”

 

Lian tersenyum dan terus mendekatkan tubuhnya ke tubuh Yuna. “Kamu sekarang sudah dewasa. Bukan gadis kecil seperti yang dulu lagi,” ucap Lian sambil menatap lekat mata Yuna.

 

Yuna menghela napas mendengar ucapan Lian. “Kalo udah nggak ada lagi yang mau dibicarakan, aku pulang sekarang.”

 

Lian tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu sudah jauh berbeda semenjak jadi Nyonya Yeriko. Kamu sudah menjadi dewasa secepat ini. Aku ... merindukan saat-saat kita bersama seperti dulu.”

 

“Aku nggak ada waktu buat bahas urusan kita,” sahut Yuna ketus.

 

Lian tersenyum kecil. “Kalau gitu, kamu harus mau pindah ke sini.”

 

“Kamu jangan gunakan kekuasaan kamu buat ngelakuin hal semena-mena sama aku!” tegas Yuna.

 

“Kenapa? Kamu karyawan aku dan aku punya hak untuk menarik kamu ke sini. Aku masih bos kamu.”

 

Yuna terdiam mendengar ucapan Lian. Yang diucapkan Lian memang benar, tidak seharusnya ia bersikap sesukanya pada atasannya sendiri.

 

“Gimana?” tanya Lian. “Kamu pilih dimutasi atau berhenti kerja?”

 

Yuna menghela napas. “Terserah kamu! Aku masih dalam masa magang dan seharusnya kamu bisa ngasih aku kesempatan buat tetep kerja di kantor itu. Setidaknya sampai aku selesai magang.”

 

“Yun, aku kayak gini karena pengen bisa lihat kamu setiap hari.”

 

“Lian, kamu tahu aku sudah nikah. Bellina juga sudah mengandung anak kamu. Apa kamu bener-bener nggak punya perasaan?” tanya Yuna.

 

“Aku masih punya perasaan. Itulah sebabnya aku minta kamu buat ke sini,” sahut Lian sambil menyentuh pipi Yuna.

 

Yuna langsung menepis tangan Lian. “Kamu jangan lancang sama aku!” sentak Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. “Kenapa? Bukannya kita berpisah tanpa ada kata putus? Artinya, kita masih ada hubungan dan aku masih punya hak buat kangen sama kamu.”

 

“Jangan sembarangan kalo ngomong!” sentak Yuna. “Aku bukan wanita murahan kayak Bellina.”

 

Lian tersenyum menatap Yuna. “Aku tahu. Sejak kita berpisah, aku baru menyadari kalau kamu jauh lebih berharga dari apa pun.”

 

“Li, sebaiknya kamu pikirin masa depan anak kamu dan calon istri kamu aja. Kamu nggak perlu sibuk mengganggu kehidupan aku lagi!”

 

“Aku nggak ganggu. Aku cuma ... kangen sama kamu.”

 

“Li, kamu itu CEO di perusahaan. Harusnya kamu bisa bersikap lebih bermartabat. Kamu pikir, wanita itu bisa kamu permainkan sesukamu? Kemarin, kamu buang aku gitu aja karena Bellina. Sekarang, kamu tiba-tiba datang lagi. Mau kamu apa sih, Li?”

 

“Aku mau kamu ...”

 

“Lian!” sentak Yuna. “Kamu bener-bener nggak tahu diri ya? Jelas-jelas aku udah jadi istri orang lain. Kamu masih punya nyali ganggu istri orang?”

 

“Aku nggak peduli!” sahut Lian. “Asalkan kamu masih cinta sama aku, aku nggak akan menyerah gitu aja.”

 

“Aku udah nggak cinta lagi sama kamu,” tutur Yuna. “Setelah apa yang kamu lakuin ke aku selama ini. Apa kamu pikir, aku nggak punya hati? Kamu udah mengkhianati aku selama tujuh tahun. Yang lebih parahnya lagi, dia itu sepupu aku.” Mata Yuna berkaca-kaca sembari menatap Lian.

 

“Yun, itu karena dia yang selalu godain aku dari awal. Awalnya, aku selalu nolak. Tapi lama-lama, dia terus menjebak aku dan aku nggak bisa menahan diri.”

 

“Aku nggak mau tahu. Nggak setia, selingkuh tetep aja selingkuh!” sahut Yuna. “Nggak usah membela diri! Kamu udah nyakitin aku terlalu dalam. Saat itu juga, perasaanku sudah mati kamu bunuh.”

 

“Yun, maafin aku! Aku tahu, aku salah.” Lian langsung memeluk tubuh Yuna. “Please, balik ke aku! Kita bisa memulai semuanya dari awal lagi.”

 

Yuna berusaha melepaskan diri dari pelukan Lian dan mendorong tubuh cowok itu. “Kamu gila ya! Kamu pikir aku ini cewek apaan? Bisa kamu mainin sesuka kamu?”

 

“Yun, aku tahu kamu juga masih cinta sama aku,” tutur Lian sambil menjatuhkan lututnya ke lantai. “Aku mohon, kembalilah sama aku! Aku bakal ngelakuin apa aja buat kamu asal bisa nebus kesalahanku dan bikin kita balikan.”

 

“Bener-bener nggak berperasaan. Aku ini sudah menikah, kamu nggak perlu seperti ini. Karena aku nggak akan pernah kembali sama kamu lagi!” tegas Yuna.

 

“Yun, kamu masih bisa bercerai sama Yeriko dan kembali sama aku. Aku juga bakal ceraikan Bellina tiga tahun lagi setelah anak kami lahir.”

 

“Gila kamu ya! Aku baru tahu kamu bisa impulsif dan posesif kayak gini. Sekalipun kamu sudah mencampakkan aku. Aku nggak akan ngebiarin kamu mencampakkan Bellina juga. Seburuk apa pun dia, dia tetap sepupu aku.”

 

“Aku emang udah gila. Aku nggak pernah bisa ngelupain kamu selama ini. Semakin kamu jauh, perasaanku makin tersiksa.”

 

“Semakin kamu kayak gini, aku semakin benci sama kamu!” sahut Yuna.

 

“Yun ... apa aku bener-bener udah nggak punya tempat lagi di hati kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku harap kamu bisa ngerti. Aku sudah menjadi istri orang lain dan aku sangat mencintai suamiku.”

 

“Tapi ... “

 

“Lebih baik kamu fokus dengan hubunganmu dan Bellina. Jangan ganggu hubungan kami. Kami sudah sangat bahagia.”

 

“Aku tahu, kamu baru mengenal Yeriko. Apa kamu bener-bener cinta sama dia? Kamu kayak gini cuma mau bikin aku cemburu kan?” tanya Lian sambil menatap Yuna yang berdiri di hadapannya.

 

“Ya,” jawab Yuna tanpa menatap Lian. “Sekaligus buat nunjukin kalau aku bisa dapet cowok yang lebih baik dan lebih mencintai aku. Setidaknya, dia bukan pria yang suka mempermainkan wanita,” lanjutnya.

 

Lian menatap Yuna penuh kepedihan. Ia tidak bisa membalikkan waktu. Apa yang telah ia lakukan di masa lalu, sudah membuat hidup Yuna begitu menderita. Tapi, ia juga tidak bisa melepaskan Yuna begitu saja. Belakangan ini ia baru menyadari kalau Bellina tidak jauh lebih baik dari Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis. Ia berbalik dan bergegas keluar dari kantor tanpa menghiraukan Lian yang masih berlutut di lantai. Yuna melangkah pasti sambil tersenyum bahagia.

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas