Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 5, 2025

Perfect Hero Bab 58: Saingan Baru | a Romance Novel by Vella Nine

 


Wajah Yeriko membeku saat melihat Yuna bersama pria lain. Ia langsung merangkul pinggang Yuna dengan mesra.

 

“Pak Yeriko!” sapa Andre dengan sopan.

 

Yeriko hanya tersenyum. “Jangan dekati wanita yang sudah bersuami!”

 

“Hah!?” Andre melongo menatap Yuna dan Yeriko.

 

Yuna tersenyum manis ke arah Andre.

 

“Kamu ... beneran udah nikah?” tanya Andre.

 

Yuna tersenyum mendengar pertanyaan dari Andre.

 

“Nggak mungkin! Kamu pasti pura-pura kan, Yun?” tanya Andre sambil menggoyangkan pundak Yuna.

 

Yeriko langsung menepis tangan Andre dengan kasar. Matanya menatap tajam ke arah Andre, memberikan isyarat yang berbahaya. Ia tidak akan membiarkan siapa pun mendekati bahkan menyentuh istrinya.

 

“Yuna ...!” Andre menatap Yuna. Ia masih berharap apa yang ada di depan matanya itu adalah sebuah kebohongan. Ia baru saja merasa sangat bahagia karena bisa bertemu kembali dengan Yuna. Bagaimana bisa, Yuna telah menjadi milik orang lain?

 

“Jangan ganggu hubungan kami. Kami sudah menikah dan harusnya kamu tidak mengganggu istri orang!” tegas Yeriko. Ia langsung mengajak Yuna masuk ke dalam lift.

 

Andre tertunduk lesu saat mengetahui kalau Yuna telah menikah dengan orang lain. Ia tidak percaya kalau Yuna, wanita yang telah ia kenal sejak kecil dan selalu bersamanya, wanita yang diam-diam ia sukai ternyata telah bersama dengan orang lain.

 

Andre melangkahkan kakinya menghampiri anak buahnya.

 

“Ada apa, Pak?”

 

“Tolong selidiki wanita ini! Apa yang sudah terjadi sama dia beberapa tahun belakangan ini?” perintah Andre sambil menyerahkan foto Yuna yang ada di ponselnya.

 

“Siap, Pak!”

 

Andre mengangguk dan bergegas pergi.

 

Di saat yang sama, Yeriko membawa Yuna ke ruangan pribadinya yang ada di lantai paling atas.

 

Ruang kerja Yeriko sangat besar. Ada sofa yang besar, lemari kaca yang penuh dengan koleksi barang-barang antik dan beberapa penghargaan. Juga dilengkapi ruang istirahat yang nyaman.

 

“Maaf, aku tadi nggak sengaja ketemu sama Andre. Dia temen kecilku dan aku terlalu senang bisa ketemu sama dia lagi setelah bertahun-tahun nggak ketemu. Aku nggak bisa mengendalikan diriku sendiri. Maafin aku!” tutur Yuna.

 

“Lain kali, jangan pegangan tangan sama cowok lain di tempat umum!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Bebanku makin berat kalau kayak gini,” gumam Yeriko.

 

“Eh!? Maksudnya?”

 

“Dari awal aku sudah saingan sama mantan pacar kamu itu. Sekarang, muncul satu cowok lagi yang deketin kamu. Besok, siapa lagi yang bakal jadi sainganku!?” seru Yeriko.

 

“Yer, aku nggak suka sama mereka!” tegas Yuna.

 

“Sekarang kamu bilang begitu. Tapi, mereka udah suka sama kamu. Gimana kalau suatu saat hati kamu berubah? Bisa aja kan kamu suka sama dia juga?”

 

Yuna tersenyum kecil melihat Yeriko yang mengomel.

 

“Kenapa malah ketawa!?” sentak Yeriko.

 

“Aku nggak pernah denger kamu ngomong sebanyak ini. Kamu cemburu?”

 

Yeriko menarik napas dalam-dalam. “Apa sebagai suami, aku nggak boleh punya rasa cemburu?”

 

“Boleh,” jawab Yuna sambil menganggukkan kepala. Hatinya tersenyum, seolah ada bunga-bunga yang bermekaran.

 

“Kalau aku yang dikelilingi banyak cewek cantik, apa kamu nggak akan cemburu?”

 

“Mmh ... tergantung.”

 

“Why?”

 

“Karena ... aku tahu kalau suamiku tampan dan kaya. Kalau nggak ada wanita yang suka, artinya itu bohong?”

 

“Maksud kamu?”

 

“Kalau nggak ada cewek yang suka, berarti kamu nggak tampan dong,” sahut Yuna sambil menyentuh hidung Yeriko menggunakan hidungnya.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia mencubit hidung Yuna dan langsung menggendong gadis kecilnya masuk ke ruang istirahatnya.

 

“Ternyata, kamu punya ruang istirahat senyaman ini,” tutur Yuna saat Yeriko membaringkan tubuh Yuna ke atas kasur.

 

“Kamu suka?” tanya Yeriko sambil berbaring di samping Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala perlahan sambil tersenyum ke arah Yeriko. “Apa kamu ... pernah bawa orang lain masuk ke sini?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Cuma kamu,” jawabnya berbisik.

 

“Beneran?”

 

“Iya.”

 

“Mmh ... ruangan ini terlalu pribadi. Sebelum kita kenal, apa kamu bener-bener nggak pernah bawa orang lain masuk ke sini. Kamu bukan orang biasa, pasti ada banyak ....” Yuna menghentikan ucapannya saat Yeriko membungkam mulutnya dengan bibir.

 

Tubuh Yuna membeku, semua saraf di tubuhnya menegang, ia menikmati ciuman Yeriko dan tak ingin menghentikannya begitu saja.

 

Yeriko menghentikan ciumannya dan tersenyum manis pada Yuna. Ia merapikan rambut yang menutupi wajah Yuna. “Kamu sudah nggak malu-malu lagi?”

 

“Kenapa harus malu sama suami sendiri?”

 

“Kalau gitu ...”

 

Yuna langsung mencium bibir Yeriko. Ia merasa sangat bahagia dan ingin terus bermesraan dengan suaminya.

 

Yeriko tak ingin melewatkannya begitu saja. Ia menciumi leher dan dada Yuna, tangannya melepas kancing baju Yuna perlahan. Ia menyentuh lembut tubuh Yuna yang mulus dan terus melangkah maju, menikmati romansa cinta yang panas dan penuh gairah.

 

Usai bercinta, Yuna dan Yeriko pergi mandi bersama.

 

“Beruang, apa kamu manggil aku ke sini cuma untuk melayani kamu? Bukannya setiap malam kita sudah ngelakuin ini?” tanya Yuna sambil merapikan rambutnya usai mandi.

 

Yeriko tersenyum sambil memakai kemejanya. “Rencananya, aku mau kenalin kamu sama semua karyawan di kantor ini. Tapi ...”

 

“Tapi apa?”

 

“Kamu mancing aku duluan,” jawab Yeriko.

 

“Mancing apaan?” tanya Yuna sambil menahan tawa.

 

“Mancing nafsu,” sahut Yeriko tanpa basa-basi.

 

Yuna berbalik dan menatap Yeriko. “Kamu tuh kalo ngomong nggak ada basa-basinya sama sekali,” ucapnya sambil membantu Yeriko memakai dasi.

 

“Aku bukan sales, nggak perlu basa-basi.”

 

Yuna tersenyum sambil mengambilkan jam tangan Yeriko yang diletakkan di atas meja. Ia juga membantu suaminya memakai jas.

 

“Udah ganteng,” puji Yuna saat suaminya sudah berpakaian rapi.

 

“Kamu juga udah cantik.” Yeriko tersenyum sambil mengecup bibir Yuna. “Ayo!” ajak Yeriko.

 

“Ke mana?”

 

“Aku mau kenalin kamu ke karyawan kantorku,” jawab Yeriko.

 

“Oh. Tapi ... aku malu,” rengek Yuna. “Harus kenalan ya?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Semua orang harus tahu kalau kamu adalah Nyonya Yeriko. Biar nggak ada lagi cowok lain yang berani deketin kamu!” tegas Yeriko.

 

“Apa itu artinya aku cantik?” tanya Yuna sambil memainkan matanya menatap Yeriko.

 

“Kalau nggak cantik, aku nggak akan nikahin kamu.” Yeriko langsung merangkul Yuna dan mengajaknya keluar.

 

Yeriko langsung mengajak Yuna masuk ke dalam ruang pertemuan. Ruangan tersebut sudah penuh dengan karyawan yang telah menanti kehadirannya.

 

“Selamat siang semua!” sapa Yeriko.

 

“Siang, Pak!” sapa semua karyawan serentak. Pandangan mereka langsung tertuju pada Yuna. Gadis kecil yang sederhana dan memiliki senyum manis.

 

“Eh, itu istrinya Pak Ye?” bisik-bisik karyawan mulai terngiang.

 

“Kayaknya sih iya. Sederhana dan cantik,” sahut lainnya.

 

“Iya. Aku pikir, Pak Yeri bakal nikah sama cewek yang glamour gitu. Ternyata, istrinya sederhana banget. Kalo tahu gitu, aku bakal ngejar-ngejar dia juga. Kali aja dia jatuh cinta sama aku.”

 

“Nggak usah ngimpi!”

 

“Selamat siang semua!” seru Riyan mengalihkan perhatian. “Hari ini, Pak Yeri ngajak kita berkumpul di sini karena ada hal penting yang mau disampaikan. Silakan Bos!”

 

Yeriko tersenyum sambil menatap semua karyawan yang ada dalam ruangan. “Hari ini, saya ingin memperkenalkan orang yang spesial dalam perusahaan dan hidup saya,” ucap Yeriko sambil tersenyum menatap Yuna. “Dia ... Nyonya Yeriko, istri sah saya,” lanjutnya memperkenalkan Yuna.

 

“Selamat siang semua! Salam kenal semuanya!” sapa Yuna sambil tersenyum manis.

 

“Selamat siang, Bu!” sapa semuanya serentak.

 

Yeriko tersenyum. Ia mengajak Yuna duduk bersama sembari bercengkrama dengan beberapa pegawainya. Mereka juga menikmati makan siang yang telah dipersiapkan.

 

“Kamu nyiapin ini semua cuma buat ngenalin aku?” tanya Yuna berbisik.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tertawa kecil. “Aku pikir, kamu beruang kutub yang dingin dan nggak akan bikin acara makan-makan kayak gini.”

 

Yeriko tersenyum kecil sambil mengetuk dahi Yuna. “Kenapa nggak ada hal baik yang kamu lihat dari aku?”

 

“Siapa bilang?” tanya Yuna sambil meletakkan dagunya di pundak Yeriko.

 

“Aku.”

 

“Bukannya aku sudah banyak muji kamu? Apa kamu nggak pernah ngitung berapa banyak pujian yang udah aku kasih ke kamu?” bisik Yuna.

 

Yeriko tersenyum sambil mencubit hidung Yuna.

 

Yuna balas tersenyum ke arah Yeriko.

 

Mereka terlihat sangat romantis dan berhasil membuat semua orang merasa isi. Mereka tidak menyangka kalau bos mereka yang sangat dingin dan kejam bisa tersenyum manis dan sangat romantis di depan istrinya.

 

 

 

 


Perfect Hero Bab 57: Teman Kecil Ayuna | a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yun, kakek sama mama minta kita ngerayain tahun baru di rumah mereka.”

 

“Oh ya? Syukurlah. Lagian, aku juga nggak punya keluarga lain buat ngerayain tahun baru.”

 

“Kalo gitu, siap-siap sekarang!” pinta Yeriko.

 

“Hah!? Sekarang juga!?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Kenapa selalu mendadak sih!?”

 

“Kenapa? Kamu nggak suka sama keluargaku?”

 

“Bukan. Bukan begitu.”

 

“Terus?”

 

“Mmh ... gimana kalau kita ke sananya besok aja?” tanya Yuna. “Hari ini, kita cari kado tahun baru untuk mama dan kakek kamu. Gimana?”

 

“Kelamaan. Hari ini aja kita cari hadiah untuk mereka dan langsung berangkat ke rumah kakek.”

 

“Oh. Oke. Aku siap-siap dulu.”

 

Yuna bersiap. Mereka bergegas berangkat menuju salah satu pusat perbelanjaan sebelum akhirnya pergi ke rumah keluarga Yeriko.

 

Rullyta sangat senang dengan kehadiran Yuna di dalam rumahnya. Hadiah kecil dari Yuna, ia terima dengan senang hati.

 

“Kalian menginap di sini kan?” tanya Rullyta.

 

Yeriko menganggukkan kepala. Ia segera membawa Yuna naik ke kamarnya.

 

Yuna mengedarkan pandangannya melihat kamar Yeriko yang terlihat sangat luas dan mewah. Lebih mewah dari villa yang mereka tinggali.

 

“Mandi dan istirahatlah dulu!” pinta Yeriko. “Aku mau turun, nemenin kakek ngobrol.”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia bergegas mandi dan langsung turun untuk menemui kakek dan mama mertuanya.

 

“Sini!” panggil Rullyta saat Yuna ikut bergabung bersama bersamanya.

 

Yuna tersenyum. Mereka berbincang banyak hal hingga larut malam.

 

Keesokan harinya, Yuna diajak berkeliling rumah Yeriko untuk beradaptasi dengan rumah keluarganya.

 

“Beruang, ini rumah atau mall?” tanya Yuna. Ia baru saja berkeliling ruangan di lantai bawah dan menghabiskan waktu seharian. Masih ada dua lantai lagi yang belum ia lihat.

 

Yeriko tersenyum menanggapi pertanyaan Yuna. “Kamu suka nggak rumah seperti ini?”

 

“Suka,” jawab Yuna sambil mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Nanti aku bikinin. Mau berapa lantai?”

 

Yuna mengerutkan keningnya. “Satu aja.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Villa yang kita tempati aja ada dua lantai. Kamu yakin mau tinggal di rumah satu lantai?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Bukannya nggak harus repot kalau rumah cuma satu lantai?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Kita harus nyiapin kamar buat anak-anak kita. Rumah satu lantai terlalu sempit.”

 

Yuna tertawa kecil. “Emangnya mau punya anak berapa? Satu aja kan cukup. Rumah yang kita tempati sekarang aja, ada dua kamar kosong di lantai bawah yang nggak dipakai. Bisa dipakai untuk anak-anak kita nanti.”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Nggak bisa. Kamar itu terlalu sempit, Yun.”

 

“Nggak usah terlalu luas. Biar suasana rumah lebih hangat kalau saling berdekatan,” tutur Yuna.

 

Yeriko menghela napas. “Kamu ini ...!?” Ia kesal dengan Yuna yang terlalu berpikir sederhana. “Aku bukan orang sembarangan. Nggak mungkin kakek membiarkan kita tinggal di rumah yang sempit.”

 

Yuna tertawa kecil. Ia langsung bergelayut manja di tubuh Yeriko. “Aku cuma bercanda. Kamu boleh bikinkan rumah seperti apa pun buat keluarga kecil kita. Mau rumah sepuluh lantai juga nggak papa,” tutur Yuna sambil memainkan hidungnya di hidung Yeriko yang bangir.

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Yuna. Entah kenapa, setiap perdebatan dan perselisihan di antara mereka, membuat Yeriko semakin menyayangi Yuna sebagai istrinya.

 

“Permisi, Tuan ...!” sapa salah satu pelayan yang ada di rumah Yeriko.

 

“Iya. Kenapa?”

 

“Sudah ditunggu sama Ibu dan Tuan Besar di halaman belakang.”

 

“Oh. Oke.” Yeriko menganggukkan kepala dan menyuruh pelayan tersebut untuk pergi.

 

Yuna dan Yeriko melangkah perlahan ke halaman belakang. Di sana, mamanya telah mempersiapkan banyak hal untuk merayakan tahun baru bersama. Ia merasa sangat senang dengan keluarga Yeriko yang penuh kehangatan. Ia tidak pernah berpikir bisa semudah itu diterima dalam keluarga Yeriko.

 

Usai merayakan tahun baru, Yuna dan Yeriko kembali ke rumah dan menjalani aktivitas seperti biasa. Yuna ingin pergi bekerja, namun Yeriko memintanya untuk pergi ke kantornya terlebih dahulu.

 

“Ngapain ke kantormu?” tanya Yuna saat Yeriko mengungkapkan permintaannya.

 

“Nggak usah banyak tanya! Nanti juga bakalan tahu,” jawab Yeriko. “Aku masih ada meeting sampai jam sepuluh pagi. Kamu datang ke kantorku jam sepuluh ya!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Jadi, aku nggak usah pergi ke kantorku?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kamu istirahat dulu di rumah!” Ia langsung mengecup kening Yuna dan bergegas pergi ke kantornya.

 

Yuna tersenyum. Ia ikut mengantarkan Yeriko sampai ke halaman rumah. Ia merasa sangat senang dan beruntung memiliki suami yang tampan dan penuh perhatian kepadanya.

 

Tepat jam sepuluh pagi, Yuna pergi ke kantor GG menggunakan taksi. Ia langsung masuk ke dalam kantor.

 

Semua orang menatap kedatangan Yuna dan bertanya-tanya tentang siapa Yuna sebenarnya. Melihat penampilan Yuna, pastilah bukan orang sembarangan. Pakaian dan tas Yuna adalah barang bermerek dengan harga yang fantastis.

 

“Ruangan Yeriko di mana?” tanya Yuna pada resepsionis saat ia baru sampai di lobi.

 

“Di lantai paling atas, Bu.”

 

“Oke.” Yuna langsung melangkahkan kakinya menuju lift. Saat itu, ia berpapasan dengan Andre.

 

“Ayuna!?” sapa Andre begitu melihat Yuna.

 

Yuna mengerutkan keningnya menatap cowok itu. “Astaga! Kamu Andre?”

 

Andre menganggukkan kepala.

 

“Apa kabar?” tanya Yuna dengan wajah sumringah. “Udah lama banget kita nggak ketemu.”

 

“Iya. Udah lebih sepuluh tahun kita nggak pernah ketemu lagi. Kamu ... sekarang udah berubah jadi bidadari kayak gini,” puji Andre sambil memerhatikan tubuh Yuna.

 

“Ah, kamu bisa aja,” sahut Yuna sambil menepuk bahu Andre.

 

“Suer!” ucap Andre sambil mengacungkan dua jarinya.

 

Yuna tersenyum kecil. “Kamu juga banyak berubah. Udah kelihatan dewasa dan ganteng gini. Kamu, udah lama kerja di sini?”

 

Nggak. Aku ke sini karena ada urusan sedikit. Kamu kerja di sini?” tanya Andre.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku kerja di salah satu anak perusahaan Wijaya Group.”

 

“Oh, aku pikir kamu kerja di sini. Kamu tinggal di mana?” tanya Andre.

 

Yuna tertawa kecil. “Mmh ... ada deh!”

 

“Astaga! Tempat tinggal aja dirahasiain.”

 

Yuna tersenyum kecil.

 

“Eh, gimana kalau aku traktir kamu makan siang ini? Sambil ngobrol-ngobrol.”

 

“Traktir apa?” tanya Yuna.

 

“Lobster. Gimana?”

 

“Hah!? Serius?”

 

Andre menganggukkan kepala. “Gimana?”

 

“Boleh-boleh. Tapi ... nggak siang ini ya!”

 

“Kenapa?”

 

“Aku ada banyak urusan, Ndre.”

 

“Hmm ... ya udah, deh. Aku bisa minta nomer telepon atau WA kamu?”

 

“Bisa,” jawab Yuna.

 

“Berapa?” tanya Andre sambil mengeluarkan ponsel dari saku celananya.

 

Yuna langsung menyebutkan nomor telepon miliknya.

 

“Eh, kabar ayah kamu gimana?” tanya Andre kemudian.

 

Yuna menghela napas. “Masih seperti itu sejak sebelas tahun lalu,” jawab Yuna lirih.

 

Andre meraih tangan Yuna. “Yang sabar ya! Kamu pasti bisa melewati semuanya dengan mudah dan ayah kamu bisa kembali seperti dulu lagi.”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Ngelihat dia terbaring selama sebelas tahun, rasanya memang nggak mudah, Ndre.”

 

Andre tersenyum menatap Yuna. “Sudahlah. Maaf, aku sudah menanyakan sesuatu yang udah bikin kamu sedih. Oh ya, dia dirawat di rumah sakit mana? Siapa tahu, aku bisa mengunjungi beliau.

 

“Di Siloam.”

 

“Ya sudah. Jangan murung! Jadi jelek, loh.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Andre.

 

“Kamu ke sini ada perlu apa?” tanya Andre.

 

“Mau ketemu sama Yeriko.”

 

“Pak Ye?” tanya Andre.

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia melangkah mendekati lift dan memencet tombol lift.

 

“Kamu ada perlu apa sama Pak Ye?” tanya Andre sambil menunggu pintu lift terbuka.

 

Yuna hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Andre. Ia tidak berani mengungkapkan identitasnya sebagai istri Yeriko. Ia merasa tidak percaya diri untuk melakukannya.

 

“Yun ...!” panggil Andre sambil meraih lengan Yuna.

 

“Ya. Kenapa?”

 

“Aku seneng banget bisa ketemu sama kamu lagi hari ini.”

 

Yuna mengangguk. “Aku juga seneng. Kamu nggak perlu secanggung ini!” pinta Yuna.

 

Andre tersenyum ke arah Yuna. “Aku terlalu bahagia karena akhirnya bisa ketemu sama teman masa kecilku. Aku jadi kangen waktu kita masih sering main bareng.”

 

Yuna tersenyum. Ia langsung menoleh ke arah pintu lift yang terbuka. Yuna membelalakkan matanya dan langsung menepis tangan Andre.

 

“Kenapa?” tanya Andre. Ia juga melihat sosok Yeriko yang baru saja keluar dari lift dan menyapanya dengan sopan.

 

Jantung Yuna berdebar sangat kencang melihat ekspresi wajah Yeriko. “Bodoh!” maki Yuna dalam hati. Ia merasa sangat bersalah karena membiarkan Andre memegang tangannya.

 

Yuna tidak bisa berkata-kata, hanya menunggu luapan amarah yang akan keluar dari suaminya itu. Ia bersedia menerima hukuman apa pun karena telah membuat suaminya marah.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas