Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Tuesday, February 4, 2025

Perfect Hero Bab 54: Romansa Lamborghini Biru

 


“Kalau kalian udah nggak punya kerjaan, mending pulang!” tutur Yeriko. Ia langsung merangkul pinggang Yuna dan membawanya masuk ke dalam mobil.

 

Lili langsung mengerutkan wajahnya menghadapi sikap Yeriko yang sangat angkuh. “Mereka bener-bener pasangan yang nyebelin!” serunya.

 

Yeriko tersenyum sinis ke arah Lili dan Sofi. Perlahan, ia menutup kaca mobil dan menyalakan mesin mobilnya. Yeriko menjalankan mobil dan berbalik arah dengan kecepatan tinggi. Ia sengaja menginjakkan ban mobilnya pada lumpur yang tergenang di jalanan karena kota baru saja diguyur hujan.

 

“Aargh ...!” Lili dan Sofi langsung berteriak saat tubuhnya terkena percikan lumpur. Mereka memandangi kemeja putih mereka yang sudah berubah kecokelatan.

 

“Kurang ajar! Awas kalian ya! Aku bakal bikin perhitungan!” teriak Lili penuh amarah.

 

Sementara itu, Yuna merasa tertawa melihat dua orang penjilat di kantornya itu begitu menderita.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Kamu seneng banget lihat mereka susah?” tanyanya.

 

“Hahaha. Untuk hari ini aku senang. Tapi, aku belum puas kalau belum bisa membungkam mulut mereka.”

 

Yeriko tersenyum sambil melirik Yuna yang tertawa begitu lepas. “Asalkan kamu bahagia, aku rela ngelakuin apa pun,” tuturnya dalam hati.

 

Yuna terus tertawa. Ia membayangkan wajah Lili dan Sofi yang semakin marah karena sikapnya.

 

“Apa mereka memang seperti itu?” tanya Yeriko.

 

“Eh!? Maksud kamu?”

 

“Mereka suka nyusahin dan menghina kamu seperti itu?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kenapa kamu nggak bilang kalau ada orang yang menindas kamu di kantor? Aku bisa bikin kamu pindah magang ke kantor aku. Nggak akan ada orang yang selalu meremehkan kamu seperti itu.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap Yeriko. “Tenang aja! Aku masih bisa mengatasi semuanya. Lagian, cuma mereka berdua aja yang suka cari masalah sama aku. Yang lain, semuanya baik dan peduli sama aku, kok.”

 

Yeriko menghela napas. Ia merasa Yuna memang memiliki hati yang baik walau sikapnya keras dan kasar. Ia menatap Yuna sejenak sambil mengacak rambut di ujung kepalanya.

 

“Bellina itu memang nggak ada berhentinya cari masalah sama aku. Kayaknya, dia itu kangen banget kalo sehari aja nggak berantem sama aku. Jelas-jelas, dia udah tahu kalau kamu suamiku, tapi masih aja bikin gosip kalau aku ini simpanannya Oom-Oom. Apa coba maksudnya? Nyebelin banget kan?” cerocos Yuna.

 

Yeriko hanya tertawa kecil melihat sikap Yuna. “Ada yang bisa aku bantu?”

 

“Bantu apa?”

 

“Bantu ngelawan mereka.”

 

Yuna tergelak. “Nggak perlu lah. Ini urusan cewek sama cewek.”

 

“Tapi, biar bagaimanapun kamu itu istri aku. Aku nggak bisa diam aja kalau istriku dijahatin sama orang lain.”

 

“Mereka itu nggak jahat. Cuma kurang kerjaan aja. Makanya, selalu aja nyari-nyari kesalahanku. Biar ada kerjaan kali.”

 

Yeriko tergelak mendengar ucapan Yuna.

 

“Eh, ini beneran mobil baru kamu?” tanya Yuna sambil mengamati design interior mobil Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kenapa?”

 

“Bagus. Nyaman banget! Kapan aku bisa punya mobil kayak gini ya?” gumam Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil. “Ini juga mobil kamu.”

 

“Hah!?”

 

“Apa yang aku punya, semuanya jadi milik kamu. Kamu lupa kalau kamu istriku?”

 

Mata Yuna berbinar dan tersenyum senang. “Beneran? Kalo aku nggak punya uang, boleh aku jual ini mobil?”

 

Yeriko merapatkan bibir dan menatap tajam ke arah Yuna. “Kenapa sampai jual mobil? Apa aku kelihatan kayak suami yang nggak punya uang?” dengus Yeriko.

 

“Hehehe. Bercanda,” jawab Yuna meringis.

 

“Kamu mau mobil sendiri?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Serius? Nggak mau dikasih mobil sendiri?”

 

Yuna menggeleng. “Kalau aku ada mobil sendiri, ntar kamunya udah nggak mau antar jemput aku ke tempat kerja.”

 

Yeriko tertawa kecil. “Kamu tuh aneh!” celetuknya.

 

“Aneh kenapa?”

 

“Eh!? Nggak papa. Mau ice cream?” tanya Yeriko.

 

“Boleh.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko langsung menghentikan mobilnya di depan kafe ice cream. Mereka langsung keluar dari mobil.

 

Beberapa pasang mata terpana melihat dua pasang pria-wanita yang baru saja turun dari Lamborghini biru.  Mereka terlihat sangat serasi dan berhasil membuat beberapa orang berdecak kagum dengan kecantikan dan ketampanan mereka.

 

Semua telah diciptakan saling berpasangan, tapi pasangan yang sempurna adalah mereka yang selalu bahagia menerima kelebihan dan kekurangan pasangannya.

 

“Kamu duduk aja! Biar aku yang ngantri,” tutur Yeriko.

 

Yuna mengangguk. Ia melihat Yeriko ikut masuk ke dalam antrian. Ia terus mengamati suaminya yang terlihat begitu memesona.

 

“Hmm .... nggak nyangka kalau aku punya suami sekeren ini,” gumam Yuna sambil menopang wajah dengan telapak tangannya. Matanya tak berkedip menatap Yeriko yang berdiri di deretan antrian.

 

Beberapa menit kemudian, Yeriko menghampiri Yuna sembari membawakan dua cup ice cream.

 

Yuna tersenyum dan langsung mencicipi ice cream yang dipesan oleh Yeriko.

 

“Ntar malem ada kesibukan nggak?” tanya Yeriko.

 

“Kayaknya nggak ada. Kenapa?”

 

“Aku mau makan bareng Lutfi sama Chandra.”

 

“Oh... iya. Pergi aja!”

 

“Sama kamu.”

 

“Aku?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Mereka bawa pasangan?”

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Nggak ada pasangannya.”

 

“Aku malu. Nggak ngerti mau ngobrolin apa sama mereka. Aku nggak mau ganggu kebersamaan kalian. Aku tunggu di rumah aja ya!”

 

Yeriko menghela napas kecewa. Ia tidak bersemangat memakan ice cream yang ada di hadapannya.

 

Yuna menatap wajah Yeriko yang tiba-tiba murung. “Jangan sedih! Aku ikut kamu.” Ia tidak tega menolak keinginan Yeriko.

 

“Bener?”

 

Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Mmh ... ini ice cream-nya enak banget. Kamu pesenin aku rasa apa?”

 

“Rasa cinta,” jawab Yeriko sambil menahan tawa.

 

“Iih ... kamu ini loh. Aku serius nanyanya!” seru Yuna sambil memukul pundak Yeriko.

 

“Aku juga serius,” sahut Yeriko sambil tertawa.

 

“Mana ada ice cream rasa cinta,” celetuk Yuna.

 

“Ada. Lihat di menunya kalo nggak percaya!”

 

“Iya, deh. Aku percaya. Tapi, masih ada lagi yang rasanya lebih enak dari rasa cinta,” tutur Yuna.

 

“Rasa apa itu?” tanya Yeriko.

 

“Rasah mbayar,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Dasar, pecinta gratisan!” celetuk Yeriko.

 

“Iya dong. Siapa coba yang nggak suka sama barang gratisan!?”

 

“Ini juga kan gratis,” tutur Yeriko.

 

“Hahaha. Untung punya suami banyak duit.”

 

“Udah mulai senang sekarang?”

 

“Eh!? Senang apa?”

 

“Senang kalo punya suami banyak duit.”

 

“Hahaha. Jelas, dong!”

 

Yeriko tersenyum sambil mengacak bagian depan rambut Yuna.

 

“Jangan diacak-acak rambutku!” pinta Yuna sambil merapikan rambutnya. “Eh, ngomong-ngomong ... si Chandra nggak dateng sama tunangannya?”

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Cuma kamu doang yang bawa istri?”

 

Yeriko mengangguk.

 

“Nggak malu?”

 

“Malu kenapa?”

 

“Ya kan, mereka nggak bawa pasangan. Nanti mereka ngiri kalo kita mesra.”

 

“Kalo mereka ngiri, ya kita nganan aja,” sahut Yeriko.

 

Yuna tergelak mendengar ucapan Yeriko.

 

“Chandra sama Amara hubungannya nggak begitu baik,” tutur Yeriko.

 

“Masa sih? Emang kenapa sama hubungan mereka?”

 

Yeriko mengangkat kedua pundaknya. “Amara terlalu posesif dan dia suka selingkuh.”

 

“What!?” Yuna langsung membelalakkan matanya. “Selingkuh?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Si Chandra kurang apa sampe dia selingkuh? Bukannya Chandra itu baik ya? Kalem dan nggak pernah neko-neko. Aku rasa, dia tipe cowok yang setia.”

 

“Yah, begitulah.”

 

Yeriko dan Yuna terus bercerita sambil menikmati ice cream bersama.

 

Usai menghabiskan ice cream, mereka kembali ke rumah.

 

“Bi, malam ini nggak usah masak ya!” pinta Yeriko begitu masuk ke dalam rumah. “Kami mau makan di luar.”

 

“Siap, Mas!”

 

Yeriko langsung melangkah menaiki anak tangga.

 

“Eh, Mbak Yuna!” panggil Bibi War.

 

Yuna langsung berbalik menatap Bibi War. “Ada apa, Bi?”

 

“Ada paketan datang untuk Mbak Yuna.” Bibi War bergegas mengambil paketan dan menyerahkannya pada Yuna.

 

“Makasih, Bi!”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

Yuna da Yeriko bergegas naik ke kamar mereka.

 

“Kamu belanja online?” tanya Yeriko saat mereka sudah berada di dalam kamar.

 

“Iya.”

 

“Beli apa?” tanya Yeriko penasaran.

 

“Ada, deh.”

 

Yeriko mengernyitkan dahi. Ia justru penasaran dengan isi paket yang dikirim untuk Yuna. Ia langsung menyambar kotak paket tersebut.

 

“Iih ... jangan!” Yuna langsung menyambar paket miliknya. Namun, Yeriko mengangkatnya tinggi dan Yuna tak bisa mencapai tangannya.

 

“Bilang dulu isinya apa?”

 

“Iih ... mau tahu aja rahasia perempuan,” celetuk Yuna. Ia berusaha memanjat tubuh Yeriko untuk mengambil paket yang ada di tangan Yeriko.

 

Yeriko tidak menyerah. Ia tetap mempertahankan paketan di tangannya.

 

“Iih ... ngeselin!” seru Yuna. “Buka aja kalo mau tahu! Aku mau mandi.” Ia berbalik sambil menghentakkan kaki dan bergegas masuk ke kamar mandi.

 

Yeriko tersenyum kecil dan meletakkan paket tersebut di atas meja. Walau penasaran, ia tetap tidak ingin membuat istrinya marah. Ia tidak akan membuka paketan itu tanpa sepengetahuan Yuna.

 

 

 

 

 

 

Perfect Hero Bab 53: Suami Idaman

 


“Anak itu nyebelin banget sih!?” dengus Lili kesal.

 

“Siapa?” tanya Sofi.

 

“Siapa lagi kalau bukan Yuna!?” sahut Lili kesal.

 

Sofi menghela napas. “Kita juga nggak bisa apa-apa. Dia juga sebenarnya punya posisi yang tinggi. Kalau dibandingkan sama Galaxy Group, Wijaya Group bener-bener nggak ada apa-apanya.”

 

Lili menghela napas. Ia mondar-mandir sambil terus memikirkan cara untuk melawan Yuna.

 

“Kamu tahu kan kalau PT. Jaya Agung aja sudah diambil alih sama GG?”

 

“Aku tahu. Makanya, kita harus hati-hati banget waktu ngelawan dia. Lagian, dia udah tahu identitasku.”

 

“Maksud kamu?”

 

“Mmh ... kamu udah tahu apa belum sih wajahnya si pemilik GG itu?” tanya Lili.

 

Sofi menggelengkan kepala.

 

“Semua orang ngasih julukan Si Iblis Berdarah Dingin karena sikapnya yang angkuh, sombong dan ... “

 

“Apa?”

 

“Seorang Direktur atau CEO dengan kekuatan sebesar itu, pastinya sudah punya banyak pengalaman  dan berumur banyak. Jangan-jangan, suaminya Yuna ini sebenarnya sudah tua.”

 

Sofi langsung menatap Lili. “Bisa jadi.”

 

“Gimana kalau kita cari kelemahan Yuna?”

 

“Maksud kamu?”

 

“Kita kan belum pernah lihat suaminya itu. Nggak banyak orang yang tahu gimana suami Yuna sebenarnya. Cuma denger namanya doang. Kita ikuti aja dia waktu pulang kerja. Kita fotoin, sebenarnya suaminya itu masih muda atau sudah tua.”

 

“Hmm ... ide kamu bagus juga.” Sofi manggut-manggut.

 

“Kalo udah dapet fotonya, kita bisa buktikan kalau suami Yuna itu sudah tua atau masih muda.”

 

“Iya.” Sofi menganggukkan kepala. “Eh, tapi ... bukannya kamu pernah bilang kalau pernah ketemu sama dia bareng cowok ganteng di restoran? Jangan-jangan, emang itu suaminya Yuna?”

 

“Belum tentu. Bisa aja kan dia di luar jalan sama cowok lain. Secara, dia malu sama suaminya sendiri yang udah tua.”

 

Sofi mengangguk-anggukkan kepalanya. “Iya juga ya? Ternyata ... Yuna juga suka nyewa cowok ganteng buat jalan keluar?”

 

“Iya. Sekarang kan banyak cowok sewaan yang bisa diajak keluar buat bergaya. Pulang kerja nanti, kita ikutin Yuna. Dia kan biasanya dijemput sama suaminya dan suaminya itu nggak pernah turun dari mobil.”

 

“Pernah kali.”

 

“Kapan?”

 

“Waktu itu, aku denger karyawan cerita.”

 

“Apa kata mereka?”

 

“Katanya sih masih muda, ganteng dan kaya raya.”

 

“Kamu lihat sendiri?”

 

Sofi menggelengkan kepala.

 

“Bisa aja kan itu cuma supir pribadi yang masih muda dan dipake sama Yuna buat pura-pura jadi suaminya?”

 

“Mmh ... iya juga sih.”

 

“Kalo gitu, sore ini kita harus buktiin, gimana suami Yuna yang sebenarnya.”

 

Sofi menganggukkan kepala.

 

Lili tersenyum penuh kemenangan. Ia sangat ingin memperlakukan Yuna seperti Yuna mempermalukan dirinya di depan orang banyak.

 

Saat jam kerja usai, Yuna melangkahkan kaki keluar dari kantor sambil menerima telepon dari suaminya.

 

“Iya, sayangku. Ini aku udah nyanpe di lobi,” tutur Yuna.

 

Lili dan Sofi yang berada di pintu masuk kantornya langsung tersenyum sinis menatap Yuna.

 

“Nunggu dijemput Oom ya?” celetuk Lili.

 

Yuna hanya melirik ke arah Lili dan terus berbicara di telepon dengan suaminya.

 

“Aku udah keluar kantor. Kamu di mana?”

 

“Sebentar lagi sampai,” jawab Yeriko.

 

Tiba-tiba, Lamborghini berwarna biru berhenti tepat di depan Yuna.

 

Yuna bergeming, ia tetap mengedarkan pandangannya. Menunggu mobil Land Rover putih yang biasa menjemputnya.

 

Yeriko langsung membuka kaca mobil dan tersenyum ke arah Yuna. “Nunggu taksi, Mbak?” godanya.

 

Yuna langsung menatap Yeriko. “Loh?” Ia menghampiri mobil Lamborghini tersebut. “Taksi semewah ini, berapa tarifnya?” tanya Yuna menanggapi candaan Yeriko.

 

“Naik taksi ini, bayarnya nggak pake uang.”

 

“Terus, pake apa dong?” tanya Yuna sambil menatap wajah Yeriko.

 

Yeriko langsung mengecup bibir Yuna. Membuat pipi Yuna menghangat.

 

Di belakang Yuna, ada Lili dan Sofi yabg terperangah melihat Yeriko yang begitu tampan dan elegan dengan mobil mewah bersamanya. 

 

“Li, itu suaminya Yuna? Ganteng banget!” celetuk Sofi.

 

“Heh!? Jangan lupa sama misi kita!” sahut Lili sambil menyenggol lengan Sofi.

 

“Oh iya.” Lili langsung mengeluarkan ponsel dan bersiap memotret Yuna dan suaminya.

 

“Ngapain?” tanya Lili.

 

“Fotoin Yuna.”

 

“Kalau kayak gini, mana bisa kita pake buat jatuhin Yuna!”

 

“Terus?”

 

Lili langsung menoyor kening Sofi. Ia terus memerhatikan cowok yang berada dalam mobil Lamborghini tersebut.

 

Sementara itu, Yuna masih mengajak Yeriko mengobrol dan belum juga beranjak pergi.

 

“Beruang, kamu lihat dua cewek yang ada di pintu masuk itu?” tanya Yuna.

 

Yeriko langsung melirik ke arah pintu masuk. “Iya. Kenapa?”

 

“Mereka masih perhatiin kita?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Iya. Emang kenapa? Ada masalah sama mereka?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak ada sih. Cuma bingung aja, kenapa mereka masih belum pergi juga.”

 

“Ya udah sih. Kita pulang sekarang.”

 

“Tapi ... tunggu mereka pergi dulu!” pinta Yuna.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Emangnya ada apa?”

 

“Nanti aku ceritain. Oh ya, mobil kamu ke mana? Ini mobil siapa yang kamu pake?” tanya Yuna.

 

“Mobilku. Yang kemarin udah aku jual. Pengen ganti mobil aja. Gimana? Kamu suka nggak?”

 

Yuna tersenyum senang melihat mobil yang ada dipakai oleh Yeriko. “Keren!”

 

Yeriko tersenyum. Ia membuka pintu mobil dan keluar. Yeriko berdiri tepat di depan Yuna.

 

“Kita harus gimana?” tanya Sofi pada Lili yang berdiri di sebelahnya.

 

“Bentar. Kita samperin aja cowok itu dan tanyain langsung dia itu siapa.”

 

“Berani?”

 

“Berani dong!” sahut Lili. Ia langsung  menarik lengan Sofi dan mengajaknya menghampiri Yuna dan Yeriko.

 

“Hai ...!” sapa Lili sambil tersenyum manis ke arah Yuna dan Yeriko.

 

Yeriko hanya tersenyum kecil  menanggapi sapaan dari Lili.

 

Sedangkan Sofi tidak memiliki keberanian sedikit pun saat mendapati tatapan Yeriko yang begitu dingin.

 

Yuna juga ikut tersenyum menatap Lili dan Sofi.

 

“Ini siapa, Yun? Kenalin dong ke kita!” pinta Lili sambil tersenyum ke arah Yeriko.

 

Yuna membelalakkan mata begitu melihat raut wajah Lili. Ia merasa kalau Lili sangat menyukai Yeriko dan membuatnya kesal. Ia langsung merapatkan tubuhnya ke tubuh Yeriko dan merangkul lengannya begitu erat.

 

“Namaku Lili, temen kerjanya Yuna.” Lili mengulurkan tangan ke arah Yeriko.

 

Yeriko tersenyum dan membalas uluran tangan Lili. “Yeriko, suaminya  Yuna.”

 

“Oh ... jadi, kamu beneran suaminya Yuna?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Kenapa kalian nggak terlihat seperti orang yang sudah menikah?” tanya LiLi.

 

“Maksud kamu?”

 

Lili tersenyum menatap Yeriko. “Aku nggak pernah lihat Yuna pakai cincin pernikahan. Apa kalian sebenarnya belum menikah? Cuma kumpul kebo doang?”

 

“Jaga mulutmu!” sentak Yeriko sambil menunjuk wajah Lili.

 

Lili hanya tersenyum kecil. “Yah, Cuma dugaan doang. Atau ... jangan-jangan si Yuna emang nggak mau kalo ada orang lain yang tahu dia udah menikah? Bukannya dia masih muda banget. Bisa aja kan kamu dengan sengaja nyembunyikan cincin pernikahan kamu supaya bisa cari mangsa baru?” cerocos Lili sambil menatap Yuna.

 

“Jangan sembarangan ya kalo ngomong!” sentak Yuna.

 

Lili tersenyum kecil. Ia kembali menatap Yeriko. “Kamu harus hati-hati sama perempuan kecil ini. Dia itu Cuma pembohong perasaan. Statusnya aja yang udah bersuami. Tapi, masih suka aja godain cowok lain.”

 

“Kamu jangan fitnah ya!” ancam Yuna. “Aku nggak pernah godain cowok manapun!” tegasnya.

 

Lili tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kalo nggak godain, kenapa masih suka ketemu sama Lian?”

 

Yuna gelagapan mendengar pertanyaan Lili. “Jangan sembarangan ya kalo ngomong!”

 

“Aku nggak sembarangan ya. Belli sendiri yang ngomong kalau kamu masih mau ngerebut Lian.”

 

Yuna tergelak mendengar ucapan Lili. “Aku sama sekali nggak tertarik sama Lian. Jelas-jelas, masih lebih baik suamiku.”

 

Yeriko tersenyun senang saat Yuna menatapnya penuh kehangatan.

 

 

 ((Bersambung ...))

 

 

 

 

 

Bab 52: Senyum Kemenangan

 


Yuna melangkahkan kakinya keluar dari toilet dengan wajah sumringah setelah menerima telepon dari suaminya. Ia merasa sangat senang karena suaminya begitu perhatian, selalu meluangkan waktu untuk menelepon atau mengirim pesan kepadanya.

 

Yuna menghentikan langkahnya saat melihat tiga wanita tiba-tiba menghadangnya. Ia menatap kertas yang disodorkan oleh Bellina di depan wajahnya.

 

“Apa ini?” Yuna menyambar kertas dari tangan Bellina dan langsung membacanya.

 

“Dateng ya!” pinta Bellina.

 

“Cuma undangan pertunangan, kalian sampe nyamperin aku kayak gini?” tanya Yuna. Ia langsung membuang kertas tersebut ke tempat sampah yang ada di sisinya.

 

Bellina melongo melihat undangan pertunangannya dibuang begitu saja oleh Yuna. “Kamu!?” Ia langsung melotot ke arah Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis. “Kamu pikir, undangan itu mau diapain kalau nggak dibuang? Siapa juga yang mau simpan kertas undangan kayak gitu,” tuturnya sambil menatap kertas undangan yang sudah ada di dalam tempat sampah.

 

“Heh!? Seenggaknya kamu bisa menghargai orang sedikit. Nggak langsung dibuang gitu aja di depan orang yang ngasih kamu undangan!” sentak Lili.

 

“Bodo amat!” sahut Yuna sambil melangkah pergi.

 

Bellina menarik lengan Yuna dan menekan tubuh Yuna ke dinding. “Kenapa? Kamu nggak mau datang ke pertunangan aku karena masih sayang sama Lian?”

 

Yuna tersenyum sinis menanggapi pertanyaan Bellina. “Aku itu udah nikah. Suamiku jauh lebih baik dari Lian. Bodoh banget kalau aku masih suka sama cowok murahan kayak Lian.”

 

Bellina tersenyum ke arah Yuna. “Kalo gitu, kamu harus dateng ke pertunangan kami!”

 

“Haduh ...! Buat apa sih kamu caperk-capek ngundang aku ke acara kamu? Aku udah tahu kalau kalian udah tunangan dan akan menikah. Tante Melan udah minta bantuan aku buat ngurus keperluan pernikahan kalian. Terus, kenapa harus dateng ke pesta pertunangan segala?”

 

“Bukannya kamu sekarang udah jadi istrinya orang kaya? Kalau emang kamu beneran udah nikah sama Yeriko, kenapa nggak ada pesta pernikahan? Aku juga nggak pernah lihat kamu pakai cincin pernikahan.”

 

“Yang menunjukkan kita udah nikah atau belum itu bukan cincin, tapi buku nikah,” sahut Yuna.

 

“Jangan-jangan, kamu udah jual cincin pernikahannya buat biaya rumah sakit ayah kamu?”

 

“Jangan sembarangan kalo ngomong!” sentak Yuna.

 

“Aku lihat di pertemuan bisnis kemarin, kamu pakai perhiasan yang mahal banget. Sekarang, ke mana perhiasan itu? Semuanya sewaan doang?”

 

“Hahaha. Ternyata, kamu bukan bener-bener orang kaya?” sahut Lili. “Mungkin, dia cuma pura-pura jadi orang kaya. Jangan-jangan, dia nggak beneran nikah sama bos GG itu.”

 

“Cuma jadi simpanannya doang. Hahaha,” sahut Sofi.

 

“Emang kenapa kalau jadi simpanannya dia? Dia masih muda, ganteng dan kaya raya,” sahut Yuna sambil tersenyum.

 

Lili tersenyum sinis ke arah Yuna. “Jangan-jangan kamu bukan cuma jadi istri Yeriko, tapi juga jadi simpanannya sugar daddy lainnya?”

 

Yuna menarik napas mendengar ucapan Lili. “Nggak kebalik?”

 

Lili langsung mengedarkan pandangannya ke beberapa mata yang sedang menonton perdebatan mereka.

 

Sejak kedatangan Yuna, pertengkaran mereka menjadi pusat perhatian dan selalu jadi tontonan menarik di kantornya.

 

Yuna menarik lengan Lili. Ia melihat jam tangan limited edition yang dipakai oleh Lili. Ia langsung tersenyum sambil menatap jam tangan itu dengan mata berbinar. “Ini kan jam tangan limited edition. Aku tahu ini harganya mahal banget. Bahkan gaji kamu selama setahun, nggak akan bisa dipake buat beli jam ini. Jangan-jangan, kamu yang punya sugar daddy?”

 

Lili membelalakkan matanya menatap Yuna. Wajahnya memerah karena beberapa karyawan mulai membicarakan soal kebenaran yang sedang diungkapkan oleh Yuna.

 

“Kenapa? Nggak mau ngakuin kalau kamu ternyata simpanannya Oom-Oom kaya? Ternyata, selama ini cuma pura-pura jadi anak orang kaya?”

 

“Jangan sembarangan ya kalo ngomong!” sentak Lili. “Kamu ngomong nggak ada buktinya!”

 

“Bukti? Selama ini juga kamu ngatain aku tanpa bukti kan? Kalau kamu anak orang kaya, kenapa kamu jadi staff di sini? Seharusnya kamu jadi manager atau direktur di perusahaan orang tua kamu kan?”

 

Lili gelagapan mendengar pertanyaan dari Yuna. Ia berpikir cepat untuk bisa menyanggah ucapan Yuna. “Aku masih muda dan masih belajar di sini. Bukannya kamu juga istrinya orang kaya? Kenapa cuma jadi staff biasa di sini? Kenapa nggak jadi direktur di perusahaan suami kamu aja!?” seru Lili.

 

Perdebatan antara Yuna dan Lili semakin memanas. Beberapa karyawan yang menonton, bahkan menjadikan pertengkaran mereka sebagai bahan taruhan.

 

Yuna tersenyum kecil menatap Lili. “Aku bisa aja datang ke perusahaan suamiku. Tapi, aku ke sini karena rekomendasi dari universitasku. Lagian, aku bisa dengan mudah minta suamiku buat ambil perusahaan ini jadi milik dia.”

 

Bellina membelalakkan matanya mendengar ucapan Yuna. Ia tak bisa lagi berkata-kata. Walau bagaimana pun, ia tidak boleh membiarkan Yeriko mengambil alih perusahaan milik Lian.

 

“Li, udah deh! Mending kita ngalah aja.”

 

“Ngalah gimana? Jelas-jelas dia yang udah belagu dan sombong banget kayak gini. Mentang-mentang punya suami orang kaya!” sahut Lili.

 

“Li, suaminya dia emang orang kaya,” bisik Sofi. “Kalau dia beneran mau ambil perusahaan ini, kita bakal didamprat sama dia.”

 

Lili merasa semakin kesal dengan Yuna. Ia tidak ingin Yuna bisa hidup tenang karena telah meremehkan dirinya di depan banyak orang. “Awas kamu ya!” ancam Lili.

 

Bellina memijat kepalanya yang berdenyut. Pikirannya semakin kacau karena ucapan Yuna. Ia memilih untuk melangkah pergi dan kembali ke ruangannya terlebih dahulu.

 

“Bel, mau ke mana?”

 

“Aku masih banyak kerjaan,” jawab Bellina sambil melangkah pergi.

 

Yuna tersenyum sinis dan juga melangkah pergi meninggalkan Lili dan Sofi.

 

Semua karyawan yang menyaksikan perdebatan mereka juga ikut bubar dan kembali ke meja kerjanya masing-masing.

 

“Yun, kamu hebat banget! Bisa ngelawan mereka yang sombong-sombong itu,” puji salah seorang karyawan yang menghampiri Yuna.

 

Yuna tersenyum. “Bukannya kesombongan harus dibalas dengan kesombongan juga?”

 

“Iya juga sih. Semenjak ada kamu, mereka selalu kebakaran jenggot setiap hari. Kamu berani banget ngelawan mereka.”

 

“Dia nggak cuma menindas kamu, dia juga sering banget menindas kami. Karena dia tunangannya Direktur Lian, siapa sih yang berani ngelawan dia?”

 

“Iya. Dia menggunakan posisinya untuk menindas karyawan yang lemah seperti kami.”

 

“Sudahlah. Nggak usah dibahas lagi!” sahut Yuna. “Kalian lanjut kerja aja!”

 

“Oke.” Semua orang kembali ke meja kerja masing-masing dan melanjutkan aktivitas seperti biasanya.

 

Yuna menghela napas dan tersenyum lega. Walau setiap ia harus berkelahi dengan Bellina dan dua orang pengikut setianya itu, ia tetap merasa sangat nyaman bekerja karena semua karyawan sangat baik terhadapnya.

 

Telepon Yuna tiba-tiba berdering. Yuna langsung menjawab panggilan telepon dari Yeriko. “Halo ...!” sapanya sambil tersenyum bahagia.

 

“Halo ...! Pulang jam berapa?” tanya Yeriko.

 

“Jam lima sore,” jawab Yuna.

 

“Aku jemput kamu.”

 

“Oke.”

 

“Gimana kerjaanmu hari ini?”

 

“Hmm ... cukup menyenangkan,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Pak, ini kuncinya!” Terdengar suara seseorang sedang berbicara dengan Yeriko.

 

“Siapa? Riyan?”

 

“Iya.”

 

“Kok ribut? Lagi nggak di kantor?” tanya Yuna.

 

“Iya. Lagi di luar. Kamu udah makan?”

 

“Udah.”

 

“Ada yang mau dititip atau nggak? Kebetulan aku lagi di luar.”

 

“Nggak ada,” jawab Yuna.

 

“Beneran nggak ada?”

 

“Iya. Nggak ada,” jawab Yuna sambil tersenyum.

 

“Oke. Lanjut kerja lagi ya!”

 

“He-em.” Yuna tersenyum dan langsung mematikan panggilan telepon dari Yeriko. Perasaannya sangat bahagia karena memiliki seorang suami yang begitu memperhatikannya.

 

“Pak Tono, aku mau turun beli kopi. Mau nitip atau nggak?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Pak Tono yang sedang serius bekerja.

 

“Gratis, Yun?” tanyanya sambil tersenyum kecil.

 

“Idih, Bapak ini minta gratisan mulu!” sambar Selma.

 

“Hahaha.”

 

“Iya, deh. Aku kasih gratis karena hari ini suasana hatiku lagi bagus.”

 

“Aku juga mau kalo gratis!” seru Bagus.

 

“Oke.” Yuna mengerdipkan mata dan bangkit dari tempat duduk. “Eh, kalo Bellina nyari aku, bilang aja aku lagi males berdebat!” pinta Yuna.

 

“Idih, mana berani kita ngomong kayak gitu,” sahut Selma.

 

Yuna tertawa kecil dan bergegas pergi.


((Bersambung ...))

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas