Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Tuesday, February 4, 2025

Bab 49 : Malam Pertama

 


Usai menghadiri pertemuan, Yuna dan Yeriko kembali ke kamar hotel. Yuna langsung mandi dan berbaring di tempat tidur.

 

Yuna menatap tubuhnya sendiri berkali-kali. Ia sibuk memikirkan bagaimana memenuhi permintaan ibu mertuanya.

 

“Duh, gimana ya?” tanya Yuna sambil menggigit jari-jarinya.

 

Yuna mengacak-ngacak rambutnya sendiri. Ia meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja dan mencari beberapa referensi di internet agar bisa melayani suaminya dengan baik.

 

“Belum tidur?” tanya Yeriko saat ia baru keluar dari kamar mandi.

 

Yuna menggelengkan kepala tanpa mengalihkan perhatian dari layar ponselnya.

 

“Main apa? Tegang banget?” tanya Yeriko sambil duduk di samping Yuna.

 

Yuna langsung menyembunyikan ponsel ke dadanya saat Yeriko berusaha mengintip layar ponselnya. “Lagi baca berita,” jawab Yuna gugup.

 

“Berita apaan? Baca berita bisa bikin muka kamu semerah ini?”

 

“Eh!?” Yuna langsung menyentuh kedua pipi dengan telapak tangan dan menjatuhkan ponselnya begitu saja.

 

Yeriko melirik headline artikel yang terpampang di layar ponsel Yuna. Ia tersenyum kecil dan langsung mengambil ponsel Yuna. “Oh ... lagi baca berita ...”

 

Yuna langsung menyambar ponsel di tangan Yeriko. Wajahnya semakin merah. Ia langsung berbaring membelakangi Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia memeluk Yuna dari belakang dan membalikkan tubuh Yuna perlahan menghadap ke wajahnya.

 

“Kamu kenapa?” tanya Yeriko sambil menurunkan telapak tangan Yuna perlahan.

 

Yuna merasa jantungnya berdebar sangat kencang. Ia tidak tahu harus berbuat apa. “Aku ...” Bibir Yuna langsung membeku saat Yeriko menatapnya begitu hangat.

 

Yeriko langsung mengecup lembut bibir Yuna, mengulumnya begitu dalam hingga membuat jantung Yuna semakin berdebar kencang. Tangannya yang kekar mulai menyingkap baju Yuna perlahan.

 

Yuna tak lagi bisa mengendalikan dirinya saat Yeriko menghisap lehernya. Tubuhnya semakin membeku dan ia tenggelam dalam kenikmatan yang Yeriko hadirkan dalam setiap sentuhan di tubuhnya.

 

“Hmm ...!” desahan kecil yang keluar dari bibir Yuna, membuat Yeriko semakin bergairah. Perasaan yang tertahan selama ini, akhirnya bisa terluapkan dan mereka tak lagi bisa mengendalikan diri. Sama-sama tenggelam dalam romansa cinta yang panas dan menggairahkan.

 

“I Love you ...” bisik Yeriko sambil mengecup bibir Yuna. Ia mengusap keringat yang mengucur deras di dahinya. Ia benar-benar tidak menyangka kalau Yuna akan memberikan kenikmatan malam ini juga. Ia telah menantikannya begitu lama. Bisa memiliki Yuna seutuhnya.

 

Yuna tersenyum sambil merangkul leher Yeriko yang masih asyik bermain di tubuhnya. Ia menghisap kuat bibir Yeriko agar tetap bisa menikmati rasa sakit yang begitu menggoda.

 

Waktu terus bergulir, tak ada satu pun yang bisa menghentikannya. Tapi, Yeriko harus segera menghentikan permainannya saat petang bersiap menyambut mentari yang hangat.

 

Yeriko menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur sambil menatap langit-langit kamar. Tubuhnya basah kuyup karena keringat yang mengucur dari tubuhnya. Malam ini, ia bekerja sangat keras. Ia menoleh ke arah Yuna yang berbaring di sisinya dan tersenyum manis.

 

“Mau ke mana?” tanya Yeriko saat Yuna bangkit dari tempat tidur.

 

“Mau mandi. Udah kan?”

 

Yeriko menggeleng, ia menarik kembali tubuh Yuna ke dalam pelukannya.

 

“Ini sudah pagi, kita belum tidur. Kamu nggak ngantuk?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kalau gitu, kita tidur dulu!” pintanya sambil menarik selimut untuk menutupi tubuh mereka yang tak lagi mengenakan pakaian.

 

“Mandi dulu, baru tidur,” sahut Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Mandinya nanti aja!” pinta Yeriko sambil memejamkan matanya.

 

“Tapi ...”

 

Yeriko langsung membenamkan kepala Yuna ke dadanya.

 

Yuna tersenyum bahagia dan terlelap dalam pelukan Yeriko.

 

 

 

Beberapa jam kemudian ...

 

Yuna membuka matanya perlahan, ia memicingkan mata sambil mencari-cari ponselnya.

 

“Jam berapa ini?” tanya Yuna sambil meraih ponsel dan melihat jam yang ada di ponselnya.

 

“Nggak usah pedulikan ini jam berapa. Aku masih ngantuk banget.”

 

“Ini udah jam dua siang!” seru Yuna sambil menepuk dada Yeriko.

 

“Emang kenapa?” tanya Yeriko sambil membuka sebelah matanya.

 

“Aku laper,” jawab Yuna lirih.

 

Yuna langsung bangkit dan duduk di atas tempat tidurnya. “Aku juga laper.”

 

“Ayo, bangun!” ajak Yuna.

 

Yeriko mengangguk dan langsung turun dari tempat tidur.

 

“Aw ...!” teriak Yuna sambil memegangi pinggulnya saat akan turun dari tempat tidur.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko langsung menoleh ke arah Yuna.

 

“Sakit,” jawab Yuna lirih.

 

Yeriko langsung menghampiri Yuna. “Apanya yang sakit?”

 

“Badanku sakit semua. Kayaknya, tulang-tulangku pada rontokan,” jawab Yuna lemas.

 

Yeriko tertawa kecil. Ia langsung mengangkat tubuh Yuna dan membawanya masuk ke dalam kamar mandi. Yeriko meletakkan tubuh Yuna perlahan ke dalam bathtub dan menyalakan kran air.

 

“Udah pesen makanan?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko yang duduk di hadapannya.

 

“Belum.”

 

“Laper,” rengek Yuna.

 

“Iya, aku pesenin makan. Mau makan apa?” tanya Yeriko sambil mengambil ponselnya.

 

“Apa aja,” jawab Yuna.

 

Yeriko langsung memesan beberapa makanan dan minuman. Ia kembali masuk ke kamar mandi dan ikut berendam di dalam bathtub bersama Yuna.

 

“Yun, makasih untuk malam ini,” bisik Yeriko.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Aku juga makasih karena kamu sudah melakukan banyak hal buat aku. Selalu sabar menghadapi aku yang masih kekanak-kanakkan ini.”

 

“Apa saat ini kamu bahagia?” tanya Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Sangat bahagia,” jawabnya sambil memainkan hidungnya ke hidung Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil dan langsung mengulum bibir Yuna.

 

Dering ponsel Yeriko, membuyarkan kemesraan mereka.

 

“Makanan?” tanya Yuna.

 

Yeriko menggelengkan kepala.

 

“Siapa?”

 

“Nomer baru,” jawab Yeriko sambil menatap nomor yang tertera di layar ponselnya.

 

“Itu makanan yang kamu pesan kali. Angkat!” pinta Yuna.

 

Yeriko langsung menekan menu answer dan menjawab telepon. “Halo ...!”

 

“Halo ... ini Pak Yeriko?”

 

“Iya.”

 

“Aku Wilian Wijaya. Tunangannya Bellina, sepupu Yuna.”

 

“Oh. Ada apa?”

 

“Malam ini ada waktu? Aku mau ngajak kalian makan malam”

 

“Di mana?”

 

Lian menyebutkan salah satu restoran mewah yang ada di sebelah utara kota Surabaya.

 

“Oke.” Yeriko langsung mematikan teleponnya.

 

“Siapa?” tanya Yuna.

 

“Mantan pacarmu!”

 

“Hah!? Kok, bisa dapet nomer telepon kamu?”

 

Yeriko mengedikkan pundaknya.

 

“Kirain makanan,” celetuk Yuna. “Kenapa dia telepon kamu?”

 

“Ngajak nge-date.”

 

“Hah!?”

 

Yeriko tersenyum ke arah Yuna. “Bercanda.”

 

“Hmm ... kirain, kamu suka sama laki-laki juga.”

 

“Nggak lah. Aku cuma suka kamu,” sahut Yeriko.

 

“Kali aja kamu abnormal,” celetuk Yuna.

 

“Apa!?”

 

“Abnormal!”

 

Yeriko langsung menjepit hidung Yuna. “Apa semalam masih kurang?” dengus Yeriko sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Yuna.

 

“Kurang apa?” tanya Yuna sambil menahan senyumannya.

 

“Kurang membuktikan kalau aku laki-laki normal. Mau nambah lagi?” tanya Yeriko sambil menelungkupkan tubuhnya ke atas ke tubuh Yuna.

 

“Yang semalam masih sakit,” sahut Yuna.

 

“Sakit atau enak?”

 

Yuna tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Yeriko. “Sakit, sakit enak,” jawabnya sambil meringis.

 

Yeriko tersenyum dan langsung mencium Yuna. Tangannya mulai berjalan perlahan di atas tubuh Yuna yang terendam di dalam air.

 

“Siapa lagi sih! Ganggu aja!” celetuk Yeriko saat ponselnya kembali berdering. Ia langsung menjawab panggilan telepon tersebut. “Oke. Tunggu sebentar!” Ia keluar dari bathtub dan langsung memakai handuk.

 

“Siapa?” tanya Yuna.

 

“Makanan yang aku pesen tadi,” jawab Yeriko sambil keluar dari kamar mandi. Ia bergegas mengambil makanan yang ia pesan dan meletakkannya di atas meja.

 

“Mana makanannya?” tanya Yuna saat Yeriko kembali masuk ke kamar mandi.

 

“Hah!? Mau makan di sini?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Aku udah laper banget. Kamu pesen makanan apa?”

 

“Ada roti, mau?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko bergegas mengambilkan roti dan minuman untuk Yuna.

 

“Makasih!” ucap Yuna manja saat Yeriko memberikan makanan kepadanya.

 

“Masih mau berendam?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguk sambil menyuap roti ke mulutnya.

 

“Aku mandi duluan.”

 

Yuna mengangguk, ia menikmati suasana hatinya yang sedang bahagia.

 

“Lian ngajak makan malam bareng,” tutur Yeriko sambil menyalakan shower dan membasahi tubuhnya.

 

“Makan sama kamu doang?”

 

“Kita.”

 

“Nggak mau ah!”

 

“Kenapa?”

 

Yuna menatap kiss mark yang ada di dadanya. Ia langsung keluar dari bathtub dan menatap tubuhnya di cermin.

 

“Kamu bikin kiss mark banyak banget. Aku malu ketemu sama orang,” tutur Yuna sambil memerhatikan beberapa kiss mark yang ada di leher dan dadanya.

 

“Malu kenapa? Kita udah nikah, nggak ada yang aneh kan?”

 

“Iya, sih.” Yuna menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia menghampiri Yeriko dan mandi bersama seperti biasanya.

 

((Bersambung ...))


 

 

 

 

Bab 48 : Pesona Kakak Ipar

 


“Harusnya, pegawai kecil kayak kamu cukup tahu diri. Masuk ke tempat ini, bener-bener nggak cocok.” Bellina menghampiri Yuna yang sedang berdiri seorang diri.

 

Yuna hanya tersenyum kecil sambil menggoyang-goyangkan gelas minumnya.

 

Di belakang mereka, ada Amara yang terlihat sangat angkuh dan elegan. Ia bisa mendengar semua pembicaraan Yuna dan Bellina, namun tidak begitu memperdulikan.

 

“Yeriko itu bukan pria sembarangan. Dia nggak mungkin mau menikah sama kamu kalau kamu bukan wanita penggoda. Apa yang diharepin sama cewek miskin kayak kamu kalau bukan kekayaan Yeriko?”

 

Yuna tersenyum sinis ke arah Bellina.”Harusnya kamu ngomong kayak gitu sama diri kamu sendiri!”

 

Bellina tersenyum ke arah Yuna. “Aku? Aku bukan cewek miskin kayak kamu. Aku sama Lian, kami sederajat. Sedangkan kamu? Cuma itik kampung yang pengen jadi angsa. Kamu pikir, kamu kelihatan cantik pakai gaun kayak gini?” Bellina menarik gaun Yuna.

 

Yeriko langsung datang menghampiri Yuna. Ia melindungi tubuh Yuna dari cengkeraman Bellina. “Jangan ganggu istriku!” sentak Yeriko sambil menatap kesal ke arah Bellina.

 

“Aku nggak ganggu dia. Jelas-jelas dia yang mengganggu banget. Sampah kecil kayak gini, nggak seharusnya ada di tempat ini,” sahut Bellina.

 

Amara yang ada di belakang Bellina melangkah maju dan ikut mencibir Yuna. “Oh ... ternyata istri kamu ini cuma orang miskin yang nggak punya bisnis sama sekali? Nggak malu ambil dia jadi istri?”

 

Yeriko menatap tajam ke arah Bellina dan Amara. Ia tidak mengucapkan apa pun. Namun, dari raut wajah dan tatapan yang dingin. Membuat Bellina dan Amara ketakutan.

 

“Kalian nggak punya hak sama sekali menentukan siapa yang pantas jadi istriku!” tegas Yeriko. Ia meraih lengan Yuna dan membawa istrinya meninggalkan dua wanita yang telah menyerang istrinya itu.

 

Bellina sangat kesal dengan kehadiran Yuna dalam acara tersebut. Di dalam hatinya, masih ada dendam yang membara. Melihat Yuna lebih unggul darinya, ia merasa sangat khawatir kalau Lian akan kembali ke sisi Yuna.

 

Bellina melangkahkan kakinya mendekati meja dan minum beberapa gelas wine. Ia merasa hatinya sangat kesal dan membuatnya menenggak beberapa gelas wine yang ada di depannya.

 

Lian yang melihat Bellina minum banyak, langsung menghampiri Bellina. “Kenapa minum banyak banget?”

 

Bellina menjatuhkan kepalanya ke dada Lian dan menangis tersedu.

 

“Kenapa?” tanya Lian.

 

“Sayang, kamu tahu kan kalau Yuna nggak pernah suka sama hubungan kita. Dia habis maki-maki aku habis-habisan. Padahal, aku Cuma mau ngucapin selamat ke dia.”

 

“Sudahlah. Suatu hari, dia pasti bisa menerima aku jadi kakak iparnya dengan baik,” sahut Lian sambil menatap tubuh Yuna yang sedang bersama Yeriko dengan rekan-rekan bisnisnya.

 

Lian terus menatap Yuna yang terlihat sangat cantik dengan gaun dan make up yang ia kenakan. Matanya hampir tak berkedip dan terus mengikuti setiap gerak-gerik Yuna secara diam-diam.

 

Bellina menyadari sikap Lian yang masih memerhatikan Yuna diam-diam. Ia merasa, Yuna mulai menjadi ancaman bagi hubungannya dengan Lian. Ia sangat khawatir, bukan hanya khawatir, ia juga sangat takut kehilangan Lian.

 

Sementara, di seberang sana terlihat Yuna dan Yeriko sedang berbincang asyik Lutfi.

 

“Kakak Ipar, kamu cantik banget hari ini,” puji Lutfi.

 

Yeriko tersenyum dan langsung menarik tubuh Yuna ke dalam dekapannya. “Gimana? Serasi kan?”

 

Lutfi manggut-manggut menanggapi pertanyaan Yeriko. “Nggak nyangka kalau bakal dapet kakak ipar secantik ini,” lanjut Lutfi.

 

Yeriko tertawa kecil melihat Lutfi.

 

“Eh, itu tunangannya Chandra?” tanya Yuna sambil menatap Chandra yang sedang bersama dengan Amara.

 

Yeriko dan Lutfi menganggukkan kepala. “Kenapa?”

 

“Cantik banget!” puji Yuna tanpa berkedip menatap Amara. “Tapi ...” Yuna menundukkan kepala, mengingat kejadian yang terjadi beberapa menit lalu saat ia dan Bellina sedang berdebat.

 

“Nggak usah dipikirkan! Sifatnya dia memang seperti itu,” tutur Yeriko.

 

“Hah!? Kenapa? Dia nindas Kakak Ipar?” tanya Lutfi.

 

Yuna menggelengkan kepala sambil tersenyum.

 

“Hmm ... dia memang cantik dan kaya. Tapi ... sifatnya nggak begitu baik. Aku masih nggak ngerti kenapa Chandra bisa tergila-gila sama perempuan kayak gitu,” celetuk Lutfi.

 

Yeriko langsung menepuk lengan Lutfi sambil mengerdipkan matanya.

 

Lutfi meringis. “Kakak Ipar, kamu tahu nggak kenapa banyak pria kaya suka sama cewek cantik daripada cewek pintar?”

 

Yuna mengerutkan kening dan menggelengkan kepala.

 

“Karena ... cewek cantik bisa diajak bersenang-senang. Hahaha. Tapi, lebih beruntung lagi kalau bisa dapetin cewek cantik dan pintar.”

 

Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Lutfi. Ia tidak mengerti kenapa Lutfi tiba-tiba mengatakan hal seperti itu.

 

“Kakak Ipar, kamu lebih suka cowok yang serius atau lucu?”

 

“Hmm ... yang lucu.”

 

“Kenapa?”

 

“Asyik aja. Pasti nggak pernah kesepian.”

 

“Gimana dengan dia?” tanya Lutfi sambil menunjuk Yeriko dengan dagunya.

 

Yuna langsung menatap Yeriko. “Dia pria yang serius. Sangat membosankan!” bisik Yuna sambil menahan tawa.

 

“Hmm ...” Yeriko hanya berdeham mendengar candaan Yuna dan Lutfi.

 

Lutfi tertawa kecil melihat wajah Yeriko yang masih begitu serius. “Kakak Ipar, kamu tahu kalau Yeriko nggak pernah pacaran. Sampai-sampai, dia harus dicarikan jodoh sama kakeknya. Siapa sangka, dia malah milih kamu. Kamu pasti orang yang spesial. Kamu mau dengar nggak cerita lucu waktu Yeriko dijodohin sama cewek-cewek cantik pilihan kakeknya?”

 

“Oh ya?” Wajah Yuna terlihat sangat berbinar dan antusias mendengar cerita dari Lutfi. “Ceritain dong!” pintanya sambil melirik Yeriko.

 

“Ada cewek yang tiba-tiba ditaruh di pesawat waktu perjalanan ke London. Cewek itu agresif banget. Yeriko mau lari tapi nggak bisa ke mana-mana. Jalan satu-satunya cuma lompat dari dalam pesawat. Dia bener-bener bikin kegaduhan di dalam pesawat. Hahaha.”

 

Yuna tergelak mendengar cerita Lutfi. “Loh? Bukannya dia bos. Harusnya di kelas bisnis kan? Kenapa bisa ada cewek bisa deketin?”

 

“Kan udah diatur sama Kakek,” sahut Lutfi tak bisa menahan tawanya.

 

Yuna tertawa kecil. “Nggak nyangka ya kalau kamu juga bisa bertingkah konyol dan memalukan. Aku pikir ...” Yuna menatap wajah Yeriko yang mengunci rapat-rapat bibirnya sembari mengangkat dagu.

 

Lutfi menggaruk kepalanya yang tidak gatal menghadapi tatapan tajam Yeriko yang hampir menyayat lehernya. “Mmh ... Kakak Ipar, aku ke sana dulu ya!” pamitnya sambil membalikkan tubuhnya perlahan.

 

“Mau ke mana?” tanya Yeriko menahan langkah Lutfi.

 

Lutfi menelan ludah mendengar pertanyaan Yeriko.

 

“Sudahlah! Jangan marah!” pinta Yuna sambil menatap Yeriko. “Aku nggak akan bergosip ke mana-mana, kok.”

 

Lutfi tersenyum sambil berbalik menatap Yuna dan Yeriko. “Aha, bener banget! Nggak ada orang lain yang tahu cerita ini kecuali aku, Chandra dan Kakak Ipar.”

 

Yuna tertawa kecil. “Gimana dengan orang lain yang ada di pesawat itu?”

 

Lutfi tertawa kembali. “Iya juga ya?”

 

“Lut, itu ada Mr. David!” Yeriko menunjuk seorang pria berwajah eropa. Ia langsung menarik Lutfi menghampiri orang tersebut.

 

Yuna tersenyum, ia memilih untuk mencicipi beberapa makanan yang terhidang di atas meja. Memberikan kesempatan pada Yeriko untuk berbincang dengan banyak pebisnis lainnya.

 


((Bersambung ...))

 

Bab 47 : Our Glamour Time

 


Yeriko menghentikan mobilnya di halaman rumah. Ia mengambil payung yang ada di belakang kursinya karena hujan deras.

 

“Buat apa pakai payung?” tanya Yuna saat melihat Yeriko memegang sebuah payung.

 

“Hujannya deres banget. Walau udah di depan rumah, pasti basah.”

 

“Takut basah? Ini kan cuma hujan air. Kamu belum pernah main hujan?”

 

Yeriko mengernyitkan dahinya. “Aku bukan anak kecil.”

 

“Katanya ... ciuman di bawah air hujan itu jauh lebih romantis,” tutur Yuna sambil keluar dari mobil.

 

Yuna menarik lengan Yeriko dan mengajaknya berlari di tengah hujan. Awalnya, Yeriko sangat khawatir dengan kesehatan Yuna. Namun, ia ikut menikmati bermain di tengah hujan deras yang mengguyur.

 

“Yun, sudah main hujannya! Ntar sakit!” teriak Yeriko.

 

“Ayo ... tangkap aku!” seru Yuna sambil berlari.

 

Yeriko langsung mengejar Yuna. Yuna terus berlari menghindar. Yeriko tidak menyerah begitu saja, ia terus mengejar Yuna hingga ia bisa meraih lengan Yuna dan menarik tubuh gadis itu ke dalam pelukannya.

 

Yeriko langsung mengecup bibir Yuna, membuat Yuna tertegun sesaat.

 

“Sudah kan? Sekarang kita masuk!” pinta Yeriko.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia berjinjit dan langsung membalas ciuman Yeriko.

 

Yeriko memeluk tubuh Yuna perlahan sembari menikmati ciuman hangat di tengah hujan. Ia merasa bibir Yuna jauh lebih manis dan membuatnya tak ingin berhenti mengulum dan menikmatinya.

 

“Ayo, kita masuk!” ajak Yeriko sambil mengangkat tubuh Yuna dan menggendongnya masuk ke dalam rumah. Mereka pergi mandi dan tidur bersama, saling manghangatkan dalam selimut.

 

Keesokan harinya ...

 

“Bagus nggak?” tanya Yuna sambil menatap tubuhnya di depan cermin.

 

Hari ini, Yuna akan menemani Yeriko pergi ke acara pertemuan bisnis tahunan. Yeriko sudah menyiapkan pakaian yang sangat mahal untuk Yuna. Juga perhiasan berharga ratusan juta.

 

“Cantik,” jawab Yeriko sambil berdiri di samping Yuna. Ia sudah terlihat rapi dengan setelan jas berwarna navy.

 

Yuna menoleh ke arah Yeriko. “Kamu juga ganteng banget!” puji Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna.

 

“Aku tahu, ini sepatu edisi terbatas dengan harga selangit. Gimana kamu bisa dapetin ini?” tanya Yuna sambil mengeluarkan high heels dari dalam kotak dan memakainya. “Apa ini nggak pemborosan?”

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia berjongkok dan membantu Yuna memakai sepatunya. “Kamu sekarang sudah jadi Nyonya Yeriko. Semua orang akan memperhatikan kamu. Sudah sepantasnya aku ngasih semua ini. Kita akan ketemu banyak pebisnis besar se-Asia dan Nyonya Ye harus terlihat sebagai wanita yang terhormat.”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum. Ia merasa sangat senang karena bisa mengenakan pakaian dan perhiasan mahal. Jika tidak menikah dengan Yeriko, mungkin ia tidak akan pernah memakai baju mahal seumur hidupnya.

 

Usai bersiap, mereka bergegas menuju hotel tempat diadakannya acara pertemuan.

 

Saat di lobi, mereka berpapasan dengan Lian dan Bellina.

 

“Hai ...!” sapa Bellina sambil tersenyum ramah pada Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis menanggapinya. “Senyummu jauh lebih jelek daripada marah-marah,” celetuk Yuna dalam hati.

 

“Nggak nyangka kalau bisa ketemu di tempat ini. Ini bukan pertemuan biasa. Pastinya, kamu bisa di sini karena nikmati harta kekayaan orang lain kan? Pegawai kecil kayak kamu, nggak mungkin bisa pakai pakaian mahal kalau bukan morotin harta orang lain,” bisik Bellina di telinga Yuna.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. Ia berusaha menahan diri agar tidak membuat keributan dan tetap menjaga nama baik suaminya. Ia memilih untuk tersenyum dan tidak terpancing dengan ucapan Bellina.

 

Bellina tersenyum sinis ke arah Yuna. “Kenapa? Kamu nggak bisa ngelak lagi kalau kamu memang sengaja memanfaatkan kekayaan orang lain.”

 

Yeriko tidak tahan mendengar ucapan Bellina. Ia tidak bisa melihat istrinya diperlakukan begitu rendah oleh saudaranya sendiri. Ia merangkul pinggang Yuna dan menatap tajam ke arah Bellina.

 

“Kamu pikir, kamu lebih baik dari Yuna?” Yeriko menatap Bellina. Wajah dinginnya berhasil membuat bibir Bellina membeku.

 

Lian memerhatikan tangan Yeriko yang melingkar di pinggang Yuna. Ia merasa sangat kesal melihat Yuna dan Yeriko. “Pak Yeriko, senang bertemu dengan Anda.” Lian tersenyum sambil mengulurkan tangannya ke arah Yeriko.

 

Yeriko menyembunyikan tangannya ke dalam kantong jas dan membuang wajahnya. Ia sama sekali tidak berminat menyentuh tangan Lian.

 

Lian menghela napas, ia menarik lengannya perlahan karena Yeriko tak kunjung menyambutnya.

 

Bellina semakin kesal dengan sikap Yeriko yang dingin dan angkuh. Ingin sekali ia memaku Yeriko, namun Lian menahannya agar tidak bertingkah.

 

“Hei, Yer!” sapa Lutfi sambil menepuk bahu Lutfi.

 

“Baru datang?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Lutfi.

 

Lutfi mengangguk. Ia menoleh ke arah Wilian yang berdiri di hadapannya. “Li, ini calon istrimu?” tanya Lutfi sambil menahan tawa melihat Bellina yang berdiri di samping Lian.

 

“Kenapa? Ada masalah?”

 

Lutfi tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Lian. “Aku pikir, kamu pria yang punya selesa tinggi. Ternyata, cuma segini doang?”

 

“Kamu ...!?” Bellina maju selangkah dan hampir menyerang Lutfi. Namun, dengan cepat Lian menahannya.

 

Lutfi tersenyum kecil menatap Bellina. “Heh!? Kamu nempel terus sama Lian, udah kayak lintah aja.”

 

Bellina membelalakkan matanya dan menatap kesal ke arah Lutfi.

 

“Kenapa? Kamu nempel terus sama Lian cuma mau menghisap kekayaan dia aja kan?”

 

Bellina terdiam. Ia tidak berani mengatakan sesuatu yang sudah bergumul dalam hatinya. Ia memilih untuk diam saat mengingat identitas Lutfi.

 

Yuna tersenyum kecil saat Bellina tidak bisa melawan Lutfi. Ia langsung menatap Bellina yang berdiri di depannya. “Kasihan banget sih, kamu. Bahkan orang luar aja bisa tahu siapa kamu sebenarnya,” celetuk Yuna.

 

Bellina terdiam, ia hanya bisa menahan emosi dalam dirinya karena Lutfi, Yeriko, dan Yuna bersama-sama menyerang dirinya.

 

Lian tidak bisa berkata-kata. Hampir semua orang mengatakan kalau Bellina hanya menipunya. Sengaja mendekati dirinya hanya karena harta. Hatinya kini mulai goyah, ia merasa sangat menyesal karena telah memilih Bellina.

 

Lian tak bisa mengalihkan pandangannya dari Yuna yang terlihat sangat cantik, elegan dan seksi.

 

“Masuk, yuk!” ajak Yeriko saat ia menyadari kalau Lian menatap Yuna dengan tatapan yang tak biasa. Ia langsung mengajak Yuna dan Lutfi untuk masuk ke aula pertemuan.

 

Bellina menyenggol lengan Lian yang masih menatap kepergian tiga orang yang berdiri di hadapannya. “Bisa nggak, nggak lihatin Yuna kayak gitu?” protesnya.

 

“Biasa aja,” sahut Lian. Ia teringat saat dirinya bersama dengan Yuna selama tujuh tahun, tapi ia belum pernah mencium Yuna. Kini, Yuna telah menjadi istri orang lain dan tidak akan pernah kembali lagi ke sisinya.

 

“Ayo, masuk!” ajak Bellina sambil merangkul lengan Lian. Mereka melangkah masuk ke aula, mengikuti Yuna dan Yeriko. Ia semakin kesal dan iri saat Yuna berhasil merebut perhatian semua orang yang ada di aula tersebut.

 

Di belakang Bellina dan Lian, ada sosok Chandra dan Amara yang juga tampil memukau. Hampir semua tamu sudah mengenal keduanya dan tidak terlalu suka dengan kehadiran Amara.

 

Yeriko dan Yuna berhasil menjadi pusat perhatian semua orang, ke mana pun mereka pergi, semua mata terfokus pada pasangan yang terlihat sangat serasi dan membuat semua orang iri.

 

“Malam, Pak Yeri!” sapa salah satu rekan bisnis Yeriko.

 

“Malam!” balas Yeriko tersenyum.

 

“Wah, sepertinya tahun ini ada yang baru!” sapa rekan lainnya sambil melirik Yuna yang ada di samping Yeriko.

 

Yeriko tersenyum. Ia mengerti maksud semua orang yang ada di depannya. “Perkenalkan, ini istri saya!” Yeriko langsung memperkenalkan Yuna pada semua orang yang ada di hadapannya.

 

“Istri? Wah, selamat!” Ucapan selamat untuk pernikahan Yuna dan Yeriko terus berdatangan. Hampir semua orang menyukai Yuna yang cantik, imut dan sangat elegan.

 

Setelah selesai berkenalan dengan beberapa rekan bisnis Yeriko, Yuna merasa sangat lega. Akhirnya, ia memiliki waktu untuk beristirahat. Yuna mengambil segelas anggur merah di atas meja dan memilih tempat untuk menyendiri. Sementara Yeriko masih sibuk membicarakan tentang bisnis dengan beberapa orang yang ada di tempat itu.

 

 ((Bersambung...))

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas