Friday, January 24, 2025

Bab 38 - Masih Perawan

 


“Yun, kita makan di luar aja ya! Bibi War nggak ada,” tutur Yeriko saat Yuna baru saja keluar dari kamar mandi.

 

“Oh ya? Bibi ke mana?” tanya Yuna sambil melangkah menuju lemari untuk mengambil pakaian ganti.

 

“Dia izin hari ini, katanya anaknya lagi sakit.”

 

“Oh ... gimana kalau aku aja yang masak?” tanya Yuna sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Kita makan di luar aja!” pintanya.

 

“Kamu bener-bener nggak mau makan masakanku?” Yuna tertunduk lesu. Ia tak bersemangat mengenakan pakaiannya.

 

“Aku bukan nggak mau makan masakan kamu. Aku cuma nggak mau terjadi kecelakaan lagi. Lebih baik kita makan di luar!” Yeriko langsung mengambil jaket dari dalam lemari dan mengenakannya.

 

Yuna mengangguk. “Oke, deh,” ucapnya sambil tersenyum. Yuna berdiri di depan meja rias, ia mengoleskan bedak tipis ke wajahnya. Tak lupa, ia memberikan tambahan perona merah di bibirnya.

 

Yeriko menghampiri Yuna perlahan dan memeluk gadis itu dari belakang. “Kamu lebih penting dari apa pun, jangan bikin aku khawatir lagi!” bisiknya di telinga Yeriko.

 

Yuna tersenyum sambil menyentuh pipi Yeriko. Ia menatap Yeriko dari balik cermin. Yuna mengangguk perlahan dan langsung memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tas tangannya. “Kita berangkat sekarang!”

 

Yeriko mengangguk. Ia menggandeng tangan Yuna keluar dari kamar, berjalan menuruni anak tangga dan keluar dari rumah.

 

Yeriko mengajak Yuna makan di salah satu restoran mahal. Yuna terpana saat melihat dekorasi restoran yang sangat mewah. Orang-orang yang makan di sana juga berpakaian eksklusif.

 

“Kenapa nggak bilang kalau mau makan di sini?” bisik Yuna.

 

Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

“Aku pakai baju biasa kayak gini. Kalau tahu makan di sini, aku kan harus pakai gaun formal. Aku lihat, semua orang di sini pakai pakaian formal,” tutur Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil menatap Yuna. Ia mengajak Yuna duduk di salah satu meja. “Kamu itu pakai baju apa aja tetep kelihatan cantik. Nggak usah minder!”

 

Yuna tersenyum sambil duduk di kursi yang sudah disediakan Yeriko.

 

Yeriko ikut duduk dan langsung memesan makanan untuk Yuna dan dirinya.

 

“Minggu depan, ada acara pertemuan tahunan komunitas pebisnis se-Asia. Kamu temenin aku ya!” pinta Yeriko.

 

Yeriko tersenyum, perlahan ia menyuap makanan ke mulutnya. “Gimana?” tanya Yeriko.

 

“Apanya?” tanya Yuna balik dengan mulut penuh makanan.

 

“Mau kan temenin aku ke acara tahunan?”

 

Yuna mengangguk-anggukkan kepala.

 

“Di sana juga ada banyak makanan enak dari berbagai negara di Asia.”

 

“Oh ya? Apa boleh makan semuanya?” tanya Yuna dengan mata berbinar.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna membayangkan semua makanan enak yang terhidang di hadapannya. “Oh My God! Semua makanan dari berbagai negara? Aku bisa ngerasain keliling dunia dalam semalam,” gumam Yuna dalam hati. Ia tersenyum senang dan bersedia menemani Yeriko.

 

Yeriko selalu tersenyum melihat Yuna yang begitu antusias dan penuh semangat. Baginya, Yuna adalah warna baru dalam kehidupannya. Sejak mengenal gadis itu, ia merasa hari-harinya jauh lebih baik. Senyuman Yuna, membuat hati dan pikirannya begitu tenang.

 

Tiba-tiba, Yuna menutup wajahnya menggunakan buku menu saat melihat wanita muda masuk ke dalam restoran bersama dengan lelaki setengah baya.

 

“Kenapa?” bisik Yeriko.

 

“Sst ...!” Yuna menempelkan jari telunjuk ke bibirnya.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. Ia terus menatap wanita muda yang baru saja masuk ke dalam restoran itu. Wanita tersebut duduk agak jauh dari tempat mereka makan dan membelakangi mereka.

 

Yeriko langsung menurunkan buku menu dari tangan Yuna. “Kamu kenal sama cewek itu?” tanya Yeriko.

 

“Itu si Lili, anak buahnya Bellina yang aku ceritain kemarin,” jawab Yuna lirih.

 

Yeriko mengernyitkan dahi. “Dia ...?” Yeriko menunjuk dengan jari telunjuknya. Kemudian menahan tawa.

 

Yuna ikut tertawa kecil menatap Yeriko. “Dia yang paling semangat banget ngatain aku dipelihara sama lelaki tua. Ternyata ... dia ke sini sama laki-laki tua yang lebih cocok jadi ayahnya.”

 

“Kamu yakin kalau dia bukan ayahnya?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kalau ayah, nggak akan semesra dan seintim itu kan?”

 

Yeriko menoleh ke belakang. Melihat Lili terlihat sangat mesra dengan pria setengah baya itu.

 

“Akhirnya ... aku punya senjata buat ngelawan dia!” tutur Yuna penuh semangat.

 

Yeriko menatap Yuna yang terlihat berapi-api.

 

“Nggak mau negur dia sekalian?” tanya Yeriko.

 

“Hah!?” Yuna melongo mendengar pertanyaan Yeriko.

 

“Pelayan!” panggil Yeriko. Ia meminta bill dan langsung membayar semua makanan yang ia pesan.

 

Yeriko menarik lengan Yuna. Dengan sengaja, ia mengajak Yuna menghampiri Lili yang sedang bersama pria tua itu.

 

“Nggak usah, Yer! Aku nggak mau bikin masalah di sini,” bisik Yuna.

 

“Siapa yang mau bikin masalah?” tanya Yeriko. Ia langsung merangkul pinggang Yuna, berjalan perlahan menghampiri manager restoran yang berdiri di tak jauh dari meja Lili.

 

Yeriko mengajak manager tersebut berbincang sejenak. Sementara Yuna bisa menatap Lili dengan jelas. Yuna tersenyum penuh kemenangan sambil menggandeng tangan Yeriko.

 

Lili membelalakkan matanya saat melihat Yuna yang tiba-tiba sudah ada di depannya. Ia melepas rangkulan tangannya dari pria tua yang ada di sampingnya. Perasaannya sangat gugup saat Yuna terus tersenyum ke arahnya.

 

“Ayo, kita pulang!” bisik Yeriko. Ia melirik ke arah Lili yang wajahnya terlihat sangat masam dan malu.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

Yeriko tersenyum sambil mencolek dagu Yuna. Ia sengaja bersikap mesra untuk membuat Lili semakin kesal.

 

Yeriko dan Yuna bergandengan tangan sambil keluar dari restoran.

 

“Hahaha ...!” Yuna langsung tertawa terbahak-bahak saat keluar dari pintu restoran. Ia terus memegangi perutnya yang terasa menggelitik. Bahkan, ia masih tertawa saat sudah berada di dalam mobil.

 

“Aku seneng banget hari ini. Kamu lihat, tadi mukanya si Lili kayak udang rebus karena kepergok lagi jalan sama Oom-Oom,” tutur Yuna sambil tertawa.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. Ia bergegas melajukan mobilnya kembali ke rumah.

 

Sesampainya di rumah, Yuna langsung berbaring di atas tempat tidur dengan perasaan penuh gembira.

 

“Aku mau ngerjain laporan dulu di sebelah. Kamu tidur duluan ya!” pinta Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala sambil menatap Yeriko. “Semangat, Beruangku! Jangan sampai larut malam ya!”

 

Yeriko mengangguk dan bergegas keluar dari kamar.

 

Yuna tidak bisa tidur. Ia langsung menelepon Jheni.

 

“Hei, tumben nelpon jam segini?” tanya Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.

 

“Emang nggak boleh?”

 

“Yah, kan ... namanya pengantin baru, biasanya jam segini lagi sibuk-sibuknya.”

 

“Sibuk ngapain?” tanya Yuna.

 

“Sibuk bercinta, masa sibuk ngurusin tetangga!?” sahut Jheni.

 

Yuna tergelak mendengar ucapan Jheni.

 

“Eh, gimana rasanya, Yun?”

 

“Rasanya apa?” tanya Yuna balik.

 

“Rasanya bercinta!” seru Jheni dengan nada penuh ceria.

 

“Nggak tahu,” jawab Yuna.

 

“Hah!? Kok nggak tahu?”

 

“Kita belum melangkah sejauh itu,” jawab Yuna lirih.

 

“Astaga! Jadi, nikah ngapain aja? Jangan-jangan ... kalian nggak tidur satu ranjang ya? Apa cuma pura-pura nikah kayak yang di sinetron-sinetron itu?” cerocos Jheni.

 

“Apaan sih!? Ya tidur satu ranjang setiap malam. Tapi ... dia juga nggak ngapa-ngapain aku.”

 

“Kok bisa? Emang dia nggak nafsu lihat kamu?” tanya Jheni.

 

“Eh!?” Yuna berpikir sejenak. Selama ini, Yeriko memang tidak pernah memaksa Yuna melayaninya. Bahkan, mereka sudah pernah saling melihat tubuh mereka telanjang bulat, tapi tetap tidak ada kemajuan. Apa tubuhnya memang tidak menarik?

 

Jheni tergelak. “Gila ya! Kamu udah umur dua puluh empat tahun, tapi masih perawan aja. Bahkan status kamu sudah nikah, tapi masih perawan. Ckckck.”

 

“Nggak usah ngolok!” seru Yuna.

 

“Eh, aku ada kirim web yang jual lingerie dan pakaian dalam seksi. Coba lihat deh!”

 

“Males!” sahut Yuna kesal.

 

Jheni tergelak. “Lihat ya! Pasti berguna banget buat hubungan kalian biar tambah hot. Aku mau ke toilet. Aku tutup teleponnya!” seru Jheni sambil menutup telepon.

 

Yuna menghela napas. Ia langsung membuka tautan yang dikirim oleh Jheni. Yuna tersenyum melihat gambar-gambar pakaian seksi yang terpampang di dalam web tersebut. Ia segera mengganti pakaian dan pergi tidur.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa.

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Bab 37 - Nyonya Muda GG

 


“Jadi, kamu bener-bener ada hubungannya sama laki-laki tua itu?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Aku sudah ambil alih semua saham dan aset perusahaannya.”

 

Yuna langsung menatap Yeriko. “Kamu ...!?” Yuna bangkit dan mencari ponselnya. Ia langsung mencari informasi di internet tentang pemilik perusahaan Galaxy Group. Ia terkejut saat potret Yeriko terlihat dari kejauhan.

 

Yuna membandingkan wajah Yeriko dan foto yang ada di dalam ponselnya. “Mirip?” Ia mengernyitkan dahi menatap ponselnya.

 

Yeriko tersenyum kecil menanggapi reaksi Yuna.

 

“Kamu ... Direktur Utama GG yang sering dibicarain orang-orang itu?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“What!?” Bola mata Yuna hampir keluar dari tempatnya. Ia tidak menyangka kalau suaminya adalah seorang Direktur dan CEO dari GG. Pria yang super kaya di kotanya. Ia langsung menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur dan tidak bersemangat menghadapi kenyataan yang sudah terjadi.

 

“Hei, kenapa?” tanya Yeriko, ia cemas dengan sikap Yuna.

 

“Aku nggak suka orang kaya, kenapa aku malah menikahi orang paling kaya di negeri ini?” tutur Yuna lirih. “Aku harus gimana menghadapinya?”

 

“Yun, apa aku buruk banget di depan kamu?” tanya Yeriko.

 

Yuna menggeleng tak bersemangat. “Aku yang buruk. Aku ini cuma wanita gelandangan. Nggak punya rumah, nggak punya harta, nggak punya apa-apa. Aku selalu dimaki sama keluarganya Lian karena aku orang miskin sedangkan keluarga mereka adalah orang yang kaya raya.”

 

“Yun, keluargaku nggak seperti itu,” tutur Yeriko sambil mengusap pipi Yuna.

 

Yuna menatap iba ke arah Yeriko. “Gimana aku menghadapi mama kamu? Aku nggak punya apa-apa. Mama kamu pasti nggak mau punya menantu yang miskin kayak aku,” tutur Yuna terisak.

 

Yeriko langsung memeluk tubuh Yuna. “Mamaku nggak akan seperti itu. Mama adalah wanita yang memiliki pengetahuan dan pandangan yang luas. Dia wanita paling baik yang aku kenal di dunia ini. Kakek juga orang yang sangat baik walau sikapnya memang sedikit keras. Mereka tidak akan melihat kamu dari materi yang kamu punya.”

 

Yuna menatap Yeriko dengan mata berkaca-kaca. “Tapi ...”

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Aku milih kamu karena kamu adalah wanita terbaik di dunia ini setelah Mama. Semuanya akan baik-baik aja! Mereka akan menyayangi kamu. Bahkan, mungkin lebih menyayangi kamu daripada aku.”

 

“Beneran?” tanya Yuna. Perasaannya masih sangat khawatir, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan saat bertemu dengan keluarga Yeriko.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Gimana kalau kita main ke rumah kakek dalam minggu ini?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengangguk kecil. Ia tak bisa menolak. Diterima atau tidak oleh keluarga Yeriko, ia tak lagi memperdulikannya. Yang ia rasakan saat ini, ia merasa sangat tenang dan bahagia berada dalam pelukan Yeriko.

 

Yeriko terus mengusap lembut pundak Yuna hingga gadis itu terlelap di pelukannya.

 

 

 

Keesokan harinya ...

 

Yuna masuk kerja seperti biasa. Saat jam makan siang, ia kembali mendengar gosip tentang Wilian dan Bellina yang akan segera menikah.

 

“Yun, emang bener mereka bakal nikah?” tanya Selma yang berada satu meja dengan Yuna saat jam makan siang.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Denger-denger, Bos Lian juga bakal bawa Bu Belli ke acara tahunan komunitas pebisnis besar di Asia,” tutur Bagus. “Apa itu artinya ... dia bakal memperkenalkan diri sebagai menantu Wijaya Group?”

 

“Huft, makin sombong aja tuh dia!” celetuk Selma.

 

“Mumpung masih ada yang disombongin kali,” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Eh, semalam kamu lembur, Yun?” tanya Selma.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Sampe jam berapa?”

 

“Setengah dua belas.”

 

“Malem banget? Bu Belli nyuruh kamu ngerjain apa sih?”

 

“Nyusun kertas yang kemarin udah aku masukin ke penghancur kertas.”

 

“What!?” Selma dan Bagus saling pandang.

 

“Itu orang, bener-bener nggak ada puasnya ngerjain kamu,” celetuk Bagus.

 

Yuna hanya tertawa kecil menanggapi celetukan Bagus. Tiba-tiba ponsel Yuna berdering.

 

Yuna langsung meraih ponsel yang ia letakkan di atas meja. “Halo ...!” sapanya begitu ia menjawab telepon.

 

“Pulang kerja jam berapa?” tanya Yeriko lewat telepon.

 

“Jam lima, kayak biasa.”

 

“Nggak lembur lagi kan?”

 

“Mudah-mudahan nggak sih,” jawab Yuna.

 

“Oke. Jam lima aku jemput.”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.

 

“Udah makan siang?”

 

“Udah. Ini lagi di kantin. Kamu sendiri?”

 

“Udah. Abis meeting sama klien.”

 

“Oh.”

 

“Udah dulu ya! Jangan terlalu capek kerjanya! Bye!”

 

“Bye ...!” Yuna langsung meletakkan kembali ponselnya ke atas meja.

 

“Suami kamu ya?” tanya Selma.

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

“Dia perhatian banget sih? Tiap hari antar jemput kamu. Aku penasaran, deh. Dia itu kayak gimana sih? Nggak kayak yang digosipin orang-orang itu kan?”

 

Yuna tersenyum sambil menggelengkan kepala. “Mmh ... yang jelas, jauh lebih baik daripada Lian.”

 

“Wah ... kamu beruntung banget sih? Kapan aku bisa punya pacar yang perhatian banget kayak gitu ya?” tutur Selma.

 

“Ehem ... ehem!” Bagus langsung merapikan kerah bajunya. “Aku siap, kok.”

 

Selma langsung melotot ke arah Bagus sambil menjulurkan lidahnya.

 

“Yee ... aku juga ganteng dan perhatian kali. Ya kan, Yun?” tanya Bagus sambil memainkan alisnya.

 

Yuna tertawa kecil. “Ya, ya, ya,” ucapnya sambil menahan senyum.

 

“Huft, kalian ini ... benar-benar nggak punya selera yang bagus,” celetuk Bagus.

 

“Karena yang Bagus cuma kamu!” sahut Selma sambil tertawa.

 

“Hahaha.” Yuna ikut tertawa mendengar ucapan Selma. “Karena namanya doang ya?”

 

“Eh, nama itu melambangkan kepribadian. Namaku Bagus. Jelas lah orangnya juga ganteng. Cah Bagus gitu loh.”

 

“Idih ...! Jijik aku lihatnya, Gus!” sahut Selma saat melihat gaya Bagus yang seperti perempuan saat berbicara.

 

Mereka menyelesaikan makan siang sambil bercanda bersama. Usai makan siang, Yuna kembali ke ruangannya. Lagi-lagi, Bellina memanggilnya untuk masuk ke dalam ruang kerja Bellina.

 

“Nyebelin kan?” celetuk Yuna sambil menatap Selma. “Kayaknya tuh orang udah kangen banget kalau sehari aja nggak ada ketemu sama aku.”

 

Selma tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.

 

Yuna langsung bergegas pergi ke ruangan Bellina.

 

“Mana laporan yang aku suruh bikin?” tanya Bellina saat Yuna masuk ke dalam ruangannya.

 

“Oh. Bentar. Aku ambil dulu!” Yuna berbalik dan keluar dari ruangan Bellina. Ia berlari ke ruangannya untuk mengambil laporan yang sudah ia buat dan kembali masuk ke dalam ruang kerja Bellina.

 

Bellina langsung memeriksa laporan yang dibuat oleh Yuna.

 

Yuna hanya berdiri di depan Bellina tanpa berkata-kata. Ia tidak tahu bagaimana Bellina akan menyerangnya dengan laporan yang ia buat. Ia sudah berusaha membuat laporan sebaik mungkin. Kalau Bellina masih memakinya, artinya memang Bellina yang sengaja membuat masalah dengannya.

 

“Apa-apan nih!?” Bellina langsung membanting laporan Yuna ke atas meja.

 

“Eh!? Emangnya kenapa?” tanya Yuna sambil meraih laporan tersebut dan memeriksanya.

 

“Laporan kamu ini berantakan banget. Nggak berguna sama sekali! Kamu bisa kerja nggak!?” seru Bellina.

 

Yuna merapatkan bibirnya. Ia menarik napas dalam-dalam untuk meredam emosi yang hampir meletus dari kepalanya.

 

“Bukannya yang kamu minta laporannya kayak gini?” tanya Yuna.

 

“Bukan kayak gitu! Makanya, kalo ada orang jelasin itu diperhatiin baik-baik! Nggak niat kerja ya!?” sentak Bellina.

 

“Heh!? Aku sudah ngerjain semuanya sesuai petunjuk!” Yuna langsung memukul meja Bellina. “Kamu aja yang sengaja pengen nyalah-nyalahin aku dan cari masalah sama aku kan?”

 

Bellina tersenyum sinis. “Buat apa aku cari masalah sama karyawan biasa kayak kamu. Sama sekali nggak level!” tegas Bellina.

 

Yuna makin kesal. Ia menghentakkan kakinya ke lantai dan bergegas keluar dari ruangan Bellina.

 

Bellina tersenyum penuh kemenangan. “Sebentar lagi, aku resmi jadi Nyonya Lian. Aku bakal singkirin kamu secepatnya!” tuturnya sambil menatap pintu ruangannya yang tertutup.

 

Sekalipun Yuna sudah menikah, ia masih menyimpan dendam dengan adik sepupunya itu. Terlebih, Lian masih terus memerhatikan Yuna diam-diam. Ia tidak akan membiarkan Lian kembali ke pelukan Yuna. Lian harus menjadi miliknya seutuhnya!

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

Bab 36 - For My Wife

 


“Bi, tolong bikinkan jahe hangat untuk Yuna!” pinta Yeriko begitu ia masuk ke dalam rumah. Yeriko merangkul Yuna menuju Sofa.

 

Bibi War menganggukkan kepala. Ia langsung membuat wedang jahe untuk Yuna tanpa banyak bertanya.

 

Yuna melepas jas milik Yeriko dan bangkit dari tempat duduk. “Aku mandi dulu!”

 

Yeriko langsung menahan lengan Yuna dan menariknya untuk kembali duduk. “Ini udah tengah malam. Nggak usah mandi! Ntar malah makin sakit.”

 

“Tapi ... aku belum mandi,” tutur Yuna sambil mengendus tubuhnya sendiri.

 

“Masih wangi,” sahut Yeriko. “Eh, dingin-dingin gini enak makan mie instan kuah. Mau?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna menganggukkan kepala. Kebetulan perutnya terasa melilit karena belum makan sejak tadi siang.

 

Yeriko bangkit dan bergegas menuju dapur untuk membuatkan mie kuah instan. Sementara Bibi War yang sudah selesai membuatkan wedang jahe untuk Yuna, langsung bergegas keluar dari dapur.

 

“Bi ...!” panggil Yeriko.

 

“Ya.”

 

“Ini  udah tengah malam. Habis kasih wedang jahe ke Yuna, Bibi istirahat ya! Besok tetep harus bangun pagi-pagi kan?”

 

Bibi War tersenyum sambil menganggukkan kepala. Ia bergegas memberikan segelas wedang jahe kepada Yuna. “Mbak Yuna kehujanan?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak, Bi. Cuma kedinginan.”

 

“Oh ... ini wedang jahe buat hangatin badan!” Bibi War meletakkan segelas wedang jahe ke atas meja. “Mmh ... Bibi mau istirahat dulu ya!”

 

“Loh? Bukannya Yeriko masih di dapur?”

 

“Iya. Mas Yeri nggak mau diganggu kalau lagi di dapur. Dia nyuruh Bibi istirahat,” tutur Bibi War berbisik sambil memainkan matanya.

 

“Iih ... Bibi mah bisa aja.”

 

Bibi War tersenyum. “Ajak dia banyak bicara! Bibi istirahat dulu!” pamitnya. Ia langsung bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengistirahatkan tubuhnya.

 

Waktu semakin larut. Aroma mie instan buatan Yeriko benar-benar menggugah selera makan Yuna. Ia bangkit dari sofa dan menghampiri Yeriko yang sedang memasak di dapur.

 

“Nggak usah ke sini! Ntar ketumpahan air panas lagi!” pinta Yeriko saat Yuna berada di dekatnya.

 

“Kan ada kamu,” sahut Yuna sambil tersenyum.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia menghidangkan dua mangkuk mie instan untuk Yuna. Ia melangkah perlahan menuju meja makan dan meletakkan dua mangkuk tersebut ke atas meja. “Makan dulu yuk!” ajak Yeriko.

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia dan Yeriko duduk bersebrangan sambil menikmati sup mie instan yang masih hangat.

 

“Enak?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna mengangguk dan terus makan dengan lahap. Yuna menatap Yeriko yang makan dengan santai dan elegan, sedangkan dirinya lebih seperti seorang bandit yang tidak makan selama tiga hari.

 

“Oh ya, Mama kamu nggak ke sini lagi?” tanya Yuna.

 

“Belum. Mungkin masih sibuk.”

 

“Mmh ... terakhir kali ketemu, waktu kita belum nikah. Gimana kalau kita yang ngunjungi mama kamu?” tanya Yuna.

 

Yeriko langsung menatap Yuna yang ada di hadapannya. Ia tersenyum kecil sambil menganggukkan kepala.

 

“Beneran!?”

 

Yeriko mengangguk lagi.

 

Yuna sangat gembira. Ia bangkit dari tempat duduk dan langsung memeluk Yeriko.

 

Yeriko langsung menarik tubuh Yuna duduk di pangkuannya, ia menatap mata Yuna yang memancarkan cahaya kebahagiaan, membuat bibirnya terus tersenyum.

 

“Eh, mama kamu sudah tahu kalau kita sudah nikah?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Aku mau tanya sesuatu sama kamu,” tutur Yeriko sambil memegang pundak Yuna dan menatap tajam gadis itu.

 

“Kamu pernah jatuh cinta sebelumnya?” lanjutnya.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku belum pernah ciuman sama orang lain sebelumnya. Kamu yang pertama.”

 

Lian?” Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kami memang pacaran. Tapi, nggak pernah ciuman. Waktu SMA, hubungan kami memang baik tapi nggak pernah begitu intim. Setelah lulus SMA, aku lanjutin sekolah ke Melbourne, dia di New York. Kita nggak pernah ketemu secara langsung selama empat tahun terakhir.”

 

Yeriko merasa sangat senang mendengar pernyataan dari Yuna. “Kenapa hari ini kamu mulai antusias dan manja banget? Kayak udah pengalaman dalam ...” Yeriko memerhatikan wajah Yuna yang merona merah.

 

Yuna berusaha bangkit dari pangkuan Yeriko. Namun, Yeriko menahannya agar Yuna tidak beranjak dari pangkuannya.

 

“Kamu sendiri, sudah pernah jatuh cinta sebelumnya?” tanya Yuna balik.

 

“Eh, makanan kamu udah habis atau belum?” tanya Yeriko sambil melirik ke arah mangkuk Yuna.

 

“Sudah,” jawab Yuna.

 

“Ya udah. Kita istirahat di kamar yuk!” ajak Yeriko.

 

“Jawab dulu pertanyaanku!” pinta Yuna sambil memonyongkan bibirnya. Ia kesal karena Yeriko terus mengalihkan pembicaraan.

 

Yeriko tidak menjawab. Ia langsung mengecup bibir Yuna yang manis. “Udah malam. Kita tidur!” pinta Yeriko sambil menggendong Yuna.

 

“Eh, mejanya belum diberesin!” seru Yuna.

 

“Biar aja. Besok pagi diberesin sama Bibi.” Yeriko langsung melangkah menaiki anak tangga menuju kamarnya sambil menggendong tubuh Yuna.

 

Yeriko merebahkan tubuh Yuna ke atas tempat tidur. Ia melepas seluruh pakaiannya, membuat jantung Yuna semakin berdebar tak karuan saat melihat tubuh Yeriko yang begitu mempesona.

 

Yeriko tersenyum kecil melihat wajah Yuna yang menegang. Ia melangkah menuju lemari dan mengambil piyama, kemudian memakainya.

 

“Syukur deh! Aku pikir dia mau ...” batin Yuna sambil membayangkan dirinya bercinta dengan Yeriko saat itu juga. Walau kini ia mulai menyukai Yeriko, tapi ia sendiri belum siap melayani Yeriko sepenuhnya.

 

Yeriko langsung naik ke tempat tidur dan berbaring di samping Yuna.

 

Yuna menggigit bibirnya, waktu sudah menunjukkan jam 01.00 WIB, tapi matanya masih belum mengantuk.

 

“Oh ya, kamu belum cerita ke aku. Kenapa kamu lembur sendirian di kantor?” tanya Yeriko.

 

“Mmh ...” Yuna menatap Yeriko yang ada di sampingnya. Ia takut dan ragu menceritakan kejadian yang terjadi pada dirinya.

 

“Nggak usah takut! Cerita aja!” pinta Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna mulai menceritakan satu per satu kejadian yang ada di kantornya.Ia juga menceritakan bagaimana Bellina dan dua pengikutnya menindas Yuna.

 

“Mereka juga terus-terusan ngatain aku jadi istri simpanannya Oom-Oom. Padahal, suamiku nggak tua-tua banget,” tutur Yuna sambil mengamati wajah Yeriko yang masih muda dan kulit yang terawat dengan baik.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia langsung merengkuh tubuh Yuna ke dalam pelukannya. “Aku nggak akan ngebiarin siapa pun menindas dan merendahkan kamu!” bisiknya.

 

Yuna balas tersenyum. Ia membenamkan wajahnya ke dada Yeriko. “Oh ya, Tante Melan juga nelpon aku,” tutur Yuna sambil menengadahkan wajahnya menatap Yeriko.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko.

 

“Dia minta aku nemenin dia minggu ini ketemu sama Wedding Organizer. Bellina sama Lian mau bikin pesta pernikahan.”

 

“Oh ya? Kamu mau?”

 

“Aku mana bisa nolak permintaan Tante Melan. Aku cuma takut ... dijebak lagi sama dia.”

 

“Perlu aku temenin?”

 

Yuna menggeleng pelan. “Aku bisa ngatasi sendiri, kok,” jawabnya sambil tersenyum.

 

“Apa perlu aku kirim Riyan buat nemenin kamu?”

 

“Nggak usah! Itu berlebihan,” jawab Yuna.

 

Yeriko mengelus pundak Yuna. “Aku nggak mau kamu terus-terusan menderita karena mereka. Gimana kalau kamu pindah magang ke kantorku aja?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Iih ... nepotisme banget!” celetuknya.

 

“Siapa bilang?” tanya Yeriko.

 

“Aku.”

 

Yeriko menarik napas sejenak. “Kamu itu sekarang udah jadi Nyonya Yeriko!” tegas Yeriko sambil menyolek hidung Yuna. “Nggak ada satu orang pun yang boleh menindas kamu. Semua karyawan kantorku, bakalan tunduk sama kamu. Bahkan semua perusahaan yang ada di kota ini.”

 

Yuna langsung bangkit dan menatap tajam ke arah Yeriko begitu mendengar ucapan suaminya itu.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko. Ia bingung dengan sikap Yuna yang tiba-tiba tegang.

 

“Apa ... kamu juga tahu soal PT. Jaya Agung? Direkturnya adalah orang yang pernah jebak aku di Shangri-La malam itu,” tanya Yuna dengan wajah serius.

 

Yeriko tertawa kecil mendengar pertanyaan Yuna. Ia pikir, Yuna akan mengatakan sesuatu yang menakutkan dirinya.

 

“Kenapa malah ketawa?” tanya Yuna sambil memukul dada Yeriko.

 

Yeriko tersenyum, ia menarik tubuh Yuna ke dadanya. “Siapa pun yang berani menyakiti istriku, mereka harus ngerasain akibatnya,” bisik Yeriko.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas