Di perusahaannya, Nanda tidak
bisa berbuat apa-apa saat Ayu mulai ikut campur dan mengobrak-abrik management
perusahaannya. Ia enggan berdebat dengan Ayu hanya karena ia memang enggan
untuk berpikir dan lebih senang bersantai di kantornya.
“Nan, aku bisa diskusi sebentar
sama kamu?” tanya Ayu sambil melangkah masuk ke ruang kerja Nanda.
Nanda mengangguk sambil
memainkan penanya.
Ayu langsung meletakkan
tumpukan dokumen yang ia bawa ke hadapan Nanda.
Nanda mengernyitkan dahi
melihat dokumen yang ada di atas meja kerjanya. “Kamu nyuruh aku ngapain?”
tanyanya sambil menelan saliva dengan susah payah.
“Ada hal penting yang mau aku
diskusikan. Ini laporan dari semua departemen yang udah aku kumpulkan.”
Nanda memperhatikan judul map
itu satu persatu. “Terus?”
“Keuangan perusahaan kamu
sering minus seperti ini? Apa kamu nggak pernah ngecek di mana cost yang
terlalu tinggi?” tanya Ayu.
“Aku pusing, Ay. Biar aja dicek
sama manager yang lain. Aku percaya sama mereka aja,” jawab Nanda sambil
menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Nggak bisa terlalu percaya
sama mereka juga, Nan. Kamu nggak sadar kalau sedang dikhianati sama mereka?
Semua laporan dari departemen udah aku periksa satu persatu dan laporan yang
dikasih manager keuangan kamu itu, udah dia ubah,” sahut Ayu.
“Kamu tahu dari mana? Ada
buktinya kalau dia mengubah laporan?” tanya Nanda balik.
“Ada.” Ayu langsung menarik
salah satu map yang ada di sana dan menyodorkannya ke hadapan Nanda. “Look at
this!”
Nanda langsung membuka laporan
itu dengan santai dan melihat laporan keuangan perusahaannya. Ia merasa, tidak
ada yang ganjil dengan laporan keuangan tersebut.
“Semuanya kelihatan normal
‘kan? Ini laporan aslinya.” Ayu menyodorkan dokumen lain. “Aku juga sudah buat
laporan analisa dan evaluasi kinerja setiap departemen. Main issue juga sudah
aku susun rapi dan bisa kamu lihat dengan detail di sini.” Ia menyodorkan
dokumen yang lain lagi.
Nanda tertegun saat melihat
laporan yang dibuat oleh Ayu. Ia langsung ikut memeriksa semua transaksi yang
terjadi di perusahaannya. Semua laporan keuangan selalu minus setiap bulannya. Namun,
laporan yang ia terima dan tanda tangani tidak sesuai dengan laporan aslinya.
“Aku harus bikin perhitungan
sama managerku!” ucap Nanda sambil menggaruk kepalanya yang terasa berdenyut.
Semua laporan yang disodorkan istrinya, berhasil membuat suasana hatinya
memburuk.
“Jangan kita yang bertindak!
Kita cukup tahu saja orang-orang yang bermain dan menggerogoti perusahaanmu,”
pinta Ayu sambil tersenyum manis.
“Terus? Siapa yang mau
bertindak kalau bukan kita? Kita pimpinan di perusahaan ini, Ay,” tanya Nanda
sambil menatap wajah Ayu yang berdiri di sampingnya.
Ayu membungkukkan tubuh dan
mendekatkan wajahnya ke wajah Nanda. “Kita? Apa itu artinya kamu sudah mengakui
kalau aku juga punya hak di perusahaan ini?” tanyanya sambil tersenyum manis.
Nanda terdiam sambil menatap
wajah Ayu dengan perasaan tak karuan. Ia kesal dengan jantungnya yang tiba-tiba
berdebar kencang dan matanya yang tertuju pada bibir mungil Ayu yang berwarna
merah jambu dan mengkilap. Rasanya, ia ingin segera melumat bibir itu hingga
habis.
“Nanda ...!” panggil Ayu sambil
menjentikkan jarinya ke hadapan pria itu.
Nanda gelagapan dan salah
tingkah. Ia menarik dokumen di atas meja untuk mengalihkan perhatiannya.
“Kenapa salting? Aku cantik?”
tanya Ayu sambil memutar kursi Nanda agar pria itu menatap kembali ke arahnya.
“Ck. Kamu nggak usah centil
kayak gini!” pinta Nanda sambil membuang pandangannya ke arah lain, bukannya
menatap wajah Ayu.
“Bukannya kamu suka cewek-cewek
yang centil, agresif dan selalu gerayangin badanmu di klub malam? Kenapa istri
sendiri malah nggak boleh centil?” tanya Ayu sambil mendekatkan wajahnya ke
wajah Nanda.
Nanda memutar kursinya
menghadap Ayu. Ia langsung menarik pinggang wanita itu dan menjatuhkan ke pangkuannya.
“Kamu tahu ini kantor ‘kan?”
“Yes,” jawab Ayu sambil
tersenyum.
“Kamu sengaja godain aku, mau
ngelayani aku di sini?” tanya Nanda.
Ayu langsung mengangkat
tubuhnya dari pangkuan Nanda.
Nanda mengeratkan pelukannya ke
perut Ayu. Ia langsung terdiam saat merasakan perut wanita itu sudah membuncit
dan terasa begitu padat. Hatinya tiba-tiba bergetar hingga membuat kelopak
matanya memanas. “It’s my baby?” batinnya sambil mengelus perut Ayu perlahan
menggunakan jemari tangannya.
Ayu terdiam dan menundukkan
kepala, menatap perutnya yang sedang dielus lembut oleh Nanda. Ia tersenyum
dalam hati dan merasa sangat nyaman ketika Nanda memperlakukan bayi di dalam
perutnya dengan lembut. Air matanya menetes terharu. Ikatan batin antara bayi
dan sang ayah benar-benar bisa ia rasakan. Ia ingin, bisa diperlakukan seperti
ini terus. Meski ia tidak mencintai Nanda, tapi janin di perutnya itu sangat
membutuhkan sang ayah dan ... akan mencintainya.
Nanda tersenyum sambil mengendus
punggung Ayu. Ia menciumi tubuh wanita itu perlahan, memperlakukannya seperti
bayi kesayangan yang hadir dalam hidupnya. Begitu ia merasakan tetesan air
jatuh di tangannya, ia langsung memutar wajah Ayu agar menatapnya. “Kamu
nangis?”
Ayu terdiam sambil mengusap air
matanya. Ia menarik cairan hidungnya yang ingin menetes keluar. Ia langsung
tersenyum menatap wajah Nanda. “Nggak tahu. Tiba-tiba aja air mataku jatuh. Aku
ngerasa ... aku ...” Ia menahan air matanya untuk jatuh kembali.
Nanda langsung melepaskan
tangannya dari perut Ayu. “Sorry ...!”
Ayu tersenyum dengan mata
berkaca-kaca. Ia menarik kembali tangan Nanda dan meletakkan di perutnya. “Dia
bahagia karena kamu mau menyentuhnya.”
“Serius?”
Ayu mengangguk sambil menitikan
air matanya.
“Kenapa kamu nangis?” tanya
Nanda.
“Aku terharu. Aku masih nggak
percaya kalau aku akan menjadi ibu. Aku sayang sama anak ini, Nan. Kalau kamu
nggak bisa sayang sama aku ... bisakah sayangi dia? Dia anakmu dan ingin
diperlakukan penuh kasih sayang sama ayahnya,” ucap Ayu sambil menitikan air
mata.
Nanda mengangguk dan menatap
lekat mata Ayu. Ia mengusap air mata wanita itu dengan lembut. Menangkup wajah Ayu
dan mengulum lembut bibirnya. Setelah sekian lama, hari ini ia bisa merasakan
getaran di dalam dadanya. Membuatnya merasa sangat nyaman saat memeluk dan
menciuminya. Inikah rasanya cinta? Ia masih tidak percaya kalau ia akan menjadi
seorang ayah. Dari sekian banyak wanita yang ia kenal dan menghangatkan
ranjangnya, Tuhan memilih Ayu menjadi
wadah untuk melahirkan keturunan baginya.
“Bunda Yuna undang kita ke
acara ulang tahunnya. Kamu bisa datang?” tanya Nanda sambil menatap wajah Ayu.
“Kapan?”
“Minggu ini. Kamu suka pakai
gaun design siapa?” tanya Nanda.
“Mmh ...” Ayu memutar bola
matanya. “Aku nggak begitu perhatikan siapa designernya. Yang penting modelnya
bagus dan sesuai seleraku, aku ambil.”
Nanda mengangguk-anggukkan
kepalanya. “Baiklah. Abis pulang kerja, kita cari gaun baru untukmu. Gimana?”
Ayu mengangguk dan bangkit dari
pangkuan Nanda. “Oke. Kamu lanjutkan pekerjaanmu biar cepat selesai! Aku pulang
dulu, ya!”
“Pulang?”
Ayu mengangguk. “Aku capek.
Kamu mau ajak aku belanja ‘kan? Aku mau istirahat dulu.”
“Aku antar kamu pulang!” Nanda
langsung bangkit dari kursinya.
“Kerjaanmu gimana?” tanya Ayu.
“Gampang. Kayak nggak ada hari
besok aja. Ngurusin kerjaan mah nggak ada selesainya,” jawab Nanda. Ia menarik
jas yang tersampir di punggung kursi dan mengenakannya. Kemudian, merangkul
pinggang Ayu dan keluar dari ruangan tersebut.
Ayu tersenyum kecil saat Nanda
mau memperlakukannya dengan baik. Ia harap, Nanda bisa menjadi pria yang baik
untuknya. Menjadi ayah yang baik untuk anaknya. Ia ingin menyingkirkan
wanita-wanita di sekelilingnya, bukan karena ia mencintai Nanda. Tapi karena ia
ingin, anaknya memiliki seorang ayah yang bertanggung jawab dan bisa menjadi
panutan. Meski hari ini masih menjadi bajingan, ia akan bekerja keras untuk
membuat anaknya merasa bangga terlahir dari seorang Ananda Putera
Perdanakusuma. Pria yang akan menentukan ke mana arah hidup anaknya di masa
depan.
((Bersambung...))
Terima kasih sudah jadi sahabat
setia berkarya dan bercerita!
Dukung terus supaya author makin
semangat nulisnya!
Jangan lupa untuk beli paket
dukungan supaya bisa dapet harga lebih murah, karena harga satuan bab di sini
tidak bisa di bawah 2K.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi