Monday, March 21, 2022

Bab 11 - Menepis Benalu

 




Arlita bergelayut manja di lengan Nanda saat pria itu mengantarkannya pulang ke apartemennya. Tak peduli pria itu sudah menikah dengan wanita lain. Asalkan kebutuhannya masih dipenuhi, ia tidak akan melepaskan Nanda dengan mudah begitu saja.

“Nan, thank’s ya udah belanjain aku hari ini!” Arlita tersenyum manis dan mengecup pipi Nanda. “Gimana kalau malam ini kamu nginap di apartemen aja? Aku kangen sama kamu.”

“Nggak bisa kalau nginap, Lit. Ada istriku di rumah. Kalo dia laporin aku ke papa dan mama, bisa habis hidupku.”

“Dia jahat banget, sih?”

“Dia nggak jahat, Lit.”

“Jahat. Dia udah rebut kamu dari aku.”

“Bukan dia yang rebut. Aku yang udah bikin dia hamil. Aku harus bertanggung jawab, Lit,” sahut Nanda.

“Kamu hamilin aku juga! Biar kita bisa nikah juga, Nan.”

“Kamu mau jadi istri kedua?” tanya Nanda.

Arlita menggeleng. “Aku mau jadi satu-satunya buat kamu, Nan. Kapan kamu bercerai sama Ayu? Kayaknya, akhir-akhir ini waktu jadi terasa lambat banget.”

“Aku harus dapatkan hak asuh anakku saat aku ceraikan Ayu. Kamu jangan banyak tingkah, ya!” pinta Nanda. Ia menyubit gemas hidung Arlita sambil tersenyum manis.

Arlita mengangguk sambil tersenyum manis. “Aku pasti support kamu dan akan menerima anak itu seperti anakku sendiri saat kita menikah nanti.”

Mereka melangkah keluar dari lift dan langsung menuju nomor apartemen milik Nanda yang selama ini ditinggali oleh Arlita.

Belum sampai ke pintu apartemen, langkah mereka terhenti ketika melihat sosok wanita paruh baya berdiri di sana.

Nanda buru-buru menepis tangan Arlita dari tubuhnya dan berdiri tegang di sana.

“Ta-tante Nia?” Bibir Arlita bergetar saat melihat wanita itu sudah berdiri di depan pintu apartemennya.

“Kamu beneran masih tinggal di apartemen ini?” tanya Nia. “Kalian sudah putus ‘kan?”

Arlita langsung menoleh ke arah Nanda.

“Kamu belum putusin Lita?” tanya Nia.

“Ayu juga lagi jalan sama Sonny, Ma,” jawab Nanda.

“Pertanyaan Mama bukan itu.”

“Ma, aku sama Ayu menikah bukan karena kami saling mencintai,” tutur Nanda.

PLAK!

Telapak tangan Nia mendarat keras di pipi Nanda.

Arlita terdiam melihat Nia tiba-tiba menampar wajah Nanda. Ia benar-benat tidak tahu harus berbuat apa.

“Kalau belum nikah, kamu boleh berhubungan sama perempuan mana aja. Tapi kamu sudah menikah. Harusnya kamu menghargai pernikahan kamu. Kamu malah pelihara perempuan yang bisanya Cuma morotin duitmu ini, hah!?” seru Nia penuh emosi.

Nanda terdiam sambil memegangi pipinya yang memanas.

“Belanjaan ini semua, Nanda yang bayarin ‘kan?” tanya Nia sambil menatap wajah Arlita.

Arlita mengangguk kecil sambil. “Iya, Tante.”

“Kunci apartemen ini mana?” tanya Nia sambil menengadahkan telapak tangannya.

“Ma, nggak harus kayak gini ‘kan?” tanya Nanda sambil menatap wajah mamanya.

“Dia bisa pakai apartemen ini karena mama memang ingin membantu dia. Bukan memberikannya begitu saja. Apalagi lihat kelakuannya kayak gini. Mama jadi nggak respect. Bisa-bisanya masih morotin kamu. Pasahal dia tahu kalau kamu sudah beristri,” tutur Nia.

“Tante, aku tinggal di mana?” tanya Arlita dengan mata berkaca-kaca.

Nia menghela napas. “Tante kasih kamu waktu selama satu minggu untuk cari tempat tinggal. Semua yang dimiliki Nanda, bukan milikmu!”

“Ma, kasihan Lita. Biarkan dia tinggal di sini. Apartemen ini juga nggak dipakai. Aku udah kasih rumah besar untuk Ayu. Dia nggak mempermasalahkan itu semua. Dia juga jalan sama Sonny, apa salahnya aku jalan sama Lita. Kami pasangan yang sesungguhnya.”

“Ayu jalan sama Sonny bukan untuk mesra-mesraan kayak kalian. Nggak tahu aturan! Kalau kamu masih seperti ini, jangan harap bisa punya jabatan di perusahaan. Lebih baik kami pelihara anak orang lain daripada anak sendiri yang tidak tahu diri!” sahut Nia.

Nanda gelagapan mendengar ucapan mamanya.

“Mama kasih kamu waktu satu minggu untuk selesaikan perempuan ini. Kamu tahu tuntutan dari keluarga Roro nggak main-main supaya kamu nggak dipenjara karena perbuatanmu itu. Papamu sudah menandatangi perjanjian sebelum kamu menikahi Roro Ayu. Kalau sampai Roro Ayu dan kamu bercerai, semua harta keluarga kita jadi taruhannya. Pikirkan itu, Nan! Apa susahnya memperlakukan dia sebagai istri dengan baik? Kamu tinggalkan perempuan ini atau jadi gembel? Pilihlah!” tegas Nia sambil melangkah pergi meninggalkan Nanda dan Arlita.

“Ma ...!” Nanda berusaha mengejar langkah mamanya, tapi Arlita menahannya.

“Nan, aku gimana?” tanya Arlita sambil menggigit bibir bawahnya.

“Lepasin, Lit! Aku selesaikan urusanku dengan Mama dulu. Kamu jangan ganggu aku dulu! Oke?”

Arlita terdiam dan melepaskan lengan Nanda perlahan. Ia menatap punggung Nanda yang menghilang di balik pintu lift yang ada di apartemen tersebut. Ia sudah terbiasa mendapatkan semua fasilitas dari Nanda tanpa harus bekerja. Jika semuanya diambil, dia tidak akan bisa hidup enak lagi. Gajinya sebagai SPG, tidak akan bisa mencukupi gaya hidupnya yang mewah karena fasilitas dari sang pacar.

“Sialan kamu, Yu! Kalau bukan karena ulahmu, aku nggak akan kehilangan Nanda. Aku nggak akan biarkan kamu ambil semua yang seharusnya jadi milikku!” ucap Arlita kesal sambil mengentakkan kakinya.

Sementara itu, Nia terus melangkah keluar dari apartemen itu dan masuk ke dalam mobil. Ia segera menuju ke Jamoo Restaurant karena sudah ada janji untuk bertemu dengan seseorang di sana. Perasaannya sangat tak karuan melihat puteranya bermain api dan membuat perusahaan keluarga mereka nyaris jatuh ke tangan keluarga bangsawan yang telah direnggut harga dirinya oleh sang anak.

Beberapa menit kemudian, Nia sudah masuk ke dalam Jaamo Restaurant dan menghampiri seseorang yang sudah menunggunya di sana.

“Hai ...!” sapa Nia sambil menghampiri wanita paruh baya yang sedang sibuk dengan tabletnya.

“Hei ...!” balas wanita paruh baya itu sambil bangkit dari sofa dan menyambut kedatangan Nia dengan hangat.

“Gimana kabarmu, Yun? Aku dengar, kamu tinggal di Amrik, ya?” tanya Nia.

“Nggak. Cuma temenin suami berobat di sana. Yah, bolak-balik Washington-Indonesia,” jawab Yuna sambil menatap wajah Nia.

Nia tersenyum manis dan duduk di sofa yang ada di sana. “Yeriko sudah sembuh?”

“Baru aja menyelesaikan pemasangan jantung mekanisnya. Suami yang punya penyakit jantung, aku yang jantungan terus setiap kali dia operasi. Takut nggak bangun lagi. Andre apa kabar?”

“Baik,” jawab Nia sambil tersenyum. “Kamu udah pesen makanan?”

“Belum. Masih nunggu kamu.”

Nia dan Yuna langsung memesan beberapa makanan untuk mereka.

“Aku denger anakmu sudah nikah. Kenapa nggak undang aku?” tanya Yuna.

“Nikah dadakan, Yun. Nggak sempat undang orang banyak. Acara keluarga aja,” jawab Nia.

“Aku juga dulu nikah dadakan, hahaha. Setelah itu, kayaknya banyak yang nikah dadakan. Anakku juga ikut begitu, hahaha. Sumpah, takdir hidup selalu bikin ngakak,” tutur Yuna sambil terus tertawa.

Nia ikut tertawa mendengar ucapan Yuna. “Iya, sih. Sekarang emang udah trend nikah dadakan kayak gitu. Nggak nyangka kalau anakku sastu-satunya juga bakal begitu.”

“Bukannya mau tunangan? Kenapa tiba-tiba nikah tanpa persiapan?” tanya Yuna penasaran.

“Dia nikah bukan sama calon tunangannya,” jawab Nia berbisik.

“Oh ya? Kok, bisa?” tanya Yuna lagi.

“Dia hamilin perempuan lain,” jawab Nia berbisik.

“HAHAHA.” Yuna tergelak mendengar ucapan Nia. “Sekarang udah biasa ‘kan? Mana ada anak muda zaman sekarang yang masih virgin?”

“Itu perempuan masih virgin, Yun. Dan polos banget, gitu. Dia nggak ngerti ada pil KB, alat kontrasepsi dan sejenisnya biar dia nggak hamil? Heran, deh. Masih ada aja cewek sepolos itu. Mana anakku itu burungnya nggak bisa diatur. Bikin malu keluarga aja,” jawab Nia sambil menatap serius ke arah Yuna.

“Hahaha.” Yuna tergelak mendengar cerita dari Nia.

“Lebih parahnya lagi, yang dia hamilin itu cucunya keluarga bangsawan, Yun. Masih cucunya Sri Susuhunan Pakubuwana. Aku mau gila sama anakku itu, Yun. Dari dulu, nakalnya minta ampun. Dosa apa aku sampe melahirkan anak begitu,” tutur Nia sambil memukul-mukul meja dan kepalanya bergantian.

“Hahaha.  Andre untung dong dapet mantu cucunya Sultan? Tapi mereka yang sial dapet anak kalian. Hahaha.” Yuna semakin tergelak.

“Iih ... kamu ini emang nggak berubah, ya? Paling demen lihat temen susah!?” dengus Nia.

“Jarang-jarang aku lihat temen susah, Nia. Eh, Andre mana? Nggak ke sini? Aku nggak lama loh di kota ini. Dia nggak nyempetin waktu buat temui aku?” tanya Yuna sambil menahan tawa.

“Sibuk di kantor katanya,” jawab Nia.

“Huh, gaya banget! Dulu aja ngejar-ngejar aku terus sampai mantan tunangannya dia itu bunuh anakku. Sekarang, sok cuek! Kalian nggak ingat jasaku yang udah comblangin kalian, hah!? Aku dilupain gitu aja.”

“Jangan ngomong gitu, dong! Ini aku ajak kamu ketemuan karena masih ingat sama jasa kamu,” tutur Nia sambil menyentuh lengan Yuna.

Yuna tertawa kecil.

“Yun, kasih aku saran dong gimana caranya nyingkirkan cewek yang ganggu rumah tangga anakku? Roro Ayu yang keturunan bangsawan itu bener-bener berbahaya, Yun. Aku sampe pusing ngurusinnya. Andre sampe lepas tangan gitu loh sama rumah tangga anak kami. Kalau sampai keluarga Roro Ayu tahu anakku itu masih punya pacar, bisa habis harta keluargaku, Yun.”

“Kok, bisa?”

Nia langsung menceritakan semua surat perjanjian antara keluarga Sri Susuhunan Keraton Surakarta dan keluarganya karena perbuatan Nanda yang melanggar norma. Pasal yang membuatnya sangat berat adalah pasal tentang larangan perpisahan di pernikahan mereka. Jika salah satunya melakukan gugatan cerai, maka seluruh harta keluarga Perdanakusuma akan dihibahkan ke keluarga Keraton Surakarta. Hubungan Nanda dan Roro yang tidak harmonis, membuatnya sangat khawatir.

 

 

((Bersambung...))

 

Terima kasih sudah jadi sahabat setia bercerita!

Dukung terus biar author makin semangat nulisnya!

 

 

Much Love,

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

 

 

 

Sunday, March 20, 2022

Puisi | Dia Tak Pernah Tahu

 "DIA TAK PERNAH TAHU"


Dia tak pernah tahu betapa aku sangat mencintainya....

Dia tak pernah sadar betapa aku merindukannya....

Dia tak pernah menghargai kasih sayang yang ku berikan....

 

Yang dia tahu aku masih tetap bersamanya...

Yang dia tahu aku harus ikuti semua ucapnya...

Yang dia tahu hanya bagaimana aku di hadapannya...

 

Dia tak pernah peduli apapun tentangku...

Dia tak pernah sadar saat aku begitu membutuhkannya...

Dia tak pernah ada saat aku begitu merindukannya...

 

Balikpapan, 19 April 2010

Puisi | Apa Ini Taman Surga?

 

 

APA INI TAMAN SURGA

 

Kuhirup udara sejuk yang penuh dengan wewangian...

Kulihat di hadapanku,

 Ada sungai-sungai kecil yang mengalir indah,

Di dalamnya berhiaskan ikan-ikan berwarna-warni...

Apa ini taman surga?



Ku palingkan wajahku ke kanan

Ada sebuah istana berdinding emas  dan berhiaskan intan permata...

Apa ini taman surga?



Ku palingkan wajahku ke kiri...

Ada bermacam-macam buah-buahan yang begitu indah dan segar...

Apa ini taman surga?


Ketika kubalikkan tubuhku...

Aku lebih terkesima

Kulihat air terjun yang memancarkan cahayanya diantara bebatuan

Gemericik airnya menjadi musik merdu di telingaku...

Apa ini taman surga?


 

 

Kulihat di dasar kakiku

Kakiku berpijak di atas pasir yang bersinar indah...

Apa ini taman surga?

 

Aku tengadahkan kepalaku ke atas...

Sang awan tersenyum padaku...

Burung-burung menari indah sambil berkicau merdu...

Apa Ini Taman Surga?

Ku ucap syukurku pada yang telah menciptakan tempat seindah ini...

Ya...Tuhan...

Terima kasih atas apa yang kau tunjukkan padaku...

Jika engkau berkenan...

Aku tak ingin ada di tempat seindah ini seorang diri...

Bolehkah aku bawa orang yang kucintai & yang kusayangi?

Karena aku tak bahagia jika tak hidup bersamanya....

 

Balikpapan, 13 April 2010

 

Puisi | Sang Awan

 

 

SANG AWAN

 

Coba kamu lihat...!

Awan itu mendung karena kesedihannya...

Apa kamu tak pernah memperhatikan ketika sang awan menangis...?

Ada yang tertawa riang ketika dia menangis

Ada yang memaki-maki mengapa dia menangis begitu deras...!

 

Tapi apakah ada yang menghiburnya ketika ia menangis

Bahkan langit dan bintang pun hanya jadi hiasan baginya

 

Pernahkah kau sadari...

Sang awan telah melindungimu dari terik mentari...!

Bisakah kau lindungi sang awan ketika ia butuh perlindungan!?

 

Balikpapan, 13 April 2010

Puisi | Tidakkah Kau Rasakan

 

TIDAKKAH KAU RASAKAN...??

 

Tidakkah kau rasakan...

Derai hujan tak lagi seindah dulu...

Tidakkah kau rasakan

Semilir angin tak lagi sesejuk dulu...

Tidakkah kau rasakan

Denting waktu terus hampa...

 

Tidakkah kau dengar

Alunan musik tak lagi semerdu dulu...

 

Kemana kamu sekarang...?

Kemana kamu bawa hatiku...?

Aku ingin kamu kembali...

Kembali melukis langit bersamaku...!

 

Balikpapan, 10 April 2010

Puisi | Hati Itu

 

HATI ITU

 

Ku serahkan hatiku padamu...

Agar kamu bisa menjaganya...

Bisa melindunginya...

Bisa membahagiakannya...

 

Jangan pernah kau biarkan hati itu terluka!

Jangan pernah biarkan hati itu kesepian!

Jangan pernah biarkan hati itu menangis...!

 

Hanya padamulah ku percayakan...

Ku yakin kau bisa menjaganya....!

 

Balikpapan, 09 April 2010

 

Puisi | Cinta Dalam Hidupku

 

CINTA DALAM HIDUPKU

 

Ketika aku pahami cinta ternyata cinta tak memahamiku..

Ketika aku ingin tinggalkan cinta, cinta terus mengikutiku...

Ketika aku ingin lupakan cinta, cinta terus bersarang di otakku...

 

Ketika ku berikan cinta pada seseorang, orang itu menerimanya tapi dia

menyakiti cinta!

 

Aku benci pada cinta tapi aku sangat sedih ketika cinta disakiti...!

Ternyata cinta memang bagian hidupku yang tak akan pernah bisa lepas

dariku

 

Balikpapan, 08 April 2010

 

Puisi | Aku Bohong

 


AKU BOHONG

 


Aku bohong kalau aku bilang aku benci kamu...

Aku bohong kalau aku bilang aku tak pernah mencintaimu...

Aku bohong kalau aku bilang aku tak pernah merindukanmu...

Aku bohong kalau aku bilang aku tak pernah membutuhkanmu...

Aku bohong kalau aku bilang aku tak ingin kau ada di sisiku...

Aku bohong kalau aku bilang aku tak ingin bersamamu...

Karena sesungguhnya aku mencintaimu,

Aku merindukanmu

Aku membutuhkanmu

Aku ingin bersamamu dan aku ingin selalu di sisimu!

 

Balikpapan, 08 April 2010

 


Puisi | Aku Benci Kamu

 

AKU BENCI KAMU

 


Aku benci kmu yang selalu memandangku sinis...

Aku benci kamu yang selalu hadir dalam mimpiku...

Aku benci kamu yang tak pernah kuharapkan...

Aku benci kamu yang membuatku merasa terusik...

Aku benci kamu yang membuatku tak nyaman....

Aku benci kamu yang selalu mengikuti langkahku...

Aku benci kamu yang selalu masuk dalam hidupku...

 

Aku benci kamu karena kamu mencintaiku...

Aku benci kamu karena ku punya cinta lain...

Aku benci kamu karena jadi penghalang aku dan dia...

Aku benci kamu karena kau buat ia jauh dariku....!

AKU BENCI KAMU!!!

 

 

Balikpapan, 08 April 2010

Puisi | Lupakan Aku

 

“Lupakan Aku ...!”

 


 

Tolong jangan minta aku tuk kembali lagi…

Bukannya aku tak  menyayangimu…

Tapi  ini jalan terbaik untuk segalanya…

 

Aku tak tahu kalau akan membuatmu luka…

Tapi kuharap lukamu tak kan lama

Karena aku pun tak  akan tega membiarkanmu terpuruk…

Aku mohon dengan  sangat…

Lupakan aku perlahan…

Kamu pasti bisa

Membuka lembar hidup baru dengan lainnya

Bahagialah walaupun  tanpa aku

Karena ku bahagia melihatmu bahagia….

 

Samboja, 12 Desember 2010

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas