SPOILER BAB 1 - KEJUTAN ULANG TAHUN TERKEJAM
“Pak
... pak ... Pak Tirta! Dengerin saya dulu!” Rose berusaha mengejar langkah Tirta,
asisten pribadi pemilik PT. Galaxy Future yang mengurus pembangunan proyek
hotel dan apartemen di ibukota. Ini kesempatan terakhirnya untuk mendapatkan
kembali kontrak kerja yang diputus hanya karena masalah kecil. Terlambat sehari
dalam menjalankan proyek pembangunan apartemen dan tidak ada toleransi sedikit
pun.
“Keputusan
bos kami tidak bisa diganggu gugat. Kontrak dibatalkan!” tegas Tirta sambil
menghentikan langkahnya sejenak.
“Saya
bisa ketemu sama bos kalian? Saya akan bertanggung jawab. Saya perlu bicara
dengan pimpinan kalian. Please ...!” pinta Rose memohon.
“Bos
kami di luar negeri. Tidak bisa ditemui.” Tirta melanjutkan langkahnya.
Meninggalkan Rose begitu saja.
Rose
menghela napas kecewa. Ia tertunduk lemas saat kembali gagal mendapatkan proyek
perusahaannya. “Mampus kamu, Rose! Mampus! Siap-siap jadi pengangguran abadi!
Kawin aja biar nggak hidup susah! Huuaaa ... Sandi ...! Buruan kawinin aku!”
“Bukannya
kamu bakal nikah sama Sandi dua bulan lagi? Oke. Tarik napas, Rose! Selamat
berjuang!” serunya menyemangati diri sendiri.
Rose
melangkahkan kakinya tak bersemangat. Ia langsung kembali ke kantor perusahaan
begitu ia mendapatkan penolakan mentah-mentah dari Galaxy Future.
“Kenapa,
Rose? Gagal lagi?” sapa salah seorang karyawan begitu melihat Rose memasuki
lobi kantor dengan wajah tak bersemangat.
Rose
mencebik ke arah karyawan tersebut. Ia termasuk karyawan terbaik di perusahaan
tersebut. Selalu melakukan pekerjaan dengan baik hingga membuat bosnya sangat
senang. Tapi tidak dengan beberapa bulan terakhir. Ia selalu saja ditimpa
kesialan setiap kali menjalankan proyek. Galaxy Future adalah perusahaan ketiga
yang membatalkan kontrak karena ia tidak mampu mengatasi masalah yang terjadi.
“Siang,
Pak ...!” sapa Rose sambil masuk ke dalam ruang kerja pimpinannya.
“Siang,
Rose ...! Ambil ini!” tutur Indra, CEO PT. Julian Karya yang menjadi atasan
Rose.
“Pak,
ini ...?”
“Tuntutan
dari Galaxy sangat tinggi. Risiko pelanggaran kontrak kita sangat besar. Kamu
tahu persis berapa kerugian perusahaan. Surat ini untuk menyelamatkan kamu dari
jeratan hukum. Ambillah!” perintah Indra sambil menyodorkan amplop di atas
mejanya agar lebih dekat dengan Rose.
Rose
berusaha meraih amplop tersebut dengan tangan gemetar. Kontrak dengan Galaxy
adalah kontrak besar. Melanggar perjanjian kontrak, kerugian perusahaan juga
sangat besar. Mungkin surat ini bisa membuatnya terbebas dari jeratan hukum
sebagai penanggungjawab proyek. Tapi bisa saja surat itu malah menjerat
lehernya sampai mati mengenaskan.
“Mulai
hari ini, kamu sudah bisa bersantai di rumah. Nggak perlu kembali ke perusahaan
lagi!” perintah Indra.
Rose
menghela napas sambil membuka amplop berisi surat pemutusan hubungan kerja.
Lebih parahnya lagi, ia juga harus menanggung denda separuhnya dari kerugian
perusahaan. Benar saja, surat itu memang sedang mencekiknya agar mati lebih
cepat daripada harus hidup dalam penjara.
“Pak, saya udah dipecat dari sini, gimana
saya bisa bayar denda? Dapet uang dari mana?” tanya Rose.
“Itu
bukan urusan saya lagi. Kamu pikirkan sendiri!” sahut Indra dingin.
“Gaji
terakhir saya nggak dikasih? Uang pesangon?” tanya Rose. Ia tetap harus
berusaha mendapatkan haknya. Setidaknya, bisa ia gunakan untuk membayar denda
perusahaan, juga bertahan hidup selama menjadi pengangguran.
“Denda
yang tertulis di situ sudah dipotong gaji terakhir dan pesangon kamu. Jangan
ditanyakan lagi!” jawab Indra. “Sudah salah, masih minta pesangon lagi,”
celetuknya kesal.
Rose
mendengus kesal. Ia menahan sesak dan perih di dadanya. Hari ini, menjadi hari
tersial dalam hidupnya. Setelah satu tahun bekerja sebagai Kepala Bagian
Proyek, ia malah dipecat karena kesalahan yang tidak disengaja. Sialnya,
kesalahan tidak disengaja itu sudah terjadi tiga kali dan semua orang
menganggap kalau kesalahan itu disengaja oleh Rose untuk merugikan perusahaan.
“Kamu
boleh keluar dari sini!” perintah Indra.
Rose
mengangguk. Ia menunduk hormat ke hadapan bosnya itu. “Baik, Pak. Terima kasih
atas ilmu dan kerjasamanya selama ini!” ucapnya sambil menitikan air mata.
Kemudian, ia bergegas keluar dari ruangan tersebut.
“Rose,
kamu dipecat? Akhirnya ... kesayangan bos ini dipecat juga. Sok-sok’an sih jadi
orang. Kalau bikin rugi perusahaan, trik menggoda atasan nggak akan berlaku,”
tutur salah seorang karyawan saat melihat Rose keluar dari dalam ruang CEO
sambil memegang amplop.
Rose
tersenyum sambil menatap beberapa karyawan yang ada di sana. Semua sudah tahu
kesalahannya yang nyaris membuat perusahaan bangkrut dan mereka akan kehilangan
pekerjaan. Itulah sebabnya, mereka sangat senang ketika Rose diberhentikan dari
perusahaan.
“Masih
bagus Pak Bos nggak bawa kasus ini ke penjara. Kalau dipenjara, mau gimana
nasibnya? Wajah cantik dan sok pintarnya ini langsung hilang di balik jeruji
besi. Hahaha.”
“Untungnya
dia cepat dipecat. Kalo nggak, kita yang jadi gelandangan karena kehilangan
pekerjaan. Kamu cukup tahu diri juga, Rose.”
Rose
terus tersenyum saat semua karyawan terus mencacinya. “Udah selesai menghinanya?”
Semua
orang terdiam mendengar pertanyaan Rose.
“Surat
ini adalah surat yang akan bikin hidupku lebih baik dari kalian! Ingat itu!”
tutur Rose sambil mengangkat amplop surat yang ada di tangannya. Kemudian, ia
bergegas pergi dari kantor tersebut.
“Pembualan,
Rose! Paling hidupmu makin melarat. Hahaha.”
“Rosemini
... Rosemini ... besok, ganti nama jadi Rosebig biar keberuntunganmu big juga!”
seru yang lainnya.
Rose
menarik napas dalam-dalam. Ia berlari keluar dari kantor tersebut dengan
perasaan tak karuan. Begitu ia berhasil masuk ke mobilnya, air matanya langsung
mengalir deras.
“Rose
... kamu akan baik-baik aja. Masih banyak pekerjaan lain. Semangat!” seru Rose
menyemangati dirinya sendiri sambil mengusap pipinya yang basah. Ia menyalakan
mesin mobil dan bergegas pergi.
Rose
membuka ponsel dan menelepon nomor Sandi, tunangannya. Hari ini adalah hari
ulang tahun Rose yang ke-25. Mereka biasa merayakannya bersama. Untuk
menghilangkan kesedihannya, lebih baik ia pergi merayakan ulang tahun bersama tunangannya
itu. Toh, dua bulan lagi mereka akan segera melangsungkan pernikahan.
“San,
kenapa nomor kamu nggak aktif, sih?” gumam Rose setelah ia mencoba menghubungi
nomor Sandi beberapa kali. “Jangan-jangan ... dia lagi nyiapin pesta kejutan
ulang tahun buat aku? Lebih baik, aku pulang dulu!”
Rose
menyunggingkan senyuman sambil menatap potret kebersamaan ia dan Sandi yang ia
gantung di atas dashboard mobilnya. Selama lima tahun ini, ia sudah menjalani
banyak hal bersama Sandi. Sampai akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Meski sedih karena kehilangan pekerjaan, tapi hatinya tetap bahagia memiliki
tunangan seperti Sandi. Pria yang sangat lembut, perhatian, tampan dan mapan.
Pria impian semua orang dan dia sudah berhasil mendapatkannya.
Beberapa
menit kemudian, Rose sudah memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Ia langsung
tersenyum saat melihat mobil Sandi sudah ada di sana.
“La
... la ... la ... la ...!” Rose melenggang santai memasuki pintu rumahnya yang
terbuka. Semua orang sudah berkumpul di sana. Ada keluarganya, juga keluarga
Sandi.
Rose
langsung tersenyum saat melihat orang tua Sandi. Ia pikir, semua orang
berkumpul untuk merayakan hari ulang tahunnya seperti biasa.
“Siang,
Ma ...!” sapa Rose sambil merengkuh tubuh calon mertuanya itu. Menyalami pipinya
seperti biasa dan tersenyum manis. “Mama tumben main ke sini siang-siang gini,
mau rayain ulang tahun aku, ya?”
Hilda
langsung tersenyum hangat menatap Rose. “Kamu ulang tahun hari ini?” Ia hampir
lupa kalau tunangan puteranya itu sedang berulang tahun.
Rose
mengangguk. “Aku traktir kalian semua makan enak malam ini. Gimana?”
Semua
orang saling pandang. Tidak ada satu pun yang berani menjawab pertanyaan Rose.
Bahkan Sandi hanya menundukkan kepala
sejak Rose masuk ke dalam rumah tersebut.
Pandangan
mata Rose langsung tertuju pada Risma. Adiknya yang sedang duduk di sofa sambil
menutup wajah menggunakan scraf yang ada di tangannya.
“Ini
ada apa?” tanya Rose kebingungan. “Risma, kamu nangis? Kenapa?”
Risma
menggeleng sambil terisak kembali.
“Rose,
duduk dulu!” pinta Hilda sambil merangkul tubuh Rose. “Mama sekeluarga mau
minta maaf sama kamu.”
“Maaf
kenapa, Ma?” tanya Rose.
“Maafkan
keluarga kami kalau ada salah sama Rose. Mmh ...” Hilda tak sanggup melanjutkan
kalimatnya. Ia menatap Sandi yang masih menundukkan kepalanya.
Rose
menatap semua orang yang ada di sana selama beberapa saat.
“Pa,
Ma ...! Ini ada apa? Kenapa Risma nangis?” tanya Rose pada orang tuanya
sendiri.
Yulia
menghela napas sambil menatap wajah Rose. “Risma hamil.”
Rose
langsung memutar kepalanya menatap Risma. Ia tercengang mendengar dua kata yang
keluar dari mulut ibunya. Bagaimana bisa adiknya itu hamil? Bukankah Risma masih
kuliah dan tidak punya pacar.
“Bener,
Ris?” tanya Rose. Ia bangkit dan beringsut ke hadapan Risma.
“Hiks
... hiks ... hiks ...!” Risma hanya terisak mendengar pertanyaan Rose.
“Jangan
nangis! Jangan nangis! Laki-laki itu pasti mau tanggung jawab ‘kan?” tanya
Rose.
Risma
semakin terisak mendengar pertanyaan Rose. “Maafin Risma! Maafin Risma!”
Rose
menangkup wajah Risma dan mengusap air mata gadis itu. “Bilang ke aku! Siapa
yang sudah hamilin kamu? Aku bakal cari laki-laki itu. Kalau dia nggak mau
tanggung jawab. Aku bakal bunuh dia!”
Sandi
langsung memutar kepalanya menatap Rose dan Risma.
Risma
terisak sembari melirik Sandi yang duduk di seberangnya. Ia tidak berani
mengatakan apa pun di hadapan kakaknya. Meski menyebalkan, tapi Rose sangat
menyayangi dirinya. Ia benar-benar merasa bersalah karena ia sudah hamil tiga
bulan.
“Bilang
ke aku, siapa yang sudah hamilin kamu, Ris?” tanya Rose dengan nada lebih
tinggi. Ia sangat kesal karena adiknya yang pendiam dan selalu bersikap baik,
tiba-tiba hamil. “Sudah berapa bulan?”
“Tiga
bulan,” jawab Yulia, ibu kandung Risma.
“Tiga
bulan? Kita harus cari pelakunya, Ma? Apa laki-laki itu nggak mau tanggung
jawab?” tanya Rose kesal. “Sudah hamilin adikku, terus lari? Aku nggak akan
pernah maafin orang itu!”
“Sandi,”
tutur Yulia sambil menatap wajah Rose yang sedang menahan amarahnya.
“Sandi?
Namanya Sandi? Sama dengan tunanganku? Oke. Aku akan cari orang itu. Kamu kasih
tahu ke aku, seperti apa orangnya! Biar aku yang cari dia dan
mempertanggungjawabkan perbuatannya!”
Risma
tidak bisa berkata-kata. Ia terus terisak melihat sikap kakaknya itu.
“Orangnya
sudah ada di sini. Nggak perlu kamu cari!” sahut Yulia sambil menunjuk Sandi
dengan dagunya.
DEG!
Jantung
Rose berhenti berdetak untuk beberapa saat. Ia memutar kepalanya menatap Sandi
yang hanya menundukkan kepala. Dadanya sangat sesak saat pria itu bahkan tak
berani menatap wajahnya. Ia ingin menangis. Tapi rasa sakit yang mengejutkan,
justru membuat air matanya tak sanggup untuk jatuh. Ia terkulai lemas sambil
menatap lantai kosong.
“Rose
...!” Hermanto, ayah kandung Rose mencoba mengangkat tubuh Rose yang terduduk
lemas di lantai dengan tatapan kosong.
Rose
langsung menepiskan tangan Hermanto dengan kasar. Ia menatap Sandi dan
menggeser tubuhnya ke hadapan tunangannya itu.
“San,
semua ini nggak bener ‘kan?” Rose menengadahkan kepalanya menatap Sandi. Air
mata yang sejak tadi tertahan oleh luka, akhirnya jatuh berderai di depan wajah
pria itu.
“BILANG KE AKU KALAU SEMUA INI NGGAK BENER,
SAN!” teriak Rose histeris karena Sandi masih saja bergeming.
((Bersambung...))
Download dulu aplikasinya di Playstore atau Appstore kalau kalian belum punya.
MuchLove,
@rin.muna