Saturday, March 2, 2019

Chapter 6 Novel Torajakarta

Storial Co


“Lo kenapa?” Ardan menatap wajah Ule yang terlihat tak bersemangat ketika mereka sedang berada dalam perjalanan pulang menuju kota Jakarta.
“Gue males balik.” Ule membuang pandangannya ke arah jendela pesawat, dari situ ia bisa melihat bagaimana rasanya meninggalkan Tana Toraja. Bentuk rumah Tongkonan yang khas itu mulai mengecil dan menggetarkan dadanya. Ada rasa getir ketika harus melangkahkan kaki pergi dari tempat itu. Ia sendiri tidak yakin kalau ia akan kembali ke tempat itu.
“Kenapa? Karena cewek itu?”
Ule menggelengkan kepalanya. “Karena janji gue sama bokap dan nyokap gue. Lo kan tahu kalau gue bener-bener nggak mau ngurus perusahaan itu. Gue belum siap jadi gila!”
Ardan tertawa terbahak-bahak mendengar ucapan Ule. “Le, lo harusnya bersyukur terlahir jadi anak orang kaya. Lo nggak harus ngerasain hidup susah. Tinggal nerusin aja warisan perusahaan bokap lo.”
“Lo nggak bakal ngerti gimana rasanya. Gue bakal jadi robot di sana. Gue tahu kalo gue bakal kehilangan waktu gue buat kerjaan. Kita nggak mungkin bisa jalan bareng kayak gini lagi. Perusahaan itu bakal banyak menyita masa-masa muda gue yang harusnya hepi-hepi.”
“Le, gue yakin lo bisa kok.” Ardan menggenggam perlahan bahu Ule, berharap ia bisa menyalurkan energi dan rasa percaya diri untuk sahabatnya itu.
“Kalo Cuma ngatur management perusahaan aja sih nggak begitu berat. Lo kan tahu gue juga kuliah jurusan managemen. Yang jadi masalah buat gue adalah sumber daya manusianya. Lo tahu berapa ribu orang yang bergantung hidup sama perusahaan bokap gue? Banyak, Dan!” jelas Ule panjang lebar.
Ardan menghela napas panjang. “Oke, Le. Gue ngerti gimana posisi lo. Tapi, kalo misalnya lo nggak mulai semuanya dari sekarang. Mau kapan lagi? Perusahaan bokap lo butuh penerus, dan itu Cuma lo satu-satunya. Lo mau ribuan karyawan perusahaan bokap lo kehilangan pekerjaan karena lo nggak bisa nerusin perusahaan bokap lo itu?”
“Lo apaan sih, Dan!? Jangan nakut-nakutin gue, deh! Gue bukan anak kecil.” Ule menatap tajam ke arah Ardan.
Ardan menahan tawa melihat tingkah sahabatnya yang masih labil dan sering plin plan. Bagi Ardan, Ule adalah orang yang mudah untuk dipengaruhi olehnya. Ardan seringkali menakut-nakuti Ule. Terlebih soal pengorbanan kedua orang tuanya dalam mendirikan sebuah perusahaan hingga menjadi besar.
“Atau ... lo mau pesawat ini putar balik ke Toraja dan lo menetap di sana. Biar perusahaan lo, gue yang urus?” Ardan nyengir menawarkan solusi yang membuat Ule makin bad mood.
“Ide lo nggak ada yang bagus!” umpat Ule, wajahnya makin kesal dan Ardan tidak henti-hentinya meledek sepanjang ia ada di dalam pesawat. Rasanya, ia ingin secepatnya sampai di Jakarta atau memilih melompat dari pesawat.

***

Dua Bulan Kemudian ...

Hari pertama Ule memasuki kantor perusahaan milik ayahnya, disambut dengan karyawan yang berjejar rapi sampai ia masuk ke dalam ruangannya.
“Le, kamu harusnya bersikap manis sama staff-staff kamu!” protes Papa Ule ketika mereka memasuki ruangan.
“Udah, Pa ....” Ule merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di ruang kerja ayahnya.
“Udah apa? Muka kamu itu masam, nggak ada senyum-senyumnya sedikit pun. Mereka ini yang akan bantu kamu ngurus perusahaan. Harusnya kamu bisa bersikap baik sama karyawan supaya karyawan itu senang kerja sama kita ...,” cerocos Papa Ule panjang lebar.
Ule tidak mendengarkan sedikit pun kata-kata yang keluar dari mulut papanya. Ia malah sibuk sendiri dengan ponselnya. Sibuk memperhatikan foto-foto Resi yang kini berdiam di galeri ponselnya. Ia juga membuka instagram milik Resi yang menampilkan foto-foto Resi dalam berbagai kegiatan. Tanpa sadar ia tersenyum senang sambil mengirimkan pesan singkat melalui Whatsapp.
“Res, lagi apa?” tanya Ule dalam pesan Whatsappnya. Karena tak cepat mendapatkan balasan, akhirnya Ule memandangi foto profil Resi, sesekali ia zoom out dan zoom in sambil terus tersenyum.
“Le, kamu dengerin Papa, nggak?” sentak Papa Ule dengan suara yang lebih keras.
“Dengerin, Pa,” kilah Ule tanpa menoleh ke arah papanya.
“Kalo dengerin, Papa ngomong apa barusan?”
“Papa nyuruh aku supaya ramah sama karyawan. Nggak sombong, nggak arogan dan selalu tersenyum setiap ketemu karyawan. Karena mereka bagian dari kita dan kita harus memperlakukan mereka layaknya keluarga,” jelas Ule yang sudah hafal setiap ucapan papanya soal perusahaan.
“Dan satu lagi, tetap bersikap tegas dan bijaksana. Kita buat tempat kerja ini enak tapi tidak seenaknya. Kamu ngerti kan gimana caranya kamu bersikap dengan rekan kerja dan temen main?”
“Iya, Pa.” Ule tak kunjung mengalihkan pandangannya dari ponsel. Membuat Papa akhirnya menarik ponsel yang ada di tangannya.
“Pa ... kok, diambil?” protes Ule sembari menatap tajam ke arah papanya.
“Gara-gara ini kamu nggak konsen sama kerjaan!”
“Pa ... jangan bawa-bawa privacy aku dong!” Ule menarik ponselnya dari tangan Papa.
Papa memandang Ule tajam. “Kamu ... lagi jatuh cinta?”
Ule menggelengkan kepalanya. “Ruangan aku yang mana, Pa?” elak Ule agar terhindar dari pertanyaan-pertanyaan lain.
“Itu.” Papa menunjuk sebuah pintu kaca yang ada di seberang meja kerjanya.
Ule terkejut melihat ruangan kerja yang disiapkan berada di dalam ruang kerja Papa. “Ini serius?”
Papa menganggukkan kepalanya. “Kenapa?”
“Pa, apa setiap aku masuk ruangan harus lewatin meja kerja Papa dulu? Gimana kalau mau ketemu klien aku, Pa?”
“Ini ruang kerja kita. Kamu bisa ketemu klien di ruangan kamu atau di ruangan Papa. Papa rasa ruangan ini cukup luas untuk menampung 10 klien sekaligus.” Papa memandang sekeliling ruangan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Pa ... kalau kayak gini, aku nggak punya privacy!”
Papa mengangkat kedua alisnya. “Kamu sudah punya rumah dengan kamar yang nyaman. Ini ruangan untuk kerja, bukan untuk kepentingan pribadi.”
Ule mendengus kesal, mengepal tangannya dan berlalu memasuki pintu kaca yang ditunjuk oleh ayahnya. Ia merasa tak begitu buruk ketika sudah memasuki ruang kerjanya. Ruangannya cukup luas dan papanya tidak sepenuhnya bisa memperhatikan setiap sudut ruangan dari balik pintu kaca itu. Hanya meja kerjanya yang terlihat berhadapan dengan meja kerja papanya. Dari sana Ule bisa memperhatikan papanya bekerja, begitu juga sebaliknya.
Ule berjalan perlahan mengamati seluruh ruang kerjanya. Matanya kemudian tertuju pada benda kecil yang berada di pojok atas ruangannya. “Shit! Ruangan ini dikasih CCTV!?” umpatnya.
Ia langsung menjatuhkan dirinya ke atas kursi kerjanya. Membuka laptop yang sudah disiapkan di sana. Beberapa kali ia membuka aplikasi dan menutupnya kembali. Ia bahkan belum tahu apa yang harus ia kerjakan di hari pertamanya masuk kerja. Dengan pengawasan CCTV, ia tidak bisa banyak tingkah.
Ting ...!
Ule meraih ponselnya, ia menemukan pesan Whatsapp yang dikirim oleh Resi.
“Aku lagi di Bandara.” Pesan singkat yang dikirim Ule baru saja mendapat balasan dari Resi.
Tanpa pikir panjang, ia menekan tombol  Video Call untuk melihat Resi.
“Hai ...!” Resi terlihat melambaikan tangan di kamera.
“Kamu di Bandara mana?” tanya Ule penasaran melihat background yang ada di belakang Resi.
“Coba tebak! Kira-kira aku ada di mana nih?” Resi mengangkat ponselnya tinggi-tinggi sehingga Ule bisa melihat dengan jelas kalau Resi berada di sebuah tempat yang sudah familiar baginya.
“Jakarta!?” Ule tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Resi menganggukkan kepalanya.
“Ngapain ke Jakarta? Liburan?”
Resi menganggukkan kepalanya. “Sekalian daftar kuliah.” Ia tersenyum di kamera.
“Mau daftar kuliah di mana?”
“Di—,” Tiba-tiba Resi menoleh ke arah lain. “Eh, jemputan aku sudah datang. Udah dulu ya! Bye ....” Resi melambaikan tangan dan menutup panggilan video yang sedang berlangsung. Sementara Ule masih gelagapan karena sebenarnya masih banyak yang ingin ia tanyakan.

***

Ule terlihat uring-uringan di kamarnya. Sudah beberapa kali ia bolak-balik seperti setrikaan. Ardan yang asyik di depan laptop lama-lama memperhatikan sahabatnya yang sedang risau seperti ayam yang ingin bertelur.
“Kenapa sih?” Ardan akhirnya bertanya. Ule masih saja mondar-mandir sembari memutar-mutar ponselnya.
Ule duduk di sisi Ardan. “Menurut lo, Resi itu gimana ya?”
Ardan menaikkan kedua alisnya. “Lo masih ingat sama dia terus?”
“Gak tau, Dan. Gue nggak bisa lupain dia. Malah gue pengen banget bisa ketemu dia lagi.”
“Loh? Gue kira lo jadian sama Selva.”
“Nggak. Dia aja yang kecentilan deketin gue mulu.”
“Dia cantik, deket, kasih perhatian sama lo setiap hari. Kenapa lo nggak suka sama dia?”
Ule mengedikkan bahunya. “Resi sekarang di Jakarta.”
“Serius? Lo tahu dari mana?”
“Tiga bulan lalu, gue sempet video call sama dia. Dia lagi di Bandara sini. Dia bilang mau kuliah di Jakarta. Tapi ... gue belum sempet tau dia tinggal di mana dan kuliah di mana. Keburu dimatiin telepon gue.”
Ardan tergelak. “Telpon aja lagi! Gitu aja kok repot?”
“Udah. Tapi dia nggak ada angkat sama sekali. WA pun nggak dibaca, apalagi di balas,” keluh Ule kesal.
“Mungkin aja dia sibuk.”
“Gue cek, kadang dia online. Tapi pas gue WA nggak dibalas.”
“Serius?”
“Iya.”
“Gue telpon Morin dulu, ya!” Ardan meraih ponselnya.
“Kenapa dia yang ditelpon?”
“Le, cinta udah beneran bikin lo bego ya! Morin ini sahabatnya Resi, dia pasti tahu apa yang terjadi sama Resi.”
“Oh ... ya, ya.” Ule menatap kosong ke arah Ardan.
“Nggak diangkat.” Ardan meletakkan kembali ponselnya di atas sofa.
“Telpon lagi!” pinta Ule.
“Iya. Entar aja. Kalau dia udah nggak sibuk, pasti telpon balik.”
“Kok, lo tau dia bakal telpon balik?”
“Biasanya begitu.”
“Lo sering komunikasi sama Morin.”
“Iya.”
“Lo suka sama dia?”
“Dia lumayan cantik dan gue cowok normal, cuma LGBT yang nggak suka sama dia.”
“Bukan gitu maksud gue. Apa lo juga punya rasa kangen sama dia?”
Ardan menggelengkan kepalanya. “Biasa aja.”
Ule terdiam, ia menyandarkan punggungnya di sofa sembari menatap langit-langit kamarnya.
“Lomba foto gimana? Udah berapa peserta yang daftar?” Ule melirik Ardan di sampingnya.
“Oh ... iya. Gue juga belum ngecek.” Ardan kembali mengamati laptopnya. Ia mengecek aplikasi peserta pendaftaran melalui situs online yang sudah mereka siapkan bersama panitia.
“Cek, dah!”
“Lo nggak mau ngecek juga? Siapa tahu ada peserta yang nyangkut di hati,” ledek Ardan.
“Ogah! Lo aja.”
Ardan tersenyum sembari memandangi foto-foto wanita cantik yang mengikuti ajang lomba foto yang diselenggarakan oleh Ule dan komunitas fotografinya. Ia terdiam ketika melihat profil dan foto peserta pendaftar terakhir. Wajah cantik natural itu familiar di matanya, mengenakan mini dress warna pink muda dengan motif etnik daerah di bagian bawahnya.
“Le ...!” Ardan menarik-narik lengan Ule tanpa mengalihkan pandangannya dari laptop.
“Apaan sih!?” sahut Ule kesal karena sudah beberapa kali mengirim pesan WA ke Resi dan belum dibaca juga. Ia merasa semakin kesal dengan cewek yang satu ini. Tidak biasanya dia mengalami perasaan aneh seperti ini. Hampir tiga bulan dia chat nggak pernah dibalas. Tapi, Ule sama sekali tidak bisa mengendalikan dirinya untuk terus mengirim pesan/
“Lihat deh!” Ardan menyodorkan laptop ke wajah Ule.
Ule terbelalak melihat foto yang terpampang di layar laptopnya. “Dia ikutan lomba?” Ule memandang Ardan yang membalasnya dengan senyuman.
“Alamatnya ada nggak?” Ule langsung menarik laptop di tangan Ardan dan mengecek profil peserta yang tertera di situs online tersebut. Ia langsung mencatat alamat di ponselnya kemudian memberikan laptopnya kembali pada Ardan.
Ule berjalan menuju lemari dan meraih jaketnya.
“Mau ke mana?”
“Gue mau ke rumah Resi.”
“Sekarang?”
“Iya.”
“Lo nggak lihat ini jam berapa? Dia pasti udah tidur.” Ardan menunjuk jam dinding dengan dagunya.
Ule memandang jam dinding di kamarnya. “Aargh ...!” Ule menendang kursi yang ada di dekatnya. Kemudian berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya. Ia terus mengumpat kesal karena waktu tak memberinya kesempatan bertemu dengan seseorang yang ia rindukan.
“Masih ada waktu besok. Lo bisa ke sana besok. Gue tau Resi bukan tipe cewek yang bakal nerima tamu tengah malam gini.”
Ule mengusap wajahnya. Ia berharap pagi segera tiba agar ia bisa secepatnya menemui Resi di rumahnya.

Keesokan harinya Ule kembali menelan rasa kecewa karena Resi tak ada di rumahnya. Menurut penuturan tetangga, Resi sudah berangkat kuliah. Namun, tidak tahu kuliah di mana. Hal ini membuat Ule semakin kesal dan uring-uringan. Ia ingin menunggu sampai Resi pulang, namun telepon dari papanya membuat ia harus pergi dan kembali ke kantor.



Tentang Novel Torajakarta

Storial Co.
E-Novel Torajakarta

Prolog
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6

Baca bab lengkapnya silakan klik link di atas!



Torajakarta adalah salah satu novel karya kolaborasi antara Rin Muna (Kaltim) dan Pejuang Mimpi (Makassar) yang menceritakan tentang kearifan lokal penduduk di Kabupaten Toraja. Keunikan rumah budayanya, tradisi warisan nenek moyang yang menjadikan Toraja menjadi salah satu daerah yang memiliki ciri khas dan istimewa dari daerah lain. Warisan budaya ini kemudian dikemas dalam cerita yang lebih modern sesuai dengan zamannya. Kita boleh mengikuti arus zaman secanggih apa pun, namun kita tidak boleh meninggalkan atau menanggalkan warisan budaya dari nenek moyang.

Torajakarta menceritakan kehidupan seorang gadis Toraja yang memilih pindah ke Jakarta untuk mengejar mimpinya. Merasakan kerasnya kehidupan di Ibukota yang pastinya jauh berbeda dengan kehidupannya di Kabupaten TanaToraja.Dituntut untuk menjadi anak muda yang modern dan kekinian tanpa menanggalkan tradisi dari daerah asalnya.

Siapa yang menyangka jika Resi yang selama ini hidup tenang dan bahagia di kampung halamannya tiba-tiba harus menjalani kehidupan yang rumit. Ia yang menjadi yatim piatu sejak kecil dan hanya hidup bersama nenek yang selalu memanjakan dan memenuhi semua keinginan Resi. Sampai ketika neneknya meninggal, mau tak mau semua kehidupannya harus berubah. Pertemuannya tanpa sengaja dengan seorang pria yang berasal dari ibukota, berhasil membuatnya menjadi seorang wanita yang istimewa sekaligus harus menjalani kisah cinta yang rumit karena perbedaan keyakinan di antara cinta yang sudah ia ikat janjinya di Negeri Atas Awan Lolai.

Dan Kamu



Lihat ...!
Aku di sini
Masih di sini
Menanti ...
Kamu yang pernah di sini
Kini pergi...
Kini hanya dalam mimpi

Lihat...!
Aku masih berdiri
Memeluk hati yang berduri
Melukai sebab kurindui

Aku belum pergi
Dan kamu belum juga kembali
Membiarkan hati ini menanti
Sedang kamu sudah berpindah ke lain hati

Dan kamu ...
Lukai aku bukan dengan kata
Lukai aku bukan dengan mata
Lukai aku bukan dengan rasa

Dan kamu ...
Lukai aku dengan 1 kisah cinta



Rin Muna, Samboja 01-03-2019

Thursday, February 28, 2019

Review Buku | Calon Arang | Toety Heraty

Komunitas Kacaku


Judul Buku        : Calon Arang, Kisah Perempuan Korban Patriarki
Penulis                : Toeti Heraty
Isi                          :  132 hlm
Penerbit             : Yayasan Pustaka Obor Indonesia
Tahun Terbit   : November 2012 ( Edisi dua bahasa)
Waktu Baca    : 1 hari
Reviewer          : Rin. Muna



Buku ini merupakan prosa lirik yang ditulis oleh Toeti Heraty. Dalam karya ini, suara pengarangnya tetap seperti dahulu: mengajak bercengkerama, terkadang mengajak tersenyum, tetapi selalu mengajak berpikir.

Prosa lirik ini selesai ditulis Toeti Heraty pada Agustus 2000, menokohkan Calon Arang bukan hanya sebagai korban, tetapi terutama sebagai perempuan korban. Dengan kalimat lengkap perempuan korban patriarki, jelas sudah sang antagonisnya adalah pria, lelaki, semua makhluk manusia berlingga. Dikotomi perempuan-lelaki adalah topik utama kaum feminis: dunia ini tidak adil terhadap perempuan, karena kebudayaan dunia merupakan manifestasi penindasan lelaki terhadap perempuan – sengaja atau tidak, dunia ini menguntungkan lelaki. Seolah-olah nasib malang kaum perempuan adalah kodrat. Tidak aneh jika prosa lirik ini dipersembahkan kepada setiap perempuan yang meredam kemarahan saja. Karena proses internalisasi nilai tersebut, yang membuat pria, di sisi lain telah juga dimanfaatkan perempuan, sehingga mampu menangguk keuntungan, tidak marah, malah pasrah dan bahagia dalam ketertindasannya.

Perempuan yang mampu marah (termasuk yang mampu meredamnya) hanyalah perempuan yang sadar dan tidak setiap perempuan (seperti juga tidak setiap lelaki) beruntung mengalami penyadaran.

Dongeng Calon Arang telah menggelitik orang-orang kreatif dari abad ke abad. Memunculkan sekian banyak versi yang mencerminkan berbagai semangat zaman dan tampil di panggung-panggung yang tak sebatas di Bali, kampung halaman kulturalnya.

Calon Arang namanya, perempuan janda ini tinggal di desa Dirah di wilayah kerajaan Daha. Kesaktiannya konon melebihi sang raja. Alkisah, kesaktian itu digunakan untuk berbuat jahat, sampai-sampai tidak ada laki-laki yang berani mendekati apalagi sampai melamar anak gadisnya yang cantik jelita bernama Ratna Manggali. Si janda teramat murka karenanya dan dengan pertolongan Durga, sang Dewi Pembinasa, ia melampiaskan amarahnya dengan menyebarkan wabah penyakit ke segenap wilayah kerajaan.
Untuk menanggulangi kuasa Calon Arang yang dipandang sebagai sihir jahat atau santet, raja meminta seorang petapa yang berdiam diri di kaki pegunungan. Baradah adalah seorang begawan yang karena keluhuran budi dan keluasan pengetahuan kerohaniannya menyandang gelar Mpu.
Empu Baradah kemudian menasehati raja agar menggunakan siasat dan muslihat agar dia dapat menguasai kesaktian Calon Arang. Diusulkannya muridnya yang paling menjanjikan bernama Empu Bahulu sebagai calon yang hendak mempersunting Ratna Manggali yang cantik jelita.
Bahula mengambil kitab ilmu sihir Calon Arang yang bernama Buku Lipyakara. Buku Lipyakara sebenarnya berisi ilmu kebaikan, hanya saja disalahgunakan oleh Calon Arang menjadi ilmu jahat yang menimbulkan ketakutan dan keresahan dalam negeri. Buku Lipyakara diambil oleh Ratna Manggali dan diberikan pada suaminya. Kemudian Empu Bahula memberikan buku tersebut pada Empu Baradah. Dengan buku Lipyakara, Empu Baradah berhasil mengalahkan kesaktian Calon Arang.

Kelebihan :
Dalam buku Calon Arang, Kisah Perempuan Korban Patriarki, Toeti Heraty selaku salah seorang penyair feminis Indonesia terdepan tak hanya memintakan perhatian pada sebab musabab dan kesia-siaan perang antarjenis. Ia juga memintakan perhatian pada ancaman terhadap kedamaian yang datang dari patriarki yang tak putusnya berupaya melemparkan kesalahan ke alamat lain. Toeti Heraty menghadirkan Calon Arang dalam sudut pandang yang berbeda.

Kekurangan:
Buku ini mengandung versi cerita yang berbeda-beda. Prosa Liriknya membuat kita berpikir untuk mengerti setiap kata yang tertulis. Sebenarnya liriknya indah, mudah untuk diingat. Pembaca bisa melihat Calon Arang dari sudut pandang yang berbeda. Ni Rangda sebagai ibu yang mencintai anaknya dan Calon Arang sebagai nenek sihir.


Author by Rin. Muna

Review Buku | Back to Love | Kaka HY



Komunitas Kacaku

Judul Buku    : Back to Love
Penulis  : Kaka HY
Isi  : 358 Halaman
Penerbit          : Gagas Media
Tahun Terbit : 2018
Reviewer        : Rin. Muna


Kepergian kekasih bisa membuat seseorang seolah jauh dari perputaran dunia. Kosong. Sepi. Begitulah hari-hari yang tersisa bagi ia yang patah hati, begitu juga Abid. Meski sang kekasih sudah lama meninggalkannya, entah sampai kapan, Abid masih menginginkannya kembali. Sosok Aline tak pernah berhenti mengisi hatinya.
Aline kembali dengan cara yang tak terduga, bersama Fay perempuan yang kerap bersikap tak acuh dengan sekitarnya. Namun, Fay tahu hanya dirinyalah yang mampu mengakhiri kisah Abid dan Aline yang seharusnya telah lama usai. Kisah yang membuatnya seperti tersesat.

  Kematian Aline membuat kehidupan Abid berubah seketika. Ia masih terus menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Aline. Dia masih terus berharap Aline akan kembali ke kehidupannya. Ada hal yang belum sempat tersampaikan dan itu terus membuat Abid merasa bersalah. Sikapnya dingin, pikirannya tak menentu. Teman-teman Abid perihatin dengan keadaannya yang semakin menyedihkan, dia hidup tapi seperti mati.
Tahun ajaran baru adalah awal Abid bertemu dengan Fay. Gadis biasa yang pandai melukis dan sangat cuek dengan sekitarnya. Kemampuan Fay untuk melihat arwah, membuatnya berkenalan dengan Aline. Aline yang ingin Abid hidup dengan bahagia, terus berusaha meminta tolong pada Fay untuk menyadarkan Abid agar bisa melanjutkan hidup normal seperti biasanya. Sejak itu, Fay dan Abid sering bertemu dalam beberapa kegiatan. Hingga akhirnya, Fay jatuh cinta untuk pertama kalinya pada Abid, namun Abid masih belum bisa menyerahkan cintanya karena masih mencintai Aline.

  Setelah meninggalkan Fay karena Abid masuk perguruan tinggi, batinnya mulai mengalami pergulatan. Ia merasa tidak bisa jauh dari Fay dan tidak mengerti apa alasan yang membuatnya ingin selalu dekat dengan gadis itu. Di akhir cerita, Abid memenuhi janjinya untuk menggendong Fay sembari mendaku Gunung Papandayan yang menjadi saksi cerita cinta mereka.

Kelebihan Buku: Kelebihan dari buku ini adalah alur cerita yang menarik, masa kini, mudah dipahami dan tidak membosankan. Kisah cinta yang terjadi di masa-masa SMA yang begitu manis. Dikemas dalam cerita yang indah dan menarik. Karakter tokohnya kuat dan menarik.

Kekurangan Buku: Kekurangan dari buku ini, sejauh ini sudah sangat bagus. Tema yang diangkat sangat umum mudah ditebak. Namun, di dalamnya tetap terdapat cerita-cerita cinta yang manis dan menarik yang sayang untuk dilewatkan.

Literasi | Taman Bacaan Bunga Kertas dan Kawan Baca

Hai ... teman-teman!
Apa kabarnya hari ini?
Semoga selalu baik dan diberkahi setiap langkah hidupnya ya!

Hari ini aku mau buat PhotoStory.
Hmm ... maksudnya buat story dari photo yang mengingatkanku padw momen-momen tertentu. Cerita keseharian yang ingin aku tulis dan abadikan sebelum aku terserang demensia atau alzheimer.

Foto di atas adalah gambar yang menunjukkan logo Taman Bacaan Bunga Kertas dan beberapa buku bacaan. Pasti, kalian semua akan menebak kalau foto ini diambil di taman baca aku yakni Taman Bacaan Bunga Kertas kan? Hmm ... salah banget! Karena foto ini adalah buku-buku koleksi milik Kawan Baca yang didirikan oleh Mas Fadli. Mas Fadli adalah pengusaha digital printing di wilayah Handil. Sehingga, dia juga yang membuatkan spanduk taman bacaku, beliau kasih secara cuma-cuma alias gratis.

Di usia taman bacaku yang masih seumur jagung, aku mendapat sambutan baik dari senior-seniorku yang jauh lebih dahulu bergerak menjadi relawan literasi.

Tanpa aku minta, Mas Fadli membuatkan spanduk Taman Bacaku. Ada perasaan bahagia tersendiri ketika Mas Fadli mengirimkan foto ini. Aku bahkan tidak menyangka kalau logo taman bacaku bisa ada di dalam ruang baca milik Kawan Baca yang didirikan oleh Mas Fadli.

Sampai saat ini, aku belum berkesempatan untuk berkunjung ke Kawan Baca. Lokasi taman bacaku dengan taman baca milik Mas Fadli memang lumayan jauh. Terlebih lagi kegiatan di taman bacaku yang mulai padat. Membuat aku akhirnya sulit untuk keluar dari rumah karena hampir setiap hari ada kegiatan. Yah... walau kegiatannga hanya kecil-kecilan saja. Itu sudah membuat kegiatanku cukup padat. Karena di samping sebagai ibu rumah tangga yang sibuk mengurus rumah dan anak-anak. Aku juga punya kegiatan kreatif termasuk dalam hal menulis. Hehehe...

It's okey!

Aku abadikan foto ini dalam ceritaku. Supaya Taman Bacaan Bunga Kertas dan Kawan Baca bisa berjalan bersama-sama dan berdampingan dalam memajukan literasi di Indonesia.


Salam literasi ...!

Terima kasih untuk pembaca yang udah setia membaca cerita-cerita aku.

Jangan lupa subscribe ya! 😉😉😉


Kenangan Bersama Annisa Nur Adnin - Finalis Duta Baca Kaltim 2018

Kalau lihat foto ini, aku jadi teringat akhir Agustus tahun 2018 lalu. Aku mengikuti sebuah ajang kompetisi "Duta Baca Daerah" yang membuatku berpikir ulang, kenapa aku bisa mengikuti ajang gila ini? Sementara aku bukan lagi anak remaja yang berprestasi. Aku hanya lulusan SMA dan harus bersaing dengan anak kuliahan. Jelas saja membuat nyaliku menciut. Aku sendiri tidak yakin kenapa aku bisa mengikuti ajang ini.

Yang aku ingat, hari itu Bunda Harmi (Perpus Kukar) menyuruhku untuk mengikuti seleksi Duta Baca Kaltim 201i karena aku memenuhi kriteria yang dituliskan, yakni memiliki sebuah perpustakaan dan prestasi di bidang literasi. Akhirnya, dengan berbagai pertimbangan dan bertanya ke sana kemari, aku mengirimkan berkas-berkas yang diperlukan untuk kompetisi tersebut.

Setelah semuanya selesai dan dinyatakan aku lolos seleksi, maka aku pun berangkat menuju kota Samarinda untuk mengikuti masa karantina selama 3 hari. Panitia penyelenggara tidak menyiapkan penginapan dan konsumsi, sedih banget kan? Aku nggak tahu harus menginap di mana. Aku nggak punya banyam kenalan di Samarinda. Kemudian aku teringat tawaran Bapak Muhammad Samsun ( Wakil Ketua DPRD) untuk memberi kabar kalau aku masuk sebagai finalis. Beliau bersedia membantu semampunya. Karena kepepet, ya aku hubungi beliau dan bilang kalau aku nggal dikasih penginapan sama panitia penyelenggara. Semua peserta juga tidak ada yang diberi biaya transport, akomodasi dan penginapan. Sehingga harus mencari sendiri di mana kami akan tinggal selama masa karantina. Ada beberapa yang memang warga Samarinda atau ngekos di Samarinda. Sehingga, mereka lebih mudah untuk mengikuti kompetisi ini.

Aku diendorse sama Bapak Samsun yang kebetulan tetangga kampungku, diberikan menginap selama 2 malam di sebuah penginapan yang tepat berseberangan dengan Kantor Perpusda Kaltim. Yah, alhamdulillah ... setidaknya aku tidak tidur di mes ... mesjid. Karena aku tidak punha uang untuk menginap.

Karena jatah menginap hanya dua malam, maka malam ketiganya aku harus keluar dari penginapan tersebut dan mencari penginapan lainnya. Sore itu aku mengeluh dengan peserta lain. Aku berniat untuk pulang saja sore harinya dan kembali besok paginya ketika malam Grand Final dimulai.
Namun, beberapa teman finalis melarangku dan menawarkan untuk menginap di kosan mereka. Ada dua peserta yang menawarkan aku menginap bersama mereka. Yang pertama Cindy, si gadis cantik berhidung mancung itu. Yang kedua, Anisa Nur Adnin atau yang sering disapa Anin. Mereka sama-sama menawarkan agar aku menginap di kosan mereka saja.

Awalnya, aku memilih untuk ikut menginap di kosan Cindy. Tapi, karena ketika mau pulang, Cindy terlihat sibuk dengan finalis yang lainnya, aku memutuskan untum ikut ke kosan Anin saja. Aku bilang pada Cindy dan ia menyetujuinya.

Singkat cerita, akhirnya aku menginap di kosan Anin. Waktu pertama kali masuk ke kosan ini, aku disambut baik dengan pemilik kosan. Bahkan diminta untuk makan bersama di ruang makan mereka. Alhamdulillah ... setidaknya bisa menghemat uang makan sekali. Hehehe...

Selama dua malam aku menginap di kosan Anin, sesekali kami jalan-jalan ke luar mencari makanan atau barang-barang keperluan. Saat itu, aku mengenal Anin sebagai pribadi yang baik dan apa adanya. Asyik aja gitu jalan dan cerita-cerita sama dia.
Dia bilang, "Aku jalan sama Kak Rin, kayak jalan sama mamaku, deh."
Aku tersenyum dan bertanya, "kenapa emangnya?"
Dan dia bilang, aku seperti ibunya yang bayarin dan jajanin dia. Hihihi ... entah kenapa, asyik aja gitu. Aku tahu gimana kehidupan anak kos. Dia harus pandai mengatur uang bulananya. Jadi, setiap kali jalan, aku memang yang traktir dia.

Ada hal yang aku pikirkan tentang masa depan. Seandainya anakku suatu hari merasakan hidup sendiri di kosan dan jauh dari orang tua. Dia pasti merasakan hidup hemat. Bahkan untuk makan saja harus bisa irit. Itulah sebabnya, aku tidak pernah berpikir dua kali membantu orang lain selama aku masih bisa dan masih mampu.

Aku dan Anin yang baru mengenal, serasa sudah akrab dan mengenal lama. Itu karena pribadi Anin yang apa adanya, ramah dan nggak neko-neko. Ada hal yang sama antara aku dan Anin, yakni ... nggak begitu suka dengan ruangan yang terlalu rapi, hahaha ...

Bagiku, ruangan yang terlalu rapi itu membatasi setiap gerak-gerikku. Aku pastinya sungkan untuk melakukan pergerakan yang kira-kira akan membuat ruangan kotor atau berantakan. Tapi, ketika bersama Anin, aku bisa menjadi apa adanya aku. Tidak harus jaim dengannya walau dia jauh lebih muda dan lebih cantik dari aku. Aku sama sekali tidak minder ketika bersama dengannya.

Selain baik hati, ramah dan asyik, Anin juga salah satu mahasiswa Unmul yang berprestasi. Ia seringkali menjadi presenter di salah satu komunitas, juga terlibat dalam pers mahasiswa universitasnya.

Hai ... Adnin, semoga tulisan ini bisa mengabadikan cerita kita dan membuat kamu selalu ingat sama aku, begitu juga sebaliknya. Kalau kita pernah menghabiskan malam bersama dalam satu ruang yang sama.

Wednesday, February 27, 2019

Mampir ke Taman Samboja. Akankah Jadi Ikon Kecamatan Samboja?


Hai ... hai ... hai ...!
Kali ini aku berkesempatan untuk mampir ke salah satu taman yang ada di daerah Samboja Kuala. Taman ini baru saja dibuat dan memang belum jadi. Di sisi jalan, masih ada tiang pembatas sebagai tanda kalau taman ini memang belum bisa digunakan.

Di bawah kepemimpinan Bapak Ahmad Junaidi, Kecamatan Samboja tumbuh menjadi daerah yang pesat dengan banyak potensi wisata yang menjadi destinasi favorite para turis.
Oleh karenanya, kini hadir Taman Samboja sebagai icon bahwa Samboja memang tempat favorite yang nggak kalah kece sama kota sebelahnya yakni Balikpapan.

Untuk teman-teman tahu, Samboja bersebelahan dengan kota Balikpapan. Akses dari Bandara Balikpapan sangatlah mudah dan dekat. Banyak juga tempat wisata di Samboja yang menjadi favorite para pengunjung. Bukan hanya deretan pantai-pantainya. Samboja juga memiliki tempat wisata alam yang masih alami seperti Borneo Orang Utan Survival dan Pulau Bekantan.

Ah, kalau ngomongin destinasi wisata di Samboja mah banyak. Samboja merupakan salah satu kecamatan yang memiliki banyak potensi wisata seperti Pantai Ambalat, Pantai Tanah Merah, Pantai Pemedas, Pulau Bekantan, Taman Hutan Raya, Borneo Orang Utan Survival, KWPLH, Lamin Etam Ambors, Batu Dinding, Water Park Handil, dll.

Bukan hanya wisata alamnya saja, di Samboja juga punya banyak tempat wisata edukatif seperti taman baca. Di Kecamatan Samboja sendiri, terdapat 5 taman baca yang bisa kamu kunjungi.



Taman Samboja di buat di atas lahan eks. Pasar Tradisional Kuala. Pasar Traditional Kuala sendiri sudah di relokasi ke tempat yang jaraknya tidak begitu jauh dari pasar sebelumnya. Taman Samboja ini bakal jadi tempat yang asyik karena berada di tepi jalan provinsi. Tepat di dekat jembatan Kuala. Dari taman ini, kamu bisa melihat kapal-kapal nelayan bersandar.

Karena aku ke sini waktu tamannya belum jadi,,, yah,,, keadaannya memang masih gersang. Lain kali aku akan menyempatkan waktu untuk mampir ke tempat ini lagi. Semoga saja tempat ini semakin bagus dan menjadi pusat anak-anak muda berkreatifitas demi mewujudkan kecamatan Samboja yang lebih baik lagi sesuai dengan slogan "Samboja Makin Keren".



Jalan-Jalan ke Taman Anggrek Sendawar | Gersang dan Kurang Terawat





Dokumen Pribadi



Minggu, 24 Feberuari 2019

Aku meluangkan sedikit waktu untuk mengunjungi Taman Anggrek Sendawar yang ada di tempat wisata Waduk Panji Sukarame, Tenggarong. 
Taman Anggrek ini cukup luas dan dipenuhi beraneka ragam tanaman anggrek. Sayangnya, tempat ini sepertinya kurang begitu terawat. Entah karena cuaca yang sedang kemarau atau memang kondisinya seperti itu. Tanaman anggrek terlihat menguning dan kurang terawat, bisa dibilang tempat ini sangat gersang. Aku mengajak serta anakku untuk bisa mengenal alam sekitar terutama jenis-jenis tanaman anggrek. Namun, saya tidak menemui seseorang yang bisa memberikan informasi tentang berbagai macam tanaman anggrek yang ada di tempat ini. Sehingga aku hanya bisa mengajak puteriku berkeliling tanpa bisa mengenalkan jenis-jenis tanaman anggrek yang ada di sini. Tidak ada papan informasi sedikit pun yang bisa menjelaskan jenis tanaman anggrek yang ada di tempat ini. Tempat ini sebenarnya bagus menjadi wisata edukasi bagi anak-anak. Mereka bisa mengenal jenis-jenis tanaman anggrek yang ada di tempat ini.

Di antara tanaman-tanaman anggrek ini ada sebuah bangunan yang terbuat dari kaca. Di dalamnya ada banyak jenis tanaman anggrek yang terlihat terawat. Ada beberapa yang berbunga indah. Hanya saja, tempat ini terkunci dan kami hanya bisa melihat dari luarnya saja. Kami juga tidak menemukan petugas yang menjaga tempat ini. Dari tampilan luar, tempat ini memang terkesan gersang dan kurang terawat. Padahal, tempat seperti ini harusnya sejuk dan asri karena tanaman-tanaman di sini bisa menghadirkan rasa sejuk dan indah di depan mata.

Menurut penuturan dari sepupuku, dahulunya tempat ini bagus dan terawat. Entah karena apa, tempat ini berubah menjadi gersang. Ada kemungkinan akibat dari kemarau dan suhu Tenggarong yang tinggi. Ada kemungkinan juga kalau tempat ini memang kurang terawat karena rumput-rumput liar lumayan tinggi, kesannya memang tidak pernah dibersihkan atau dirawat.

Semoga saja pemerintah bisa lebih bijak dan lebih baik dalam mengelola tempat seperti ini. Misalnya bekerjasama dengan pihak-pihak instansi atau sekolah sebagai wisata edukasi untuk anak-anak. Sangat disayangkan kalau tempat ini nantinya justru terbengkalai dan tidak terawat. Harapan kami, tentunya tempat seperti bisa dikelola dengan baik sampai generasi-generasi selanjutnya karena anak-anak kita butuh tempat-tempat edukatif yang bersinggungan langsung dengan alam.

Terima kasih untuk pengalaman hari ini. Walau merasa kurang puas dengan tempat ini, aku tetap mengapreasiasi, semoga ke depannya menjadi lebih baik lagi.



Dokumen Pribadi


Literasi Digital

Rawpixel


Hai ...!
Met sore...
Ceritanya hari ini dari Plukme Friends aku dapet tugas buat ngasih clue untuk latihan menulis.
Entah kenapa terlintas begitu saja kalimat "Literasi Digital" dalam otakku.
Dan aku sendiri masih sulit mencari ide tentang literasi digital ini.
Hmm... sebenarnya dengan menulis di sebuah platform , aku sudah dikategorikan berliterasi secara digital.
Literasi digital sendiri diartikan sebagai kemampuan individu dalam menggunakan teknologi digital untuk mengakses informasi secara digital, mengelola, mengintegrasi, menganalisa dan mengevaluasi  informasi dengan baik sehingga bisa membedakan informasi antara fakta dan hoax. Bukan hanya itu, dengan literasi digital diharapkan dapat membangun sebuah pengetahuan baru.

Literasi digital dirasa sangat penting karena memberikan banyak kemudahan kepada masyarakat. Segala hal menjadi mudah termasuk bertransaksi jual-beli secara online. Bahkan, banyak masyarakat yang lebih memilih untuk belanja online karena lebih menghemat waktu dan biaya.

Literasi digital sendiri memiliki beberapa dampak bagi setiap penggunanya yang dibagi menjadi 8 bagian:
1. Creativity 
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, mampu mengasah kemampuan penggunanya dalam berkreatifitas. Misalnya menjadi konten kreator, video grafis, game accelerator, termasuk dalam membuat website seperti platform Plukme yang sedang kita pakai ini.
2. Collaboration
Dengan mudahnya akses informasi, kita lebih mudah untuk mengenal seseorang dari dunia luar. Bahkan berkolaborasi menciptakan sebuah komunitas kreatif. Saat ini sudah banyak yang bisa berkolaborasi dengan pengkarya di luar negeri. Sebab dunia digital, kita selalu merasa lebih dekat dengan  banyak user.
3. Critical Thinking and Evaluation
Di sini pengguna internet dan dunia digital diminta untuk bisa berpikir kritis dan mampu mengevaluasi setiap informasi. Tidak semata-mata di lahap mentah-mentah tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Sehingga lebih banyak tersebar berita-berita hoax, dan sulit membedakannya sebab banyak user yang latah dan dengan mudahnya jarinya menekan tombol share. Padahal, berita yang beredar belum tentu kebenarannya.
4. Cultural and Sosial Understanding
Memahami budaya sosial di masyarakat menjadi semakin mudah. Contohnya saja ketika admin Plukme memberikan kompetisi menulis dengan tema "Tradisi Menjelang Ramadan". Wow...! Di sini aku bisa menemukan beragam budaya yang unik. Jika bukan karena mudahnya mengakses informasi hingga ke seluruh dunia. Mungkin, aku tidak akan pernah tau apa itu kesenian "Ebeg". Kemungkinan juga aku tidak akan pernah tahu bagaimana pesona keindahan raja ampat.
5. Curate Information
Pengguna internet diharapkan dapat mengkurasi setiap informasi yang masuk. Mampu mengelola konten-konten positif dan membuang jauh-jauh konten negatif. Bukankah di setiap platform selalu ada menu report untuk melaporkan konten-konten negatif berbau pornografi, sara dan radikalisme. Aku bahagia mengenal Plukme, karena admin Plukme mampu mengkurasi dengan baik setiap tulisan yang masuk. Juga kebijakan pengguna/user yang dengan sigap melaporkan pada admin jika menemukan indikasi kecurangan dan tingkah laku negatif user.

6. E-Safety
Aku rasa ini sudah tau semua ya! E-Safety juga menjadi bagian terpenting dalam menggunakan literasi berbasis digital ini. Kalau di Plukme aku rasa jauh dari konten-konten negatif. Tapi, bagaimana dengan platform lain? Itulah sebabnya kita tetap harus melakukan pengawasan terhadap penggunaan internet. Mengawasi anak-anak dalam mengakses suatu informasi. Agar tak mudah terpengaruh dengan isu sara dan radikalisme. Terutama pembatasan akses konten-konten negatif. Saya senang Kementerian Komunikasi dan Informasi sudah banyak membantu mencegah beredar luasnya konten negatif dengan memblokir situs-situs berbau pornografi. Kalau masih ada yang berusaha membobol situs itu. Itu mah emang orangnya aja yang memang pengen masuk ke dunia negatif.


7. Practical and Functional Skills
Aku rasa yang satu ini penting bagi generasi muda untuk mampu bersaing dengan dunia kerja. Mereka harus memiliki skill yang baik dan bisa diterima di masyarakat dengan baik pula. Tidak sekedar mencari informasi dan sumber referensi, tapi juga harus mampu mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini bisa didapat dalam berliterasi digital, di mana seorang anak diajarkan untuk berinteraksi, memecahkan masalah, mengatur strategi dan membuat perencanaan yang baik. Biasanya dihadirkan dalam sebuah game online berkelompok atau video grafis yang mengajak antar user untuk saling berinteraksi.

8. Proficient Communicator
Ha ini sangat penting bagi penulis seperti aku. Eh! Emang aku penulis? Sory lidahku keseleo. Hmm... lebih tepatnya aku yang hobi menulis. Karena profesiku bukanlah seorang menulis. Tapi, aku memang sedang belajar menulis. Belajar untuk berkomunikasi dengan pembaca. Komunikasi yang baik tentunya. Untuk menjadi Proficient Communicator memang tidak mudah. Tapi, hampir semua teman-teman sudah melakukannya. Menyampaikan informasi begitu apik untuk dapat dipahami dan dicerna dengan mudah oleh pembacanya.

Hmm... Apa ini sudah kepanjangan ya?
Aku harap teman-teman  mau berkenan memberikan pengetahuannya tentang literasi digital.
Sebagai bahan referensi dan diskusi untuk saya.
Sebab literasi digital itu sangatlah luas.
Dengan bermain Plukme seharian saja kita sudah mendapatkan banyak manfaat dan sudah berliterasi.
Secara langsung kita memperoleh informasi dari penulisnya. Dapat berinteraksi dengan baik dengan penulisnya sekaligus. Mampu menganalisa dan mereview tulisan kawan-kawan. Hanya dengan mengunjungi postingannya saja, kita sudah mengajak penulis berinteraksi dengan kita.
Banyak sekali manfaat gawai dalam dunia digital ini. Oleh karenanya, gunakanlah kemudahan dunia digital ini dengan bijak. Jika bukan kita yang memfilter setiap konten yang masuk, lalu siapa lagi?
Bermain internet juga harus memperhatikan peraturan platform, juga undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mari kita buat dunia digital kita menjadi dunia yang nyaman. Jauh dari konten-konten negatif yang merusak moral generasi penerus bangsa.

Salam Literasi!

Oh ya, sebagai informasi bahwa Literasi di Indonesia di bagi menjadi enam pola dasar literasi, yakni:
1.       Literasi Baca & Tulis
2.       Literasi Berhitung
3.       Literasi Sains
4.       Literasi Financial / Keuangan
5.       Literasi Digital
6.       Literasi Budaya dan Kewargaan

Enam literasi ini masih beranak-pinak lagi. Untuk lebih jelasnya bisa surfing di google.com tentang dunia literasi.

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisanku.




Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas