Awalnya aku
melihat kuda lumping sebagai pertunjukkan seni yang biasa. Terutama pada
fenomena kerasukan. Banyak yang bilang pertunjukkan tersebut bekerja sama
dengan makhluk ghaib. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa makhuk ghaib memang ada.
Menjadi hal biasa
saat sebelum pertunjukkan melakukan sebuah ritual dengan membakar kemenyan dan
menyiapkan beberapa sesajen. Aku tidak begitu tertarik dengan hal itu.
Melihatnya sudah menjadi hal biasa dalam sebuah pertunjukkan seni kuda lumping
yang merupakan sebuah warisan budaya. Memanggil arwah leluhur atau makhluk
ghaib ini sudah menjadi sebuah pertunjukkan sejak zaman peradaban Hindu-Budha.
Sampai ketika
tahun lalu, satu hal membuatku tercengang dan selalu membuatku penasaran.
Biasanya, di Kalimantan ini banyak pertunjukkan Seni Kuda Lumping yang sama.
Dengan penari-penari kuda dan Barongan/Reog. Mereka selalu membakar kemenyan
dan menyiapkan sesajen untuk menghadirkan sebuah pertunjukkan “Kerasukan” pada
penonton.
Tahun lalu,
sebuah Paguyuban Seni Kuda Lumping yang baru berdiri menghadirkan kesan baru.
Aku ada di antara mereka sebab memang aku asli keturunan Temanggung. Hanya saja
keberadaanku yang memang sejak lahir di Kalimantan, aku tidak begitu paham dengan
kesenian daerah. Sampai akhirnya kedewasaanlah yang membuatku meninggalkan
kegemaranku pada seni-seni mancanegara dan beralih untuk lebih memaknai dunia
Seni Tradisional. Sebab, banyak orang-orang luar negeri yang lebih menyukai
kebudayaan Indonesia yang beragam.
Paguyuban Seni
Kuda Lumping yang mengusung konsep Jaranan Temanggung menghadirkan warna baru
dalam dunia Seni Budaya Jawa yang ada di Kalimantan. Awalnya, mereka tidak akan
menghadirkan apapun yang berbau mistis. Hanya sekedar menghibur masyarakat
dengan tari-tarian. Namun, siapa sangka jikalau tamu-tamu ghaib berdatangan
tanpa diundang.
Hal ini membuatku
terus merasa penasaran dan banyak bertanya.
“Man, kenapa
kalau kuda lumping yang ini nggak pakai ritual, nggak pakai menyan dan
sejenisnya tapi masih aja banyak kerasukan?” tanyaku pada salah satu Paman yang
memang asli dari Jawa dan mengerti tentang kebudayaan Jawa.
“Ya itu. Bedanya
antara undangan dan yang datang dengan kemauan sendiri. Contohnya kamu membuat
sebuah pertunjukkan. Kalau kamu mengundang 300 orang untuk hadir. Yang hadir ya
hanya 300 orang tersebut. Kamu juga harus menyiapkan hidangan untuk tamu-tamu
yang kamu undang. Biasanya, undangan hanya akan datang, makan dan pulang.
Berbeda ketika kamu membuat sebuah pertunjukkan dan banyak yang datang tanpa
diundang. Pasti mereka mau menonton pertunjukkan sampai acara selesai dan kamu
tidak perlu menyuguhkan apapun sebab kamu tidak mengundang mereka datang.
Begitulah makhluk ghaib itu datang pada kami,” jawab Paman, cukup membuatku
mengerti.
Lalu, apa yang
menyebabkan makhluk ghaib mau datang? Sedangkan tidak ada ritual khusus untuk
memanggil makhluk ghaib tersebut?
Pertanyaan ini
kemudian aku lemparkan pada salah satu kawanku yang merupakan Jurnalis di
Balikpapan. Dia asli orang jawa dan begitu mencintai sejarah dan kebudayaan
Jawa. Dia tahu banyak tentang kehidupan orang jawa termasuk hal-hal ghaib yang
sering menyelimuti kehidupan orang jawa.
“Mas... Kenapa
makhluk ghaib bisa datang di saat pertunjukkan seni kuda lumping sementara
tidak ada sesajen dan ritual untuk memanggil makhluk ghaib tersebut. Dari mana
mereka datang? Apa dari musik yang dialunkan?” tanyaku.
“Nah, Iya bisa
jadi itu. Jadi, dalam gending Jawa itu ada dua jenis. Yang pertama, gending
untuk acara hiburan. Yang kedua, gending yang diperuntukkan untuk pemanggilan
makhluk ghaib atau arwah. Coba kamu menyanyikan lagu ‘Lingsir Wengi’ di tengah
malam. Pasti rasanya akan jauh berbeda saat kamu menyanyikannya di siang hari,”
jawab Mas Jurnalis.
Aku
mengangguk-anggukan kepala sebagai tanda mengerti. Ya... cukup masuk akal
karena menurutku gending klasik yang ada dalam Tarian Jawa Tengah itu cukup
menghipotis jika benar-benar dinikmati. Kamu bisa dengarin musiknya dalam video
ini. ( URL Video Pilihan Gue)
Oke... itu adalah
jawaban dari rasa penasaranku. Tentang proses bagaimana makhluk ghaib itu
berdatangan dalam sebuah pagelaran seni. Memang ada dua jenis, yang pertama
diundang dan yang kedua tidak diundang. Makhluk ghaib bisa datang dengan
sendirinya dan bisa datang dengan undangan (ritual).
Lalu...
pertanyaan berikutnya, bagaimana menyembuhkan orang yang kesurupan?
Pertanyaan ini
aku ajukan pada salah seorang guru yang juga mengerti agama. Beliau biasa
membantu menyembuhkan kawan-kawan yang kerasukan ketika sedang melakukan
pertunjukkan seni kuda lumping.
Why? Dan ternyata
memang kebudayaan ini tidak bisa lepas dari sisi agama.
“Kamu nggak tahu
kan filosofi kerasukan itu apa? Dan kenapa di zaman Walisongo tidak di larang?”
Aku menggelengkan
kepala. “Kenapa gitu Pak?” tanyaku penasaran. Memperbaiki posisi duduk untuk
menyimak dengan seksama setiap perkataannya.
“Karena zaman
dahulu itu orang-orang belum banyak mengerti agama. Sedangkan kesenian ini
sudah ada sejak zaman Hindu-Budha. Maka, dijadikan jalan dakwah bagi para Wali
untuk menunjukkan bahwa sekuat apapun jin yang menguasai manusia. Akan kalah
hanya dengan dua kalimat syahadat.” Bapak itu mengacungkan kedua jari telunjuk
dan jari tengahnya.
“Iya kah, Pak?”
tanyaku makin penasaran.
“Iya... makanya
zaman dahulu itu ketika Agama Islam masuk. Agama tidak menghapuskan kebudayaan
yang sudah ada. Tapi, memperbaiki pemikiran masyarakat bahwa arwah atau jin
yang mereka sembah, sekuat apapun akan kalah hanya dengan dua kalimat syahadat.
Dua kalimat syahadat itu ditiupkan pada tali cemeti/pecut kemudian dipecutkan
pada manusia yang sedang dikendalikan oleh Jin, maka Jin yang ada dalam
tubuhnya akan pergi,” tutur Bapak itu.
Aku semakin
tertarik dengan pembahasan ini. Mungkin bisa mengobati rasa penasaranku selama
ini.
“Itulah
sesungguhnya filosofi dari kerasukan dan pesan agama yang ingin disampaikan.
Namun, memang ada beberapa pendapat yang berbeda. Karena tidak semua kesenian
Jaranan berbau syariat Islam atau Dakwah. Memang masih ada pertunjukkan
kesenian yang memang masih bekerjasama dengan makhluk ghaib untuk menunjukkan
sebuah keperkasaan, keberanian dan kedigdayaan seseorang di beberapa daerah.
Nggak masalah sih itu. Kepercayaan mereka dan kepercayaan kita berbeda. Kita
tidak perlu mengusik mereka, begitu juga sebaliknya mereka tidak akan mengusik
kita.”
Aku menganggukkan
kepala sebagai tanda mengerti.
Aku merasa,
ucapan beliau memang benar. Sebab sebagai umat muslim, kita memang harus
percaya dengan yang ghaib. Namun, tidak diperbolehkan menyembah atau memuja
makhluk ghaib. Sebab makhluk yang paling tinggi derajatnya adalah manusia.
Beberapa juga ada
yang berpendapat bahwa pertunjukkan kesenian kuda lumping bekerja sama dengan
makhluk halus. Mungkin, mereka belum memaknai pesan yang ingin disampaikan
dalam pertunjukkan tersebut. Seperti hal yang baru saja aku ketahui. Bahwa
pesannya ada di akhir acara. Bahwa, sekuat dan sehebat apapun jin yang
menguasai manusia (makan kaca, makan rumput dll.) akan kalah hanya dengan dua
kalimat Syahadat. Dan aku memang baru tahu kalau ternyata hanya Dua Kalimat
Syahadat yang ditiupkan di kedua telinga manusia yang bisa mengusir jin yang
masuk ke dalam tubuhnya.
Sebenarnya, di
setiap tubuh manusia sudah ada jin yang terus menemaninya. Hanya saja, ada
manusia yang bisa mengendalikan dirinya dari gangguan jin dan ada manusia yang
bisa dikendalikan oleh Jin/Setan. Sebab aku melihat sendiri tidak semua
dikendalikan sepenuhnya oleh Jin. Masih ada beberapa yang mencoba melawan
kehadiran makhluk ghaib dalam tubuhnya.
Sama seperti
dalam kehidupan kita sehari-hari. Bagaimana mengendalikan diri kita dari rasa
marah, rasa iri, dengki, benci dan sebagainya. Jika kita bisa mengendalikannya,
maka hati kita sebagai pemenang atas semua rasa yang datangnya dari setan.
Namun, jika kita tidak bisa mengendalikan, maka diri kita akan sepenuhnya
dikuasai oleh setan. Perbanyaklah mengaji sebab Al-Qur’an adalah Ayat-Ayat Suci
yang tidak perlu diragukan lagi kesucianNya. Sebab dengan dua kalimat syahadat
saja sudah bisa mengusir Jin/Setan. Bagaimana jika kita bisa membaca lantuanan
Ayat Suci setiap hari? Pastilah hati kita jauh dari gangguan jin/setan.
Sebab Setan/Jin
itu mengganggu dengan cara “Membisikkan (kejahatan) ke dalam dada Manusia.” –
(Surah An-Nas Ayat 5). Jin/Setan membisikkan ke dalam dada, bukan ke dalam
telinga. Oleh karenanya penyakit-penyakit hati itulah yang sesungguhnya harus
diobati. Termasuk orang yang suka nyinyirin tulisan aku dan bilang
tulisan-tulisanku unfaedah.
Itulah informasi
yang aku dapatkan demi memenuhi rasa penasaranku. Aku sampai berbulan-bulan
bertanya pada banyak orang hingga mendapatkan jawaban yang memuaskan. Bagiku,
semua rasa penasaranku sudah terjawab. Mungkin masih ada banyak pendapat lain
yang berbeda di luar sana. It’s Oke, nggak masalah sebab setiap orang punya hak
untuk berpendapat.
Sepertinya aku
harus lebih banyak belajar tentang sejarah kebudayaan Indonesia. Karena pada
zaman dahulu, orang-orang bisa menyampaikan pesan atau kritik melalui
tari-tarian, tembang-tembang, seni rupa dan seni yang lainnya. Bagiku, itu hal
yang indah. Mengkritik dengan sebuah karya.
Cukup sampai di sini tulisan aku ya...
Mau jalan-jalan dahulu cari informasi, ilmu dan teman-teman baru.
Mau jalan-jalan dahulu cari informasi, ilmu dan teman-teman baru.
Oh ya ... Salam
Budaya Indonesia. Mari kita lestarikan kebudayaan yang merupakan ciri khas dan
kekayaan orang Indonesia. Jika bukan kita, siapa lagi?
Ditulis oleh Rin Muna
Samboja, 8 September 2018