ezeepoints.id |
“Ggrrh...!” Kaka menyeringai ke arah Tian.
Tian telah siap menerima serangan dari Kaka,
Si Badak yang akan menyerang dengan culanya. Sementara Tian sudah mengasah
tanduknya tajam.
“Stop! Ada apa ini?” Bhin Bhin tiba-tiba
datang sembari mematuki tubuh Tian.
“Aduh! Kenapa kamu mematuki tubuhku?” Tian Si
Rusa jantan berteriak kesakitan.
“Jika tidak aku lakukan, tandukmu akan melukai
Kaka.” Bhin Bhin bertengger di atas punggung Tian.
“Kenapa tidak mematuki tubuh Kaka? Bisa saja
culanya melukaiku. Kenapa kamu membela Kaka?” Tian memutar kepalanya. Mencoba
meraih tubuh Bhin-Bhin, namun ia hanya mampu berputar-putar mengelilingi
tubuhnya sendiri.
“Aku tidak membela Kaka. Hanya saja kulit Kaka
terlalu keras untukku. Paruhku yang cantik ini bisa rusak.” Bhin Bhin mengelus
paruh dengan sayap kanannya.
Kaka terkekeh menyaksikan perdebatan antara
Tian Si Rusa dan Bhin Bhin Si Burung Cendrawasih yang elok.
“Kamu mengolokku lagi?” Tian menyeruduk hidung
Kaka dengan ujung tanduknya.
“Sebenarnya ada apa dengan kalian?” Bhin Bhin
mencoba menengahi.
“Kaka telah mencuri makananku!”
“Aku tidak mencuri. Aku menemukannya di bawah
pohon.” Suara besar Kaka terdengar khas.
“Aku sedang mengumpulkannya. Dan kamu
mencurinya!” teriak Tian.
“Tidak! Aku menemukannya.”
“Kamu mencurinya!”
“Aku menemukannya.”
Tian dan Kaka sama-sama keukeuh dengan
pendapatnya.
“Sudahlah! Jangan berkelahi! Bagaimana jika
kalian berlomba saja?”
“Berlomba? Maksudmu apa Bhin Bhin?” Tian
menatap Bhin Bhin.
“Daripada kalian berkelahi, kalian tidak akan
mendapatkan apa-apa selain luka dan cedera. Lebih baik kalian berlomba. Siapa
yang kalah harus mencarikan makanan untuk yang menang. Dan kalian harus
berdamai!” Bhin Bhin mengepakkan sayapnya. Terbang dan bertengger di pucuk
pohon yang tinggi.
“Baiklah. Lomba apa Bhin Bhin?” tanya Tian dan
Kaka bersamaan.
“Di seberang sana ada pohon emas. Kalian harus
bisa memetik buah emas. Kalian harus melewati tiga gunung tinggi, sungai dan
hutan. Kalian harus bisa bekerjasama untuk mendapatkannya. Aku akan mengawasi
kalian dari udara.”
“Baiklah.” Tian dan Kaka bersiap untuk
menerjang hutan, sungai dan gunung demi mendapat buah emas.
Setelah melewati satu gunung tertinggi. Tian
dan Kaka harus melewati sungai yang terbentang luas.
“Bagaimana menyebrangi sungai sebesar ini?”
Tian dan Kaka berputar-putar mencari ide.
Sementara Bhin Bhin mengamati dari atas
pepohonan.
“Bagaimana jika minta bantuan Bhin Bhin untuk
membawa kita terbang?” bisik Kaka.
“Tidak mungkin! Bhin Bhin tidak akan sanggup
membawa kita berdua terbang bersamanya. Membawa tandukku saja dia tidak akan
kuat.” Tian berputar-putar mengelilingi Kaka.
“Ahaa... bagaimana jika menggunakan batang
kayu untuk menyeberang?” Tian mendapati batang kayu teronggok di dekat mereka.
“Bagaimana caranya?” tanya Kaka.
“Kekuatanmu tidak diragukan lagi Badak. Ayo
segera angkat batang kayu besar itu ke sungai! Kita akan menggunakannya untuk
menyeberang!” pinta Tian. Kaka bergegas menunjukkan kekuatannya.
Mereka berhasil menyeberang sungai dengan
susah payah. Kembali berjalan menyusuri hutan dan gunung.
“Ayo cepat!” Tian meneriaki Kaka yang mulai
tertinggal jauh.
“Aku tidak bisa berlari secepat dirimu!” Kaka
melangkahkan kakinya perlahan. Langkahnya mulai berat.
Tian berlutut di tanah. Menunggu Kaka menaiki
gunung secara perlahan.
“Kenapa kamu berhenti?” tanya Bhin Bhin dari
balik dedaunan.
“Aku akan menunggunya.”
“Bukankah lebih baik jika kamu sampai duluan?
Kamu memiliki kecepatan!”
Tian menggeleng. “Kaka sudah membantuku
menyeberangi sungai. Aku memiliki kecepatan, tapi aku tak punya kekuatan untuk
menggendong Kaka.”
“Aku senang kamu mulai menyadarinya. Teman
harus saling bekerja sama.” Bhin Bhin kembali terbang dari ranting ke ranting.
Tian dan Kaka mulai menikmati perjalanan
mereka. Bercengkerama sembari bernyanyi hingga lupa jika mereka sedang bersaing
atau berkelahi.
Tak terasa, Tian dan Kaka sudah sampai di
pohon emas yang mereka tuju. Pohonnya sangat tinggi dan besar. Buahnya
berkilauan.
“Bagaimana cara mengambilnya? Bukankah di
antara kita tidak ada yang bisa memanjat pohon?” Kaka terduduk lemas.
Tian berputar-putar mengelilingi tubuh Kaka
sembari mencari ide.
“Ayo jangan menyerah! Burung yang tidak bisa
berenang saja bisa menangkap ikan di lautan!” teriak Bhin Bhin sembari
berputar-putar di atas pohon emas.
“Bagaimana caranya? Kami tidak bisa memanjat!”
balas Tian berteriak.
“Cicak tidak punya sayap dan tidak bisa
terbang. Tapi dia bisa menangkap nyamuk. Ayo pikirkan caranya!” Bhin Bhin masih
menyemangati Tian dan Kaka.
Tian dan Kaka berdiam diri. Berpikir cukup
lama di bawah pohon emas. Tiupan angin kencang berhasil menjatuhkan satu buah
emas dari pohonnya. Buahnya menggelundung ke bawah gunung dan tak sempat mereka
kejar.
“Apa kita harus menunggu buahnya jatuh lagi?”
tanya Kaka.
“Baik. Ayo kita tunggu!”
Berhari-hari mereka mengharapkan angin kencang
datang lagi. Namun yang diharapkan tak kunjung datang.
“Bagaimana jika aku goyangkan saja pohon ini?
Tapi, buahnya pasti akan menggelundung lagi ke bawah gunung.” Kaka menatap
pohon emas yang berada di atas gunung.
“Aha..! Benar sekali! Ayo kamu goyangkan saja!
Kamu memiliki kekuatan yang besar. Pasti bisa menjatuhkan buah emas ini. Sedang
aku memiliki kecepatan dalam berlari. Aku akan bersiap mengejar buah yang
jatuh.” Tian bersemangat.
Kaka mengangguk. Mereka bersiap untuk
melakukan aksinya. Kaka menyeruduk pohon emas dan berhasil menjatuhkan buah
emas yang sudah matang. Tian berlari secepat mungkin untuk mengejar buah-buah
yang jatuh.
Tian mengumpulkan buah emas di bawah pohon.
“Akhirnya kita berhasil mendapatkannya.” Tian dan Kaka saling berpelukan.
Bhin Bhin menghampiri mereka. “Lebih indah
jika kalian bekerja sama bukan? Damai itu indah. Jangan berkelahi hanya karena
makanan! Rakus hanya membuatmu kenyang sebentar saja. Sedangkan perdamaian dan
persahabatan akan membuatmu bahagia selamanya.”
Tian dan Kaka menatap Bhin Bhin bersamaan,
“Terima kasih Bhin Bhin sudah mengingatkan kami!”
Bhin Bhin mengerdipkan sebelah matanya.
Terbang meninggalkan Tian dan Kaka yang akhirnya hidup damai berdampingan
hingga anak cucu mereka.