Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Showing posts with label Perfect Hero. Show all posts
Showing posts with label Perfect Hero. Show all posts

Wednesday, February 19, 2025

Perfect Hero Bab 161 : Hadiah Kecil untuk Yuna || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Yan, menurut kamu bagusnya bikin pesta outdoor atau indoor ya?” tanya Rullyta saat berkunjung ke rumah Yana.

 

“Dua-duanya bagus.”

 

“Aku sih maunya indoor aja. Kalo outdoor takutnya hujan. Pasti ribet.”

 

“Rencananya mau ambil bulan berapa acaranya?”

 

“Bulan Juli.”

 

“Mmh ... kayaknya bulan Juli belum musim penghujan. Kalau Agustus, agak mengkhawatirkan.”

 

“Iya, sih. Tapi, akhir-akhir ini cuaca nggak nentu. Kalo bikin pesta outdoor, resikonya hujan.”

 

“Pake pawang aja!”

 

“Eh!?” Rullyta mengernyitkan dahinya. “Pawang?”

 

Yana menganggukkan kepala.

 

“Boleh juga, sih. Nanti aku coba diskusi lagi deh sama Yuna.”

 

Yana tersenyum sambil menyeruput teh yang ada di tangannya. “Kelihatannya, kamu deket banget sama menantu kamu itu?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Dia itu ... sederhana, baik dan lucu. Karena ibunya udah meninggal, dia nganggep aku udah kayak ibunya sendiri. Aku juga suka banget sama dia.”

 

“Itu bagus. Kadang, ada anak menantu yang menganggap orang tuanya seperti orang lain. Anak saya yang pertama, istrinya begitu. Jarang banget mau main ke rumah. Apalagi mau ngobrol-ngobrol kayak gini.”

 

“Masa sih?”

 

Yana menganggukkan kepala. “Kalo sama suaminya ya sayang banget. Tapi, kalo sama saya biasa aja. Main ke sini kalau udah saya telepon karena udah kangen sama cucu.”

 

“Aku pikir, hubungan kalian baik-baik aja.”

 

“Emang baik-baik aja. Kami nggak pernah bertengkar, jarang juga bicara. Yah, biasa-biasa aja.”

 

“Oh. Kalo si Yuna, intens banget komunikasi sama aku. Ngalah-ngalahin Yeri ngasih perhatiannya. Kadang, aku ngerasa si Yuna yang jadi anak kandungku ketimbang Yeri. Tahu sendiri, Yeri itu dingin dan suka bantah omongan mamanya.”

 

“Hahaha. Anak laki-laki memang kebanyakan kayak gitu.”

 

“Iya. Kayaknya, dia itu nggak pernah ngehirauin kalau mamanya ngomel. Tapi, kalo Yuna yang ngocehin dia, dia nurut aja, tuh.”

 

“Yah, namanya juga cinta.”

 

“Hehehe. Iya juga, sih. Nggak nyangka kalau Yeriko bisa juga nikah. Aku agak khawatir karena udah sedewasa itu, nggak pernah bawa cewek ke rumah.”

 

“Emang belum waktunya. Apa yang kamu khawatirkan? Dia laki-laki dan sudah mapan. Perempuan mana yang nggak mau sama dia?” sahut Yana sambil tertawa kecil.

 

“Banyak perempuan yang mau sama dia. Tapi, nggak ada satu pun yang bikin dia tertarik. Kakeknya sampe harus turun tangan nyarikan dia jodoh. Semuanya dia tolak. Padahal, kakeknya itu nyarikan perempuan yang cantik dan kaya. Dia tetep nggak mau. Diam-diam, dia udah nikahin cewek yang nggak kami kenal sama sekali.”

 

“Dia pasti sudah memperhitungkan Yuna sebelumnya,” sahut Yana sambil tersenyum menatap Rullyta.

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Semua orang mengira, dia bakal nyari istri yang berkelas. Ternyata, dia lebih suka wanita sederhana kayak Yuna. Yuna tuh nggak neko-neko. Sederhana banget. Bayangin aja, nikah sama Yeri tanpa gaun pengantin, tanpa cincin dan dia nggak pernah ngebahas harta Yeri sama sekali.”

 

“Sekarang, dia malah kerja di perusahaan lain. Padahal, Yeri nggak akan kekurangan buat ngidupin dia.”

 

“Iya juga, ya? Kenapa dia nggak pilih di rumah aja? Bukannya malah santai?”

 

“Huft, entahlah. Dia bilang, pengen bisa mandiri. Dia bilang, kalau suatu hari Yeriko ninggalin dia, dia sudah punya karir yang stabil.”

 

Yana menahan tawa mendengar pernyataan Rullyta. “Menantu kamu itu lucu juga. Dia bahkan udah punya persiapan. Apa dia selalu mikir kalau suaminya bakal ninggalin dia?”

 

“Entahlah. Mungkin karena Yeri dikelilingi banyak perempuan cantik. Apalagi masalah yang lagi mereka hadapi saat ini. Bikin Yuna selalu ngerasa kalau Yeriko bakal ninggalin dia.”

 

“Hmm ... iya juga, sih. Tapi, aku lihat dia perempuan yang kuat.”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Aku rasa begitu. Tapi, aku sendiri nggak pernah tahu sebenarnya dia seperti apa. Yang aku tahu, Yeriko cinta banget sama dia. Aku cuma takut, mereka nggak bisa mempertahankan rumah tangga mereka. Baru aja nikah, ujian mereka udah sebesar ini.”

 

“Kamu harus ngasih dukungan terus ke mereka!”

 

Rullyta mengangguk.

 

“Oh ya, malam ini nginap di sini aja! Gimana?” pinta Yana.

 

“Nginap?”

 

“Iya. Udah lama nggak main ke sini. Sesekali nginap nggak papa, kan?”

 

“Tapi ...”

 

“Kebetulan, Bapak lagi dinas ke luar kota. Kita bisa punya banyak waktu buat cerita-cerita.”

 

“Mmh ... oke.”

 

“Nah, gitu dong!”

 

Rullyta tersenyum menatap sahabatnya. “Oh ya, lusa ada waktu nggak?” tanya Rullyta.

 

“Kenapa?”

 

“Ke Singapura, yuk!”

 

“Nggak bisa. Aku lagi persiapan untuk pameran Dekranasda. Mana bisa mau keluyuran ke luar negeri.”

 

“Ke Singapura doang. Deket, Yan. Dua hari aja, kok. Pameran kan pasti udah ada anggota yang nanganin, kan?”

 

“Mau ngapain di sana?”

 

“Mau ngecek toko yang di sana.”

 

“Oh ya, kamu punya cabang toko di sana ya?”

 

Rullyta menganggukkan kepala.

 

“Nggak salah kalau Yeriko jadi pebisnis yang tangguh. Mamanya juga pintar berbisnis.”

 

“Ah, kamu terlalu berlebihan,” sahut Rullyta.

 

Yana tersenyum kecil. “Oh ya, kabar Kakek Ali gimana? Sehat, kan?”

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Lumayan sehat.”

 

“Lumayan?” Yana mengernyitkan dahi.

 

“Yah, Papa memang sudah tua. Dia rajin olahraga, kondisi badannya lumayan sehat. Tapi, penyakit jantungnya bisa aja kambuh sewaktu-waktu. Aku sedikit kesulitan nyembunyikan masalah rumah tangga Yeriko kali ini. Apalagi, itu mempengaruhi saham perusahaan. Kalau Yeri nggak bisa nyelesaiin secepatnya. Aku khawatir kakek bakal tahu.”

 

“Kamu khawatir sama kemampuan anak kamu sendiri? Biasanya, kamu selalu percaya diri?”

 

“Masalahnya beda, Yan. Ini bukan murni urusan bisnis. Dia harus ngadepin mantan pacar dan istrinya juga. Entahlah, dia bisa ngelarin semuanya atau nggak.”

 

“Apa itu artinya ... dia bakal makin hebat kalau berhasil menyelesaikan ini dengan baik?” tanya Yana.

 

“Mmh ...” Rullyta menopang dagu dengan kedua tangannya. Ia memutar bola mata dan menatap Yana. “Aku harap begitu,” tuturnya sambil tersenyum.

 

Yana tersenyum. Ia bangkit dari duduknya. “Aku mau nunjukin sesuatu ke kamu.”

 

“Apa?”

 

“Ayo!”

 

Rullyta bangkit, ia mengikuti langkah Yana menuruni anak tangga dan masuk ke salah satu ruangan yang ada di sudut rumahnya.

 

“Wow ...!” Rullyta mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

 

“Ini karya seniman-seniman lokal yang aku kumpulin. Mereka anak-anak muda yang berbakat.”

 

Rullyta memerhatikan sebuah tas rajut berwarna biru malam. “Ini, harganya berapa?”

 

“Nggak dijual. Ini khusus untuk dipamerkan aja.”

 

“Kamu bisa pesen lagi sama senimannya kan?”

 

“Iya.”

 

“Ini buat aku ya!” pinta Rullyta. “Kayaknya, cantik banget kalau dipake Yuna.”

 

“Kamu mau ngasih ini buat menantu kamu?”

 

Rullyta menganggukkan kepala.

 

“Ambillah!”

 

“Serius?”

 

Yana menganggukkan kepala.

 

“Oke. Aku ambil. Kamu pesen lagi sama senimannya!”

 

Yana menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Gampang.”

 

Rullyta tersenyum senang. Setiap kali melihat barang bagus, ia selalu teringat pada menantu kesayangannya itu. “Kamu tahu sendiri, aku suka banget sama anak perempuan. Apalagi, Yuna itu ... cantik dan lucu. Setiap lihat barang bagus, aku selalu teringat sama anak itu.”

 

Yana tersenyum kecil. Ia mengambil sebuah kotak kayu yang ada di atas meja dan menunjukkan sebuah gelang yang ada di dalamnya. “Lihat! Ini cocok untuk Yuna.”

 

“Wah ...! Ini buatan tangan juga?”

 

Yana menganggukkan kepala. “Ambillah! Kasihkan ke Yuna!” pintanya. “Anggap aja, ini hadiah dari aku.

 

Rullyta menganggukkan kepala. “Dia pasti seneng banget sama gelang batu kayak gini.”

 

“Oh ya?”

 

“Iya.” Rullyta memerhatikan gelang yang ada di dalam kotak kayu tersebut. Ia merasa, gelang itu sangat cantik dan cocok untuk Yuna. “Makasih, ya!”

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

Perfect Hero Bab 160 : Si Genit || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yeriko menghentikan mobilnya tepat di halaman rumah. Ia melepas safety belt-nya dan juga safety belt yang melingkar di tubuh Yuna.

 

Yuna langsung merangkul leher Yeriko. “Beruang ... kenapa kamu ganteng banget?” tanyanya sambil memicingkan mata menatap Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Baru sadar?”

 

Yuna menganggukkan kepala sambil menepuk pipi Yeriko. “Punya suami ganteng kayak kamu, selalu jadi rebutan cewek-cewek cantik. Tapi, aku nggak bakal ngelepasin kamu.”

 

Yeriko tersenyum. Ia melepaskan lengan Yuna dari lehernya. Tapi, Yuna malah mengeratkan lingkaran lengannya.

 

“Mau ke mana?” tanya Yuna.

 

“Masuk, yuk! Kita udah sampe rumah.”

 

“Emh ...” Yuna memonyongkan bibirnya.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia langsung mengecup bibir Yuna.

 

Yuna meringis dan menjatuhkan kembali tubuhnya ke kursi.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah Yuna yang begitu agresif saat mabuk. Ia keluar dari mobil dan menggendong Yuna keluar dari dalam mobil.

 

“Mbak Yuna kenapa, Mas?” tanya Bibi War begitu Yeriko masuk ke dalam rumah.

 

“Nggak papa. Cuma kebanyakan minum.”

 

“Oh.”

 

Yeriko terus melangkahkan kakinya naik ke kamar dan menjatuhkan tubuh Yuna ke atas tempat tidur.

 

“Nyalain AC!” pinta Yuna. “Panas banget.”

 

Yeriko langsung mengambil remote AC dan menyalakan AC di kamarnya.

 

Yuna melepas semua pakaiannya karena merasa suhu ruangan di kamarnya sangat panas.

 

Yeriko menarik napas dan menyelimuti tubuh Yuna.

 

Yuna langsung menarik tubuh Yeriko hingga menekan tubuhnya. Ia merangkul leher Yeriko dan terus menciumi wajah Yeriko.

 

Yeriko berusaha bangkit dan melepaskan diri dari Yuna. Tapi, Yuna malah berguling dan membuat tubuhnya berada di bawah tubuh Yuna.

 

“Yun, aku mau mandi dulu!” tutur Yeriko.

 

Yuna menggelengkan kepala. Ia menjatuhkan kepalanya di dada Yeriko.

 

Yeriko menghela napas dan memeluk tubuh istrinya. “Jangan sampai mabuk kalau pergi tanpa aku!”

 

Yuna mengangguk kecil. Ia mengangkat kepala dan mengendus leher Yeriko.

 

“Yer, kenapa tadi ketawa waktu keluar dari Sheraton? Apa kamu ... lagi memperhitungkan seseorang?” bisik Yuna.

 

Yeriko tertawa menanggapi pertanyaan Yuna.

 

Yuna menatap wajah Yeriko yang masih tertawa. “Ketawa jahat. Pasti lagi ngerencanain sesuatu. Apa itu?” dengus Yuna.

 

“Mmh ... nggak boleh tahu!” sahut Yeriko.

 

“Iih ... ngeselin!” seru Yuna sambil memukul dada Yeriko dan menghisap kuat leher suaminya.

 

“Yun, sakit!” seru Yeriko. “Kamu udah jadi vampire juga?”

 

“Iya.”

 

Yeriko tertawa, ia langsung menghisap bibir Yuna dan bermain-main di tubuh istrinya dalam waktu yang lama.

 

“Mandi yuk!” ajak Yeriko usai bercinta dengan istrinya.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

Yeriko bangkit dan langsung menggendong Yuna ke kamar mandi. Ia memasukkan tubuh Yuna ke dalam bathtub dan menyalakan kran.

 

Yuna tersenyum menatap suaminya. Ia menarik tubuh Yeriko masuk ke dalam bathtub bersamanya.

 

“Masih aja genit, masih kurang?” bisik Yeriko sambil menjepit hidung Yuna.

 

Yuna tersenyum menatap Yeriko. “Masih bisa bangun?”

 

“Hmm ... capek,” sahut Yeriko sambil menyandarkan kepalanya.

 

Yuna tertawa kecil dan memeluk tubuh Yeriko.

 

“Yer, gimana kita ngadepin Refi?” tanya Yuna.

 

“Kamu tenang aja! Aku lagi ngumpulin bukti-bukti buat ngelawan dia. Departemen Humas juga sudah nyiapin jadwal buat konferensi pers.”

 

“Hah!? Konferensi pers?”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Kenapa?”

 

Yuna menundukkan kepala. “Nggak papa. Aku  males aja ketemu sama wartawan. Apalagi mereka bar-bar kayak kemarin itu.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Nggak usah khawatir. Merek nggak akan ngelakuin itu.”

 

Yuna tersenyum lega.

 

“Oh ya, hubungan kamu sama sepupu kamu gimana? Udah lama nggak denger kamu nyeritain dia. Udah baikan?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Kapan dia mau baikan sama aku?”

 

Yeriko tersenyum kecil sambil menatap Yuna.

 

“Lihat aja besok, kalo ketemu pasti ngajak berantem lagi. Kayaknya, dia itu kangen banget kalo nggak berantem sama aku.”

 

“Apa aku perlu turun tangan buat ngatasi dia?”

 

“Jangan!” seru Yuna. Ia tidak akan membiarkan suaminya ikut campur masalahnya dengan Bellina. Walau sering berkelahi, Bellina tetaplah kakak sepupunya. Ia tidak akan tega membiarkan suaminya menangani Bellina.

 

“Kenapa?” Yeriko mengernyitkan dahi.

 

“Mmh ... walau aku sama dia sering berantem. Tapi, mereka sayang sama aku, kok.”

 

“Sayang?” Yeriko mengernyitkan dahi. “Mereka selalu bikin perkara sama kamu. Kamu masih aja berbaik hati sama mereka.”

 

Yuna meringis menatap Yeriko. Ia sangat mengetahui perangai suaminya. Ia tidak ingin menjadi orang yang tak tahu balas budi. Selama sebelas tahun, Oom dan tantenya sudah banyak membantu merawat ayahnya yang terbaring di rumah sakit. Walau mereka kejam, tapi masih sangat memperdulikan kesehatan ayahnya.

 

“Mmh ... biar gimana pun, mereka tetep keluarga aku. Aku yang bakal ngadepin mereka. Mereka nggak akan nyelakain aku, kok.”

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Selama masih dalam batasan yang bisa ditolerir. Kalau udah berlebihan, aku bakal ngasih pelajaran ke mereka sekalipun mereka keluarga kamu!” tegas Yeriko.

 

“Yer ...!” Yuna menatap wajah Yeriko. Ia memohon agar tak melakukan apa pun terhadap keluarganya.

 

“Ck, kamu ini ...” Yeriko langsung merengkuh kepala Yuna dan mencium keningnya.

 

Yuna tersenyum sambil mengeratkan pelukannya. Ia merasa sangat bahagia karena suaminya selalu ada di sisinya dan membantunya menyelesaikan masalah. Mereka terus bermesraan hingga pagi menjelang.

 

 

 

Di sisi lain, Bellina merasa sangat senang melihat pemberitaan yang menimpa Yuna beberapa hari terakhir.

 

“Hmm ... akhirnya, dia kena batunya juga,” celetuk Bellina sambil tersenyum penuh kemenangan.

 

“Ada apa?” tanya Melan sambil menatap Bellina.

 

“Si Yuna lagi diserang sama netizen di media sosial.”

 

“Kok, bisa?”

 

“Dia cari perkara sama pacarnya Yeriko.”

 

“Yeriko punya pacar?”

 

Bellina menganggukkan kepala. “Pacarnya itu artis dan karirnya di luar negeri cukup bagus. Penggemarnya banyak dan langsung nyerang Yuna. Lihat, deh!” Bellina menyodorkan ponselnya ke hadapan Melan.

 

Melan meraih ponsel Bellina dan membaca semua komentar yang menyerang Yuna. “Wah, berita seheboh ini, kenapa baru kasih tahu Mama sekarang?”

 

“Mama aja yang nggak update,” sahut Bellina.

 

“Pacarnya Yeriko, cantik dan berkelas. Kenapa dia malah nikain Yuna?” tanya Melan sambil menatap foto Refi.

 

Bellina mengedikkan bahu. “Pasti si Yuna yang godain Yeriko sampe cowok itu tergila-gila sama dia.”

 

“Kok bisa ya? Jangan-jangan itu anak pake pelet. Bisa-bisanya dapetin cowok kaya raya kayak Yeriko.”

 

“Hah!? Jangan-jangan si Yuna emang main dukun, Ma. Kalo nggak, nggak mungkin Yeriko bisa suka sama cewek yang biasa kayak dia. Dia juga nggak punya apa-apa. Hartanya udah habis dipake buat ngobatin ayahnya yang lumpuh itu.”

 

“Ehem ...!” Tarudi berdehem. “Kalo lagi makan, jangan ngobrol terus! Nggak selesai-selesai makannya.” Ia bangkit dari tempat duduk dan bergegas pergi.

 

“Papamu kenapa? Aneh banget,” tutur Melan.

 

Bellina mengedikkan bahunya.

 

“Cepet makannya! Ntar telat ke kantor.”

 

“Emang siapa yang mau marahin aku kalo telat?” sahut Bellina santai.

 

Melan tersenyum ke arah Bellina. “Iya juga, sih.” Ia melanjutkan menghabiskan sarapan bersama puteri kesayangannya.

 

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

Perfect Hero Bab 159 : Rasa Tak Terungkap || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Kita nggak langsung pulang?” tanya Yuna saat Yeriko masuk ke pelataran Sangri-La Hotel.

 

“Aku laper. Kita makan dulu!” jawab Yeriko sambil memarkirkan mobilnya.

 

“Oke.” Yuna tersenyum senang. Ia melepas safety belt dan bergegas keluar dari mobil.

 

Yeriko tersenyum kecil. Ia bergegas keluar dari mobil dan menghampiri Yuna. “Ayo, masuk!” ajak Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna.

 

“Eh, itu Chandra! Kamu ajak dia?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Siapa lagi?”

 

“Apanya?”

 

“Yang kamu ajak makan bareng.”

 

“Oh. Chandra sama Riyan.”

 

“Hmm ...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya. Tiba-tiba, ide jahil melayang-layang di kepalanya.

 

“Lutfi di mana sekarang?”

 

“Masih di Jogja.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya.

 

“Kenapa?”

 

Yuna merogoh ponsel dari dalam tasnya dan langsung menelepon Jheni.

 

“Halo!” sapa Jheni begitu panggilan telepon Yuna tersambung.

 

“Jhen, kamu bisa ke sini?”

 

“Ke mana?”

 

“Aku di Sangri-La. Mau makan, tapi nggak ada yang nemenin.”

 

“Ya udah. Aku ke sana.”

 

“Oke. Aku tunggu di restorannya ya!”

 

Yuna mematikan panggilan teleponnya dan tersenyum senang.

 

“Mau comblangin Jheni sama Chandra lagi?” tanya Yeriko.

 

“Yuna menganggukkan kepala.”

 

Yeriko tersenyun kecil sambil mengusap ujung kepala Yuna. Mereka bergegas masuk ke dalam restoran yang ada di Sangri-La Hotel. Chandra mengikuti di belakang mereka.

 

“Mau makan apa?” tanya Yeriko sambil menatap Yuna.

 

Yuna membuka buku menu. Ia mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Jangan kelamaan mikirnya! Aku udah laper.”

 

Yuna meringis. Ia langsung menunjuk menu makanan yang ingin ia pesan.

 

“Chan, kemarin abis dari Gili?” tanya Yuna.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Itu si Lutfi, kerjaannya emang kayak kodok gitu?”

 

“Eh!? Kodok?”

 

“Iya. Lompat sana, lompat sini.”

 

Chandra tertawa kecil menanggapi ucapan Yuna.

 

“Kamu udah ke Rumah Sakit Ortopedi?” tanya Yeriko sambil menatap Chandra.

 

Chandra mengangguk. “Perkembangannya lumayan bagus.”

 

“Awasi terus!”

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

Yuna menatap Yeriko dan Chandra bergantian. “Refi?” tanyanya kemudian.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Oh.” Yuna manggut-manggut. Ia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan.

 

“Hei ... Nyonya cemburu?” Yeriko langsung menjepit hidung Yuna begitu menyadari kalau suasana hatinya kurang baik.

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Yun, Refi itu tanggung jawab aku dan Yeriko sampai dia sembuh. Kamu nggak perlu khawatir,” tutur Chandra.

 

Yuna tersenyum menatap Chandra. “Aku nggak khawatir,”  sahutnya sambil mengelus tengkuknya.

 

Yeriko dan Chandra saling pandang dan tersenyum kecil.

 

“Kalian kenapa?” dengus Yuna.

 

“Nggak papa.”

 

“Mencurigakan!”

 

“Eh, itu Jheni!” Yeriko menunjuk ke arah pintu masuk dengan dagunya.

 

Yuna langsung menoleh ke arah pintu. “Jhen!” Ia melambaikan tangan ke arah Jheni.

 

Jheni tersenyum, melangkahkan kakinya menghampiri Yuna. “Katanya sendirian?” tanya Jheni begitu sampai di meja Yuna.

 

Yuna meringis menatap Jheni. “Tadinya sendirian. Aku panggil mereka juga. Duduk!” pinta Yuna sambil menunjuk kursi di sebelah Chandra.

 

Jheni langsung duduk di sebelah Chandra.

 

“Mau makan apa?”

 

Jheni langsung melihat buku menu dan memesan makanan.

 

“Mau lafite?” tanya Yuna sambil menatap Jheni.

 

“Boleh.”

 

Yuna langsung memanggil pelayan dan memesan beberapa botol Lafite Wine.

 

Yeriko mengernyitkan dahi saat melihat beberapa botol lafite wine yang diantarkan oleh pelayan.

 

“Jhen, tadi aku ketemu sama Amara,” tutur Yuna sambil menuang wine ke sloki dan menyodorkannya ke hadapan Jheni.

 

“Oh ya? Terus?” tanya Jheni sambil melirik Chandra yang duduk di sebelahnya.

 

“Dia itu sama aja nyebelinnya sama mertuanya.”

 

“Sama mertuanya juga?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Untung aja si Chandra nyuekin dia.” Yuna menatap wajah Chandra. “Kalo sampe kamu baik lagi sama Amara, awas aja!” ancam Yuna.

 

Chandra tersenyum kecil sambil menggelengkan kepala.

 

“Kamu ada di sana juga?” tanya Jheni sambil menatap Chandra.

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Iya, Jhen. Udah gitu, si Amara sampe mohon-mohon sama Chandra biar Chandra bantuin dia. Ngeselin banget kan?”

 

“Oh ya? Kamu nggak bantuin?” tanya Jheni pada Chandra.

 

Chandra menggelengkan kepala.

 

Jheni langsung tersenyum menatap wajah Chandra. “Ciye ... udah move on?”

 

Chandra tersenyum kecil. Ia merasa sangat canggung dengan tatapan Jheni kali ini.

 

“Mmh ... kayaknya Chandra udah berhasil move on. Kalo gitu, harus kita rayain. Bersulang!” seru Yuna ceria.

 

Semua ikut tertawa riang. Mereka bersulang untuk merayakan keberhasilan Chandra melupakan masa lalunya.

 

“Kamu hebat banget, Chan. Aku kasih dua jempol buat kamu,” tutur Yuna.

 

Chandra hanya tersenyum kecil menatap Yuna.

 

“Maaf, Pak. Saya terlambat.” Riyan tiba-tiba sudah berdiri di dekat meja mereka.

 

“Nggak papa. Duduk!” perintah Yeriko.

 

Riyan langsung menarik kursi dan duduk di sebelah Chandra.

 

“Gimana tadi?” tanya Yeriko sambil menatap Riyan.

 

“Udah kelar.”

 

“Si Deny udah ketemu?” tanya Yeriko.

 

“Belum. Kami masih terus mengumpulkan informasi. Dia selalu berpindah-pindah tempat dan cukup menyulitkan,” jawab Riyan.

 

“Tambah anggota buat nyari dia!”

 

“Siap, Pak!”

 

“Jhen, udah lama nggak minum. Rasanya nikmat banget,” tutur Yuna sambil menatap sloki yang ada di tangannya.

 

Jheni menganggukkan kepala. “Kayaknya, terakhir minum bareng waktu kamu putus cinta sama Lian,” sahutnya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Bener. Dia bikin hidupku kacau,” tutur Yuna sambil menenggak wine yang ada di tangannya. “Untungnya aku ketemu Yeriko. Cowok ganteng yang nyebelin itu. Biarpun nyebelin, tapi aku suka.” Ia menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

 

Yeriko tertawa kecil sambil menatap wajah Yuna.

 

“Jhen ...!” seru Yuna sambil mengangkat kepalanya menatap Jheni. “Kapan kamu mau nembak Chandra? Kalian serasi banget. Kenapa sampe sekarang masih belum jadian?” tanya Yuna sambil menatap sayu ke arah Jheni.

 

Jheni yang masih sadar langsung membelalakkan matanya. “Yun, kamu kalo mabuk suka ngaco, deh!” Ia melirik Chandra yang ada di sebelahnya. “Ya ampun, Yun. Kamu bikin aku malu banget,” batinnya.

 

“Aku nggak mabuk. Aku masih sadar,” sahut Yuna.

 

“Udah mabuk pun masih nggak mau ngaku,” celetuk Jheni. Ia menoleh ke arah Chandra. “Kamu nggak usah hirauin omongannya Yuna. Dia lagi mabuk dan suka ngasal kalo ngomong,” tuturnya.

 

Chandra menganggukkan kepalanya.

 

“Aku nggak asal ngomong. Chan, asal kamu tahu ya, si Jheni itu  ... mmh ... mmh ... “ Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya karena tangan Jheni langsung membungkam mulutnya.

 

“Yer, bawa dia pulang sebelum bikin kekacauan di sini!” pinta Jheni.

 

Yeriko menganggukkan kepala. “Ayo, pulang!” ajaknya sambil melingkarkan lengan Yuna ke lehernya.

 

“Aku nggak mau pulang. Masih mau di sini. Makanan di sini enak-enak.”

 

Jheni menghela napas menatap Yuna dan Yeriko.

 

Yeriko langsung memapah Yuna dan keluar dari restoran.

 

“Hati-hati ya!” seru Jheni.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Huft ....” Jheni menghela napas lega dan kembali duduk di kursinya. Ia menoleh ke arah Chandra yang duduk di sampingnya.

 

Chandra bergeming. Ia tak menghiraukan tatapan Jheni dan melanjutkan makan.

 

Jheni meremas jemari tangan sambil menundukkan kepala. Wajahnya masih merona karena malu dengan tingkah Yuna yang membocorkan rahasia perasaannya untuk Chandra.

 

“Mmh ... aku pulang duluan ya!” pamit Jheni.

 

Chandra menganggukkan kepala. “Hati-hati!”

 

Jheni mengangguk. Ia bangkit dan bergegas pergi meninggalkan Chandra dan Riyan. “Kayaknya, Chandra emang nggak suka sama aku,” batin Jheni. Ia tidak bersemangat saat melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

 

“Waktu Yuna bilang kalau aku suka sama dia, dia berubah jadi dingin,” gumam Jheni sambil membuka pintu mobilnya.

 

“Oh ... Jheni! Sadar, Jhen! Chandra nggak mungkin suka sama cewek kayak kamu,” tuturnya sambil menyandarkan kepalanya ke kursi.

 

Jheni menarik napas dalam-dalam, ia menyalakan mesin mobil dan bergegas pergi meninggalkan Sangri-La Hotel.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas