Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Thursday, March 13, 2025

Perfect Hero Bab 186 : Best Buddy Sisters

 


“Yun, kamu beneran berhenti kerja?” tanya Jheni sambil menatap Yuna dan Icha yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Emangnya aku kayak pembohong? Sampe nggak percaya gitu?”

 

“Iya. Aku percaya,” sahut Jheni. “Abis ini, rencana kamu mau ngapain?”

 

“Di rumah dulu, nyantai-nyantai.”

 

“Emangnya kamu nggak bosan kalo dua puluh empat jam di rumah terus?” tanya Jheni.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Nggak dua puluh empat jam juga kali. Buktinya, sekarang aku ada di rumah kamu.”

 

“Hmm ...iya juga sih. Enak banget ya punya suami kayak Yeriko. Nggak ngelarang istrinya main di luar. Malah dianterin pula ke sini.”

 

Yuna tersenyum sambil menatap layar ponselnya.

 

“Kamu chatting sama siapa sih, Yun? Senyum-senyum sendiri dari tadi?” tanya Icha yang berbaring di samping Yuna.

 

“Sama suamiku lah. Sama siapa lagi?”

 

“Astaga! Lebay banget sih kalian?” sahut Jheni. “Baru juga pisah berapa menit. Udah kayak nggak ketemu sebulan aja.”

 

“Sewot lu. Ngiri?” sahut Yuna.

 

“Weh, ngolok kamu ya!?” dengus Jheni sambil menggelitik pinggang Yuna.

 

“Aargh ...! Geli, Jhen!” seru Yuna sambil berguling menghindari Jheni yang terus menyerangnya.

 

Icha ikut tertawa melihat Jheni dan Yuna yang saling serang dan berguling di kasur.

 

“Udah, Jhen! Aku capek!” seru Yuna dengan napas tersengal.

 

Jheni terus menghentikan aksinya sambil menoleh ke arah Icha yang sudah berdiri di depan jendela. “Dia kenapa? Dari tadi murung gitu.”

 

Yuna mengedikkan bahu. Ia turun dari ranjang dan langsung menghampiri Icha bersama dengan Jheni. “Kamu kenapa, Cha? Ada masalah?”

 

Icha menggelengkan kepalanya.

 

“Nggak usah bohong, deh! Dari tadi kamu murung. Kenapa? Bellina nindas kamu di kantor?” tanya Yuna.

 

Icha menggelengkan kepala.

 

“Terus, kenapa?” tanya Jheni. “Ada masalah lagi sama lutfi?”

 

Icha menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan sambil menatap Yuna. “Yun, sebenarnya Lutfi itu gimana sih?”

 

“Kenapa sama Lutfi?”

 

“Kadang, aku ngerasa dia itu sayang banget dan perhatian sama aku. Tapi aku juga nggak pernah tahu gimana sikapnya dia sama cewek lain. Apakah sama juga?”

 

“Kenapa kamu tanya kayak gini?” tanya Yuna. “Ada sesuatu?”

 

“Kemarin, aku nggak sengaja lihat Lutfi lagi makan sama cewek di salah satu restoran.”

 

“Siapa? Model?”

 

“Mungkin. Yang jelas, cewek itu cantik dan seksi. Dari gayanya dia, dia juga memperhatikan cewek itu.”

 

“Cha, kamu kan tahu kalau Lutfi itu penguasa Villa di Jawa, Bali dan NTT. Yang aku tahu, dia emang sering kerjasama sama artis, selebgram, youtuber dan sejenisnya buat endorse villa dia.”

 

“Tapi ...”

 

“Kamu jangan pedulikan cewek lain!” pinta Yuna sambil menggenggam pundak Icha. “Sekalipun ada banyak perempuan cantik yang mengelilingi dia. Dia cuma ngakuin kamu sebagai pacar resminya. Karena cuma kamu aja yang dikenalin ke kita.”

 

“Tapi, Yun. Aku jadi ragu sama perasaannya dia. Aku terlalu biasa aja. Sementara, cewek-cewek yang deket sama Lutfi cantik-cantik semua. Gimana aku harus bersaing sama mereka?”

 

“Siapa bilang kamu biasa aja? Kamu juga cantik, kok,” sahut Jheni. Ia langsung melepas kacamata Icha dan ikatan rambutnya.

 

Jheni langsung menarik Icha untuk berdiri di depan cermin. “Cha, dengan penampilan kamu yang sederhana aja udah bisa bikin Lutfi jatuh cinta sama kamu. Kamu cuma perlu ngerubah penampilan kamu buat bersaing sama cewek-cewek itu.”

 

“Aku nggak pede, Jhen.”

 

“Kenapa? Kamu nggak beneran cinta sama Lutfi.”

 

“Cinta. Tapi ...”

 

“Cinta itu, harus diperjuangkan dan dipertahankan!” tutur Jheni. “Kalo baru kayak gini aja kamu udah nyerah, gimana mau ngadepin mereka yang bakal mengganggu hubungan kamu. Banyak pelakor di dunia ini, kamu harus jadi kuat ngadepinnya. Belajar dari Yuna!”

 

Icha menatap Yuna yang tersenyum ke arahnya.

 

“Cha, awalnya aku juga ngerasa kayak gitu. Tapi lama-lama aku sadar, Yeriko bukan orang biasa. Banyak cewek yang pengen jadi pasangannya. Selama Yeriko masih cinta sama aku. Aku nggak akan peduli berapa banyak cewek yang deketin dia. Aku nggak akan ngelepasin Yeriko buat orang lain.”

 

Icha tersenyum ke arah Yuna.

 

“Apalagi pekerjaan Lutfi emang kayak gitu. Kamu cuma perlu mendukung dia!” sahut Jheni.

 

Icha menganggukkan kepala.

 

Yuna dan Jheni saling pandang. “Kalo gitu, saatnya beraksi!” seru mereka sambil mengeluarkan peralatan make-up untuk merubah penampilan Icha menjadi lebih baik lagi.

 

Beberapa menit kemudian, mereka sudah berhasil mengubah penampilan Icha seperti seorang model.

 

“Astaga, Cha!” Yuna mengitari tubuh Icha yang jauh lebih tinggi darinya.

 

“Kamu udah kayak model Victoria Secret,” celetuk Jheni.

 

“Beneran?”

 

Jheni menganggukkan kepala. “Iya, badannya tinggi-tinggi dan wajahnya cantik. Kayak kamu gini.”

 

Yuna ikut menahan tawa mendengar ucapan Jheni.

 

“Kenapa pada ketawa terus sih?” tanya Icha sambil menatap wajah Jheni dan Yuna.

 

“Nggak papa, Cha. Seneng aja lihat kamu kayak gini. Kalo Lutfi lihat, pasti dia seneng banget. Eh, aku fotoin. Aku kirim ke Whatsapp dia.” Yuna langsung menyalakan kamera ponsel dan membidik wajah baru Icha.

 

“Udah terkirim. Kita lihat, apa komentar Lutfi!” tutur Yuna sambil menunggu balasan dari Lutfi.

 

“Kakak Ipar, itu siapa? Bisa endorse kah?” tutur Yuna sambil membaca pesan yang ia terima dari Lutfi. “Hahaha. Dia nggak ngenalin kamu, Cha.”

 

“Gobloknya anak itu,” sahut Jheni.

 

“Balesin apa nih?” tanya Yuna.

 

“Terserah kamu.”

 

“Bisa. Kalo mau ketemu, ke rumah Jheni sekarang juga!” tutur Yuna sambil mengetik di ponselnya. “Udah terkirim.”

 

“Astaga! Kamu nyuruh dia ke sini?” tanya Icha.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Sekalian aja kalian jalan ke luar bareng. Sayang banget, udah dandan cantik gini tapi cuma di dalam rumah.”

 

“Yuna ...!”

 

Yuna dan Jheni meringis ke arah Icha.

 

“Oh ya, besok kan weekend. Kalian ada waktu nggak?” tanya Yuna.

 

“Kenapa?” tanya Icha.

 

“Aku selalu ada waktu kalo buat kamu,” sahut Jheni.

 

“Aku sama Yeriko mau ke exhibition. Kalian mau ikut nggak?”

 

“Exhibition punya Dekranasda?” tanya Jheni.

 

“Iya. Kok tahu?”

 

“Aku udah ke sana sama Chandra.”

 

“What!? Kalian udah ke sana nggak ajak-ajak? Tega banget sih?”

 

“Kamu lagi sibuk ngadepin pelakor itu. Aku juga ke sana sekalian buat keperluan kerjaan.”

 

“Ada yang bagus nggak?” tanya Yuna.

 

“Semuanya bagus-bagus.” Jheni meraih kotak yang ada di atas meja. “Aku beli sweater rajut motif sura sama baya. Ini unik banget. Kata pengrajinnya, dia cuma bikin satu aja. So, ini barang langka banget!” seru Jheni.

 

Yuna langsung mengeluarkan sweater tersebut dan mengamatinya. “Eh, gila! Ini sih teknik tingkat dewa. Aku mana bisa bikin motif kayak gini.”

 

“Oh iya. Kamu kan bisa ngerajut kayak gini, Yun. Gimana kalo kamu bikin juga?”

 

“Rencananya mau bikin buat Yeri. Tapi ...”

 

“Kenapa?”

 

“Aku nggak pernah lihat Yeri pakai sweater. Apa dia bakal suka kalo aku bikinin?”

 

“Barang yang bikin sendiri, itu jauh lebih tulus. Aku yakin, Pak Yeri pasti suka sama barang yang kamu kasih,” sahut Icha.

 

“Mmh ... boleh, deh. Ntar aku pesen bahannya dulu.”

 

 

 

Tok ... tok ... tok ...!

 

“Eh, Lutfi udah datang. Cepet banget tuh bocah,” tutur Yuna sambil menoleh ke arah pintu.

 

“Bukain pintu!” perintah Jheni sambil mendorong tubuh Icha.

 

“Aku?” Icha menunjuk dirinya sendiri dan melangkah ragu menuju pintu.

 

“Ayo bukain!” Yuna dan Jheni memberi isyarat agar Icha memiliki keberanian.

 

Icha membuka pintu perlahan dan mendapati Lutfi berdiri di depan pintu sambil tersenyum ke arahnya.

 

“Ini. Buat kalian!” Lutfi menyodorkan paper bag ke arah Icha. “Kakak Ipar mana?” tanyanya sambil nyelonong masuk ke rumah Jheni.

 

Icha menggigit bibir. Ia melangkah perlahan mengikuti Lutfi yang melangkah menghampiri Yuna dan Jheni yang duduk di sofa.

 

“Kalian apain si Icha?” tanya Lutfi.

 

“Eh!?” Yuna dan Jheni melongo menatap Lutfi.

 

“Cantik kan?” tanya Yuna balik.

 

“Kamu ngenalin dia?”

 

“Kenal. Pacar sendiri masa nggak kenal?”

 

“Tadi di WA kamu bilang ...”

 

“Aku cuma bercanda.”

 

Yuna dan Jheni terkekeh.

 

“Eh, kalian pergi ke luar gih! Aku sama Jheni mau curhat,” pinta Yuna.

 

Lutfi langsung menyambar paper bag dari tangan Icha. “Ini makanan buat kalian. Aku ke luar dulu sama Icha.” Ia meletakkan paper bag di atas meja.

 

“Ah, pengertian banget!” seru Yuna.

 

Lutfi tertawa kecil. “Aku tahu, Kakak Ipar demen makan. Kita pergi dulu!” Lutfi langsung meraih tangan Icha dan membawanya keluar dari rumah Jheni.

 

Yuna dan Jheni saling pandang lalu tertawa.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga, bikin aku makin semangat deh.

Selalu sapa aku dengan komen di bawah ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas