“Nonton apaan?” tanya Yeriko sambil menghampiri Yuna yang
sedang menatap layar ponsel sambil duduk santai di sofa.
“Video kita konferensi pers tadi siang,”
jawab Yuna sambil tersenyum.
“Oh.” Yeriko duduk di samping Yuna sambil
menyalakan rokoknya.
“Kamu ganteng banget sih?” tutur Yuna sambil
tertawa kecil menatap layar ponselnya.
“Baru sadar kalo suami kamu ganteng?”
“Udah sadar dari dulu,” jawab Yuna. “Lihat!”
Yuna mendekatkan layar ponselnya ke wajah Yeriko. “Ternyata, di kamera aku imut
banget ya?”
Yeriko tersenyum kecil sambil merengkuh
kepala Yuna dan mengecup ujung kepala Yuna.
Yuna menengadahkan kepalanya menatap Yeriko.
“Makasih ya! Udah bersihkan namaku.”
“Udah tugasku sebagai suami,” jawab Yeriko
sambil tersenyum. Ia langsung mengecup bibir Yuna.
Yuna tersenyum. Ia balas mengecup bibir
Yeriko berkali-kali.
Yeriko meletakkan rokoknya ke atas meja dan
langsung mendorong tubuh Yuna jatuh ke sofa. Ia menekan tubuh istrinya dan
menghisap kuat bibir Yuna hingga dada istrinya itu menegang. Yeriko mengendus
perlahan leher Yuna dan memainkan bibirnya di dada Yuna yang putih mulus dan
kenyal bak telur rebus.
“Yer ...!” panggil Yuna sambil menangkup
wajah Yeriko dengan kedua telapak tangannya.
“Kenapa?” tanya Yeriko sambil menatap wajah
Yuna.
“Kamu sadar nggak, kita lagi di ruang tamu.”
“Emang kenapa?”
“Nggak enak kalo dilihat sama Bibi,” jawab
Yuna.
“Biar aja,” sahut Yeriko sambil memainkan
hidungnya di dada Yuna.
“Iih ... kamu ini.” Yuna menarik rahang
Yeriko dan menatap wajah Yeriko sambil memonyongkan bibirnya.
Yeriko tersenyum dan langsung mengecup bibir
Yuna.
“Mmh ... aku pengen makan ice cream,” tutur
Yuna.
Yeriko mengernyitkan dahi. “Ice cream?”
Yuna mengangguk sambil tersenyum.
Yeriko bangkit dari tubuh Yuna. Ia menarik
lengan Yuna untuk bangkit. “Ayo!”
“Ke mana?”
“Ke kedai ice cream.”
“Oke,” sahut Yuna ceria. “Aku ganti baju
dulu.”
“Nggak usah. Pake itu aja!” perintah Yeriko.
“Eh!?” Yuna menatap tubuhnya sendiri yang
hanya mengenakan piyama pendek. “Nggak papa pake ini? Ntar dikira orang aku mau
tidur di sana.”
Yeriko tertawa kecil. “Emang mau tidur. Setelah makan ice
cream,” sahut Yeriko.
Yuna memonyongkan bibirnya.
“Kenapa masih diam? Mau makan ice cream atau nggak?”
“Mau!” sahut Yuna.
“Ayo!” ajak Yeriko sambil melangkah ke luar.
Yuna tersenyum riang. Ia langsung melompat ke
punggung Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil sambil memutar
kepalanya menatap Yuna yang sudah naik ke punggungnya.
Yuna tersenyum sambil memainkan matanya. Ia
menguatkan pegangan tangannya dan melingkarkan kakinya ke pinggang Yeriko.
“Ternyata aku punya anak bayi,” celetuk
Yeriko sambil menggendong Yuna. Ia tak menyangka kalau hidupnya bisa berubah
dalam waktu yang begitu singkat.
Yeriko sangat membenci gadis manja dan
merepotkan. Tapi, sejak mengenal Yuna dalam hidupnya. Ia justru menyukai sifat
Yuna yang manja dan bising. Setiap hari, ia justru merindukan teriakan-teriakan
Yuna. Rumahnya yang biasa tenang dan monoton, tiba-tiba menjadi ramai dan
berwarna hanya karena Ayuna.
Beberapa menit kemudian, mereka sudah duduk
bersama sambil menikmati ice cream di tempat favorite mereka.
“Yer, besok aku mau ambil barang-barangku di
kantor Lian sekalian pamitan. Kamu bisa temenin aku?” tanya Yuna sambil
menikmati ice cream yang sudah ia pesan.
“Besok?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Bisa,” jawab Yeriko sambil tersenyum.
“Makasih!” tutur Yuna sambil tersenyum manja.
“Gimana Lian? Dia nggak pernah gangguin
kamu?”
Yuna menggelengkan kepala. “Mana berani dia
gangguin aku. Ada satpam yang jagain dia dua puluh empat jam.”
“Oh ya?”
“Si Bellina,” tutur Yuna sambil tertawa.
“Beneran sampe kayak gitu?”
Yuna menganggukkan kepala. “Saking cintanya
sama Lian. Takut Lian kepincut sama cewek lain.”
“Kenapa kamu nggak kayak gitu?”
“Eh!? Maksudnya?”
“Kamu nggak pernah jagain suami kamu. Nggak
cinta?”
“Cinta, dong. Tapi nggak segitunya juga. Kalo
kayak Bellina itu udah super overprotective banget!”
“Bukannya dia ngelakuin itu karena takut
kehilangan Lian?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Kamu nggak takut kehilangan aku?”
Yuna langsung menatap wajah Yeriko. “Kamu ini
... lagi ngiri sama hubungan mereka?” tanya Yuna menggoda.
“Nggak ngiri. Cuma pengen tahu aja kenapa
kamu nggak takut kehilangan aku. Apa kamu ...?”
“Aku juga takut,” sahut Yuna. “Kamu pikir,
aku nggak takut saat Refi muncul di kehidupan kamu lagi? Aku takut banget
tersingkir dari hati kamu setelah ada dia. Dia cantik, kaya, berbakat dan
terkenal. Aku nggak ada apa-apanya kalo dibandingkan sama dia. Terlebih, kalian
sudah lama saling mengenal. Aku takut banget saat itu. Tapi, aku percaya sama
kamu. Kamu nggak akan ninggalin aku. Bener kan?”
Yeriko tersenyum sambil menatap Yuna.
“Yer, hal yang paling menakutkan dalam
hidupku adalah ... saat kamu berhenti mencintaiku,” tutur Yuna dengan mata
berkaca-kaca.
“Itu nggak akan terjadi,” sahut Yeriko sambil
mengusap mata Yuna yang basah menggunakan jemari tangannya.
Yuna tersenyum sambil mengusap air matanya.
“Aku cengeng ya?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Maaf, aku selalu jadi istri yang
merepotkan.”
Yeriko menarik napas sambil menatap wajah
Yuna. “Sorry! Awalnya aku emang nggak suka cewek ribet. Entah kenapa, semakin
hari aku menyukai keribetan dan keributan yang kamu buat. Kamu udah berhasil
mengubah hidupku tanpa aku menyadarinya.”
Yuna menatap Yeriko penuh cinta. “Kamu juga
udah banyak ngerubah hidupku. Aku pikir, nggak akan pernah nemuin kebahagiaan.
Tapi semenjak kenal kamu. Aku selalu bahagia setiap hari.”
“Baguslah. Aku cuma mau lihat senyum kamu
setiap hari. Ke depannya, kita akan melewati hal yang lebih sulit lagi. Aku
harap, kamu bisa menerimanya dengan baik dan tetap percaya sama aku.”
Yuna menganggukkan kepala.
“Kamu percaya sama aku kan?” tanya Yeriko.
Yuna menganggukkan kepala.
“Oh ya, besok kita jenguk ayah kamu kalo kita
udah keluar dari kantor kamu. Gimana?”
Yuna menganggukkan kepala. “Aku juga kangen
sama Ayah.”
Yeriko tersenyum menatap wajah Yuna yang
begitu ceria menikmati ice cream di hadapannya.
“Mau jenguk Refi sekalian?” tanya Yuna.
Yeriko menggelengkan kepala.
“Kondisinya dia gimana setelah konferensi
pers? Apa nggak berbahaya buat mentalnya?”
Yeriko menggelengkan kepala. “Kenapa kamu
masih peduli sama musuh kamu sendiri?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan
dahinya.
“Aku cuma khawatir aja. Katanya, kondisi
psikis dia bisa mempengaruhi proses pengobatannya. Kalo dia baik-baik aja,
harusnya bisa cepat pulih kan? Kalo dia cepet pulih, dia nggak perlu nempel ke
kamu lagi,” jelas Yuna sambil memainkan sendok ice cream-nya.
“Kamu cemburu?”
Yuna mengangguk. Ia tidak bisa menyembunyikan
perasaannya lagi. Baginya, Refi seperti duri dalam hubungan mereka.
Yeriko mengelus kepala Yuna. “Yun, aku nggak
mudah buat nerima orang lain masuk ke dalam hidupku. Sekali kamu masuk, kamu
nggak akan pernah bisa keluar lagi. Percayalah! Aku cuma cinta sama kamu. Nggak
ada yang lain.”
Yuna menatap wajah Yeriko penuh kehangatan.
Ia tak tahu harus mengungkapkan kebahagiaannya dengan kata apa yang paling
tepat. Cinta, bahagia atau sebuah harapan? Ia mengecup pipi Yeriko tanpa
permisi, sama seperti perasaan cintanya yang tiba-tiba sudah tumbuh begitu baik
tanpa ia tahu kapan benih-benih cinta itu tertanam dalam hatinya.
“Bibir kamu dingin banget?” tutur Yeriko.
“Makan ice cream. Pasti dingin. Emangnya bibir
kamu nggak dingin?”
“Dingin banget. Makanya, kamu harus tanggung
jawab!”
“Tanggung jawab apa?”
“Jam segini ngajak makan ice cream. Sampe rumah harus
hangatin aku!”
Yuna meringis sambil menatap Yeriko. “Siap,
Bos!” sahutnya sambil mengangkat tangan kanannya ke atas kepala.
Yeriko tersenyum kecil dan langsung mengecup
bibir Yuna.
“Eh, banyak orang!” seru Yuna berbisik.
“Biar aja,” sahut Yeriko sambil merengkuh
kepala Yuna ke dadanya. Mereka tertawa bahagia.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat
yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar
ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment