Andre menatap layar ponsel sambil berdiri di
depan jendela ruang kerjanya. Konferensi pers yang sedang ditonton membuatnya
lega sekaligus kesal. Ia sangat lega karena Yuna bisa menjalani hari-harinya
dengan tenang. Walau, ia masih belum bisa merelakan Yuna sepenuhnya.
Di saat krisis kepercayaan melanda Galaxy
Group, saham perusahaan tersebut justru melejit.
“Kenapa aku selalu kalah sama kamu?” gumam
Andre sambil menatap pemandangan kota dari jendela. “Aku nggak bisa menangin
Yuna, juga nggak bisa menangin bisnis.” Ia berbalik dan melangkah menuju sofa
yang ada di ruang kerjanya.
Andre menuangkan minuman ke dalam gelas dan
menenggaknya perlahan.
Drrt ... Drrt ... Drrt ...
Ponsel Andre berdering. Ia menatap layar
ponsel dan langsung menjawab telepon.
“Ma, tumben nelpon. Ada apa?”
“Yulia udah sampai di sana?” sahut wanita
yang ada di ujung telepon.
Andre langsung menyemburkan air yang ada di
dalam mulutnya. “Uhuk ... uhuk ...!” Ia menarik beberapa tisu dan langsung
mengelap wajahnya yang basah. “Yulia!?”
“Iya. Mama suruh Yulia ke sana buat nemuin
kamu. Dia belum nyampe di apartemen?”
“Apartemen? Ma, aku di kantor.”
“Oh. Harusnya, dia udah sampai di apartemen
kamu.”
“Apa!? Mama kirim dia ke sini buat apa?” seru
Andre.
“Buat nemenin kamu. Lagian, Yulia itu kan
pinter. Dia bisa bantu kerjaan kamu di sana. Bukannya kamu sendiri yang bilang
kalau di sana punya saingan berat dan belum bisa menangani. Yulia, pasti bisa
bantu kamu.”
“Aduh, Ma. Ini nggak membantu. Malah bikin
aku pusing!” sahut Andre.
“Ndre, kata orang jawa, witing tresno jalaran
soko kulino. Kalo Yulia di sana, kalian bisa lebih sering ketemu.”
“Ma, aku udah bilang kalo aku nggak suka sama
Yulia. Kenapa Mama masih mau jodohin aku sama dia?”
“Ndre, kamu itu udah dewasa. Udah waktunya
berkeluarga. Sampai sekarang, kamu belum juga bawain calon menantu buat Mama.
Yulia, perempuan yang paling cocok dampingi kamu. Dia cantik, baik dan pandai
berbisnis. Keluarga kita juga sudah saling mengenal dengan baik.”
“Aku tahu itu, Ma. Tapi aku nggak cinta sama
Yulia. Kenapa masih aja maksain aku sama dia?”
“Cinta itu bisa ditanam dan tumbuh setelah
kalian menikah nanti.”
“Ma ...!” Andre merengek manja. “Kasih aku
kesempatan lagi buat dapetin cewek yang aku cintai!”
“Mama udah bosan denger alasan kamu ini. Kalo
kamu nggak mau nikah sama Yulia. Kamu bakal kehilangan posisi kamu sebagai CEO
di Amora!”
“Mama ngancam aku?”
“Kamu pikirin baik-baik! Dia pasti lagi
nunggu kamu di apartemen. Mama nggak mau denger hal buruk soal hubungan kalian.
Kamu nggak mikirin kesehatan Papa kamu?”
“Oke. Oke. Aku turuti mau kalian. Tapi jangan
suruh Yulia tinggal di apartemen aku, Ma. Dia kan bisa tinggal sama orang
tuanya.”
“Dia datang dari Jakarta buat bantuin bisnis
kamu. Rumah orang tuanya jauh dari kantor kamu. Kalo dia tinggal di rumah orang
tuanya, bakalan telat masuk kantor.”
“Mama masukin dia ke perusahaan kita?”
“He-em.”
“Astaga, Mama!” seru Andre geram.
“Kenapa? Bukannya bagus kalo dia bantuin
bisnis kamu?”
Andre menarik napas dalam-dalam. “Mama nyuruh
dia tinggal di apartemen aku dan kerja di sini juga? Mama tahu nggak, orang
kalo keseringan ketemu malah gampang bosan. Aku sewain apartemen lain buat
dia.”
“Ndre, bisnis kamu lagi nggak stabil. Kalo
kamu sewa apartemen lagi, apa nggak terlalu boros? Lagipula, apartemen kamu itu
kan luas. Masih lega banget kalo ditinggali kalian berdua.”
“Mama niat banget ngejodohin orang. Cowok
sama cewek kalo tinggal bareng itu nggak baik, Ma. Kalo terjadi hal-hal yang
nggak diinginkan gimana? Aku ini cowok normal, Ma. Kalau aku khilaf gimana?”
“Bagus kan? Artinya, hubungan kalian
selangkah lebih maju. Jadi, bisa secepatnya menikah.”
Andre memutar bola matanya. “Mama berpikir
terlalu jauh.”
“Mama Cuma mikirin masa depan kamu. Udah
cukup dewasa, udah mapan, udah saatnya berkeluarga.”
“Sempat-sempatnya Mama mikir sejauh itu. Mama
lagi nggak ada kerjaan?”
“Nggak ada.”
“Nggak ada arisan?” tanya Andre.
“Nggak ada, sih.”
“Papa udah minum obat?” tanya Andre. Ia
mencoba mengalihkan pembicaraan.
“Udah. Kamu mulai ngeles ya?”
“Ngeles apaan?”
“Kamu pikir, Mama nggak tahu kalo lagi
mengalihkan pembicaraan.”
“Nggak gitu, Ma. Emangnya salah kalo aku
perhatiin Papa?”
“Papa kamu baik-baik aja. Soal Yulia belum
kelar. Kamu ke apartemen sekarang juga!”
“Iya, Ma. Iya.” Andre geram dan langsung
mematikan panggilan teleponnya.
“Ini cewek, ngapain sih muncul di saat kayak
gini?” Ia bangkit dan bergegas keluar dari ruang kerjanya.
Beberapa menit kemudian, Andre sudah tiba di
apartemen dan mendapati Yulia ada di dalamnya.
“Kamu bisa masuk apartemenku? Kamu tahu
sandinya?”
Yulia mengangguk. “Mama kamu yang kasih
tahu.”
“Astaga, Mama!” maki Andre.
“Aku udah siapin makan siang buat kamu. Kita
makan siang bareng, gimana?”
Andre langsung duduk di meja makan. “Kenapa
nggak kabarin aku dulu kalo kamu mau ke sini?”
“Mau ngasih kejutan.”
“Kejutan?”
Yulia menganggukkan kepala. “Bilang Mama
kamu, bisnis kamu lagi ada masalah? Dia khusus minta aku buat bantuin bisnis
kamu.”
Andre menggelengkan kepala. “Bisnisku
baik-baik aja. Mama yang ngada-ngada.”
“Eh!? Tapi ...” Yulia menatap wajah Andre
yang dingin, Ia duduk di hadapan Andre sambil menatap pria yang berbicara
dengannya.
“Kamu mau tinggal di sini?” sela Andre.
Yulia mengangguk. “Tante yang nyuruh aku
tinggal di sini.”
“Aku sewain satu apartemen lagi buat kamu.
Kita nggak perlu tinggal serumah.”
“Tapi ...”
“Satu lagi. Kamu jangan selalu ngadu ke
Mamaku soal hubungan kita!” pinta Andre. “Dia nggak akan tahu kamu tinggal di
apartemen lain, selama kamu nggak ngomong ke dia.”
Yulia menggigit bibirnya, ia mengangguk
perlahan. “Makan dulu!” pintanya.
Andre tersenyum kecil sambil menatap Yulia.
Sebenarnya, tak ada yang salah dengan hubungan mereka. Ia hanya tak ingin
memberikan begitu banyak harapan pada Yulia. Di hatinya, ia masih tak bisa
melepaskan Yuna begitu saja.
“Kamu boleh lakuin apa aja di sini. Tapi aku
nggak izinin kamu nginap di sini.”
Yulia tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Ia menyadari kalau dirinya belum bisa mengambil hati Andre. Mereka memang
dijodohkan oleh keluarga, namun ia sendiri tak bisa memungkiri kalau ia mulai
mengagumi Andre seiring waktu yang telah mereka habiskan bersama.
“Kamu mau balik ke kantor lagi?” tanya Yulia.
Andre menganggukkan kepala.
“Mmh ... abis pulang kerja. Bisa temenin aku
jalan-jalan?”
Andre langsung menatap wajah Yulia.
Yulia tersenyum manis ke arah Andre. Ia
berharap, Andre bisa meluangkan waktu untuknya.
Andre menghela napas. “Oke.” Ia tidak tega
menolak permintaan Yulia.
Yulia tersenyum manis. “Makasih!”
Andre mengangguk kecil. Usai menghabiskan
makan siangnya, ia bergegas kembali ke tempat kerjanya. Ia tidak menginginkan
Yulia masuk dalam kehidupannya. Dalam hatinya, hanya ada Ayuna. Gadis kecil
yang tak pernah bisa ia lupakan meski dipisah waktu dan jarak.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus.Makasih buat
yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar
ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment