“Mbak Refi, tolong kasih tanggapan dong soal pernyataan
Mbak Refi yang dibantah langsung oleh Pak Yeriko. Kenapa pernyataan Mbak Refi
yang sebelumnya berbeda dengan hari ini?” tanya wartawan setelah Refi keluar
dari gedung kantor Galaxy Group.
“Iya, Mbak. Apa yang sebenarnya terjadi?”
“Apa gosip ini sengaja diciptakan buat cari
sensasi aja?”
Refi hanya tersenyum dan tidak memberikan
jawaban apa pun.
“Maaf, Mbak Refi harus kembali istirahat!”
Salah seorang ajudan Rullyta menengahi. Ia dan dua orang ajudan lainnya
menghalau wartawan yang menghalangi Refi. Mereka bergegas membawa Refi kembali
ke rumah sakit sesuai dengan perintah Rullyta.
Rullyta dan Yuna tersenyum lega saat melihat
Refi keluar dari gedung kantor Wijaya Group.
“Huft, akhirnya ... Mama lega banget,” tutur
Rullyta.
Yuna tersenyum menatap Rullyta. Ia langsung
memeluk tubuh mama mertuanya itu. “Makasih ya, Ma! Udah bantuin aku.”
“Kamu tenang aja. Mama pasti selalu jadi yang
paling depan buat ngelindungi rumah tangga anak Mama.”
Yuna mengeratkan pelukkannya sambil menciumi
pipi Rullyta. “Mama memang mamaku yang paling the best!” serunya.
“Iya, dong. Mamanya siapa dulu?” sahut
Rullyta membanggakan dirinya. “Konferensi pers udah selesai. Kamu nggak perlu
khawatir lagi. Kalo si Refi nyari gara-gara sama kamu. Langsung bilang ke
Mama!” pinta Rullyta. “Biar Mama yang hadepin dia.”
Yuna menatap manja ke arah Rullyta. “Mmh ...
apa aku menantu yang sangat merepotkan?”
“Nggaklah. Kamu menantu yang sangat imut,”
sahut Rullyta sambil mencubit pipi Yuna. “Ayo, kita makan bareng!” ajaknya.
Yuna menganggukkan kepala. Ia celingukan
mencari sosok suaminya yang tiba-tiba menghilang. “Yeriko ke mana?”
“Eh!? Iya, tiba-tiba ngilang. Mungkin, dia
naik ke ruangannya.”
Yuna merogoh ponsel dari dalam tas dan
langsung menelepon Yeriko, tapi tak kunjung mendapat jawaban.
TING ...!
“Aku masih ada sedikit urusan. Tunggu aku di
lobi!” pinta Yeriko lewat pesan singkat yang ia kirim ke ponsel Yuna.
“Gimana? Yeri masih ada kerjaan?” tanya
Rullyta.
“Iya, Ma. Katanya, suruh tunggu di sini.”
“Oh. Oke. Kita tunggu sebentar.”
Beberapa menit kemudian, Yeriko menghampiri
Yuna dan Rullyta bersama dengan dua sahabatnya.
“Lihat! Tiga cowok ganteng kesayangan Mama
Rully udah dateng.” Rullyta berbisik di telinga Yuna sambil menatap tiga pria
muda yang melangkah menghampirinya.
Yuna tertawa tanpa suara mendengar ucapan
Mama Rully.
“Ayo, kita pergi makan!” ajak Rullyta.
Yeriko mengangguk sambil merangkul pinggang
Yuna dengan mesra.
“Eh, wait!” seru Lutfi.
Semua orang langsung menoleh ke arah Lutfi.
“Kenapa?’ tanya Rullyta.
“Tante, nggak kasihan kalo lihat kami?” tanya
Lutfi sambil menatap Yuna dan Yeriko. “Mereka mesra-mesraan terus. Aku mau bawa
ayang bebku juga.”
“Ayang beb?” Rullyta
mengernyitkan dahi. “Yang mana? Bukannya pacar kamu banyak?”
“Eh!? Tante, aku udah tobat. Sekarang,
pacarku cuma satu.”
“Sekarang? Nggak tahu besok,” sahut Rullyta
menggoda.
“Iih ... Tante!? Tante udah mulai nyabelin
kayak Kakak Ipar ya?” dengus Lutfi.
“Hahaha.” Semua tergelak mendengar ucapan
Lutfi. Hanya Yuna yang memilih membenamkan wajahnya di ketiak Yeriko.
“Kenapa?” tanya Yeriko berbisik.
“Nggak papa,” jawab Yuna dengan wajah merona.
“Kenapa sih?” tanya Yeri sambil tertawa kecil
menatap Yuna yang menyelipkan kepala di ketiaknya.
“Dia pasti ngerasa bersalah karena udah
pengaruhin Tante Rully,” sahut Lutfi sambil menunjuk Yuna.
Yuna terus tertawa sambil memeluk tubuh
Yeriko.
Yeriko, Rullyta dan Chandra juga ikut tertawa
setiap kali melihat tingkah Lutfi dan Yuna yang saling menjahili.
“Bentar, aku telepon Icha dulu! Kalian duluan
aja!” pinta Lutfi. “Ntar aku nyusul bareng Icha. “Mau makan di mana?”
“Tempat biasa, Lut. Aku tunggu ya!” jawab
Yeriko sambil memutar tubuh Yuna dan merangkulnya keluar.
Yuna menoleh ke arah Chandra. “Kamu nggak
telepon dia?” goda Yuna sambil menepuk lengan Chandra.
Chandra tersenyum kecil menanggapi pertanyaan
Yuna.
“Udah, ayo pergi!” ajak Yeriko sambil menarik
pinggang Yuna. “Sempat-sempatnya masih mau jahilin Chandra.”
Yuna meringis sambil menatap Chandra.
Yeriko langsung memutar kepala Yuna dan
membawanya keluar bersama dengan Rullyta.
“Kenapa Chandra nggak inisiatif banget sih
buat deketin Jheni?” celetuk Yuna sambil memasang safety belt di pinggangnya.
“Bukannya mereka udah lebih deket?” sahut
Yeriko sambil menyalakan mesin mobilnya.
“Iya. Karena mereka udah kelihatan deket.
Kenapa Chandra nggak mau ngajak Jheni makan bareng kita?”
“Kamu aja yang ajak!” perintah Yeriko.
“Aku? Jadi lain ceritanya kalo aku yang ajak
dia pergi.”
“Emang kamu mau ceritanya jadi gimana?”
tanya Yeriko sambil melajukan mobilnya.
“Aku tuh maunya si Chandra yang ngajakin
Jheni. Biar kelihatan kalo Chandra itu peduli sama Jheni. Kalo di belakang
kita, mereka deket banget. Kenapa Chandra masih ragu buat ajak Jheny makan
bareng. Kita bisa bantu mereka supaya cepet jadian. Dari dulu demen tapi cuma
temen. Kapan jadiannya?” cerocos Yuna.
“Yun, mana bisa mau maksain perasaan orang.
Biarkan aja mereka deket secara alami. Toh, sudah jauh lebih baik dari
sebelumnya kan? Chandra nggak bisa kamu samain sama Lutfi. Chandra orangnya
tertutup. Waktu masih tunangan sama Amara, dia jarang banget ngajak Amara
kumpul sama kita.”
“Masa sih?”
Yeriko menganggukkan kepala.
Yuna memainkan bola matanya. Di kepalanya
tiba-tiba muncul sebuah ide yang membuat bibirnya terus tersenyum.
“Kenapa senyum-senyum sendiri? Kamu lagi
ngerencanain sesuatu?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna yang duduk di
sampingnya.
Yuna tertawa kecil menanggapi pertanyaan Yeriko.
Yeriko langsung menghentikan mobilnya begitu
sampai di halaman parkir Sangri-La.
“Oh ya, tadi aku lihat si Lutfi sama Chandra
bawa Deny keluar waktu konferensi pers. Kalian lagi ngerencanain sesuatu?”
tanya Yuna.
Yeriko menganggukkan kepala.
“Apa itu?”
“Nggak boleh tahu.”
“Why?”
“Kalau sudah berhasil, aku kasih tahu kamu.”
“Kenapa harus nunggu berhasil dulu?”
“Yun, ini masih rencana. Kalo rencananya
gagal, bukannya itu hal yang memalukan?”
“Jadi, kamu udah berencana nggak akan ngasih
tahu aku kalo rencana kamu gagal?”
“Mmh ... aku yakin berhasil. Jadi, aku kasih
tahu kamu setelah semuanya beres. Okay?”
Yuna mengembungkan pipinya. “Kamu ... selalu
aja kayak gitu ke aku,” tutur Yuna manja.
“Kenapa?”
“Selalu ngerahasiain sesuatu dari aku.”
Yeriko memutar tubuhnya menatap Yuna. “Yun,
ada banyak hal nggak kamu ngerti di dunia ini. Nggak semua harus aku kasih tahu ke kamu.
Semuanya bakal ngebebani kamu. Kemampuan kamu ini, nggak akan sanggup menerima
semuanya,” jelas Yeriko sambil mengetuk dahi Yuna.
Yuna memonyongkan bibirnya. “Emang aku
seburuk itu?”
“Kamu nggak buruk. Aku cuma mau kamu jadi
Nyonya Ye yang santai. Nggak perlu mikir macam-macam! Semuanya, tanggung
jawabku untuk menyelesaikannya. Oke?” tutur Yeriko sambil menangkup wajah Yuna
dengan kedua telapak tangannya.
Yuna meletakkan kedua telapak tangannya di
pundak Yeriko. “Aku boleh nanya sesuatu?”
“Apa?”
“Masalah perusahaan dan masalah keluarga,
mana yang lebih sulit?” tanya Yuna.
“Kamu.”
“Aku?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Kenapa aku?”
“Karena kamu yang paling sulit diatasi. Kamu
selalu bikin aku nggak tenang. Selalu bikin aku kangen dan nggak bisa hidup
tanpa kamu,” jawab Yeriko.
“Iih ... gombal!” sahut Yuna sambil tertawa
kecil.
“Ck, kamu ini ... “ Yeriko langsung
menjauhkan tubuhnya dari Yuna dan membuka pintu mobilnya.
“Idih ... marah?” Yuna bergegas melepas
safety belt, membuka pintu mobil dan mengejar langkah Yeriko.
“Tuan Ye yang tampan, ngambek?” tanya Yuna
sambil menghadang langkah Yeriko.
Yeriko menghela napas. “Yun, setiap aku
serius, kamu selalu aja bercanda. Giliran aku bercanda, kamu yang marah.”
“Kapan aku marah?”
Yeriko langsung mengetuk dahi Yuna. “Kamu
lupa kalo kamu pernah marah sama aku?”
“Aku nggak beneran marahnya,” sahut Yuna.
“Bukannya kamu yang lebih sering marah?”
“Mmh ... aku laper.” Yeriko melangkahkan
kakinya memasuki restoran.
Yuna tersenyum kecil menatap punggung Yeriko.
“Huh, dasar tukang ngambek!” dengusnya sambil melangkah mengikuti Yeriko
memasuki pintu restoran.
Mereka bergegas menghampiri Rullyta dan
orang-orangnya yang sudah duduk di salah satu meja makan yang ada di
restoran tersebut.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat
yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar
ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment