Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, March 12, 2025

Perfect Hero Bab 180 : Lega

 


“Mbak Refi, tolong kasih tanggapan dong soal pernyataan Mbak Refi yang dibantah langsung oleh Pak Yeriko. Kenapa pernyataan Mbak Refi yang sebelumnya berbeda dengan hari ini?” tanya wartawan setelah Refi keluar dari gedung kantor Galaxy Group.

 

“Iya, Mbak. Apa yang sebenarnya terjadi?”

 

“Apa gosip ini sengaja diciptakan buat cari sensasi aja?”

 

Refi hanya tersenyum dan tidak memberikan jawaban apa pun.

 

“Maaf, Mbak Refi harus kembali istirahat!” Salah seorang ajudan Rullyta menengahi. Ia dan dua orang ajudan lainnya menghalau wartawan yang menghalangi Refi. Mereka bergegas membawa Refi kembali ke rumah sakit sesuai dengan perintah Rullyta.

 

Rullyta dan Yuna tersenyum lega saat melihat Refi keluar dari gedung kantor Wijaya Group.

 

“Huft, akhirnya ... Mama lega banget,” tutur Rullyta.

 

Yuna tersenyum menatap Rullyta. Ia langsung memeluk tubuh mama mertuanya itu. “Makasih ya, Ma! Udah bantuin aku.”

 

“Kamu tenang aja. Mama pasti selalu jadi yang paling depan buat ngelindungi rumah tangga anak Mama.”

 

Yuna mengeratkan pelukkannya sambil menciumi pipi Rullyta. “Mama memang mamaku yang paling the best!” serunya.

 

“Iya, dong. Mamanya siapa dulu?” sahut Rullyta membanggakan dirinya. “Konferensi pers udah selesai. Kamu nggak perlu khawatir lagi. Kalo si Refi nyari gara-gara sama kamu. Langsung bilang ke Mama!” pinta Rullyta. “Biar Mama yang hadepin dia.”

 

Yuna menatap manja ke arah Rullyta. “Mmh ... apa aku menantu yang sangat merepotkan?”

 

“Nggaklah. Kamu menantu yang sangat imut,” sahut Rullyta sambil mencubit pipi Yuna. “Ayo, kita makan bareng!” ajaknya.

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia celingukan mencari sosok suaminya yang tiba-tiba menghilang. “Yeriko ke mana?”

 

“Eh!? Iya, tiba-tiba ngilang. Mungkin, dia naik ke ruangannya.”

 

Yuna merogoh ponsel dari dalam tas dan langsung menelepon Yeriko, tapi tak kunjung mendapat jawaban.

 

TING ...!

 

“Aku masih ada sedikit urusan. Tunggu aku di lobi!” pinta Yeriko lewat pesan singkat yang ia kirim ke ponsel Yuna.

 

“Gimana? Yeri masih ada kerjaan?” tanya Rullyta.

 

“Iya, Ma. Katanya, suruh tunggu di sini.”

 

“Oh. Oke. Kita tunggu sebentar.”

 

Beberapa menit kemudian, Yeriko menghampiri Yuna dan Rullyta bersama dengan dua sahabatnya.

 

“Lihat! Tiga cowok ganteng kesayangan Mama Rully udah dateng.” Rullyta berbisik di telinga Yuna sambil menatap tiga pria muda yang melangkah menghampirinya.

 

Yuna tertawa tanpa suara mendengar ucapan Mama Rully.

 

“Ayo, kita pergi makan!” ajak Rullyta.

 

Yeriko mengangguk sambil merangkul pinggang Yuna dengan mesra.

 

“Eh, wait!” seru Lutfi.

 

Semua orang langsung menoleh ke arah Lutfi.

 

“Kenapa?’ tanya Rullyta.

 

“Tante, nggak kasihan kalo lihat kami?” tanya Lutfi sambil menatap Yuna dan Yeriko. “Mereka mesra-mesraan terus. Aku mau bawa ayang bebku juga.”

 

“Ayang beb?” Rullyta mengernyitkan dahi. “Yang mana? Bukannya pacar kamu banyak?”

 

“Eh!? Tante, aku udah tobat. Sekarang, pacarku cuma satu.”

 

“Sekarang? Nggak tahu besok,” sahut Rullyta menggoda.

 

“Iih ... Tante!? Tante udah mulai nyabelin kayak Kakak Ipar ya?” dengus Lutfi.

 

“Hahaha.” Semua tergelak mendengar ucapan Lutfi. Hanya Yuna yang memilih membenamkan wajahnya di ketiak Yeriko.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko berbisik.

 

“Nggak papa,” jawab Yuna dengan wajah merona.

 

“Kenapa sih?” tanya Yeri sambil tertawa kecil menatap Yuna yang menyelipkan kepala di ketiaknya.

 

“Dia pasti ngerasa bersalah karena udah pengaruhin Tante Rully,” sahut Lutfi sambil menunjuk Yuna.

 

Yuna terus tertawa sambil memeluk tubuh Yeriko.

 

Yeriko, Rullyta dan Chandra juga ikut tertawa setiap kali melihat tingkah Lutfi dan Yuna yang saling menjahili.

 

“Bentar, aku telepon Icha dulu! Kalian duluan aja!” pinta Lutfi. “Ntar aku nyusul bareng Icha. “Mau makan di mana?”

 

“Tempat biasa, Lut. Aku tunggu ya!” jawab Yeriko sambil memutar tubuh Yuna dan merangkulnya keluar.

 

Yuna menoleh ke arah Chandra. “Kamu nggak telepon dia?” goda Yuna sambil menepuk lengan Chandra.

 

Chandra tersenyum kecil menanggapi pertanyaan Yuna.

 

“Udah, ayo pergi!” ajak Yeriko sambil menarik pinggang Yuna. “Sempat-sempatnya masih mau jahilin Chandra.”

 

Yuna meringis sambil menatap Chandra.

 

Yeriko langsung memutar kepala Yuna dan membawanya keluar bersama dengan Rullyta.

 

“Kenapa Chandra nggak inisiatif banget sih buat deketin Jheni?” celetuk Yuna sambil memasang safety belt di pinggangnya.

 

“Bukannya mereka udah lebih deket?” sahut Yeriko sambil menyalakan mesin mobilnya.

 

“Iya. Karena mereka udah kelihatan deket. Kenapa Chandra nggak mau ngajak Jheni makan bareng kita?”

 

“Kamu aja yang ajak!” perintah Yeriko.

 

“Aku? Jadi lain ceritanya kalo aku yang ajak dia pergi.”

 

“Emang kamu mau ceritanya  jadi gimana?” tanya Yeriko sambil melajukan mobilnya.

 

“Aku tuh maunya si Chandra yang ngajakin Jheni. Biar kelihatan kalo Chandra itu peduli sama Jheni. Kalo di belakang kita, mereka deket banget. Kenapa Chandra masih ragu buat ajak Jheny makan bareng. Kita bisa bantu mereka supaya cepet jadian. Dari dulu demen tapi cuma temen. Kapan jadiannya?” cerocos Yuna.

 

“Yun, mana bisa mau maksain perasaan orang. Biarkan aja mereka deket secara alami. Toh, sudah jauh lebih baik dari sebelumnya kan? Chandra nggak bisa kamu samain sama Lutfi. Chandra orangnya tertutup. Waktu masih tunangan sama Amara, dia jarang banget ngajak Amara kumpul sama kita.”

 

“Masa sih?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna memainkan bola matanya. Di kepalanya tiba-tiba muncul sebuah ide yang membuat bibirnya terus tersenyum.

 

“Kenapa senyum-senyum sendiri? Kamu lagi ngerencanain sesuatu?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna yang duduk di sampingnya.

 

Yuna tertawa kecil menanggapi pertanyaan Yeriko.

 

Yeriko langsung menghentikan mobilnya begitu sampai di halaman parkir Sangri-La.

 

“Oh ya, tadi aku lihat si Lutfi sama Chandra bawa Deny keluar waktu konferensi pers. Kalian lagi ngerencanain sesuatu?” tanya Yuna.

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Apa itu?”

 

“Nggak boleh tahu.”

 

“Why?”

 

“Kalau sudah berhasil, aku kasih tahu kamu.”

 

“Kenapa harus nunggu berhasil dulu?”

 

“Yun, ini masih rencana. Kalo rencananya gagal, bukannya itu hal yang memalukan?”

 

“Jadi, kamu udah berencana nggak akan ngasih tahu aku kalo rencana kamu gagal?”

 

“Mmh ... aku yakin berhasil. Jadi, aku kasih tahu kamu setelah semuanya beres. Okay?”

 

Yuna mengembungkan pipinya. “Kamu ... selalu aja kayak gitu ke aku,” tutur Yuna manja.

 

“Kenapa?”

 

“Selalu ngerahasiain sesuatu dari aku.”

 

Yeriko memutar tubuhnya menatap Yuna. “Yun, ada banyak hal nggak kamu ngerti di dunia ini. Nggak semua harus aku kasih tahu ke kamu. Semuanya bakal ngebebani kamu. Kemampuan kamu ini, nggak akan sanggup menerima semuanya, jelas Yeriko sambil mengetuk dahi Yuna.

 

Yuna memonyongkan bibirnya. “Emang aku seburuk itu?”

 

“Kamu nggak buruk. Aku cuma mau kamu jadi Nyonya Ye yang santai. Nggak perlu mikir macam-macam! Semuanya, tanggung jawabku untuk menyelesaikannya. Oke?” tutur Yeriko sambil menangkup wajah Yuna dengan kedua telapak tangannya.

 

Yuna meletakkan kedua telapak tangannya di pundak Yeriko. “Aku boleh nanya sesuatu?”

 

“Apa?”

 

“Masalah perusahaan dan masalah keluarga, mana yang lebih sulit?” tanya Yuna.

 

“Kamu.”

 

“Aku?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Kenapa aku?”

 

“Karena kamu yang paling sulit diatasi. Kamu selalu bikin aku nggak tenang. Selalu bikin aku kangen dan nggak bisa hidup tanpa kamu,” jawab Yeriko.

 

“Iih ... gombal!” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Ck, kamu ini ... “ Yeriko langsung menjauhkan tubuhnya dari Yuna dan membuka pintu mobilnya.

 

“Idih ... marah?” Yuna bergegas melepas safety belt, membuka pintu mobil dan mengejar langkah Yeriko.

 

“Tuan Ye yang tampan, ngambek?” tanya Yuna sambil menghadang langkah Yeriko.

 

Yeriko menghela napas. “Yun, setiap aku serius, kamu selalu aja bercanda. Giliran aku bercanda, kamu yang marah.”

 

“Kapan aku marah?”

 

Yeriko langsung mengetuk dahi Yuna. “Kamu lupa kalo kamu pernah marah sama aku?”

 

“Aku nggak beneran marahnya,” sahut Yuna. “Bukannya kamu yang lebih sering marah?”

 

“Mmh ... aku laper.” Yeriko melangkahkan kakinya memasuki restoran.

 

Yuna tersenyum kecil menatap punggung Yeriko. “Huh, dasar tukang ngambek!” dengusnya sambil melangkah mengikuti Yeriko memasuki pintu restoran.

 

Mereka bergegas menghampiri Rullyta dan orang-orangnya yang sudah duduk di salah satu meja makan yang ada di restoran tersebut.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah dukung cerita ini terus. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas