BAB
121
SANDIWARA
LION
Lion menarik napas dalam-dalam sambil menatap bubur ayam
yang baru saja selesai ia masak. Jauh di dalam hatinya ia berharap jika tawanan
yang dimaksud oleh para mafia ini bukanlah Chessy yang ada dalam bayangan masa
depannya.
“Cepat!” bentak salah seorang sambil menatap Lion yang
masih bergeming. “Bawa makannnya ke kamar di lantai 2!” perintahnya.
Lion mengangguk cepat dan melangkah menuju anak tangga
kayu yang berada tak jauh dari pintu dapur. Ia terus melangkah dengan perasaan
tak karuan hingga ia mendapati dua orang pria bertubuh kekar sedang berjaga di
depan pintu.
“Kamu tukang masaknya? Lama banget!” sentak salah satu
pria yang ada di sana.
“Ma-maaf, Bang. Saya masih baru kerja di sini. Belum
hafal tempat bahan dan peralatan masak,” jawab Lion lirih sambil menundukkan
kepala. Matanya tertuju pada sarung pistol yang melekat di tubuh pria itu.
“Gawat, mereka semua bersenjata,” batin Lion.
“Cepat masuk! Dia harus dikasih makan yang banyak!
Jangan sampai mati! Kalau sampai dia mati, dia hanya akan jadi mayat yang nggak
ada harganya. Kamu juga harus ikut mati!”
Lion mengangguk lagi. Ia segera melangkah masuk ke dalam
kamar yang ada di sana. Ia segera menghampiri seorang wanita yang berbaring di
atas dipan.
“Beneran Chessy,” batinnya dengan perasaan tak karuan.
Wajahnya ikut pucat pasi saat melihat wajah Chessy yang sudah sangat pucat dan
tubuhnya lemah. Entah berapa lama wanita itu tak sadarkan diri. Membuat Lion
sangat ketakutan dibuatnya.
Lion segera memeriksa denyut nadi di tangan kanan
Chessy. “Masih ada,” gumamnya meski ia
menyadari jika denyut nadi Chessy sudah sangat lemah.
“Woi, bangun!” sentak salah satu pria berpakaian preman
yang ada di sana sambil menggebrak tempat tidur Chessy.
“Bang, jangan kasar begini!” pinta Lion dengan nada
rendah. “Dia bisa mati lebih cepat karena jantungan. Nadinya sudah lemah
banget. Biar saya yang urus!” pintanya.
“Kamu bisa?” tanya preman itu sambil menatap Lion dari
ujung kepala sampai ke ujung kaki.
“Bisa, Bang. Aku pernah belajar ilmu medis dari
keluargaku,” jawab Lion. “Dia hsrus dalam keadaan tenang. Jadi, biarkan aku
yang mengurusnya sendiri. Abang keluar dulu!” pintanya.
“Kau nyuruh aku keluar?” sentak pria bertubuh kekar yang
berdiri di dekat Lion.
“Maaf, Bang! Denyut nadi wanita tawanan ini sudah sangat
lemah. Kalau tidak segera ditolong, dia bisa mati beneran.”
“Okelah. Jangan sampai dia kabur!” pinta pria itu.
“Kalau sampai perempuan ini kabur, kau yang kutembak duluan!”
“I-iya, Bang.” Lion mengangguk sambil menggetarkan
jemari tangannya agar ia terlihat ketakutan. Ia terus melirik pergerakan preman
itu hingga keluar. Kemudian, ia segera menutup pintu kamar tersebut dan
menguncinya.
“Hei, kenapa dikunci!?” sentak preman yang baru saja
keluar kamar.
“Demi keamanan dan kenyamanan bersama, Bang. Biar nggak
ada yang ganggu saya melakukan perawatan. Dia nggak mungkin bisa kabur dari
lantai dua ini,” sahut Lion.
“Bener juga, ya?” gumam preman itu. Ia segera
memerintahkan beberapa temannya untuk berjaga di luar bangunan villa tersebut.
Lion segera menghampiri Chessy yang sudah terbaring
lemas tak berdaya. “Chessy ...!” panggilnya lirih sambil mengangkat kepala
Chessy agar lebih tinggi dari tubuhnya.
Chessy bergeming. Ia bisa mendengarkan suara di
sekitarnya, tapi ia tidak bisa melakukan apa-apa. Ia merasa jika dirinya sudah
tidak ada di dunia lagi. Ia takut saat ia bangun, ia sudah berada di langit dan
tak bisa lagi bertemu dengan Cakra.
“Chess ...! Chessy ...! Ini gue, Lion!” bisik Lion. Ia
segera menyandarkan tubuh Chessy ke tubuhnya agar bisa duduk. Kemudian
mengambil segelas air putih hangat yang ia bawa bersama bubur buatannya.
Chessy membuka matanya perlahan. Tapi ia tidak bisa
melihat sosok Lion yang berada di belakangnya.
“Minum dulu!” pinta Lion saat menyadari kalau tubuh
Chessy bereaksi. Ia segera memasukkan minuman itu ke dalam mulut Chessy secara
perlahan agar wanita itu bisa memiliki kekuatan dan kesadarannya kembali.
“Kenapa lo ada di sini? Lo yang culik gue, Li?” tanya
Chessy begitu ia sudah menghabiskan setengah gelas air hangat.
Lion spontan menggeleng sambil mengayunkan kedua telapak
tangannya. “Nggak, Chess! Lo jangan suudzon sama gue!” pintanya. “Gue ke sini
buat nolongin lo.”
“Beneran?” tanya Chessy sambil menatap lemas wajah Lion.
Lion mengangguk. “Lo makan dulu, ya! Supaya ada tenaga
buat bertahan. Kita ada di tempat yang sulit dan berbahaya.”
“Berbahaya?” tanya Chessy penasaran.
Lion mengangguk. “Gue bakal cerita ke lo. Tapi sambil
makan bubur ini, y!”
Chessy mengangguk perlahan. Ia seger menggeser tubuhnya
agar tidak lagi bersandar pada tubuh Lion.
“Apa lo masih inget terakhir kali lo ada di mana sebelum
diculik ke sini?
“Di acara perjamuan bisnis perusahaan Nona Mang,” jawab Chessy.
“Persis kayak gambaran masa depan yang aku lihat,”
batin Lion.
“Lo tahu, nggak, sekarang ada di mana?” tanya Lion.
Chessy menggeleng.
“Kita ada di wilayah hutan Sangkulirang,” jelas Lion.
“Sangkulirang? Apa kita sudah ada di luar Indonesia?”
tanya Chessy.
“Masih di Indonesia. Tapi ini daerah Pulau Kalimantan,”
jawab Lion.
Chessy terbelalak mendengar jawaban Lion. “Lo serius?
Gue nggak lagi di kota Jakarta?”
Lion mengangguk. “Nggak usah banyak omong, dulu! Makan
dulu supaya lo punya banyak energi!” pintanya sembari mendekatkan semangkuk
bubur ke hadapan Chessy.
Chessy terdiam sambil menatap semangkuk bubur yang
disuguhkan oleh Lion. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa dia dibawa sejauh
ini. Ia bahkan tak pernah mendengar nama Sangkulirang seumur hidupnya. Apakah
dia bisa kembali ke Jakarta lagi?
“Nggak usah takut! Ada gue. Gue nggak akan biarkan
mereka ngelukain lo.”
“Gue harus pulang, Li. Cakra pasti nyariin gue,” pinta
Chessy.
“Kita nggak bisa keluar dari sini dengan mudah. Yang
jaga di rumah ini ada banyak banget dan mereka pegang senjata api. Kita nggak
bisa gegabah. Jalan satu-satunya buat gue adalah menjadi bagian dari mereka.
Seenggaknya ini bisa menjamin kalau lo bakal aman.”
“Lo tahu dari mana kalau gue ada di sini?” tanya Chessy.
Lion tersenyum kecil dan menyuapkan bubur ke mulut
Chessy. “Gue udah lama di sini, Chess. Gue lagi therapy dan banyak belajar
spiritual,” jawabnya. “Gue nggak sengaja lihat lo dibawa ke tempat ini.
Awalnya, gue pikir orang lain. Nggak nyangka kalau ternyata perempuan yang
mereka sekap itu lo.”
“Kenapa gue nggak tahu kalau lo udah lama keluar dari
kota Jakarta? Lo nggak pernah ngabarin gue, Li.”
“Lo udah sibuk sama kehidupan baru lo, Chess. Gue nggak
mau ganggu kalau Cuma buat hal-hal kecil kayak gini,” jawab Lion. Ia tersenyum
saat melihat Chessy mau memakan bubur buatannya dengan lahap.
“Untuk sementara, lo ikuti skenario orang-orang yang
nyulik lo ini. Gue bakal nyari celah supaya kita bisa keluar dari tempat ini,”
pinta Lion.
Chessy mengangguk. “Lo yakin kalau semua bakal aman?”
Lion mengangguk. “Gue yang bakal jagain lo, Ches. Gue
yang bakal pastiin kalau mereka nggak akan ngelukai lo sedikitpun. Karena
mereka mau duit suami lo.”
“Mereka minta tebusan?” tanya Chessy.
Lion mengangguk. “Kayaknya mereka minta nilai yang
fantastis. Biar gimana pun, suami lo adalah orang paling kaya di negeri ini. Mana
mungkin mereka minta uang recehan 200 atau 300 juta aja. Mereka juga bilang
kalo lo berharga. Jadi, nggak akan berani bikin lo luka.”
Chessy menarik napas dalam-dalam dan bulir-bulir air
mata mulai menghiasi mata indahnya.
“Kenapa nangis? Ada gue di sini. Lo bakal aman.”
“Gue kepikiran Cakra. Kasihan dia. Dia bakal kesusahan
gara-gara gue, Li,” jawab Chessy lirih. Air mata yang sedari tadi ia tahan,
akhirnya tumpah juga.
“Chess, suami lo bukan orang biasa. Dia nggak mungkin
kesusahan. Dia punya segalanya, Chess. Dia bisa ngelakuin apa aja yang dia mau
pake uang yang dia punya. Bahkan buat cari banyak istri baru yang bakal gantiin
posisi lo,” ucap Lion sambil menahan emosi melihat Chessy sedang menangisi
suaminya.
PLAK!
Telapak tangan Chessy refleks menampar pipi Lion.
“Jangan ngomong sembarangan, ya!” sentaknya.
Lion menatap tajam ke arah Chessy sambil memegangi
pipinya yang memanas. Seumur hidupnya, Chessy tak pernah menamparnya meski ia
kerap marah dan berkata kasar. Hatinya tiba-tiba merasa sakit karena perubahan
sikap Chessy terhadap dirinya.
“Lo nampar gue demi laki-laki yang baru lo kenal, Chess?”
tanya Lion sambil tersenyum sinis. “Dua puluh tahun kita hidup bareng, gue
masih kalah sama cowok yang baru lo kenal setahun belakangan ini. Gue nggak
nyangka kalo lo bakal berubah secepat ini, Chess,” ucap Lion penuh kekecewaan.
Ia segera meletakkan mangkuk bubur yang isinya sisa dua sendok, kemudian
bangkit dan melangkah keluar dari kamar tersebut dengan lunglai.
Chessy tertegun menatap telapak tangannya sendiri. Air
matanya jatuh perlahan ketika ia dihadapkan oleh dua hal yang sangat penting
dalam hidupnya, tapi ia harus memilih salah satunya.
“Kenapa? Kenapa gue bisa semarah ini sama Lion? Nggak
seharusnya gue nampar dia,” lirih Chessy. Meski begitu, jauh di dalam lubuk
hatinya ia tidak bisa menerima perkataan Lion yang menganggap remeh Cakra dan
segala hal negatif tentang suaminya itu. Ia tidak mengerti kenapa rasanya
begitu sakit saat Lion mengatakan kalau Cakra bisa dengan mudahnya bersama
wanita lain di luar sana.
“Cak, kamu nggak akan nyakitin aku, kan?” ucap Chessy
lirih sambil berlinang air mata. Semua kenangan antara ia dan Cakra, tiba-tiba
muncul di pikirannya. Meski belum lama mengenal Cakra, ia merasa ada banyam
memori indah yang memenuhi isi kepalanya, juga membahagiakan hatinya.
“Apa yang membuat rasanya berbeda? Kenapa kenanganku dengan Lion selama dua puluh tahun tidak lebih banyak dari kenanganku bersama Cakra selama satu tahun belakangan ini? Apa ini yang namanya cinta?” gumam Chessy. Ia terus sibuk berperang dengan hati dan pikirannya. Ia harap, ia bisa menjalani lebih banyak kebahagiaab bersama Cakra, meski orang lain mengatakan bahwa itu adalah penderitaan.
((Bersambung ...))
Terima kasih yang sudah setia mengikuti cerita ini sampai ke sini. Mohon banget kalau author udah bikin para pembaca kebingungan. Author juga jauh lebih bingung karena kontrak di platform F itu tidak menghasilkan apa-apa. Hanya menghasilkan lelah tak berujung yang bikin authornya kehilangan mood dan semangat buat nulis. Semoga kalian bisa mengerti bahwa tidak semua rumah bisa nyaman ditinggali oleh para penulis.
Much Love,
@vellanine.tjahjadi
lanjut thor
ReplyDeletesiaap
DeleteAbis nya mulut elu ngeselin lion makanya kena tabok sama chessy..elu kalah saing sama cakra makanya elu ngomong gtu... Udah lah lion terima dengan ikhlas aja klo chessy cuma anggap elu sodara gak lebih.. Gakusah jelek jelekin cakra deh lu.. Gak sehat bgt main lu... Chesjangan khawatir cakra gak mungkin berkhianat ches.. Gakusah dengwrin kata kata lion ches.. Percqyasama cakra ches
ReplyDeletewkwkwkwk
DeleteMau d platform mana jg, aku ikut, Thor 🥰, semangat teruuusss..
ReplyDeleteAamiin,,, terima kasih banyak support-nya, kakak.... I Love you...
Delete