Yuna langsung pergi ke rumah Jheni begitu ia pulang kerja. Ia menatap pintu
rumah Jheni yang tidak tertutup rapat. Ia langsung membuka pintu dan masuk ke
dalam rumah sahabatnya itu.
Yuna tertegun melihat kondisi rumah Jheni yang berantakan. Ia mengedarkan
pandangannya dan mendapati Jheni sedang terduduk di pojok ruangan. Ia langsung
berlari menghampiri Jheni yang terisak di sudut ruangan. Suaranya hampir habis
dan nyaris tak terdengar.
“Jhen, kamu baik-baik aja?” tanya Yuna. Ia langsung memeluk Jheni sembari
mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia mengira kalau Jheni baru saja
mengalami perompakan di rumahnya.
Jheni semakin terisak di pelukan Yuna.
“Jhen, rumah kamu habis kerampokan?” tanya Yuna bingung melihat semuanya
berantakan.
Jheni menggelengkan kepala.
“Terus?”
“Huaaa ....!” tangis Jheni makin menjadi.
“Jhen, sebenarnya ada apa?” tanya Yuna sambil menangkup pipi Jheni.
“Aku ... aku ... aku benci sama diriku sendiri!” sahut Jheni makin terisak.
“Jhen, jangan nangis lagi!” pinta Yuna. “Cerita dulu ke aku! Sebenarnya ada
apa?”
Jheni menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan perasaannya.
Yuna menatap Jheni serius dan menunggu Jheni menceritakan semua masalahnya.
“Aku udah cerita sama kamu semalam kalau aku suka sama cowok yang udah
punya tunangan.”
Yuna mendesah kecil. “Masih soal yang semalam? Apa kamu bener-bener suka
sama dia?”
Jheni menganggukkan kepala.
“Aku nggak bisa komen, Jhen. Kamu sahabatku, nggak ada salahnya kamu
mengejar cinta. Tapi, sebagai perempuan ...” Yuna terdiam sejenak sambil
menatap Jheni. “Aku juga nggak setuju kalau kamu menghancurkan hubungan orang
lain.”
“Aku tahu, Yun. Ini sebabnya aku benci sama diriku sendiri. Aku nggak tahu
sejak kapan perasaan ini muncul. Sejak kita makan bareng dan ketemu sama
tunangannya, saat itu juga aku merasa sangat sakit. Kami, selalu dipertemukan
tanpa sengaja dan aku semakin kagum sama dia.”
Yuna menghela napas. “Lebih baik kamu lupain cowok itu!” pinta Yuna.
“Mungkin ini Cuma perasaan kagum, bukan cinta.”
“Tapi, Yun ... perasaanku makin sakit saat aku tahu dia kecelakaan. Aku
pengen jenguk dia, tapi aku nggak punya keberanian. Chandra, terlalu baik buat
aku.”
Yuna tertegun saat mendengar nama cowok yang disebutkan oleh Jheni.
“Chandra?” tanyanya sambil mengerutkan dahi.
Jheni mengangguk kecil.
Yuna tersenyum sambil menatap Jheni. “Aku pikir, kamj suka sama cowok
mana,” celetuk Yuna sambil bangkit. Ia mulai merapikan barang-barang Jheni yang
berhamburan.
“Kenapa malah ketawa?” tanya Jheni bingung.
“Kalau Chandra itu cowok yang kamu suka, aku bakal dukung kamu buat
ngerebut dia dari Amara,” jawab Yuna santai.
“Eh!? Kenapa gitu?” tanya Jheni.
“Karena Amara itu jahat banget. Nggak cocok sama Chandra yang alim. Dia
terlalu liar dan suka selingkuh!” jawab Yuna berapi-api.
“Kamu tahu dari mana?”
“Yeriko yang cerita ke aku. Katanya, Amara itu udah beberapa kali
selingkuh. Tapi, Chandra masih aja maafin dia. Padahal, Chandra itu ganteng dan
baik hati. Cowok kayak dia, masih aja diselingkuhi.”
“Tunangan dia separah itu?”
Yuna menganggukkan kepala. “Dia kecelakaan juga karena tunangannya yang
gila itu. Beberapa hari lalu, Yeriko nunjukin foto perselingkuhan Amara sama
cowok lain. Kali ini, hati Chandra bener-bener terpukul.”
“Mmh ... pantes aja beberapa hari ini dia sering murung. Aku juga sering
nemuin dia mabuk di pinggir jalan.”
“Yah, mungkin karena dia udah putus asa sama sikap tunanganya itu.”
“Apa Chandra masih mempertahankan hubungannya?”
Yuna mengedikkan bahu. “Aku nggak tahu juga. Sampai sekarang, aku belum
dapetin kabar detilnya.”
Jheni mendesah kecil. Ia merasa dirinya tetap tidak pantas untuk Chandra.
“Sekalipun dia udah putus sama Amara. Aku nggak mungkin bisa bersatu sama dia.”
“Why?”
“Karena di hatinya Chandra cuma ada Amara. Aku nggak mungkin punya tempat
di hatinya.”
“Jangan pesimis gitu dong! Aku pasti dukung kamu, kok.”
Jheni tersenyum ke arah Yuna.
“Nah, gitu dong! Senyum kayak gini lebih cantik,” puji Yuna sambil
merapikan rambut Jheni.
“Yun, tapi kamu harus janji sama aku ya!” pinta Jheni sambil menggenggan
jemari tangan Yuna. “Jangan sampai Chandra tahu kalau aku suka sama dia!”
“Kenapa?”
“Aku takut kalau dia nggak suka sama aku dan malah menjauh dari aku. Saat
ini, aku cuma pengen deket sama dia walau sebatas teman.”
“Huft, kenapa cinta itu bisa serumit ini? Jhen, saat ini Chandra lagi
terpuruk banget. Dia butuh support orang-orang terdekatnya. Bukan cuma butuh
support, dia juga butuh cinta baru untuk bisa terlepas dari masa lalu dia,”
tutur Yuna.
“Mmh ... apa pantas kalau aku ngejar dia?”
Yuna tersenyum kecil. “Saat ini, cinta nggak pandang siapa yang mengejar
atau suka duluan. Yang paling penting adalah berusaha dan berjuang tanpa
menyerah buat orang yang kita cintai. Mungkin, perasaan kamu ke Chandra saat
ini masih sebatas kagum. Tapi, setelah kamu berjuang mendekatinya ... kamu baru
akan tahu, itu cinta atau bukan.”
Jheni menarik napas dalam-dalam. “Oke. Kalau gitu ... mulai hari ini aku
bakal ngejar Chandra dan berjuang sampai titik darah penghabisan!” tegasnya
berapi-api.
Yuna tertawa kecil. Ia senang melihat Jheni sudah kembali ceria.
“Kamu bantu aku ya!” pinta Jheni.
“Bantu apa?”
“Bantu comblangin aku sama Chandra!”
“Hahaha. Mau bayar aku berapa?”
“Idih, tega bener sama temen sendiri minta bayaran,” sahut Jheni kesal.
“Chandra itu sahabatnya suami kamu. Bisa speak-speak dia buat bantuin aku deket
sama Chandra.”
“Mmh ...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya.
“Yun ... ayolah!” pinta Jheni sambil menggoyang-goyangkan lengan Yuna.
“Mmh ... aku nggak yakin kalau suami aku mau jadi mak comblang.”
Jheni mengerucutkan bibirnya.
“Kamu tenang aja! Kalau jodoh nggak bakal ke mana. Gimana kalau kita jenguk
dia di rumah sakit?”
“Sekarang?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Oke. Aku mandi dulu!” pamit Jheni sambil bergegas pergi. Namin lengannya
ditahan oleh Yuna. “Kenapa?”
“Mmm ... tuh!” Yuna menunjuk seisi ruangan yang berantakan dengan dagunya.
Jheni tersenyum nyengir.
“Beresin dulu, baru pergi mandi!” perintah Yuna.
“Nanti aja lah. Aku bisa beres-beres kalau udah kelar jenguk Chandra.”
“Alesan! Kalo kamu nggak mau beresin, aku nggak mau temenin kamu ke rumah
sakit.”
“Siap bos!” sahut Jheni sambil memberi hormat bak seorang prajurit. Ia
mulai merapikan isi rumahnya, tentunya dibantu oleh Yuna.
“Jhen, di sini masih ada bajuku atau nggak?” tanya Yuna.
“Cek aja di lemari! Kayaknya masih ada. Kenapa?”
“Aku mau mandi di sini sekalian.”
“Iya. Mandi aja!”
“Oke.” Yuna langsung melenggang masuk ke kamar Jheni.
“Heh!? Belum kelar bantuin beresinnya!” seru Jheni kesal. “Gitu nyuruh aku
beres-beres dulu. Sekalinya malah dia yang mau buru-buru mandi,” gumamnya.
Jheni segera menyelesaikan pekerjaanya membereskan rumah. Setelahnya
ia pergi mandi dan bersiap untuk menjenguk Chandra di rumah sakit. Perasaannya
kini lebih baik. “Aku bakal buktiin kalau aku jauh lebih baik dari tunangan
kamu itu!” tegas Jheni dalam hati..
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment