Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Monday, February 10, 2025

Perfect Hero Bab 98 : Perasaan Tersembunyi || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna langsung pergi ke rumah Jheni begitu ia pulang kerja. Ia menatap pintu rumah Jheni yang tidak tertutup rapat. Ia langsung membuka pintu dan masuk ke dalam rumah sahabatnya itu.

 

Yuna tertegun melihat kondisi rumah Jheni yang berantakan. Ia mengedarkan pandangannya dan mendapati Jheni sedang terduduk di pojok ruangan. Ia langsung berlari menghampiri Jheni yang terisak di sudut ruangan. Suaranya hampir habis dan nyaris tak terdengar.

 

“Jhen, kamu baik-baik aja?” tanya Yuna. Ia langsung memeluk Jheni sembari mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Ia mengira kalau Jheni baru saja mengalami perompakan di rumahnya.

 

Jheni semakin terisak di pelukan Yuna.

 

“Jhen, rumah kamu habis kerampokan?” tanya Yuna bingung melihat semuanya berantakan.

 

Jheni menggelengkan kepala.

 

“Terus?”

 

“Huaaa ....!” tangis Jheni makin menjadi.

 

“Jhen, sebenarnya ada apa?” tanya Yuna sambil menangkup pipi Jheni.

 

“Aku ... aku ... aku benci sama diriku sendiri!” sahut Jheni makin terisak.

 

“Jhen, jangan nangis lagi!” pinta Yuna. “Cerita dulu ke aku! Sebenarnya ada apa?”

 

Jheni menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan perasaannya.

 

Yuna menatap Jheni serius dan menunggu Jheni menceritakan semua masalahnya.

 

“Aku udah cerita sama kamu semalam kalau aku suka sama cowok yang udah punya tunangan.”

 

Yuna mendesah kecil. “Masih soal yang semalam? Apa kamu bener-bener suka sama dia?”

 

Jheni menganggukkan kepala.

 

“Aku nggak bisa komen, Jhen. Kamu sahabatku, nggak ada salahnya kamu  mengejar cinta. Tapi, sebagai perempuan ...” Yuna terdiam sejenak sambil menatap Jheni. “Aku juga nggak setuju kalau kamu menghancurkan hubungan orang lain.”

 

“Aku tahu, Yun. Ini sebabnya aku benci sama diriku sendiri. Aku nggak tahu sejak kapan perasaan ini muncul. Sejak kita makan bareng dan ketemu sama tunangannya, saat itu juga aku merasa sangat sakit. Kami, selalu dipertemukan tanpa sengaja dan aku semakin kagum sama dia.”

 

Yuna menghela napas. “Lebih baik kamu lupain cowok itu!” pinta Yuna. “Mungkin ini Cuma perasaan kagum, bukan cinta.”

 

“Tapi, Yun ... perasaanku makin sakit saat aku tahu dia kecelakaan. Aku pengen jenguk dia, tapi aku nggak punya keberanian. Chandra, terlalu baik buat aku.”

 

Yuna tertegun saat mendengar nama cowok yang disebutkan oleh Jheni. “Chandra?” tanyanya sambil mengerutkan dahi.

 

Jheni mengangguk kecil.

 

Yuna tersenyum sambil menatap Jheni. “Aku pikir, kamj suka sama cowok mana,” celetuk Yuna sambil bangkit. Ia mulai merapikan barang-barang Jheni yang berhamburan.

 

“Kenapa malah ketawa?” tanya Jheni bingung.

 

“Kalau Chandra itu cowok yang kamu suka, aku bakal dukung kamu buat ngerebut dia dari Amara,” jawab Yuna santai.

 

“Eh!? Kenapa gitu?” tanya Jheni.

 

“Karena Amara itu jahat banget. Nggak cocok sama Chandra yang alim. Dia terlalu liar dan suka selingkuh!” jawab Yuna berapi-api.

 

“Kamu tahu dari mana?”

 

“Yeriko yang cerita ke aku. Katanya, Amara itu udah beberapa kali selingkuh. Tapi, Chandra masih aja maafin dia. Padahal, Chandra itu ganteng dan baik hati. Cowok kayak dia, masih aja diselingkuhi.”

 

“Tunangan dia separah itu?”

 

Yuna menganggukkan kepala. “Dia kecelakaan juga karena tunangannya yang gila itu. Beberapa hari lalu, Yeriko nunjukin foto perselingkuhan Amara sama cowok lain. Kali ini, hati Chandra bener-bener terpukul.”

 

“Mmh ... pantes aja beberapa hari ini dia sering murung. Aku juga sering nemuin dia mabuk di pinggir jalan.”

 

“Yah, mungkin karena dia udah putus asa sama sikap tunanganya itu.”

 

“Apa Chandra masih mempertahankan hubungannya?”

 

Yuna mengedikkan bahu. “Aku nggak tahu juga. Sampai sekarang, aku belum dapetin kabar detilnya.”

 

Jheni mendesah kecil. Ia merasa dirinya tetap tidak pantas untuk Chandra. “Sekalipun dia udah putus sama Amara. Aku nggak mungkin bisa bersatu sama dia.”

 

“Why?”

 

“Karena di hatinya Chandra cuma ada Amara. Aku nggak mungkin punya tempat di hatinya.”

 

“Jangan pesimis gitu dong! Aku pasti dukung kamu, kok.”

 

Jheni tersenyum ke arah Yuna.

 

“Nah, gitu dong! Senyum kayak gini lebih cantik,” puji Yuna sambil merapikan rambut Jheni.

 

“Yun, tapi kamu harus janji sama aku ya!” pinta Jheni sambil menggenggan jemari tangan Yuna. “Jangan sampai Chandra tahu kalau aku suka sama dia!”

 

“Kenapa?”

 

“Aku takut kalau dia nggak suka sama aku dan malah menjauh dari aku. Saat ini, aku cuma pengen deket sama dia walau sebatas teman.”

 

“Huft, kenapa cinta itu bisa serumit ini? Jhen, saat ini Chandra lagi terpuruk banget. Dia butuh support orang-orang terdekatnya. Bukan cuma butuh support, dia juga butuh cinta baru untuk bisa terlepas dari masa lalu dia,” tutur Yuna.

 

“Mmh ... apa pantas kalau aku ngejar dia?”

 

Yuna tersenyum kecil. “Saat ini, cinta nggak pandang siapa yang mengejar atau suka duluan. Yang paling penting adalah berusaha dan berjuang tanpa menyerah buat orang yang kita cintai. Mungkin, perasaan kamu ke Chandra saat ini masih sebatas kagum. Tapi, setelah kamu berjuang mendekatinya ... kamu baru akan tahu, itu cinta atau bukan.”

 

Jheni menarik napas dalam-dalam. “Oke. Kalau gitu ... mulai hari ini aku bakal ngejar Chandra dan berjuang sampai titik darah penghabisan!” tegasnya berapi-api.

 

Yuna tertawa kecil. Ia senang melihat Jheni sudah kembali ceria.

 

“Kamu bantu aku ya!” pinta Jheni.

 

“Bantu apa?”

 

“Bantu comblangin aku sama Chandra!”

 

“Hahaha. Mau bayar aku berapa?”

 

“Idih, tega bener sama temen sendiri minta bayaran,” sahut Jheni kesal. “Chandra itu sahabatnya suami kamu. Bisa speak-speak dia buat bantuin aku deket sama Chandra.”

 

“Mmh ...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Yun ... ayolah!” pinta Jheni sambil menggoyang-goyangkan lengan Yuna.

 

“Mmh ... aku nggak yakin kalau suami aku mau jadi mak comblang.”

 

Jheni mengerucutkan bibirnya.

 

“Kamu tenang aja! Kalau jodoh nggak bakal ke mana. Gimana kalau kita jenguk dia di rumah sakit?”

 

“Sekarang?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Oke. Aku mandi dulu!” pamit Jheni sambil bergegas pergi. Namin lengannya ditahan oleh Yuna. “Kenapa?”

 

“Mmm ... tuh!” Yuna menunjuk seisi ruangan yang berantakan dengan dagunya.

 

Jheni tersenyum nyengir.

 

“Beresin dulu, baru pergi mandi!” perintah Yuna.

 

“Nanti aja lah. Aku bisa beres-beres kalau udah kelar jenguk Chandra.”

 

“Alesan! Kalo kamu nggak mau beresin, aku nggak mau temenin kamu ke rumah sakit.”

 

“Siap bos!” sahut Jheni sambil memberi hormat bak seorang prajurit. Ia mulai merapikan isi rumahnya, tentunya dibantu oleh Yuna.

 

“Jhen, di sini masih ada bajuku atau nggak?” tanya Yuna.

 

“Cek aja di lemari! Kayaknya masih ada. Kenapa?”

 

“Aku mau mandi di sini sekalian.”

 

“Iya. Mandi aja!”

 

“Oke.” Yuna langsung melenggang masuk ke kamar Jheni.

 

“Heh!? Belum kelar bantuin beresinnya!” seru Jheni kesal. “Gitu nyuruh aku beres-beres dulu. Sekalinya malah dia yang mau buru-buru mandi,” gumamnya.

 

Jheni segera menyelesaikan pekerjaanya  membereskan rumah. Setelahnya ia pergi mandi dan bersiap untuk menjenguk Chandra di rumah sakit. Perasaannya kini lebih baik. “Aku bakal buktiin kalau aku jauh lebih baik dari tunangan kamu itu!” tegas Jheni dalam hati..

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas