Yeriko langsung menghampiri Lutfi begitu ia sampai ke rumah sakit.
“Chandra kenapa?” tanya Yeriko.
Lutfi langsung menengadahkan kepalanya menatap Yeriko. “Dia … kecelakaan.”
“Gimana keadaannya sekarang?” tanya Yeriko.
“Masih koma,” jawab Lutfi lirih.
Yeriko langsung terduduk lemas di samping Lutfi. Ia tidak menyangka kalau
Chandra akan mengalami hal buruk.
“Kecelakaan di mana?”
“Di jalan tol. Dia nabrak mobil lain.”
Yeriko langsung menoleh ke arah Lutfi. “Jadi, ada korban lain?”
Lutfi menganggukkan kepala. “Dia juga orang yang kita kenal.”
“Maksud kamu?”
Lutfi memijat keningnya yang berdenyut. Ia menatap pilu ke arah Yeriko. Ia
tidak sanggup memberitahukan kepada Yeriko siapa orang yang telah mengalami
kecelakaan bersama Chandra.
“Salah satu temen kita dulu,” tutur Lutfi lirih.
“Oh.” Yeriko tak banyak bertanya. Pikirannya penuh dengan keadaan Chandra
yang masih berada di ruang ICU dan belum sadarkan diri.
Beberapa menit kemudian, dokter keluar dari ruang ICU.
Yeriko dan Lutfi langsung bangkit dan menghampiri dokter yang menangani
keadaan Chandra.
“Gimana keadaan temen saya, Dok?” tanya Yeriko.
“Dia sudah melewati masa kritisnya. Tidak ada luka yang sangat serius.
Hanya luka luar saja. Dia akan segera membaik setelah sadar.”
Yeriko dan Lutfi menghela napas lega. “Terima kasih informasinya, Dok. Apa
sudah bisa dijenguk?”
“Bisa. Maksimal dua orang yang bisa masuk.”
Yeriko dan Lutfi mengangguk. Mereka bergegas masuk ke dalam ruang ICU untuk
melihat keadaan Chandra.
“Beberapa hari ini, dia memang sangat tertekan karena kelakuan Amara,”
tutur Lutfi sambil menatap Chandra yang terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
“Gara-gara Amara lagi?” Yeriko sangat kesal setiap kali mendengar
nama Amara.
Lutfi menganggukkan kepala. “Kamu tahu sendiri, Chandra itu setia dan cinta
banget sama Amara. Dia rela ngelakuin banyak hal untuk Amara. Tapi, cewek satu
itu bener-bener nggak punya perasaan!”
“Aku masih nggak ngerti kenapa ada cewek yang kayak gitu. Kali ini dia udah
keterlaluan. Kayaknya, emang harus dikasih pelajaran!” tutur Yeriko dengan mata
berapi-api.
Lutfi menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. “Chandra ini
kurang apa ya? Sampe-sampe si Amara masih aja selingkuhin dia. Dia nggak pernah
macem-macem. Nggak pernah main-main sama perempuan. Tapi, malah dipermainkan.”
“Sudahlah, yang terpenting dia baik-baik aja sekarang. Soal Amara, biar aku
yang nyelesaikan.”
Lutfi mengangguk tanda mengerti.
“Biarlah dia istirahat dulu!” tutur Yeriko. “Kita tengok orang yang
ditabrak sama Chandra,” ajak Yeriko.
Lutfi bergeming di tempatnya.
“Kenapa?” tanya Yeriko saat melihat Lutfi tak bereaksi sedikitpun.
“Mmh … nggak papa.” Lutfi langsung melangkah mengikuti Yeriko. Mereka
bergegas ke ruangan yang ada di sebelah ruangan Chandra.
Yeriko tertegun saat melihat wajah wanita yang masih terbaring koma di atas
ranjang pasien. Ia tidak bisa melanjutkan langkah kakinya. Tubuhnya membeku,
hatinya seperti tertusuk belati melihat wanita yang pernah masuk ke dalam masa
lalunya itu.
“Ehem …! Kamu nggak papa?” tanya Lutfi sambil menyentuh bahu Yeriko.
“Eh!? Nggak papa. Apa dia beneran …?”
Lutfi tersenyum kecil sambil menatap Yeriko. “Aku juga nggak nyangka kalau
mobil yang ditabrak Chandra adalah mobil dia. Sejak tiga tahun lalu, dia nggak
pernah kelihatan lagi. Aku bahkan nggak tahu kalau dia udah kembali ke
Indonesia. Bukannya, dia ke Paris buat ngejar impian dia sebagai Ballerina?”
Yeriko menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan mata. Ia tidak bisa
berkata-kata. Yeriko melangkah perlahan sambil membaca tulisan nama pasien.
“Refina Tata Widuri …” Nama itu terus terngiang di telinga Yeriko. Tak
hanya namanya, tapi juga semua hal yang pernah ia lalui bersama wanita itu.
“Kenapa kamu kembali di saat seperti ini?” batin Yeriko.
Lutfi memahami kegelisahan yang ada di dalam hati Yeriko. Ia menyentuh
pundak Yeriko untuk menunjukkan rasa empatinya.
“Sudah nggak ketemu selama tiga tahun. Aku ngerti perasaan kamu. Nggak
mudah buat ngelupain dia. Tapi … saat ini kamu sudah menikah. Apa kamu bakal
balik ke dia dan meninggalkan Yuna?”
Yeriko menundukkan kepala. Ia berbalik dan melangkah keluar dari ruang
rawat. Ia terlihat sangat putus asa begitu melihat Refina kembali muncul dalam
kehidupannya. Ia langsung terduduk lemas di kursi tunggu dan tidak tahu harus
berbuat apa saat ini.
“Ninggalin Yuna? Ini nggak mungkin,” bisiknya dalam hati. Walau ia baru
mengenal Yuna, namun gadis itu telah membuatnya mengerti banyak hal. Hanya
dengan Yuna, ia bisa merasa benar-benar bahagia.
Lutfi tidak tega melihat Yeriko yang hanya tertunduk lesu sambil menatap
lantai yang kosong. Kepalanya semakin berdenyut. Masalah Chandra belum selesai,
kini ia harus menyaksikan Yeriko dihinggapi masalah baru yang pastinya akan
mengganggu kehidupan rumah tangga yang baru saja terbina.
“Yer, kamu menikahi Yuna … karena mencintai dia atau hanya pelarian dari
Refina?”
“Kamu pikir pernikahan itu sesuatu yang main-main?” sahut Yeriko sambil
menatap Lutfi.
Lutfi mengangguk tanda mengerti. “Gimana kalau Refina ngajak kamu balik
lagi?”
“Dia yang ninggalin aku. Kenapa harus ngajak balik?” tanya Yeriko kesal.
Matanya memerah, hatinya diselimuti rasa amarah dan kekecewaan. Ia teringat
bagaimana Refina mencampakkannya tiga tahun lalu. Seumur hidupnya, ia tak
akan pernah melupakan bagaimana cara Refina menyakitinya.
“Sudah bertahun-tahun dia nggak pernah kelihatan. Sekarang, dia tiba-tiba
muncul di sini bukan tanpa alasan. Aku tahu, Refina sangat ambisius. Kalau
bukan karena kamu, apalagi alasan yang bisa bikin dia kembali?”
Yeriko menghela napas sambil menatap Lutfi. “Jangan ungkit soal Refina
lagi!” pinta Yeriko. “Jangan sampai Yuna tahu masalah ini!”
“Maksudnya? Kamu mau ngerahasiain ini di depan Kakak Ipar? Apa dia nggak
akan tersakiti kalau suatu saat tahu kenyataan yang terjadi antara kamu dan
Refina?”
“Aku yang akan cerita langsung ke dia. Selama dia nggak nanya apa pun,
jangan mengatakan apa pun ke dia!”
“Tapi …”
“Aku nggak bisa lihat Yuna sedih. Banyak penderitaan yang sudah dia hadapi.
Aku takut, kondisi psikisnya dia bisa makin terganggu. Biar aku yang selesaikan
dengan caraku sendiri.”
Lutfi menganggukkan kepala. “Kita lihat Chandra lagi, yuk!” ajak Lutfi.
Yeriko mengangguk. Ia bangkit dan perlahan melangkahkan kakinya masuk ke
dalam ruang rawat Chandra.
“Apa rencana kita selanjutnya?” tanya Lutfi begitu ia masuk ke dalam ruang
rawat Chandra.
“Biar aku yang selesaikan.”
“Perlu bantuanku!”
“Kita lihat nanti!”
Lutfi menganggukkan kepala.
“Permisi, kami mau memindahkan pasien ke ruang rawat. Silakan diurus
administrasi pemindahan ruangannya!” tutur perawat yang baru saja masuk.
Yeriko menganggukkan kepala. Ia mengisyaratkan pada Lutfi untuk bergegas
pergi ke bagian administrasi.
“Oke.” Lutfi langsung keluar dari ruangan dan bergegas menuju ke bagian
administrasi.
Yeriko menghela napas. Ia memerhatikan para perawat yang sedang menyiapkan
pemindahan Chandra. Ia langsung mengikuti Chandra untuk pindah ke ruang
perawatan VVIP.
Yeriko melirik arloji yang ada di pergelangan tangannya. Ia teringat pada
Yuna yang menunggunya di rumah. Ia langsung merogoh ponsel dan menelepon
istrinya untuk memberi kabar.
“Halo …!” sapa Yuna dengan suara yang masih sayu.
“Halo … masih tidur?”
“Udah melek, tapi masih baring di kasur. Gimana keadaan Chandra?” tanya
Yuna.
“Tidur kamu nggak nyenyak?”
“Kok tahu?”
Yeriko tersenyum kecil dan tidak menjawab pertanyaan Yuna. “Chandra
kecelakaan. Sekarang, dia masih koma.”
“Hah!? Separah itu?” Yuna langsung melompat dari tempat tidurnya.
“Kata dokter nggak parah. Cuma luka luar aja. Tinggal nunggu dia sadar
aja.”
“Huft, syukur deh kalo nggak parah.” Yuna mengelus dadanya. Tapi, ia tetap
khawatir dengan keadaan Chandra.
“Oh ya, suruh Bibi War antar makanan ke sini ya!”
“Ada siapa aja di situ?”
“Aku sama Lutfi aja.”
“Oke.”
Yeriko langsung mematikan teleponnya.
“Eh!? Kenapa dimatiin? Aku belum kelar ngomong,” tutur Yuna sambil menatap
layar ponselnya. Ia bergegas turun ke dapur.
“Bi …!” panggil Yuna.
“Ya.”
“Tolong masakin untuk Yeriko dan Lutfi ya! Mereka lagi di rumah sakit.
Minta dianterin makanan.”
Bibi War menganggukkan kepala. “Siapa yang sakit?”
“Chandra kecelakaan?”
“Innalillahi … Mas Chandra? Gimana keadaannya sekarang?”
“Kata Yeriko, nggak terlalu parah. Tapi, dia masih belum sadar.”
“Semoga nggak terjadi hal buruk dan cepet sadar.”
“Aamiin,” sahut Yuna. “Aku mau mandi dulu ya, Bi!
Bibi War menganggukkan kepala.
Yuna berlari ke kamarnya dan bergegas mandi.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment