“Ngapain, sih? Tegang banget?” tanya Yeriko sambil naik
ke atas ranjang saat melihat istrinya duduk bersandar di tempat tidur.
“Main
cacing,” jawab Yuna sambil tertawa.
Yeriko
mengernyitkan dahi. “Main cacing? Ntar cacingan loh kalo kebanyakan main
cacing.”
Yeriko
tertawa kecil. Ia
meletakkan kepalanya di paha Yuna sambil menatap wajah istrinya yang sedang
serius bermain game.
“Yun, kamu janjian ketemu sama Andre di warung makan tadi
siang?” tanya Yeriko.
“Sembarangan! Jelas-jelas aku kirimin foto ke kamu biar
kamu dateng, kamunya aja yang nggak peka. Malah ketemu si Cunguk satu itu.
Ngeselin banget!”
“Huft, aku nggak tahu kenapa bisa jatuh cinta sama
perempuan yang begitu menyebalkan!” celetuk Yeriko.
“Apa kamu bilang?” Yuna langsung mendelik ke arah Yeriko.
Yeriko tertawa kecil. “Kamu itu menyebalkan. Sering bikin
aku senam jantung,” sahut Yeriko sambil menjepit hidung Yuna.
“Aw ...! Sakit!” seru Yuna. “Yah, mati kan aku!?” dengus
Yuna kesal sambil membanting ponselnya ke atas kasur.
Yeriko tergelak melihat wajah Yuna.
“Kamu sengaja ya mau gangguin aku main?” Yuna menggenggam
wajah Yeriko dan mencubit kedua pipi suaminya dengan geram.
“Abisnya, main sama hp mulu. Akunya dicuekin,” sahut
Yeriko.
“Ciyee ... sama hp pun cemburu?”
Yeriko memonyongkan bibirnya. “Udah tahu aku cemburu.
Makanya, jangan suka deket-deket sama cowok lain!” pinta Yeriko.
“Aku nggak pernah deketin mereka. Mereka yang deketin
aku,” sahut Yuna.
Yeriko menatap serius ke arah Yuna. “Tell me! Ada berapa
cowok yang lagi berusaha deketin kamu?”
“Mmh ... ada Lian, Andre, Juan ...” jawab Yuna sambil
menghitung jari.
Yeriko mengerutkan keningnya mendengar nama-nama pria
yang disebutkan oleh Yuna.
“Tapi ... aku cuma cinta sama kamu aja,” tutur Yuna
sambil mengecup mata Yeriko. “Jangan terus-terusan ngerutin dahi kayak gini.
Kamu jadi cepet tua!” pinta Yuna sambil tersenyum.
Yeriko tersenyum kecil. Ia melingkarkan lengannya ke
pinggang Yuna sambil menciumi perut Yuna. “Kapan ya bakal ada Yeriko kecil di
dalam sini?” bisiknya sambil mengecup perut Yuna.
Yuna tertawa kecil. “Kamu juga udah pengen punya anak?”
Yeriko menganggukkan kepala. “Kalau sudah punya anak,
pasti nggak akan ada lagi cowok-cowok yang deketin kamu. Hmm ... aku jadi
ngebayangin gimana kamu kalau lagi hamil.”
“Iih ... nggak usah bayangin yang jelek-jelek!” sahut
Yuna sambil mencubit pipi Yeriko.
“Siapa yang bilang jelek? Ibu hamil itu seksi loh.”
“Masa sih?”
“He-em.”
“Kamu sering merhatiin ibu hamil ya?” dengus Yuna.
Yeriko
tertawa kecil.
“Iih
... dasar cowok mesum!” Yuna langsung menarik hidung Yeriko.
“Sakit, Yun! Sakit! Ntar hidungku makin mancung!” seru
Yeriko sambil melepas tangan Yuna dari hidungnya.
“Abisnya, kamu kijil banget sih suka merhatiin ibu hamil
segala?”
“Eh!? Kijil apaan?”
“Ganjen!”
“Ganjen itu apa? Siapanya Ganja?” tanya Yeriko sambil
tertaawa kecil.
“Ganjen itu genit!” sahut Yuna kesal. “You know genit?”
“Yes,
I know. Genit is you!” sahut Yeriko sambil tertawa lebar.
Yuna membelalakkan matanya. “Sejak kapan aku genit? Kamu
yang genit!” seru Yuna tak terima.
“Yee ... ingat nggak waktu pertama ketemu? Siapa duluan
yang cium? Nggak kenal, main cium-cium aja!” sahut Yeriko sambil menatap wajah
Yuna.
Yuna menggigit bibirnya. Ia tersenyum sambil menutup
wajah dengan kedua telapak tangannya karena malu. “Nggak usah ungkit itu
terus!”
Yeriko tertawa kecil. Ia bangkit dan langsung menarik
tangan Yuna dari wajahnya. Namun, Yuna tetap mempertahankan tangannya.
“Buka tangannya! Aku mau lihat wajah kamu sekarang!”
pinta Yeriko.
“Nggak mau!”
“Iih ... udah mulai berubah jadi ijo, kan?” tutur Yeriko
sambil menatap wajah Yuna.
“Apanya yang ijo?”
“Muka kamu.”
“Mana bisa muka jadi ijo!” dengus Yuna sambil membuka
sedikit telapak tangannya.
Yeriko tertawa kecil. “Oh iya, merah ya? Kayak kepiting
rebus yang sering kamu makan itu.”
“Iih ... kamu tuh sekarang makin ngeselin ya!? Pengolokan
banget!” sahut Yuna sambil menyubit pinggang Yeriko.
“Aw
... aw ...! Sakit, Yun. Ampuun!” seru Yeriko.
“Masih mau ngolok terus?” dengus Yuna sambil mengeraskan
cubitannya.
“Enggak, Sayangku. Cuma bercanda,” jawab Yeriko. Ia
langsung mencium bibir Yuna.
Yuna tersenyum kecil sambil menatap Yeriko. Ia langsung
menoleh ke arah ponsel Yeriko yang tiba-tiba berdering.
“Siapa yang telepon malam-malam begini?” tanya Yeriko
sambil bangkit dari tempat tidur. Ia menghampiri meja dan meraih ponselnya.
“Siapa?” tanya Yuna ikut penasaran.
“Lutfi,” jawab Yeriko sambil menatap layar ponselnya.
“Buruan angkat! Siapa tahu ada hal penting!”
Yeriko mengangguk dan langsung menjawab panggilan telepon
dari Lutfi. “Halo ...! Kenapa Lut?”
“Kamu di mana, Yer?” tanya Lutfi.
“Di rumah. Ada apa?” tanya Yeriko.
“Ke rumah sakit sekarang!” pinta Lutfi panik.
“Ada apa, Lut?” Wajah Yeriko ikut menegang.
“Nanti
aku ceritain! Cepet ke sini! Aku tunggu di depan ruang ICU.”
“Siapa yang sakit?”
“Chandra.”
“Chandra kenapa?” Yeriko langsung mengambil kunci mobil
dari laci mejanya.
“Nanti aku ceritain! Kamu ke sini dulu!”
“Oke.” Yeriko langsung mematikan panggilan teleponnya.
“Chandra kenapa?” tanya Yuna begitu melihat suaminya
diselimuti kepanikan.
“Dia masuk rumah sakit. Sekarang di ICU.”
“Sakit apa?”
“Belum tahu. Lutfi belum cerita,” jawab Yeriko sambil
mengganti pakaiannya. “Dompet aku mana ya?” tanya Yeriko celingukan.
Yuna langsung melompat dari tempat tidur dan membantu
Yeriko mengambilkan dompetnya yang masih tersimpan di dalam jas. “Ini!”
Yeriko langsung menyambar dompet dari tangan Yuna.
“Aku boleh ikut?”
“Udah tengah malam. Kamu tunggu kabar dari rumah aja!”
Yuna menganggukkan kepala. “Semoga nggak terjadi apa-apa
sama Chandra.”
Yeriko tersenyum. “Aamiin. Aku pergi dulu ya!” pamitnya
sambil mengecup kening Yuna.
Yuna mengangguk. Ia mengikuti langkah Yeriko dan
mengantarkan suaminya sampai di depan pintu rumah.
“Jangan lupa kasih kabar ke aku!” pinta Yuna.
Yeriko menganggukkan kepala. “Baik-baik di rumah! Tidur
yang nyenyak!” pinta Yeriko sambil mengusap rambut Yuna.
“He-em.” Yuna menganggukkan kepala. “Hati-hati di jalan!”
Yeriko mengangguk. Ia langsung masuk ke dalam mobil dan
bergegas pergi ke rumah sakit.
Yuna menghela napas sambil menatap mobil Yeriko yang
perlahan menghilang dari halaman rumahnya. “Semoga aja nggak terjadi hal buruk
sama Chandra,” tuturnya lirih. Ia kembali masuk ke rumah dan mengunci pintu
rumahnya.
Yuna kembali ke kamarnya, namun ia tetap saja tidak bisa
tidur dengan nyenyak. Ia kembali memilih bermain game agar bisa menenangkan
perasaannya. Namun, ia tetap saja tidak berhasil.
Akhirnya, Yuna memilih untuk menelepon sahabatnya.
“Yun, kamu nggak punya perasaan ya? Udah tengah malam
kayak gini masih nelpon aja,” tutur Jheni dengan suara setengah sadar.
“Hihihi. Kamu udah tidur?”
“Baru aja tidur. Jam berapa ini?”
“Baru jam dua belas, Jhen.”
“Kenapa telepon malam-malam gini?”
“Aku nggak bisa tidur, Jhen.”
“Hmm ... tinggal peluk suami aja kan bisa tidur.”
“Suamiku lagi keluar. Perasaanku nggak enak banget.”
“Ke mana dia malam-malam begini?” tanya Jheni.
“Ke rumah sakit.”
“Siapa yang sakit?” tanya Jheni.
“Tadi, Lutfi telepon dia. Katanya, Chandra masuk ruang
ICU.”
“Hah!? Sakit apa?”
“Nggak tahu.”
“Kemarin, aku baru ketemu sama dia di pinggir jalan. Dia
emang lagi mabuk berat. Apa dia lagi ada masalah?”
“Hmm ... mungkin aja dia lagi ada masalah. Beberapa hari
lalu, Yeriko sempat cerita kalau dia diselingkuhi sama tunangannya.”
“Jangan-jangan ...”
“Jangan-jangan kenapa Jhen?” tanya Yuna.
“Mmh ... nggak papa, Yun.”
“Jangan-jangan, dia bunuh diri!” seru Yuna.
“Iih ... kamu jangan ngomong sembarangan! Nggak mungkin
Chandra kayak gitu!” sahut Jheni.
“Yah, bisa aja kan kalau dia cinta mati sama tunangannya
itu.”
“Tapi, masa dia sampai sebodoh itu sih?”
“Huft, aku jadi bingung. Yeriko belum ada ngasih kabar
juga sampai sekarang. Aku makin tenang kalau kayak gini.”
“Dia di rumah sakit mana?” tanya Jheni.
“Duh, aku juga nggak tahu di rumah sakit mana. Aku nggak
sempet tanya ke Yeriko. Dia cuma bilang, Chandra ada di ruang ICU.”
“Oke.” Jheni langsung mematikan ponselnya.
“Jhen! Jheni ...!” seru Yuna. Ia menghela napas saat
melihat panggilan teleponnya telah berakhir. “Main matiin aja!” celetuk Yuna
kesal.
Yuna mencoba memejamkan mata, namun ia tetap saja gelisah
dan terus membolak-balikkan tubuhnya seperti kue serabi.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment