Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Monday, February 10, 2025

Perfect Hero Bab 90: Pelanggan yang Panas

 


Mobil Yeriko terparkir tepat di depan gedung Balai Budaya, salah satu gedung kesenian milik pemerintah kota.

 

Yeriko turun dari mobil, membukakan pintu untuk Yuna dan menggandeng Yuna bak seorang ratu yang baru turun dari kereta kencana.

 

“Kenapa berlebihan banget sih?” bisik Yuna menanggapi perlakuan Yeriko yang membuat semua mata tertuju pada mereka.

 

“Kamu ini Nyonya Ye, apanya yang berlebihan? Harus jadi pusat perhatian yang mengagumkan, bukan memalukan,” balas Yeriko berbisik.

 

Yuna tersenyum kecil. Ia mengikuti langkah Yeriko sambil merangkul lengan suaminya itu.

 

“Kalau aku bisa menangin karya seni Abah Nasirun, aku bisa dapet keuntungan yang sangat besar,” bisik Yeriko.

 

Yuna tersenyum, ia mengedarkan pandangannya dengan sikap yang elegan. Hatinya ingin berteriak melihat karya seni yang terpajang di dalam ruangan tersebut. Namun statusnya sebagai Nyonya Ye, harus membuatnya bersikap elegan dan tidak boleh mempermalukan suaminya di depan semua orang.

 

“Yun ...!” panggil Lian sembari melangkah menghampiri Yuna dan Yeriko yang masih bergandengan tangan.

 

“Ya,” balas Yuna sambil tersenyum manis ke arah Lian.

 

“Kamu ingat tugas kamu kan?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kalo gitu, kamu harus sama aku malam ini!” pinta Lian.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko yang ada di sampingnya. Yeriko mengisyaratkan amarahnya. Ia menatap tajam ke arah Lian dan tidak merelakan Yuna bersama dengan Lian.

 

Lian membalas tatapan Yeriko penuh amarah. Ia mengerti kalau Yeriko tidak merelakan Yuna bersamanya. “Dia dateng sebagai karyawan aku!” tegas Lian.

 

Yeriko tersenyum kecil. “Dia juga datang sebagai istriku!”

 

Lian menghela napas. Ia menatap Yuna yang berdiri di depannya. “Kamu pilih mana? Suami atau karir kamu?”

 

Yuna langsung mendelik mendengar pertanyaan Lian. “Kamu ...!? Nyuruh aku milih antara suami dan karir? Jelas aku pilih suamiku!” dengus Yuna.

 

Lian semakin emosi mendengar pernyataan dari Yuna.

 

“Ikuti dia!” bisik Yeriko di telinga Yuna sambil melepaskan tangan Yuna dari lengannya. “Ingat, jangan pernah pergi dari pandanganku!”

 

Yuna tersenyum ke arah Yeriko. Ia mengangguk dan langsung menghampiri Lian.

 

Lian dan Yuna berjalan beriringan. Lian tersenyum puas karena akhirnya bisa membuat Yuna berada di sisinya. Sementara Yeriko terus mengamati Yuna dari kejauhan.

 

“Kenapa kamu selalu menjadi orang lain saat bareng Yeriko?” tanya Lian lirih.

 

“Maksud kamu?”

 

Lian tersenyum kecil. “Aku tahu, kamu punya selera seni yang tinggi dan pastinya pernah mengenal salah satu seniman yang ada di tempat ini.”

 

Yuna menghela napas mendengar ucapan Lian. “Punya selera seni, bukan berarti harus mengenal semua seniman kan?”

 

“Ya, ya, ya. Tapi … sikap kamu kali ini terlalu elegan. Lihat!” Lian menunjuk salah satu seniman yang berada di ruangan tersebut. Seorang seniman pahat dan bonsai asal Pulau Dewata. “Kamu tahu kan namanya dia siapa?”

 

Yuna melongo dan membelalakkan matanya menatap wajah seorang seniman senior yang telah menggeluti dunia seni paling tinggi di dunia. Siapa sangka kalau pertemuan pertamanya dengan seniman asal Pulau Dewata itu adalah ketika ia menjalani studi di Australia.

 

“Gedemerta?” Yuna berbisik. Ia sangat mengagumi sosoknya. Meski tidak begitu terkenal di Indonesia, namun ia adalah seniman yang disegani dunia karena karya-karyanya yang sangat indah dan rumit.

 

“Hai ...!” sapa Andre saat melihat Yuna bersama dengan Lian.

 

“Hai, Ndre!” balas Yuna sambil tersenyum manis. “Kamu di sini juga, Ndre?”

 

Andre menganggukkan kepala. Ia menatap Yuna dan Lian bergantian. Kemudian, ia juga menatap Yeriko yang berdiri tak jauh dari mereka.

 

Tatapan Yeriko terlihat sangat berbahaya. Terlebih saat melihat istrinya didekati oleh dua pria sekaligus.

 

Lian tersenyum, ia mengajak Yuna duduk di kursi paling depan.

 

Yeriko tak mau kalah, ia juga langsung duduk di samping Yuna. Membuat Yuna diapit oleh Lian dan Yeriko. Andre ikut duduk di samping Yeriko. Mereka terlihat sangat elegan. Tidak banyak berbicara dan hanya menunggu acara berlangsung.

 

Yuna tersenyum, ia meraih jemari tangan Yeriko dan menggenggamnya erat.

 

“Yun, kamu nggak mau nemuin I Nyoman Gedemerta itu?” tanya Lian.

 

Yuna menggelengkan kepala. “Dia maestro, nggak mungkin ingat sama aku.”

 

Yeriko meremas jemari tangan Yuna. “Kamu kenal dengan beberapa seniman?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan dahinya.

 

“Nggak kenal. Cuma tahu aja.”

 

“Kemarin kamu bilang nggak pernah denger nama Abah Nasirun?”

 

“Emang nggak pernah denger. Yah, nggak semua seniman aku tahu. Waktu itu, kebetulan aja aku dateng ke acara pameran bonsai di Melbourne dan ketemu sama Gedemerta.”

 

“Oh …”

 

Lian tertawa kecil mendengar pembicaraan Yuna dan Yeriko.

 

Yeriko langsung mengernyitkan dahi sambil menoleh ke arah Lian.

 

“Ternyata … suami kamu nggak bener-bener tahu keseharian dan hobi kamu seperti apa?” tanya Lian sambil tertawa menatap Yuna.

 

Yuna tersenyum kecil. “Dia nggak perlu tahu masa laluku seperti apa. Karena yang dia kasih ke aku adalah masa depan.”

 

Lian tersenyum kecut mendengar ucapan Yuna. Ia langsung mengerutkan bibirnya dan mendesah kesal.

 

Yeriko sangat kagum mendengar pernyataan Yuna. Ia menatap Yuna lekat. Membuat istrinya tersenyum manis ke arahnya. Tanpa banyak bicara, Yeriko langsung mengecup kening Yuna. Hal ini membuat Lian dan Andre semakin kesal dengan kemesraan Yuna dan Yeriko.

 

 

 

Beberapa menit kemudian, terdengar suara MC yang membuka acara pelelangan tersebut. Acara dibuka dengan menampilkan kesenian tarian daerah dan teater cerita rakyat “Rama Sinta”.

 

Yuna sangat menikmati pertunjukan seni yang disuguhkan oleh panitia penyelenggara. Terlebih, ada kisah cinta ‘Rama Sinta’ yang sangat menyentuh hati.

 

Pembawa acara mulai membuka acara pelelangan dengan mengeluarkan barang-barang kecil terlebih dahulu. Semua orang terlihat sangat riuh memberikan penawaran harga.

 

Pada sesi terakhir, Abah Nasirun muncul sambil membawa sebuah karya terbaik yang akan menjadi penentu siapa pemenang pelelangan kali ini.

 

“Hasil karya ini berjudul “Sail on The Galaxy”. Kita akan buka dengan harga berapa, Abah Nasirun?” Suara pembawa acara menggelegar ke seluruh ruangan.

 

“Karya ini ... akan saya buka dengan harga sepuluh juta rupiah,” jawab Abah Nasirun sambil memamerkan karyanya di atas panggung.

 

“What!? Sepuluh juta?” celetuk Yuna melongo.

 

“Oke. Kita buka dengan harga sepuluh juta rupiah!” seru pembawa acara. “Siapa yang berani menawar lebih tinggi dari sepuluh juta rupiah?”

 

“Tiga puluh juta!” Seorang pengusaha di kursi paling belakang  mulai memberikan penawaran.

 

“Lima Puluh Juta!” Yeriko mengangkat tangannya.

 

“Oke. Lima puluh juta rupiah. Ada yang berani dengan harga yang lebih tinggi lagi?”

 

“Delapan puluh juta!” sahut Andre yang duduk di sebelah Yeriko.

 

Yeriko tersenyum sinis ke arah Andre.

 

Andre terus tersenyum sambil mengerdipkan mata ke arah Yuna.

 

Lian yang melihat sikap Andre, semakin kesal dan ingin mengalahkan dua pria yang ada di dekatnya itu. Ia langsung mengangkat tangannya. “Seratus juta!” serunya.

 

“Wow ...! Seratus Juta? Ada yang berani menawar lebih tinggi lagi?”

 

“Seratus dua puluh juta!” seru Yeriko sambil mengangkat tangannya.

 

Lian dan Andre langsung menoleh ke arah Yeriko. Hati mereka semakin panas dan tidak mau kalah dari Yeriko.

 

“Seratus tiga puluh juta!” sahut Andre.

 

“Seratus tiga puluh lima juta!” seru Lian sambil menatap kesal ke arah Andre dan Yeriko.

 

“Seratus lima puluh juta!” seru Yeriko.

 

“Seratus enam puluh juta!” sahut Andre tak mau kalah.

 

“Seratus enam puluh lima juta!” sahut Lian.

 

Andre menatap sengit ke arah Lian. “Seratus tujuh puluh juta!”

 

“Dua ratus juta!” sahut Lian penuh emosi.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil merapikan jasnya. Ia menoleh ke arah Andre yang juga tersenyum ke arahnya.

 

“Wow ...! Dua ratus juta. Ada yang berani ngasih penawaran lebih tinggi lagi?” tanya pembawa acara.

 

Lian menoleh ke seluruh ruangan. Semua orang bergeming. Tak ada lagi yang memberikan penawaran lebih tinggi. Ia tersenyum penuh kemenangan.

 

Yuna tersenyum setelah menyaksikan perdebatan yang sangat menegangkan.

 

“Oke. Kami hitung sampai sepuluh. Kalau tidak ada penawaran lagi, maka lukisan ini akan menjadi milik Wilian Wijaya, Direktur dari Wijaya Group!” seru pembawa acara.

 

Setelah menghitung dari angka sepuluh ke angka satu, tak ada satu pun yang memberikan penawaran lagi. Hasil Karya Abah Nasirun kini resmi menjadi milik Wilian.

 

Wilian merasa sangat puas karena bisa mengalahkan Yeriko. Namun, ia kemudian menyadari kalau Yeriko dan Andre sepertinya sedang mempermainkan dirinya. Membuatnya mendapatkan lukisan dengan harga yang sangat tinggi.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas