Mobil Yeriko terparkir tepat di depan gedung Balai
Budaya, salah satu gedung kesenian milik pemerintah kota.
Yeriko turun dari mobil, membukakan pintu untuk Yuna dan
menggandeng Yuna bak seorang ratu yang baru turun dari kereta kencana.
“Kenapa berlebihan banget sih?” bisik Yuna menanggapi
perlakuan Yeriko yang membuat semua mata tertuju pada mereka.
“Kamu ini Nyonya Ye, apanya yang berlebihan? Harus jadi
pusat perhatian yang mengagumkan, bukan memalukan,” balas Yeriko berbisik.
Yuna tersenyum kecil. Ia mengikuti langkah Yeriko sambil
merangkul lengan suaminya itu.
“Kalau aku bisa menangin karya seni Abah Nasirun, aku
bisa dapet keuntungan yang sangat besar,” bisik Yeriko.
Yuna tersenyum, ia mengedarkan pandangannya dengan sikap
yang elegan. Hatinya ingin berteriak melihat karya seni yang terpajang di dalam
ruangan tersebut. Namun statusnya sebagai Nyonya Ye, harus membuatnya bersikap
elegan dan tidak boleh mempermalukan suaminya di depan semua orang.
“Yun ...!” panggil Lian sembari melangkah menghampiri
Yuna dan Yeriko yang masih bergandengan tangan.
“Ya,” balas Yuna sambil tersenyum manis ke arah Lian.
“Kamu ingat tugas kamu kan?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Kalo gitu, kamu harus sama aku malam ini!” pinta Lian.
Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko yang ada di
sampingnya. Yeriko mengisyaratkan amarahnya. Ia menatap tajam ke arah Lian dan
tidak merelakan Yuna bersama dengan Lian.
Lian membalas tatapan Yeriko penuh amarah. Ia mengerti
kalau Yeriko tidak merelakan Yuna bersamanya. “Dia dateng sebagai karyawan
aku!” tegas Lian.
Yeriko tersenyum kecil. “Dia juga datang sebagai
istriku!”
Lian menghela napas. Ia menatap Yuna yang berdiri di
depannya. “Kamu pilih mana? Suami atau karir kamu?”
Yuna langsung mendelik mendengar pertanyaan Lian. “Kamu
...!? Nyuruh aku milih antara suami dan karir? Jelas aku pilih suamiku!” dengus
Yuna.
Lian semakin emosi mendengar pernyataan dari Yuna.
“Ikuti dia!” bisik Yeriko di telinga Yuna sambil
melepaskan tangan Yuna dari lengannya. “Ingat, jangan pernah pergi dari
pandanganku!”
Yuna tersenyum ke arah Yeriko. Ia mengangguk dan langsung
menghampiri Lian.
Lian dan Yuna berjalan beriringan. Lian tersenyum puas
karena akhirnya bisa membuat Yuna berada di sisinya. Sementara Yeriko terus
mengamati Yuna dari kejauhan.
“Kenapa kamu selalu menjadi orang lain saat bareng
Yeriko?” tanya Lian lirih.
“Maksud kamu?”
Lian tersenyum kecil. “Aku tahu, kamu punya selera seni
yang tinggi dan pastinya pernah mengenal salah satu seniman yang ada di tempat
ini.”
Yuna menghela napas mendengar ucapan Lian. “Punya selera
seni, bukan berarti harus mengenal semua seniman kan?”
“Ya, ya, ya. Tapi … sikap kamu kali ini terlalu elegan.
Lihat!” Lian menunjuk salah satu seniman yang berada di ruangan tersebut.
Seorang seniman pahat dan bonsai asal Pulau Dewata. “Kamu tahu kan namanya dia
siapa?”
Yuna melongo dan membelalakkan matanya menatap wajah
seorang seniman senior yang telah menggeluti dunia seni paling tinggi di dunia.
Siapa sangka kalau pertemuan pertamanya dengan seniman asal Pulau Dewata itu
adalah ketika ia menjalani studi di Australia.
“Gedemerta?” Yuna berbisik. Ia sangat mengagumi sosoknya.
Meski tidak begitu terkenal di Indonesia, namun ia adalah seniman yang disegani
dunia karena karya-karyanya yang sangat indah dan rumit.
“Hai ...!” sapa Andre saat melihat Yuna bersama dengan
Lian.
“Hai, Ndre!” balas Yuna sambil tersenyum manis. “Kamu di
sini juga, Ndre?”
Andre menganggukkan kepala. Ia menatap Yuna dan Lian
bergantian. Kemudian, ia juga menatap Yeriko yang berdiri tak jauh dari mereka.
Tatapan Yeriko terlihat sangat berbahaya. Terlebih saat
melihat istrinya didekati oleh dua pria sekaligus.
Lian tersenyum, ia mengajak Yuna duduk di kursi paling
depan.
Yeriko tak mau kalah, ia juga langsung duduk di samping
Yuna. Membuat Yuna diapit oleh Lian dan Yeriko. Andre ikut duduk di samping
Yeriko. Mereka terlihat sangat elegan. Tidak banyak berbicara dan hanya
menunggu acara berlangsung.
Yuna tersenyum, ia meraih jemari tangan Yeriko dan
menggenggamnya erat.
“Yun, kamu nggak mau nemuin I Nyoman Gedemerta itu?”
tanya Lian.
Yuna menggelengkan kepala. “Dia maestro, nggak mungkin
ingat sama aku.”
Yeriko meremas jemari tangan Yuna. “Kamu kenal dengan
beberapa seniman?” tanya Yeriko sambil mengernyitkan dahinya.
“Nggak kenal. Cuma tahu aja.”
“Kemarin kamu bilang nggak pernah denger nama Abah
Nasirun?”
“Emang nggak pernah denger. Yah, nggak semua seniman aku
tahu. Waktu itu, kebetulan aja aku dateng ke acara pameran bonsai di Melbourne
dan ketemu sama Gedemerta.”
“Oh …”
Lian tertawa kecil mendengar pembicaraan Yuna dan Yeriko.
Yeriko langsung mengernyitkan dahi sambil menoleh ke arah
Lian.
“Ternyata … suami kamu nggak bener-bener tahu keseharian
dan hobi kamu seperti apa?” tanya Lian sambil tertawa menatap Yuna.
Yuna tersenyum kecil. “Dia nggak perlu tahu masa laluku
seperti apa. Karena yang dia kasih ke aku adalah masa depan.”
Lian tersenyum kecut mendengar ucapan Yuna. Ia langsung
mengerutkan bibirnya dan mendesah kesal.
Yeriko sangat kagum mendengar pernyataan Yuna. Ia menatap
Yuna lekat. Membuat istrinya tersenyum manis ke arahnya. Tanpa banyak bicara,
Yeriko langsung mengecup kening Yuna. Hal ini membuat Lian dan Andre semakin
kesal dengan kemesraan Yuna dan Yeriko.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara MC yang membuka
acara pelelangan tersebut. Acara dibuka dengan menampilkan kesenian tarian
daerah dan teater cerita rakyat “Rama Sinta”.
Yuna sangat menikmati pertunjukan seni yang disuguhkan
oleh panitia penyelenggara. Terlebih, ada kisah cinta ‘Rama Sinta’ yang sangat
menyentuh hati.
Pembawa acara mulai membuka acara pelelangan dengan
mengeluarkan barang-barang kecil terlebih dahulu. Semua orang terlihat sangat
riuh memberikan penawaran harga.
Pada sesi terakhir, Abah Nasirun muncul sambil membawa
sebuah karya terbaik yang akan menjadi penentu siapa pemenang pelelangan kali
ini.
“Hasil
karya ini berjudul “Sail on The Galaxy”. Kita akan buka dengan harga berapa, Abah Nasirun?”
Suara pembawa acara menggelegar ke seluruh ruangan.
“Karya ini ... akan saya buka dengan harga sepuluh juta
rupiah,” jawab Abah Nasirun sambil memamerkan karyanya di atas panggung.
“What!?
Sepuluh juta?” celetuk Yuna melongo.
“Oke. Kita buka dengan harga sepuluh juta rupiah!” seru
pembawa acara. “Siapa yang berani menawar lebih tinggi dari sepuluh juta
rupiah?”
“Tiga puluh juta!” Seorang pengusaha di kursi paling
belakang mulai memberikan penawaran.
“Lima Puluh Juta!” Yeriko mengangkat tangannya.
“Oke. Lima puluh juta rupiah. Ada yang berani dengan
harga yang lebih tinggi lagi?”
“Delapan puluh juta!” sahut Andre yang duduk di sebelah
Yeriko.
Yeriko tersenyum sinis ke arah Andre.
Andre terus tersenyum sambil mengerdipkan mata ke arah
Yuna.
Lian yang melihat sikap Andre, semakin kesal dan ingin
mengalahkan dua pria yang ada di dekatnya itu. Ia langsung mengangkat
tangannya. “Seratus juta!” serunya.
“Wow ...! Seratus Juta? Ada yang berani menawar lebih
tinggi lagi?”
“Seratus dua puluh juta!” seru Yeriko sambil mengangkat
tangannya.
Lian dan Andre langsung menoleh ke arah Yeriko. Hati
mereka semakin panas dan tidak mau kalah dari Yeriko.
“Seratus tiga puluh juta!” sahut Andre.
“Seratus tiga puluh lima juta!” seru Lian sambil menatap
kesal ke arah Andre dan Yeriko.
“Seratus lima puluh juta!” seru Yeriko.
“Seratus enam puluh juta!” sahut Andre tak mau kalah.
“Seratus enam puluh lima juta!” sahut Lian.
Andre menatap sengit ke arah Lian. “Seratus tujuh puluh
juta!”
“Dua ratus juta!” sahut Lian penuh emosi.
Yeriko tersenyum kecil sambil merapikan jasnya. Ia
menoleh ke arah Andre yang juga tersenyum ke arahnya.
“Wow ...! Dua ratus juta. Ada yang berani ngasih
penawaran lebih tinggi lagi?” tanya pembawa acara.
Lian menoleh ke seluruh ruangan. Semua orang bergeming.
Tak ada lagi yang memberikan penawaran lebih tinggi. Ia tersenyum penuh
kemenangan.
Yuna tersenyum setelah menyaksikan perdebatan yang sangat
menegangkan.
“Oke. Kami hitung sampai sepuluh. Kalau tidak ada
penawaran lagi, maka lukisan ini akan menjadi milik Wilian Wijaya, Direktur
dari Wijaya Group!” seru pembawa acara.
Setelah menghitung dari angka sepuluh ke angka satu, tak
ada satu pun yang memberikan penawaran lagi. Hasil Karya Abah Nasirun kini
resmi menjadi milik Wilian.
Wilian merasa sangat puas karena bisa mengalahkan Yeriko.
Namun, ia kemudian menyadari kalau Yeriko dan Andre sepertinya sedang
mempermainkan dirinya. Membuatnya mendapatkan lukisan dengan harga yang sangat
tinggi.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment