“Jhen, kamu di mana? Temenin aku ke butik bisa?” tanya Yuna lewat panggilan
telepon.
“Jam berapa?”
“Sekarang.”
“Hah!? Kenapa mendadak banget sih?”
“Iish ... aku tuh dari kemarin nggak kepikiran.”
“Gak kepikiran gimana?”
“Yeriko ngajak aku ke acara pelelangan ntar malam. Si Andre juga sempat
ngajak. Trus, Lian nyuruh aku juga datang sebagai perwakilan perusahaan. Aku
belum punya gaun formal buat acara ntar malam, Jhen. Malu kan kalo pake gaun
itu-itu aja. Apalagi suamiku selalu jadi sorotan banyak orang.”
Jheni tertawa mendengar ucapan Yuna.
“Kenapa malah ketawa?”
“Hehehe. Nggak papa. Resiko jadi istrinya orang kaya. Penampilan aja kudu
diatur. Apa kabar Yuna lima tahun lalu? Yang kalo pakai baju suka ngasal.”
“Iih ... nggak usah ngolok deh!” sahut Yuna. “Kalo aku sendiri sih nggak
masalah. Aku cuma takut kalau ... bikin Yeriko malu.”
“Mmh ... iya. I know that. Kalo gitu, aku tunggu kamu di rumah.”
“Kamu yang ke sini aja gimana?”
“Ke mana?”
“Aku masih di kantor. Lima belas menit lagi baru pulang. Kamu naik taksi ke
sini. Abis itu kita berangkat bareng. Aku nggak punya banyak waktu, Jhen.”
“Hmm ... oke.”
“Uuch ... Thank
you so much Sayang akooh ... I Love you ... emmuach!”
“Hadeh ... kalo ada maunya aja baru sayang-sayang,” sahut Jheni.
Yuna meringis dan langsung mengakhiri pembicaraannya dengan Jheni. Ia
mengirimkan pesan pada Yeriko untuk tidak pergi menjemputnya. Beberapa menit
kemudian, ia dan Jheni sudah berada dalam salah satu butik.
Karena waktunya tak banyak. Yuna tidak banyak memilih. Ia hanya meminta
rekomendasi dari pemilik butik dan sahabatnya. Usai memilih satu gaun
terbaiknya, ia langsung bergegas pulang ke rumah.
“Sore, Bi!” sapa Yuna pada Bibi War yang sedang menyiram tanaman di halaman
rumah.
“Sore juga,” sahut Bibi War sambil tersenyum manis.
“Suamiku udah pulang, Bi?”
“Sudah. Tumben pulangnya nggak bareng, berantem lagi?”
Yuna menggelengkan kepala. “Aku masih ada urusan mendadak. Aku yang minta
dia buat nggak jemput.”
“Oh ...”
Yuna tersenyum dan bergegas masuk ke dalam rumah. Ia melenggang dengan
senang hati masuk ke kamarnya dan mendapati suaminya baru saja selesai mandi.
“Mmh ... yang udah wangi,” tutur Yuna sambil mengendus udara di dalam
kamarnya. Ia langsung meletakkan paper bag ke atas meja dan melepas sepatunya.
Yeriko tersenyum kecil dan langsung menarik Yuna.
Yuna tertegun melihat dada Yeriko yang telanjang.
“Kenapa nggak mau dijemput?” tanya Yeriko.
“Eh!? Aku masih mampir belanja dulu.”
“Belanja apaan?”
“Ada, deh.”
“Belanja aja pakai rahasia-rahasiaan,” tutur Yeriko sambil mencubit hidung
Yuna. “Oh ya, aku udah siapin pakaian buat acara malam ini,” lanjutnya sambil
melirik box yang ada di atas tempat tidur.
Yuna langsung menoleh ke arab box yang dilirik Yeriko. Ia melepaskan
dirinya dari pelukan Yeriko dan menghampiri box tersebut. Ia tertegun melihat
gaun dan sepasang sepatu yang ada dalam box tersebut.
“Kenapa nggak bilang kalau sudah nyiapin gaun buat aku?” tanya Yuna sambil
mengangkat gaun dan mengamatinya. Ia tersenyum melihat gaun selutut berwarna
hitam dengan gradasi biru tua dan hiasan kristal swarovski yang indah.
“Bukannya ini udah bilang?” tanya Yeriko sambil melangkah menuju lemari
untuk mengganti pakaiannya.
Yuna memutar bola matanya. “Maksudnya ... sebelum kamu beli pakaian ini,
kamu bilang dulu ke aku!” pintanya.
Yeriko mengernyitkan dahi. “Kamu nggak suka? Kalo nggak suka, nggak usah
dipakai!”
“Suka banget, kok.” Yuna tersenyum sambil memeluk gaun pemberian Yeriko.
“Aku mandi dulu kalo gitu,” lanjutnya. Ia meletakkan kembali gaun tersebut ke
dalam box dan bergegas masuk ke dalam kamar mandi.
Yeriko tersenyum kecil melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah Yuna.
Ia melanjutkan mengenakan pakaiannya. Saat ia memakai arloji, matanya tertuju
pada paper bag yang bertuliskan nama toko pakaian yang tak asing baginya.
Yeriko melangkah perlahan dan membuka paper bag tersebut. Ia menatap gaun
pesta berwarna peach yang ada di dalamnya. Bibirnya menyunggingkan senyum. Ia
langsung meraih paper bag tersebut dan meletakkannya di samping kotak gaun yang
ia beli.
Beberapa menit kemudian, Yeriko sudah siap dengan setelan jas warna navy.
“Kamu abis beli baju juga?” tanya Yeriko saat Yuna sudah keluar dari kamar
mandi. Ia duduk di tepi ranjang sambil menatap Yuna.
“Eh!?” Yuna meringis sambil menatap Yeriko. “Sorry ...! Aku nggak tahu
kalau kamu udah siapin pakaian buat aku. Acara kali ini pasti penting banget
dan aku nggak mau bikin kamu malu.” Yuna langsung meraih paper bag yang ada di
samping Yeriko dan menyimpannya ke dalam lemari.
“Kenapa nggak dipakai?”
“Bisa dipakai lain kali,” jawab Yuna sambil tersenyum. Ia segera memakai
pakaian yang diberikan Yeriko.
Usai berpakaian dan merias diri, mereka segera berangkat ke acara
pelelangan yang diselenggarakan di gedung kesenian milik pemerintah kota.
“Beruang, kenapa acara pelelangan ini penting banget?” tanya Yuna saat
mereka sudah ada di perjalanan.
“Karena acara pelelangan ini berhubungan dengan proyek pengembangan
pemerintah di wilayah kekuasaan yang penting dan sangat menguntungkan,” jelas
Yeriko sambil tersenyum.
“Oh ... jadi, acara ini sebenarnya untuk rebutan tender?”
“Mmh ... nggak begitu pengaruh ke tender. Tapi pengaruh sama kredibilitas
perusahaan.”
“Oh ya?”
Yeriko menganggukkan kepala.
“Huft, sebenarnya ... aku sama sekali nggak berminat buat mewakili
perusahaan ke acara ini. Aku harus gimana saat sampai sana? Sama kamu atau sama
Lian?”
Yeriko tersenyum sambil mengelus punggung tangan Yuna. “Kamu ikuti saja
keinginan perusahaan kamu. Kamu boleh sama Lian sebatas kepentingan kerja. Asalkan kamu jangan pernah
pergi dari pandanganku!” pinta Yeriko.
Yuna menganggukkan kepala sambil tersenyum bahagia. Ia merangkul lengan
Yeriko dan bersandar di bahu suaminya itu.
“Yan, tugas yang aku kasih kemarin, sudah sampai di mana perkembangannya?”
tanya Yeriko.
“Baru empat puluh persen,
Bos.”
“Lambat banget?”
“Bos kan baru ngasih kemarin. Ada sedikit kendala dan bikin lambat.
Prediksiku, lusa sudah kelar seratus persen.”
“Oke.” Yeriko manggut-manggut.
TING!
Yuna langsung merogoh ponsel di dalam tas tanganya dan membaca pesan dari
tantenya.
“Nggak mau bantuin?” tanya Yeriko yang ikut membaca pesan di ponsel Yuna.
Yuna mengedikkan bahunya. “Lagian, Mama Rully minta kita persiapin pesta
pernikahan juga kan? Jadi, aku punya alasan buat nolak keinginan Tante Melan.
Lagian, si Lian itu kan duitnya banyak. Tinggal pilih satu WO dan semuanya bisa
diselesaikan. Alasan aja nih Maleficent mau ngerjain aku.”
Yeriko tersenyum sambil mengusap ujung kepala Yuna. “Apa pun yang akan kamu
hadapi, aku akan selalu di samping kamu.”
“Beneran?” tanya Yuna sambil menengadahkan kepala menatap Yeriko.
Yeriko mengangguk, ia langsung mengecup bibir Yuna.
Riyan melirik majikannya lewat spion depan dan tersenyum. Ia merasa sangat
bahagia melihat bosnya yang kini banyak berubah, sangat lembut dan bertoleransi
setelah mengenal Yuna.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment