Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 88 : Negosiasi Hubungan || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Mmh ... acara ntar malam gimana ya? Aku ... nggak dikasih izin pulang cepet sore ini. Lian maksa aku harus hadir ke acara pelelangan itu atas nama perusahaan. Gimana dong?” tanya Yuna sambil menikmati makan siangnya.

 

Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Dateng aja atas nama perusahaan kamu!”

 

“Nggak papa?” Yuna melongo menatap Yeriko.

 

Yeriko mengangguk. “Tapi ... kita tetep berangkat bareng.”

 

Yuna mengangguk.

 

“Kenapa dia nggak bawa tunangannya?” tanya Yeriko.

 

Yuna mengedikkan bahu. “Entahlah. Aneh banget tuh dia. Alasannya sih karena Bellina Manager Personalia dan nggak ada hubungannya sama departemen proyek.”

 

Yeriko manggut-manggut. “Masuk akal.”

 

“Tapi ... kamu sendiri aja bisa bawa aku yang nggak ada hubungannya sama sekali sama perusahaan. Kenapa dia nggak mau bawa Bellina ya?”

 

Yeriko mengedikkan kepala. “Ikuti aja apa maunya!”

 

Yuna menatap lekat mata Yeriko. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh suaminya itu. Namun dari sorot matanya, ia bisa menyadari kalau Yeriko sedang berusaha mempertimbangkan seseorang di acara pelelangan malam nanti.

 

“Oh ya, ada hal lain yang mau aku sampaikan,” tutur Yeriko.

 

“Apa itu?”

 

“Mama Rully nelpon beberapa hari belakangan ini dan mendesak kita untuk ...”

 

“Punya anak?” sela Yuna.

 

Yeriko tertawa kecil.

 

“Beruang ... kita baru sebulan menikah. Gimana caranya bisa tahu aku sudah hamil atau belum? Gimana caranya biar Mama Rully nggak terus-menerus mendesak kita buat ngasih dia cucu?” cerocos Yuna.

 

Yeriko hanya tersenyum kecil menatap Yuna. “Ini bukan soal anak.”

 

“Yuna menghela napas lega. “Kalo gitu, soal apa?”

 

“Soal pernikahan kita.”

 

Yuna mengernyitkan dahi menatap Yeriko.

 

“Dia minta kita bikin pesta pernikahan.”

 

“Pesta pernikahan?” Yuna menatap Yeriko dengan mata berbinar.

 

Yeriko menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Menurut kamu gimana?”

 

“Mmh ... kalau aku sih mau-mau aja. Pesta pernikahan itu kan impian semua wanita. Aku juga pengen punya pesta pernikahan yang indah dan berkesan seumur hidupku.”

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna yang masih makan dengan lahap. Melihat rona bahagia yang terpancar dari wajah Yuna, membuatnya selalu ingin memberikan yang terbaik untuk istrinya itu.

 

Usai makan siang bersama, Yeriko mengantar Yuna kembali ke kantornya.

 

Saat di perjalanan, ponsel Yuna berdering. Ia langsung menatap layar ponsel dan enggan untuk menjawab panggilan telepon dari Lian.

 

Yeriko mengintip nama yang tertera di layar ponsel Yuna. “Kenapa nggak diangkat?” tanyanya.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam. “Dia ini ... pasti masih mau nyuruh aku dateng ke acara pelelangan ntar malam.”

 

Yeriko tersenyum kecil. “Angkat aja!” pintanya. “Bilang aja kalau kamu bakal pergi ke acara itu nanti malam!”

 

Yuna menganggukkan kepala. Ia segera menjawab panggilan telepon dari Lian.

 

“Halo ...!” sapa Yuna begitu ia menggeser ikon answer di layar ponselnya.

 

“Halo ...! Kamu di mana?” tanya Lian tanpa basa-basi.

 

“Baru kelar makan siang. Kenapa?”

 

“Buruan balik ke kantor!” pinta Lian.

 

“Iya. Ini juga lagi di jalan mau balik ke kantor.”

 

“Di kantor ada kantin. Kenapa kamu selalu menghabiskan waktu buat makan di luar terus?”

 

“Aku udah ada janji sama suamiku.”

 

“Ngabis-ngabisin waktu aja,” celetuk Lian. “Ntar malam jadi kan ke acara pelelangan?”

 

“Iya, Bos!” sahut Yuna kesal.

 

“Nanti aku jemput kamu jam tujuh.”

 

“Nggak usah! Aku pergi sama suamiku,” sahut Yuna.

 

“Suami kamu ada di acara pelelangan itu juga?” tanya Lian.

 

“He-em. Kenapa?”

 

“Yun, kamu itu karyawan aku. Gimana bisa kamu perginya sama Yeriko. Jelas-jelas dia salah satu pesaing perusahaan kita. Kamu sengaja mau bikin kacau dan gagalin proyek perusahaan kita?”

 

“Li, aku nggak ngerti apa maksud kamu. Kamu cuma minta aku datang sebagai perwakilan perusahaan kan? Bukan harus berangkat ke sana bareng kamu?”

 

“Ta .. ta .. tapi ...”

 

“Aku tetep ke sana bareng suamiku!” tegas Yuna. “Kalau kamu nggak setuju, aku nggak akan datang ke acara nanti malam sebagai perwakilan perusahaan. Aku akan datang sebagai Nyonya Ye!”

 

“Oke. Kalau emang kamu maunya begitu. Kamu boleh berangkat bareng Yeriko. Tapi setelah sampai di sana, kamu harus dampingi aku!”

 

“Iya,” jawab Yuna sambil memasang wajah cuek.

 

“Oke. Aku tunggu ntar malam!” tutur Lian sambil mematikan panggilan teleponnya.

 

Yuna langsung menghela napas lega begitu panggilan telepon Lian berakhir.

 

“Kenapa?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna.

 

“Masih yang tadi. Maksa aku pergi ke acara ntar malam,” jawab Yuna tak bersemangat.

 

Yeriko tersenyum sambil mengusap ujung kepala Yuna. “Nggak usah murung gitu!” pintanya lirih. “Kita masih bisa berangkat bareng dan di sana bareng, kan? Ikuti saja agenda perusahaan kamu supaya Lian bisa memenangkan tender.”

 

“Kamu ...!?” Yuna mengernyitkan dahinya menatap Yeriko. “Bukannya ini juga salah satu proyek perusahaan kamu? Kalau enggak, nggak mungkin kamu dateng juga.”

 

Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Kita lihat nanti!” ucapnya sambil mengerdipkan mata. Ia langsung memutar setirnya memasuki halaman kantor Yuna.

 

“Makasih ya, traktiran makan siangnya!” ucap Yuna sambil membuka pintu mobil.

 

“Cuma makasih doang?”

 

Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko sambil tersenyum. Ia langsung mengecup pipi Yeriko.

 

Yeriko tersenyum. Ia menarik tengkuk Yuna dan melumat bibir istrinya yang mungil. Rasa lobster masih bisa ia rasakan dari mulut Yuna.

 

Yuna tersenyum bahagia sambil menatap wajah Yeriko.

 

“Jam berapa pulangnya?” tanya Yeriko.

 

“Nanti aku kabarin. Kalau bisa kabur lebih cepat, aku pulang naik taksi aja,” jawab Yuna meringis.

 

“Mulai nakal ya!?” dengus Yeriko. “Kalau kerja di kantor aku, bakalan aku ikat karyawan yang bandel kayak kamu,” lanjutnya sambil mengetuk dahi Yuna.

 

Yuna mengelus dahinya perlahan sambil memonyongkan bibir. “Itu sebabnya aku nggak mau kerja di kantor kamu,” ucapnya sambil menjulurkan lidah.

 

Yeriko tertawa kecil. “Buruan masuk kantor. Ntar bos kamu itu makin cemburu kalau kamu lama-lama di dalam mobil sama aku.”

 

“Apa haknya dia cemburu?” sahut Yuna. Ia langsung membuka pintu mobil dan keluar dari mobil Yeriko.

 

Yeriko tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap istrinya yang melenggang memasuki kantornya.

 

Di lobi kantor, Bellina dan Lian terlihat sedang bersama. Yuna yang baru masuk, tidak menghiraukan keberadaan mereka berdua. Ia tetap cuek dan langsung menuju lift.

 

Lian terus menatap tubuh Yuna sampai gadis itu menghilang di balik pintu lift.

 

“Sayang, dari tadi kamu sibuk terus. Kita makan di luar yuk!” ajak Bellina sambil bergelayut manja.

 

“Ini udah masuk jam kerja lagi. Kalau kamu mau makan, makan aja!”

 

“Kamu nggak makan?”

 

“Udah.”

 

“Makan di mana?”

 

“Delivery.”

 

Bellina menatap kesal ke arah Lian. Ia merasa, perhatian Lian mulai beralih pada Yuna.

 

“Kenapa sih kamu lebih milih Yuna yang dampingi kamu nanti malam?” tanya Bellina. “Bukannya dia istrinya Yeriko dan pastinya Yeriko juga hadir di acara itu. Dia bukan pengusaha sembarangan.”

 

Lian tersenyum sinis. “Justru karena dia istrinya Yeriko. Aku pengen manfaatin Yuna dan menjatuhkan harga diri Yeriko di depan semua orang.”

 

Bellina mengernyitkan dahi menatap Lian. “Aku nggak nyangka kalau kamu punya ide sekeji itu?” tanyanya sambil tersenyum.

 

Lian tersenyum sinis sambil menatap Bellina. Ia memiliki rencana sendiri. Selain untuk kepentingan bisnisnya, ia juga punya kepentingan pribadi di hatinya.

 

Bellina tersenyum puas karena Lian memiliki motif pribadi untuk mempersulit hidup Yuna.

 

Beberapa karyawan yang ada di sana menatap Lian dan Bellina, mereka mulai membicarakan Lian.

 

“Eh, coba lihat! Si Bos itu cocok nggak sih sama Bu Belli?”

 

“Mmh ... aku lihat sih nggak ada serasinya sama sekali. Masih serasi sama aku.”

 

“Jangan ngaco! Bos Lian nggak mungkin suka sama karyawan biasa kayak kamu!”

 

“Bisa aja, kan? Buktinya ..  dia care sama Yuna.”

 

“Iya juga ya? Tapi ... Ayuna itu memang cantik. Wajar aja kalo Bos Lian suka sama dia.”

 

“Heh!? Jangan nge-gosip sembarangan! Belum tentu Bos Lian suka sama Yuna.”

 

“Trus? Kenapa dia care banget sana Yuna? Aku lihat, gerak-geriknya juga beda. Apalagi kalo udah lihat Yuna. Auranya itu beda banget.”

 

“Aura apaan?”

 

”Aura Kasih!”

 

“Hahaha.”

 

“Kalo menurut kalian, cocok yang mana? Lian-Bellina atau Lian-Ayuna?”

 

“Yah ... kalo dari fisik, cocok sama Ayuna. Mmh ... Ayuna juga baik. Nggak judes kayak Bu Belli itu.”

 

Desas-desus tentang hubungan Lian menjadi pembicaraan karyawan di kantornya. Mereka merasa kalau Bellina tidak cocok menjadi pasangan untuk Lian.

 

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas