“Mmh ... acara ntar malam gimana ya? Aku ... nggak dikasih izin pulang
cepet sore ini. Lian maksa aku harus hadir ke acara pelelangan itu atas nama
perusahaan. Gimana dong?” tanya Yuna sambil menikmati makan siangnya.
Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Dateng aja atas nama perusahaan kamu!”
“Nggak papa?” Yuna melongo menatap Yeriko.
Yeriko mengangguk. “Tapi ... kita tetep berangkat bareng.”
Yuna mengangguk.
“Kenapa dia nggak bawa tunangannya?” tanya Yeriko.
Yuna mengedikkan bahu. “Entahlah. Aneh banget tuh dia. Alasannya sih karena
Bellina Manager Personalia dan nggak ada hubungannya sama departemen proyek.”
Yeriko manggut-manggut. “Masuk akal.”
“Tapi ... kamu sendiri aja bisa bawa aku yang nggak ada hubungannya sama
sekali sama perusahaan. Kenapa dia nggak mau bawa Bellina ya?”
Yeriko mengedikkan kepala. “Ikuti aja apa maunya!”
Yuna menatap lekat mata Yeriko. Ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang
dipikirkan oleh suaminya itu. Namun dari sorot matanya, ia bisa menyadari kalau
Yeriko sedang berusaha mempertimbangkan seseorang di acara pelelangan malam
nanti.
“Oh ya, ada hal lain yang mau aku sampaikan,” tutur Yeriko.
“Apa itu?”
“Mama Rully nelpon beberapa hari belakangan ini dan mendesak kita untuk
...”
“Punya anak?” sela Yuna.
Yeriko tertawa kecil.
“Beruang ... kita baru sebulan menikah. Gimana caranya bisa tahu aku sudah
hamil atau belum? Gimana caranya biar Mama Rully nggak terus-menerus mendesak
kita buat ngasih dia cucu?” cerocos Yuna.
Yeriko hanya tersenyum kecil menatap Yuna. “Ini bukan soal anak.”
“Yuna menghela napas lega. “Kalo gitu, soal apa?”
“Soal pernikahan kita.”
Yuna mengernyitkan dahi menatap Yeriko.
“Dia minta kita bikin pesta pernikahan.”
“Pesta pernikahan?” Yuna menatap Yeriko dengan mata berbinar.
Yeriko menganggukkan kepala sambil tersenyum. “Menurut kamu gimana?”
“Mmh ... kalau aku sih mau-mau aja. Pesta pernikahan itu kan impian semua
wanita. Aku juga pengen punya pesta pernikahan yang indah dan berkesan seumur
hidupku.”
Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna yang masih makan dengan lahap. Melihat
rona bahagia yang terpancar dari wajah Yuna, membuatnya selalu ingin memberikan
yang terbaik untuk istrinya itu.
Usai makan siang bersama, Yeriko mengantar Yuna kembali ke kantornya.
Saat di perjalanan, ponsel Yuna berdering. Ia langsung menatap layar ponsel
dan enggan untuk menjawab panggilan telepon dari Lian.
Yeriko mengintip nama yang tertera di layar ponsel Yuna. “Kenapa nggak
diangkat?” tanyanya.
Yuna menarik napas dalam-dalam. “Dia ini ... pasti masih mau nyuruh aku
dateng ke acara pelelangan ntar malam.”
Yeriko tersenyum kecil. “Angkat aja!” pintanya. “Bilang aja kalau kamu
bakal pergi ke acara itu nanti malam!”
Yuna menganggukkan kepala. Ia segera menjawab panggilan telepon dari Lian.
“Halo ...!” sapa Yuna begitu ia menggeser ikon answer di layar ponselnya.
“Halo ...! Kamu di mana?” tanya Lian tanpa basa-basi.
“Baru kelar makan siang. Kenapa?”
“Buruan balik ke kantor!” pinta Lian.
“Iya. Ini juga lagi di jalan mau balik ke kantor.”
“Di kantor ada kantin. Kenapa kamu selalu menghabiskan waktu buat makan di
luar terus?”
“Aku udah ada janji sama suamiku.”
“Ngabis-ngabisin
waktu aja,” celetuk Lian. “Ntar malam jadi kan ke acara pelelangan?”
“Iya, Bos!” sahut Yuna kesal.
“Nanti aku jemput kamu jam tujuh.”
“Nggak usah! Aku pergi sama suamiku,” sahut Yuna.
“Suami kamu ada di acara pelelangan itu juga?” tanya Lian.
“He-em. Kenapa?”
“Yun, kamu itu karyawan aku. Gimana bisa kamu perginya sama Yeriko.
Jelas-jelas dia salah satu pesaing perusahaan kita. Kamu sengaja mau bikin
kacau dan gagalin proyek perusahaan kita?”
“Li, aku nggak ngerti apa maksud kamu. Kamu cuma minta aku datang sebagai
perwakilan perusahaan kan? Bukan harus berangkat ke sana bareng kamu?”
“Ta .. ta .. tapi ...”
“Aku tetep ke sana bareng suamiku!” tegas Yuna. “Kalau kamu nggak setuju,
aku nggak akan datang ke acara nanti malam sebagai perwakilan perusahaan. Aku
akan datang sebagai Nyonya Ye!”
“Oke. Kalau emang kamu maunya begitu. Kamu boleh berangkat bareng Yeriko.
Tapi setelah sampai di sana, kamu harus dampingi aku!”
“Iya,” jawab Yuna sambil memasang wajah cuek.
“Oke. Aku tunggu ntar malam!” tutur Lian sambil mematikan panggilan
teleponnya.
Yuna langsung menghela napas lega begitu panggilan telepon Lian berakhir.
“Kenapa?” tanya Yeriko sambil menoleh ke arah Yuna.
“Masih yang tadi. Maksa aku pergi ke acara ntar malam,” jawab Yuna tak
bersemangat.
Yeriko tersenyum sambil mengusap ujung kepala Yuna. “Nggak usah murung
gitu!” pintanya lirih. “Kita masih bisa berangkat bareng dan di sana bareng,
kan? Ikuti saja agenda perusahaan kamu supaya Lian bisa memenangkan tender.”
“Kamu ...!?” Yuna mengernyitkan dahinya menatap Yeriko. “Bukannya ini juga
salah satu proyek perusahaan kamu? Kalau enggak, nggak mungkin kamu dateng
juga.”
Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. “Kita lihat nanti!” ucapnya sambil
mengerdipkan mata. Ia langsung memutar setirnya memasuki halaman kantor Yuna.
“Makasih ya, traktiran makan siangnya!” ucap Yuna sambil membuka pintu
mobil.
“Cuma makasih doang?”
Yuna langsung menoleh ke arah Yeriko sambil tersenyum. Ia langsung mengecup
pipi Yeriko.
Yeriko tersenyum. Ia menarik tengkuk Yuna dan melumat bibir istrinya yang
mungil. Rasa lobster masih bisa ia rasakan dari mulut Yuna.
Yuna tersenyum bahagia sambil menatap wajah Yeriko.
“Jam berapa pulangnya?” tanya Yeriko.
“Nanti aku kabarin. Kalau bisa kabur lebih cepat, aku pulang naik taksi
aja,” jawab Yuna meringis.
“Mulai nakal ya!?” dengus Yeriko. “Kalau kerja di kantor aku, bakalan aku
ikat karyawan yang bandel kayak kamu,” lanjutnya sambil mengetuk dahi Yuna.
Yuna mengelus dahinya perlahan sambil
memonyongkan bibir. “Itu sebabnya aku nggak mau kerja di kantor kamu,” ucapnya
sambil menjulurkan lidah.
Yeriko tertawa kecil. “Buruan masuk kantor. Ntar bos kamu itu makin cemburu
kalau kamu lama-lama di dalam mobil sama aku.”
“Apa haknya dia cemburu?” sahut Yuna. Ia langsung membuka pintu mobil dan
keluar dari mobil Yeriko.
Yeriko tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya menatap istrinya
yang melenggang memasuki kantornya.
Di lobi kantor, Bellina dan Lian terlihat sedang bersama. Yuna yang baru
masuk, tidak menghiraukan keberadaan mereka berdua. Ia tetap cuek dan langsung
menuju lift.
Lian terus menatap tubuh Yuna sampai gadis itu menghilang di balik pintu
lift.
“Sayang, dari tadi kamu sibuk terus. Kita makan di luar yuk!” ajak Bellina
sambil bergelayut manja.
“Ini udah masuk jam kerja lagi. Kalau kamu mau makan, makan aja!”
“Kamu nggak makan?”
“Udah.”
“Makan di mana?”
“Delivery.”
Bellina menatap kesal ke arah Lian. Ia merasa, perhatian Lian mulai beralih
pada Yuna.
“Kenapa sih kamu lebih milih Yuna yang dampingi kamu nanti malam?” tanya
Bellina. “Bukannya dia istrinya Yeriko dan pastinya Yeriko juga hadir di acara
itu. Dia bukan pengusaha sembarangan.”
Lian tersenyum sinis. “Justru karena dia istrinya Yeriko. Aku pengen
manfaatin Yuna dan menjatuhkan harga diri Yeriko di depan semua orang.”
Bellina mengernyitkan dahi menatap Lian. “Aku nggak nyangka kalau kamu
punya ide sekeji itu?” tanyanya sambil tersenyum.
Lian tersenyum sinis sambil menatap Bellina. Ia memiliki rencana sendiri.
Selain untuk kepentingan bisnisnya, ia juga punya kepentingan pribadi di
hatinya.
Bellina tersenyum puas karena Lian memiliki motif pribadi untuk mempersulit
hidup Yuna.
Beberapa karyawan yang ada di sana menatap Lian dan Bellina, mereka mulai
membicarakan Lian.
“Eh, coba lihat! Si Bos itu cocok nggak sih sama Bu Belli?”
“Mmh ... aku lihat sih nggak ada serasinya sama sekali. Masih serasi sama
aku.”
“Jangan ngaco! Bos Lian nggak mungkin suka sama karyawan biasa kayak kamu!”
“Bisa aja, kan? Buktinya .. dia care sama Yuna.”
“Iya juga ya? Tapi ... Ayuna itu memang cantik. Wajar aja kalo Bos Lian
suka sama dia.”
“Heh!? Jangan nge-gosip sembarangan! Belum tentu Bos Lian suka sama Yuna.”
“Trus? Kenapa dia care banget sana Yuna? Aku lihat, gerak-geriknya juga
beda. Apalagi kalo udah lihat Yuna. Auranya itu beda banget.”
“Aura apaan?”
”Aura Kasih!”
“Hahaha.”
“Kalo menurut kalian, cocok yang mana? Lian-Bellina atau Lian-Ayuna?”
“Yah ... kalo dari fisik, cocok sama Ayuna. Mmh ... Ayuna juga baik. Nggak
judes kayak Bu Belli itu.”
Desas-desus tentang hubungan Lian menjadi pembicaraan karyawan di
kantornya. Mereka merasa kalau Bellina tidak cocok menjadi pasangan untuk Lian.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment