“Pagi ...!” sapa Yuna begitu ia masuk ke dalam ruang
kerjanya.
“Pagi ...!” sahut teman-teman satu departemennya.
“Yun, hari ini kerjaan kantor kamu banyak nggak?” tanya
Icha.
“Mmh ... nggak terlalu. Aku masih baru di sini, kerjaan
aku belum banyak. Kenapa?”
“Temenin aku lihat proyek yang di kampung nelayan, Yuk!”
“Boleh. Jauh nggak lokasinya?”
“Nggak terlalu jauh, kok.”
“Oke. Jam berapa?”
“Mmh ... jam sembilanan gitu. Aku kelarin report aku
dulu.”
Yuna mengangguk. Mereka bergegas melanjutkan pekerjaan.
Tepat jam sembilan pagi, Yuna dan Icha keluar dari kantor untuk melihat proyek
di kampung nelayan.
Yuna merasa sangat senang dengan keramahan penduduk di
kampung nelayan tersebut. Ia terus melihat-lihat kehidupan sehari-hari kampung
nelayan yang begitu ceria. Anak-anak bermain pasir, memanjat pohon kelapa dan
berenang bersama.
“Kakak, mau kelapa muda?” tanya salah seorang anak yang
sedang berada di bawah pohon kelapa.
“Boleh.” Yuna mengangguk sambil tersenyum.
“Woi ...! Kelapanya dibanyakin, ada kakak cantik yang mau
juga!” teriak anak tersebut sambil menengadahkan kepala ke atas pohon kelapa.
Yuna tersenyum kecil dan merangkul gadis kecil berambut
pirang tersebut. “Nama kamu siapa?”
“Siti,” jawab gadis kecil itu sambil tersenyum ceria.
“Siti kelas berapa?”
“Kelas lima,” jawabnya sambil terus menengadahkan kepala.
Beberapa buah kelapa muda berjatuhan dari atas pohon.
Beberapa menit kemudian, seorang anak laki-laki turun
dari atas pohon dengan cepat. Yuna terkejut dengan gerakan anak kecil yang
sangat lincah itu.
Yuna membelalakkan mata saat anak kecil yang baru turun
dari pohon itu mengeluarkan parang dari pinggangnya. “Dek, itu bahaya!” seru
Yuna. “Apa nggak ada orang tua kalian yang bisa bukain kelapanya?”
Pertanyaan Yuna belum selesai, namun anak kecil tersebut
telah berhasil membuka satu buah kelapa dan memberikannya pada Yuna.
“Ini, Kak!” Cowok kecil itu langsung menyodorkan kelapa
muda ke arah Yuna.
Yuna tersenyum sambil meraih buah kelapa muda tersebut,
tapi perasaannya masih sangat takut melihat anak kecil yang sudah lihai
menggunakan parang yang ada di tangannya.
“Eh, ambilin sedotan!” perintah cowok kecil tersebut pada
Siti.
“Oh ... Iya.” Siti langsung berlari menuju salah satu
warung yang ada di dekat mereka. Ia kembali dengan membawa sedotan untuk Yuna.
“Ini, Kak!” Siti memberikan sebuah sedotan untuk Yuna.
“Duduk sini!” pintanya sambil menunjuk ban bekas yang biasa dipakai untuk
duduk.
Yuna tersenyum. Ia menikmati kelapa muda yang diberikan
dua anak yang bersamanya. Ia merasa sangat bahagia dengan keceriaan anak-anak
nelayan yang ada di sana.
“Yun ...!” panggil Icha.
“Eh!? Gimana? Udah kelar?”
Icha menganggukkan kepala. “Aku cari kamu dari tadi,
sekalinya malah main di sini. Eh, enak banget kelapa mudanya. Beli di mana?”
Yuna menunjuk dua anak kecil yang ada di hadapannya
menggunakan dagu.
“Kakak mau juga?” tanya Siti.
Cowok kecil yang ada di sebelah Siti langsung
mengeluarkan parang dari pinggangnya.
“Aargh ...!” teriak Icha ketakutan melihat parang yang
dibawa oleh teman Siti itu. “Eh, kamu masih kecil. Kenapa mainan golok!?”
serunya.
Yuna tertawa kecil melihat reaksi Icha. Ia pikir, hanya
dirinya saja yang terkejut melihat anak-anak membawa benda tajam. Tapi,
sepertinya mereka memang sudah terbiasa dengan kehidupan seperti ini.
Cowok kecil itu membukakan kelapa muda untuk Icha dan
menyodorkannya.
Icha tertegun melihatnya, seluruh tubuhnya gemetar. Ia
belum pernah melihat anak-anak selincah itu. “Nama kamu siapa?”
“Karjo.”
“Karjo? Umur kamu berapa?” tanya Icha penasaran.
“Dua belas tahun.”
“Masih SD?”
Karjo menganggukkan kepala. “Ini, Siti. Adik aku.”
“Kenapa kalian bawa parang kayak gitu? Emangnya nggak
dimarahi sama orang tua?”
Siti dan Karjo menggelengkan kepala. “Kami sudah biasa.”
“Oh.” Icha manggut-manggut. Ia akhirnya mengerti dan
menikmati suasana kampung nelayan bersama dengan Yuna.
Yuna merasa sangat senang berada di kampung nelayan
tersebut. Namun, ia dan Icha harus kembali ke kantor. Ia melambaikan tangan
pada Siti dan teman-temannya yang telah banyak menghiburnya selama beberapa
menit belakangan ini.
“Yun, kita makan di mana? Udah waktunya makan siang,
nih.”
“Di restoran depan kantor itu aja.”
Icha mengangguk. Mereka segera masuk ke dalam mobil dan
menuju salah satu restoran yang tak jauh dari kantor mereka.
Yuna dan Icha banyak berbincang, mereka terlihat sangat
ceria saat memasuki restoran. Yuna menghentikan langkahnya saat melihat Bellina
juga berada di restoran tersebut. Ia langsung mencari tempat duduk untuk
menghindarinya.
Bellina tersenyum menatap kedatangan Yuna dan
melangkahkan kakinya mendekati Yuna. “Hai ...!” sapa Bellina sambil tersenyum.
Yuna sama sekali tidak senang dengan senyuman Bellina.
“Kenapa sih selalu aja ketemu sama Mak Lampir satu ini? Dunia sempit banget!”
gumam Yuna dalam hati.
Bellina tersenyum sambil mengedarkan pandangannya. Hampir
semua pengunjung di restoran tersebut adalah karyawan kantor pusat Wijaya
Group.
“Hai ... Perhatian semuanya!” seru Bellina mencoba
menarik perhatian semua orang.
“Aku mau kenalin kalian semua sama seseorang,” tutur
Bellina saat semua orang telah menatapnya. “Dia ini ...” lanjutnya sambil
merangkul pundak Yuna. “Sepupu aku.”
Yuna sangat kesal. Ia menepiskan tangan Bellina dari
pundaknya.
Bellina tersenyum menatap Yuna.
“Kalian semua tahu, kalau kemarin dia diantar sama cowok
saat jam makan siang. Cowok itu namanya Andre Achmad, mereka sudah saling
mengenal sejak kecil. Andre adalah CEO Amora Internasional yang juga saingan
perusahaan kita. Dan dia ...” Bellina menunjuk Yuna. “Istri dari Yeriko Sanjaya
Hadikusuma, CEO GG yang juga saingan perusahaan kita. Kalian ngerti kan apa
maksudku?”
Semua orang saling pandang dan mulai mencibir Yuna.
“Dia ... masuk ke Wijaya Group, pasti cuma mau jadi
mata-mata doang,” tutur Bellina penuh amarah.
Yuna mengerutkan bibirnya dan menatap Bellina kesal.
“Jangan nuduh sembarangan ya!” sentaknya. “Emangnya, kalau udah kenal lama sama
pemilik perusahaan pesaing, itu artinya mata-mata? Gimana sama kamu yang juga
sudah kenal sama Andre dari kecil? Berarti, kamu juga mata-mata dong?”
“Kamu ...!?” Bellina menunjuk kesal ke arah Yuna.
“Udah, deh. Nggak usah selalu fitnah dan cari-cari
kesalahan aku. Kamu juga tahu siapa pemilik perusahaan ini sebelum diambil alih
sama keluarga Wijaya!?” dengus Yuna.
Bellina gelagapan. Tidak semua karyawan mengetahui
sejarah perusahaan Lian. Kalau mereka tahu, mereka akan lebih memihak pada Yuna
dan membuatnya menjadi orang yang tidak berdaya.
“Asal kalian semua tahu, aku magang di sini atas
rekomendasi dari universitas aku. Bukan karena aku yang pilih perusahaan. Nggak
mungkin pihak universitas ngirim aku jadi mata-mata,” jelas Yuna pada semua
orang.
“Kamu juga, nggak usah cari perkara terus sama aku!”
sentak Yuna sambil menatap Bellina. Ia bangkit dari kursi dan mengajak Icha
keluar restoran. Membuat Bellina semakin kesal menghadapi sikap Yuna.
“Yun, nggak jadi makan?”
“Makan di tempat lain aja. Hilang nafsu makanku ketemu
sama Mak Lampir satu itu,” sahut Yuna kesal.
“Mau makan di mana?” tanya Icha.
“Kita makan itu aja!” jawab Yuna sambil menunjuk pedagang
bakso keliling yang sedang mendorong gerobaknya.
“Oke.” Icha tidak banyak protes. Ia langsung mengikuti
langkah Yuna. Mereka menikmati bakso di pinggir jalan sambil berbincang ceria.
“Yun, kamu beneran istrinya CEO GG?” tanya Icha.
Yuna menganggukkan kepala.
“Kenapa mau makan di pinggir jalan kayak gini?” tanya
Icha lagi.
“Emangnya ada larangan buat istri CEO makan di pinggir
jalan?”
“Ya nggak, sih. Tapi ... biasanya orang kaya nggak mau
makan di pinggir jalan.”
“Masa sih? Aku biasa makan di mana aja,” sahut Yuna.
Icha tersenyum menatap Yuna. Ia sama sekali tidak
menyangka kalau Yuna sangat humble meski telah menjadi istri dari CEO yang
terkenal dan kaya raya. Sangat jauh berbeda dengan sepupunya yang sombong dan
suka menghina orang lain.
“Kamu ... beda banget sama sepupu kamu,” tutur Icha.
“He-em. Saudara kandung aja bisa beda. Apalagi cuma sepupu,” sahut Yuna.
Icha
tertawa kecil. Mereka
segera menghabiskan bakso yang mereka pesan dan bergegas kembali ke dalam
kantornya.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment