Yuna mengendus
leher Yeriko. Hembusan napas yang keluar dari hidung dan mulut Yuna membuat
Yeriko memejamkan mata. Jantungnya berdegup kencang dan darahnya mengalir deras
berbalik arah.
“Yun, kamu nggak
mau ngasih tapi mancing terus,” tutur Yeriko sambil menutup laptopnya.
“Mancing apa sih?” tanya Yuna sambil menahan tawa. Ia mengeratkan
pelukannya.
“Mmh ...!” Yeriko berusaha melepaskan Yuna dari tubuhnya. Namun istrinya
menempel sangat erat dan membuatnya sulit bergerak. “Yun, lepasin! Aku nggak
bisa bernapas!” serunya.
Yuna malah cekikikan dan terus memeluk tubuh Yeriko dengan erat.
“Huft ...!” Yeriko menyerah, ia memutar kursinya dan bangkit.
Yuna langsung turun dari tubuh Yeriko. Ia tertawa kecil menatap Yeriko.
“Kamu ... makin hari makin manja!” tutur Yeriko sambil mencubit hidung
Yuna.
Yuna meringis ke arah Yeriko. “Ayo, kita makan! Aku udah laper banget nih.”
Yeriko mengangguk. Mereka keluar dari ruang kerja dan menuruni anak tangga
sambil bergandengan tangan.
Bibi War tersenyum melihat Yuna dan Yeriko yang sudah kembali akur seperti
biasanya.
“Malam, Bi ...!” sapa Yuna sambil tersenyum ceria.
“Malam ...” Bibi War tersenyum sambil menyusun makanan di atas meja.
Yuna dan Yeriko langsung duduk di meja makan.
“Wah ...! Bibi masak kepiting?” seru Yuna.
Bibi War menganggukkan kepala. “Suka?”
Yuna mengangguk penuh semangat. Ia merasa sangat senang melihat hidangan
laut yang dibuat oleh Bibi War.
Yeriko tersenyum menatap Yuna. “Sini, biar aku yang bantu ambilin dagingnya
buat kamu!” pinta Yeriko.
“Nggak usah!” sahut Yuna. “Nggak seru banget kalau tinggal makan doang.
Sensasinya makan kepiting itu waktu milihin dagingnya. Apalagi nyedotin
cangkang-cangkangnya. Nikmat banget!”
Yeriko tersenyum kecil. Ia tidak begitu suka makan kepiting. Tapi ia sangat
suka melihat Yuna makan kepiting dengan lahap.
“Kamu nggak makan?” tanya Yuna.
Yeriko menggelengkan kepala. “Lihat kamu makan, aku udah kenyang.”
“Mmm ... jangan gitu! Ntar kamu sakit!” Yuna langsung meraih udang goreng
tepung dan menyodorkannya ke mulut Yeriko. “Ayo, makan!”
Yeriko membuka mulutnya perlahan dan langsung melahap udang goreng yang
diberikan oleh Yuna.
“Kamu harus makan yang banyak!” pinta Yuna dengan mulut penuh makanan. Ia
berusaha menelan semua makanan yang ada di mulutnya. “Bukannya kamu perlu
tenaga lebih banyak untuk malam ini?” tanya Yuna berbisik.
“Uhuk ... uhuk ...!” Yeriko langsung tersedak mendengar ucapan Yuna. Ia
meraih gelas air putih dan menenggaknya.
Yuna tertawa kecil. “Kenapa? Tiba-tiba grogi kayak gitu?”
“Ck, kamu ini perempuan. Apa nggak malu ngomong kayak gitu?”
“Eh!? Malu sama siapa? Kita kan udah nikah.”
Yeriko manggut-manggut. Ia mengambil piring udang dan melahapnya satu
persatu.
Yuna tersenyum. Ia terus menatap Yeriko yang tetap terlihat elegan saat
makan. Lagi-lagi, ia tidak bisa mengubah kebiasaannya dan tetap saja seperti
seorang bandit yang tidak makan selama tiga hari.
“Bi ...!” panggil Yuna.
“Ya!” sahut Bibi War dari arah dapur.
“Kepitingnya masih ada lagi?”
“Masih. Sebentar Bibi bawakan.”
“Oke.”
Beberapa detik kemudian, Bibi War sudah datang sambil membawa ember kecil
berisi kepiting yang sudah ia masak.
“Mmh .. masakan Bibi enak banget!” puji Yuna sambil menyomot kepiting yang
baru dibawa oleh Bibi War.
“Syukur deh kalo Mbak Yuna suka,” sahut Bibi War.
“Suka banget!”
“Besok mau dimasakin lagi?”
“Eh!? Jangan, Bi! Kolesterolku langsung tinggi kalau tiap hari dimasakin
kepiting,” jawab Yuna sambil tertawa kecil.
“Ah, Mbak Yuna bisa aja,” tutur Bibi War sambil membereskan cangkang
kepiting bekas makan Yuna.
“Oh ya, Bi. Aku bisa minta tolong?” tanya Yeriko.
“Bisa. Apa?”
“Besok pesenin sofa baru yang agak luas dan nyaman!” pinta Yeriko.
“Mau ganti sofa lagi?” tanya Bibi War.
“Bukan. Buat di ruang kerjaku.”
Bibi War tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Siap! Besok Bibi
pesankan.”
Yeriko menganggukkan kepala.
Bibi War bergegas kembali ke dapur.
“Kenapa tiba-tiba pasang sofa di ruang kerja? Bukannya kamu lebih suka
kerja sendirian dan nggak ada yang ganggu?”
“Buat kamu.”
“Aku!?” Yuna menunjuk dirinya sendiri. Ia masih tidak mengerti maksud
Yeriko.
“Iya. Bisa kamu pakai istirahat kalau nemenin aku kerja.”
Yuna tertawa kecil
menanggapi ucapan Yeriko.
“Kenapa ketawa?” Yeriko mengernyitkan dahi menatap Yuna.
“Kamar tidur ada di sebelahnya. Kalau mau istirahat tinggal pindah aja,”
jawab Yuna.
“Hmm ... bukannya bakal lebih indah kalau bisa bekerja sambil bercinta?”
tutur Yeriko sambil menatap lekat mata Yuna.
Pipi Yuna menghangat, mengeluarkan rona merah di wajahnya. “Kamu mau
nyiapin tempat buat kita ...?” Yuna memutar bola matanya. “Apa kamar kita masih
kurang nyaman?”
“Bercinta nggak harus di dalam kamar. Kita buat suasananya selalu baru.
Gimana?” bisik Yeriko.
“Yah .. sekalian aja pindah-pindah kamar hotel, pindah-pindah kota
atau negara biar suasananya baru terus!” sahut Yuna kesal.
Yeriko mengernyitkan dahi. Ia merasa tidak ada yang salah dengan ucapannya.
Tapi malah membuat Yuna kesal.
“Kamu kenapa? Tiba-tiba ngambek gitu? Ada yang salah?” tanya Yeriko
hati-hati.
“Masih tanya,” sahut Yuna lirih.
Yeriko menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Yuna menatap tajam ke arah Yeriko. “Kamu udah bosan sama aku!?” dengus
Yuna.
“Astaga! Kamu salah paham, Yun. Maksud aku nggak kayak gitu.” Yeriko
langsung menepuk dahinya.
Yuna mengerutkan bibirnya. Ia langsung bangkit dan bergegas ke dapur untuk
membersihkan tangannya menggunakan air kran.
“Yun ...!” panggil Yeriko sambil mengikuti langkah Yuna.
Yuna tidak memperdulikan panggilan dari Yuna. Ia bergegas naik ke kamar dan
langsung berbaring di atas tempat tidur.
Yeriko tidak menyerah begitu saja. Ia terus mengikuti Yuna dan berbaring di
sampingnya.
“Istriku, jangan salah paham! Maksud aku ... cuma pengen ngerasain sensasi
yang lain aja. Bukan karena bosan sama kamu,” bisik Yeriko sambil memeluk tubuh
Yuna dari belakang.
Yuna bergeming. Suasana hatinya belum begitu baik. Ia pura-pura tertidur
agar Yeriko tak lagi mengganggunya.
“Huft ...! Perempuan memang susah dimengerti,” gumam Yeriko sambil melepas
pelukannya.
Ia mengambil ponsel dan berdiri di dekat jendela. Ia kembali melihat email
anonim yang telah mengirimkan pesan kepadanya.
“Sebenarnya, siapa orang yang ada di balik akun ini? Bellina atau justru
Andre sendiri?” Yeriko terus bertanya-tanya. Ia merasa kalau Andre bukanlah
orang yang sembarangan.
Yeriko menatap tubuh Yuna yang terbaring di atas tempat tidur. Ia bergegas
keluar dari kamar dan melangkah menuju Balkon. Tanpa pikir panjang, ia langsung
menelepon Riyan.
“Halo ...! Ada apa, Bos?” tanya Riyan saat panggilan telepon Yeriko
tersambung.
“Yan, kamu bisa bantu aku selidiki soal Andre?” tanya Yeriko.
“Andre? Dia siapa?”
“Teman masa kecil Yuna itu.”
“Oh ... ya, ya, ya. Kenapa tiba-tiba mau menyelidiki dia?”
“Aku ngerasa, dia sedikit berbahaya.”
“Oh ... oke, Bos!”
“Oke. Aku tunggu informasi secepatnya!”
“Siap!”
Yeriko menyunggingkan senyum penuh tanya dan langsung mematikan
panggilan telepon. Ia bergegas kembali ke dalam kamar. Ia langsung berbaring
sambil memeluk tubuh Yuna. Tangannya sengaja menjalar ke seluruh tubuh Yuna
perlahan untuk membangunkan istrinya dan mengajaknya bercinta seperti biasa.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment