Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Sunday, February 9, 2025

Perfect Hero Bab 81: Salah Paham || a Romance Novel by Vella Nine

 


Yuna melirik arloji di tangannya saat ia sudah pulang kerja. Ia menelepon Yeriko beberapa kali namun tidak mendapat jawaban. Ia merasa sedikit aneh. Siang tadi, semuanya masih terasa biasa saja. Yeriko masih memberikan perhatian kecil untuknya.

 

“Huft ... apa dia masih sibuk kerja jam segini?” gumam Yuna sambil menatap chat di ponselnya. “Udah di-read, kenapa nggak dibalas sih?” tanyanya.

 

Beberapa menit kemudian, mobil Lamborghini warna biru berhenti di hadapannya. Mata Yuna langsung berbinar. Ia menghampiri mobil tersebut. Dengan perasaan bahagia, ia langsung membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

 

“Riyan!?” Yuna mengernyitkan dahi begitu melihat Riyan yang duduk di belakang kemudi.

 

“Hai ... Nyonya!” Riyan tersenyun manis sambil melambaikan tangannya ke arah Yuna.

 

Yuna menoleh ke arah kursi belakang, ia tidak mendapati suaminya ada di sana. Ia merasa sangat aneh dan terpaksa duduk di kursi depan. Ia memasang safety belt di pinggangnya sambil bertanya-tanya dalam hati.

 

“Yeriko mana?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Riyan.

 

“Pak Bos sudah pulang duluan,” jawab Riyan.

 

Yuna mengernyitkan dahinya. “Pulang? Dia sekarang udah di rumah?”

 

Riyan menganggukkan kepala.

 

“Kenapa dia nggak jemput aku?”

 

Riyan mengedikkan bahu. “Kurang tahu. Pak Bos nggak ada ngomong apa-apa. Sepertinya, suasana hatinya memang lagi buruk. Dia marahin semua orang tanpa sebab dan wajahnya ...” Riyan bergidik mengingat wajah dingin Yeriko. “Kayak singa mau makan orang!” lanjutnya.

 

Yuna memajukan bibir bawahnya. Ia tidak mengerti kenapa suaminya tiba-tiba berubah begitu drastis. “Apa ada masalah dengan perusahaan?” tanyanya.

 

“Mmh ... sejauh ini sih baik-baik aja. Semua proyek berjalan dengan lancar.”

 

Yuna menghela napas. Ia mulai memikirkan banyak hal tentang suaminya. “Kalau bukan karena masalah pekerjaan, kira-kira masalah apa yang bisa bikin dia tertekan?”

 

“Nyonya.”

 

“Eh!?” Yuna menoleh ke arah Riyan.

 

Riyan langsung memukul mulutnya sendiri. “Maaf, Nyonya!” tuturnya. “Aku cuma asal nebak aja.”

 

Yuna menghela napas. “Sepertinya tebakan kamu bener.” Ia menyandarkan kepalanya ke kursi. “Kalau bukan karena aku, dia pasti nggak nyuruh kamu buat jemput aku.”

 

“Mmh ... iya, juga.” Riyan manggut-manggut. “Ah, Nyonya Muda jangan berpikir terlalu jauh! Bos Ye sangat menyayangi Nyonya Muda. Kalau dia lagi marah, pasti marahnya nggak akan lama. Sedikit sentuhan lembut bisa meluluhkan hatinya.”

 

“Ah, kamu sok tahu!” sahut Yuna sambil tertawa kecil.

 

“Tahu banget!” sahut Riyan. “Aku sudah lama ikut Bos Yeri. Cuma Nyonya Muda yang bisa mengendalikan suasana hatinya.”

 

“Mmh ... menurut kamu, dia marah karena apa?”

 

Riyan mengedikkan bahunya. “Apa Nyonya Muda ada bikin salah sama dia?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku nggak tahu. Tadi siang, dia masih baik-baik aja. Bahkan, dia udah ngizinin aku buat makan siang sama Andre.”

 

“Andre itu siapa?”

 

“Temen masa kecilku. Kemarin, Yeriko juga sempat marah sama aku waktu lihat aku makan siang sama Andre. Bos kamu itu ... cemburunya gede banget.”

 

Riyan dan Yuna membelalakkan mata, mereka saling pandang beberapa saat.

 

“Fix! Bos Ye pasti lagi cemburu sama Nyonya Muda,” seru Riyan.

 

“Ah, nggak mungkin!”

 

“Eh!? Kenapa nggak mungkin?”

 

“Abis aku makan siang bareng Andre, Yeriko masih telepon aku dan dia sama sekali nggak marah. Kalau dia cemburu, harusnya dari awal sudah ngelarang aku makan siang sama Andre.”

 

“Ooh ...” Riyan manggut-manggut. “Kalau gitu, cuma Nyonya Muda yang bisa tahu, ada apa sebenarnya. Sebaiknya, Nyonya tanyakan langsung ke dia setelah sampai rumah!”

 

“He-em.” Yuna menganggukkan kepala.

 

Sesampainya di rumah, Yuna langsung masuk dan menghampiri Bibi War yang sedang sibuk di dapur.

 

“Bi, Yeriko udah balik?”

 

Bibi War menganggukkan kepala.

 

“Dia di mana sekarang?”

 

“Ada di ruang kerjanya.”

 

“Oke. Oh ya, apa hari ini ada sesuatu yang berbeda dari dia?”

 

“Dia kelihatan nggak terlalu bersemangat saat masuk ke dalam rumah. Lihat aja! Jasnya dilemparkan gitu aja ke sofa. Nggak biasanya Mas Yeri kayak gitu. Apa kalian ... lagi ada masalah?”

 

Yuna menoleh ke arah jas Yeriko yang masih bertengger di sofa. Ia melangkah, meraih jas tersebut dan membawanya masuk ke dalam kamar.

 

Bibi War menghela napas. Ia tidak bertanya lagi. Tapi melihat gelagat keduanya, sepertinya memang sedang ada masalah.

 

Yuna bergegas masuk ke dalam kamar. Ia meletakkan jas Yeriko dan tasnya ke atas tempat tidur dan pergi mandi terlebih dahulu.

 

Usai mandi, Yuna mengenakan lingerie berwarna peach. Ia menatap tubuhnya di cermin dan tersenyum pada dirinya sendiri. “Jia you!” Yuna mengepalkan tangan, memberi semangat pada dirinya sendiri. Ia bergegas keluar kamar dan langsung turun ke dapur. Yuna membuat segelas susu untuk Yeriko dan mengantarkannya ke ruang kerja.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam saat sudah sampai di depan pintu. Ia mengetuk pintu beberapa kali.

 

“Masuk!” perintah Yeriko.

 

Yuna tersenyum dan langsung membuka pintu. Ia masuk dan melangkah perlahan menghampiri Yeriko yang sedang membaca buku di meja kerjanya.

 

Yeriko membuang wajah saat mengetahui kalau Yuna yang masuk ke dalam ruangannya.

 

Yuna meletakkan segelas susu ke meja Yeriko sambil melirik suaminya yang masih bergeming. Ia tersenyum kecil. “Banyak kerjaan? Aku buatkan susu. Diminum ya!” pinta Yuna lembut.

 

Yeriko menatap tajam ke arah Yuna. Di bola matanya, tergambar jelas amarah yang begitu membara. Membuat Yuna tidak tahu harus berkata apa untuk menenangkan suasana hati Yeriko.

 

“Pergi dari sini!” sentak Yeriko.

 

Yuna menggigit bibirnya. Ia masih saja bergeming di tempatnya.

 

“Kamu nggak denger aku ngomong apa, hah!? Cepet pergi dari sini!” sentak Yeriko lagi sambil memukul meja kerjanya. “Nggak usah sok perhatian kayak gini!” Yeriko menyentuh gelas susu menggunakan punggung tangannya.

 

Yuna langsung membuka mulutnya lebar-lebar saat gelas susu yang ia bawa jatuh ke lantai dan menjadi berkeping-keping. Ia menatap air susu yang berhamburan di lantai.

 

Mata Yuna berkaca-kaca menatap gelas kaca yang tak lagi utuh. Ia membungkukkan tubuhnya dan mulai mengumpulkan pecahan gelas yang ada di hadapannya sambil menangis. Tangan kanannya sibuk membersihkan pecahan gelas, sementara tangan kirinya terus mengusap air mata yang menetes.

 

“Aku salah apa? Kenapa kamu sampai semarah ini?” batin Yuna dalam hati.

 

Yuna mengumpulkan pecahan gelas ke atas nampan yang ia bawa.

 

Yeriko menatap Yuna yang masih berjongkok di depan meja kerjanya. Hatinya terasa sangat ngilu melihat air mata kesedihan yang keluar dari mata Yuna. “Apa aku sudah keterlaluan?” tanyanya dalam hati.

 

“Suruh Bibi ke sini buat beresin! Kamu kembali ke kamar! Jangan ganggu aku! Aku mau baca buku!” pinta Yeriko dingin.

 

Yuna menarik napas dalam-dalam sambil memejamkan matanya. Ia bangkit perlahan dan melangkahkan kakinya keluar dari ruang kerja Yeriko.

 

Yeriko mengusap wajahnya. Sekalipun ia bisa melampiaskan rasa marahnya kepada Yuna, perasaannya justru semakin tidak tenang. Hatinya sangat terpukul saat melihat Yuna menangis dan murung. Ia benar-benar tidak tahu harus bersikap di saat seperti ini.

 

“Mbak Yuna kenapa?” tanya Bibi War saat melihat Yuna kembali ke dapur sambil menangis. Ia menoleh ke arah nampan yang berisi pecahan gelas. Ia tak banyak bertanya dan langsung mengambil nampan dari tangan Yuna.

 

“Yeriko marah sama aku. Aku nggak tahu, aku salah apa ke dia,” tutur Yuna sambil terisak. Ia terduduk lemas di kursi dapur dan menangis sejadi-jadinya.

 

Bibi War mengelus pundak Yuna dan berusaha menenangkannya.

 

“Bibi disuruh ke ruangannya buat bersihin tumpahan susu. Dia bener-bener nggak mau lihat aku,” ucap Yuna sambil mengusap air matanya.

 

“Mbak Yuna nggak usah khawatir! Suasana hatinya pasti akan segera membaik. Dia perlu waktu buat sendiri dulu,” tutur Bibi War. Ia mengambil kain lap dan bergegas naik ke ruang kerja Yeriko.

 

Bibi War mendapati Yeriko sedang melamun di meja kerjanya. Ia menghela napas dan segera membersihkan tumpahan susu yang berhamburan di lantai.

 

“Mas, sebenarnya ada apa? Mbak Yuna nggak berhenti menangis sejak keluar dari ruangan ini. Kalian baru saja berbaikan. Apa nggak kasihan sama Mbak Yuna? Dia sangat menyayangi Mas Yeri. Apa ada kesalahan yang tidak termaafkan?” tanya Bibi War sambil menatap Yeriko.

 

Yeriko bergeming. Ia bahkan tidak menoleh ke arah Bibi War sedikit pun.

 

Bibi War menghela napas melihat sikap Yeriko. “Jangan sampai, kejadian kemarin terulang lagi!” tuturnya mengingatkan. “Mbak Yuna tidak pernah memikirkan dirinya sendiri, dia bisa membahayakan dirinya sendiri.” Bibi War berbalik dan bergegas keluar dari ruangan Yeriko.

 

Yeriko langsung bangkit dari kursinya. Ia menyadari kalau dirinya sudah keterlaluan dan melukai perasaan Yuna. Ia bergegas keluar dari ruang kerjanya.

 

 

 (( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya! Selamat menjalankan ibadah puasa!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas