Bellina sangat kesal karena kehadiran Yuna yang telah berani melawannya di
depan semua orang. Semua karyawan sangat mengetahui siapa dirinya dan tidak ada
yang berani melawan. Kehadiran Yuna benar-benar telah membuatnya kehilangan
wibawa.
Bellina langsung menaiki lift, melangkahkan kakinya menuju lantai paling
atas untuk menemui Wilian.
“Siang, Sayangku!” sapa Bellina sambil membuka pintu.
“Siang. Tumben ke sini jam segini?”
Bellina tersenyum sambil menatap Lian, tangan kanannya memutar kunci pintu
ruangan Lian. “Biasanya juga aku ke sini. Apanya yang aneh?”
Lian menghela napas dan melangkah menghampiri Bellina. “Aku pulang kerjanya
masih lama. Nanti kamu kelamaan nunggu.”
Bellina tersenyum manis. Ia melingkarkan lengannya ke leher Lian. “Kalau
sama kamu, seratus tahun pun rasanya Cuma sedetik.”
“Ah, kamu. Bisa aja ngegombalnya.”
Bellina tersenyum. “Aku kangen sama kamu,” ucapnya lirih dan langsung
mengulum bibir Lian. Ia merasa sangat senang karena Lian membalas ciumannya
dengan mesra.
Perlahan, tangan Bellina masuk ke dalam kemeja Lian dan mengelus lembut
dada Lian.
Lian menarik napas dalam-dalam. Sentuhan Bellina membuat seluruh tubuhnya
menegang. Ia langsung memutar tubuh Bellina dan membaringkannya di sofa.
Bellina tersenyum bahagia saat menyentuh alat vital Lian yang sudah berdiri
tegak. Akhirnya, ia berhasil merangsang tubuh Lian. Ia harus berhasil membuat
Lian menikmati hubungan intim bersamanya agar ia bisa benar-benar mengandung
anak dari Lian.
Bellina mendesah sambil menggigit bibirnya. Ia ikut melayang saat tangan
Lian membuka pakaiannya perlahan dan menghisap perlahan bagian dadanya.
Bellina masih terus memancing Lian agar mengeluarkan alat vitalnya dan
segera bercinta dengannya. Namun, Lian hanya menciumi tubuhnya yang telanjang.
Bellina tak sabar. Ia berinisiatif memasukkan tangannya ke dalam celana
Lian dan mengelus lembut alat vital pria itu.
Lian langsung bangkit saat menyadari kalau Bellina dikuasai oleh birahi
yang begitu besar.
“Kenapa?” tanya Bellina dengan wajah kecewa.
“Kamu lagi hamil muda. Aku nggak mau membahayakan anak kita. Anak kita jauh
lebih penting. Seharusnya, kita bisa menahan diri.”
Bellina bangkit dari sofa dan langsung memeluk tubuh Lian yang masih duduk
di depannya. Ia meletakkan dagunya di bahu Lian sambil menciumi tengkuk Lian.
“Aku udah konsultasi ke dokter. Janin kita akan baik-baik saja selama kita
berhati-hati melakukannya. Kandunganku cukup kuat untuk melakukan hal ini. Kamu
nggak perlu khawatir,” bisik Bellina sambil menciumi telinga Lian.
Lian langsung menoleh ke arah Bellina. “Serius?”
Bellina menganggukkan kepala. “Apa kamu nggak kangen saat-saat kita
menikmati indahnya cinta kayak gini?” tanyanya sambil tersenyum manis.
Lian menatap mata Bellina beberapa detik. Ia langsung menarik tengkuk
Bellina dan menghisap kuat bibir Bellina. Ia tak lagi bisa menahan diri,
terlebih Bellina telah membangunkan sesuatu yang sedang tidur nyenyak di
sela-sela pahanya. Ia pasti akan sangat menderita jika terus menahan diri dan
tidak bisa melampiaskan birahinya.
“Hmm ... I Love you!” Bellina terus mendesah sembari menikmati permainannya
bersama Lian. Ia merasa sangat bahagia karena akhirnya bisa membuat Lian
menikmati sentuhan kenikmatan cinta yang ia berikan.
Bellina sengaja berhenti menelan pil kb sejak ia pura-pura mengandung anak
dari Lian. Sejak itu pula, Lian selalu menolak berhubungan intim dengannya
karena alasan janin yang ada di dalam perut Bellina. Kali ini, Bellina sangat
percaya diri bisa memberikan Lian keturunan dan menguasai Lian selamanya.
Lian langsung merentangkan tubuhnya usai bercinta dengan Bellina. Keringat
di tubuhnya mengucur deras karena permainan yang sangat panas. Ia melirik
Bellina yang berbaring di sampingnya. “Makasih!” ucapnya sambil tersenyum. Ia
bangkit dan bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.
Bellina tersenyum bahagia. Ia meraih tisu yang ada di dekatnya dan
membersihkan vagina-nya dari sisa-sisa sperma Lian yang keluar. Kemudian, ia
bangkit dan menyusul Lian ke kamar mandi.
Usai membersihkan diri, Bellina dan Lian kembali mengenakan pakaian
kerjanya.
“Li, aku mau nanya sesuatu,” tutur Bellina sambil duduk di pangkuan Lian.
“Tanya apa?”
“Kenapa Yuna tiba-tiba ditarik ke sini?”
Lian mengedikkan bahu. “Itu urusan personalia. Aku nggak begitu ngurusin.”
“Bukan karena permintaan kamu ‘kan?”
Lian menggelengkan kepala sambil tersenyum. Sebisa mungkin, ia
menyembunyikan rahasia perasaannya di depan Bellina. Walau ia masih mencintai
Yuna, ia juga tidak bisa melepaskan Bellina begitu saja.
Bellina mengerucutkan bibirnya sambil bergelayut manja di bahu Lian.
“Sayang, aku juga mau kerja di sini. Jadi sekretaris kamu gimana? Aku mau kita
selalu deket.”
Lian tersenyum kecil. “Kamu sudah jadi tunanganku. Buat apa ngelamar jadi
sekretaris? Bukannya lebih baik memimpin perusahaan yang di sana?”
Bellina mengerutkan bibirnya. Ia merasa, Lian sengaja menarik Yuna ke
kantor pusat dan membiarkan dirinya menjadi pimpinan di anak perusahaan Wijaya
Group agar bisa berdekatan dengan Yuna tanpa sepengetahuannya.
“Kenapa murung gitu?” tanya Lian.
“Huft, aku cuma takut kalau Yuna bakal deketin kamu lagi dan kamu ...”
Lian meletakkan jemari di bibir Bellina. “Kamu tahu, Yuna sudah mengacaukan
pesta pertunangan kita. Mempermalukan keluarga besar kita. Apa kamu pikir, aku
masih tertarik sama wanita kayak dia?”
“Hmm ... iya juga, sih. Tapi, dia itu kan licik. Bisa aja kan dia
ngejar-ngejar kamu lagi. Secara, dia nikah sama Yeriko kan karena terpaksa.
Bukan karena cinta sama cowok itu.”
Lian menautkan kedua alisnya. “Kamu tahu dari mana?”
“Tahu, lah. Aku ini masih kakak sepupunya Yuna. Dia itu, udah ngejual
dirinya sama Oom-Oom tua cuma buat biayain pengobatan ayahnya. Dia juga nikah
sama Yeriko, demi bisa biayain pengobatan ayahnya dia. Dia nikah bukan karena
cinta, tapi karena uang.”
“Hmm ... gitu ya? Aku nggak nyangka kalau dia sepicik itu.”
Bellina menganggukkan kepala. “Untung aja kamu udah putus sama dia. Kalo
nggak, dia pasti bakal morotin kekayaan kamu terus.”
Lian tersenyum kecil menanggapi ucapan Bellina.
Bellina tersenyum dan meraih ponselnya.
“Hp kamu kenapa? Retak gini?” tanya Lian heran.
“Nggak papa. Tadi jatuh. Cuma tempered glass-nya aja yang pecah. Bisa
diganti. Oh ya, aku mau nunjukin sesuatu ke kamu.”
“Apa?”
Bellina membuka galeri foto di ponselnya dan menunjukkan foto Yuna yang
terlihat mesra bersama Andre.
Lian langsung membelalakkan matanya. “Cowok itu siapa?”
Bellina tersenyum sambil menarik ponsel dari hadapan Lian. “Aku kan udah
bilang kalau Yuna itu nggak beneran cinta sama Yeriko. Buktinya, dia masih
jalan sama cowok lain. Dia pasti lagi ngincar harta cowok ini.”
“Kamu jangan ngada-ngada! Belum tentu seperti itu. Bisa aja foto itu cuma editan.”
Bellina tersenyum. “Ya udah kalo nggak percaya. Yang jelas, aku dapet foto
ini tadi siang dan aku juga lihat dengan kepalaku sendiri.” Ia bangkit dari
pangkuan Lian dan duduk di sofa.
Lian menatap Bellina dari meja kerjanya. Ia tidak menyangka kalau ada
pesaing bari dalam hidupnya. Ia belum berhasil merebut Yuna dari tangan Yeriko,
sekarang sudah muncul pria lain yang juga berusaha mendekati Yuna.
Bellina terus tersenyum sambil memainkan ponselnya. Diam-diam, ia membuat
email anonim dan mengirimkan foto-foto kemesraan Andre dan Yuna ke email
Yeriko.
“Kamu harus tahu akibatnya kalau cari gara-gara sama aku!” gumam Bellina
kesal. “Huhuhu ... saatnya menikmati perang dunia baru. Yeriko pasti bakal
menyingkirkan Yuna saat tahu kalau istrinya jalan sama cowok lain,” ucap
Bellina lirih. Ia merasa sangat puas setelah mengirimkan foto Yuna ke email
Yeriko.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment