Yuna masih saja tidak peduli dengan Andre yang terus-menerus membicarakan
hal buruk tentang Yeriko. Ia terus melahap makanan yang masih terhidang di atas
meja dengan penuh semangat.
“Yun, apa kamu mau membatalkan pernikahan kamu? Aku bakal ganti semua yang
udah Yeriko kasih ke kamu,” tutur Andre sambil menatap Yuna.
“Uhuk ... uhuk ...!” Yuna langsung meraih gelas air minum dan mengelap
mulutnya menggunakan tisu.
“Pelan-pelan makannya!” pinta Andre sambil menepuk bahu Yuna.
Yuna menepis tangan Andre kesal. “Biarpun aku makannya pelan kayak siput,
tetap aja bakalan keselek kalo denger kamu ngomong kayak gitu. Kamu ngomong
pake otak apa nggak sih, Ndre!?” seru Yuna.
“Sorry Yun ...!
Aku cuma ...”
“Cuma apa? Kamu
pikir pernikahan itu buat main-main!?” sentak Yuna. “Kamu pikir pernikahanku
sama Yeriko ini cuma lelucon, hah!?”
Andre menundukkan kepala. “Sorry ...! Aku Cuma pengen yang terbaik buat
kamu. Aku tahu, kamu terpaksa menikah sama Yeriko karena ayah kamu. Aku pengen,
kamu bisa terlepas dari Yeriko dan menjalani hidup normal.”
“Kamu nggak usah sok tahu, Ndre! Aku bahagia menjalani hidupku bareng
Yeriko. Apanya yang nggak normal? Yang nggak normal itu otak kamu!” sahut Yuna
kesal.
“Maaf ...!” ucap Andre lirih.
Yuna menatap kesal ke arah Andre yang terlihat pilu. Ia menghela napas.
Andre memang sangat menyebalkan. Namun, ia sudah seperti saudara sendiri bagi
Yuna. Sejak kecil, ia bergantung pada Andre dan selalu menganggap Andre sebagai
kakaknya sendiri.
“Ndre, kita sudah kenal dari kita masih kecil. Jangan bikin hubungan kita
jadi rumit. Aku sudah menganggap kamu sebagai kakak aku sendiri. Aku sayang
sama kamu seperti aku sayang sama ayah dan keluarga aku. Kalau kamu masih
pengen hubungan kita bail seperti dulu, tolong jangan ngomong kayak gini lagi!”
pinta Yuna lembut.
Andre menatap Yuna sejenak dan menganggukkan kepala. “Tapi ... perasaanku
nggak bisa terus berbohong. Aku beneran cinta sama kamu dan pengen miliki kamu,
Yun.”
Yuna menghela napas sambil menatap Andre. “Kamu masih nggak paham apa yang
aku omongin barusan?”
“Aku paham. Aku cuma pengen kamu tahu perasaanku. Aku nggak akan nyerah
buat ngejar kamu.”
“Gila!” celetuk Yuna. Ia menghentikan makannya dan langsung bangkit dari
tempat duduk.
“Yun ...!” tangan Andre langsung mencengkeram lengan Yuna agar tidak pergi
dari hadapannya.
Yuna langsung menepis tangan Andre dan bergegas pergi.
Andre tak bisa tinggal diam. Ia langsung mengeluarkan beberapa lembar uang
dan meletakkannya begitu saja ke atas meja, kemudian berlari mengejar Yuna yang
sudah lebih dulu keluar dari restoran.
“Yun, maafin aku!” pinta Andre saat mendapati Yuna masih menunggu taksi
lewat.
Yuna bergeming, pura-pura tak mendengar suara Andre.
“Yun ...!” Andre meraih kedua pundak Yuna dan membalikkan tubuh Yuna
menghadap dirinya. “Please, maafin aku!”
Yuna hanya mengedipkan mata perlahan. Ia tidak punya keinginan untuk
menanggapi Andre.
“Yun, aku tahu kalau ini bakal terjadi. Sejak dulu, aku selalu takut
kehilangan kamu saat aku ngungkapin perasaanku. Anggap aja aku nggak pernah
ngomong apa pun. Kita masih bisa bersahabat seperti dulu, kamu tetap menjadi
adikku yang paling manis, gimana?” tanya Andre sambil tersenyum menatap Yuna.
Yuna tersenyum kecil. “Apa kamu bisa merestui hubunganku sama Yeriko?”
Andre menganggukkan kepala. “Selama dia bisa menjaga kamu dengan baik, aku
akan bahagia melihat kamu sama dia. Tapi ... sekali aja dia bikin kamu nangis,
aku bakal ngerebut kamu dari tangannya!” tegas Andre.
Yuna tersenyum menatap Andre. “Berjanjilah! Kamu akan hidup dengan baik dan
tetap menjadi seperti yang dulu!” pinta Yuna sambil mengacungkan jari
kelingkingnya.
Andre mengangguk, ia menautkan kelingkingnya ke kelingking Yuna. Meski
hatinya sangat sakit karena tidak bisa memiliki Yuna, ia tetap ingin berada di
dekat Yuna, menikmati setiap lengkung bibir gadis itu. Sebab, tidak melihatnya
sama sekali jauh lebih sakit daripada melihatnya bersama orang lain.
“Aku antar kamu balik ke kantor,” tutur Andre.
Yuna menganggukkan kepala.
Andre bergegas mengambil mobilnya dan mengantar Yuna kembali ke tempat
kerjanya.
“Gimana perkembangan ayah kamu?” tanya Andre saat berada dalam perjalanan.
“Masih gitu-gitu aja,” jawab Yuna pelan.
“Semoga cepat pulih seperti biasa!”
“Aamiin.”
“Oh ya, kenapa kamu pindah kantor?” tanya Andre.
Yuna mengedikkan bahunya. “Nggak tahu juga. Tiba-tiba aja dipindah ke
kantor pusat.”
“Kantor yang lama itu kantor cabang?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Berarti, kinerja kamu bagus dong kalau sampai dipindah ke kantor pusat?”
puji Andre.
“Semoga begitu,” jawab Yuna tak bersemangat.
“Kenapa nggak semangat gitu? Kantor yang baru nggak menyenangkan?”
Yuna menggelengkan kepala. “Semuanya menyenangkan. Cuma ... aku nggak mau
ketemu sama Wilian aja.”
“Wilian siapa?”
“Mantanku. Sekarang, dia sudah jadi tunangannya Bellina. Mereka akan
menikah dalam waktu dekat.”
“Mantan?” Andre mengernyitkan dahi.
Yuna menganggukkan kepala. “Tujuh tahun lalu, waktu masih SMA, aku pacaran
sama dia.”
“Oh ... kenapa putus?”
“Dia selingkuh sama Bellina waktu aku balik dari Melbourne.”
Andre mengernyitkan dahi. “Bellina itu kan kakak sepupu kamu. Gimana bisa
dia tega ngambil pacar adiknya sendiri?”
Yuna tersenyum kecil. “Sudahlah. Nggak usah dibahas lagi!” pintanya.
“Sekarang, kita udah hidup masing-masing. Aku juga sudah menikah dengan
laki-laki yang jauh lebih baik dari dia. Mungkin, Tuhan memang ingin
menunjukkan kalau Lian nggak baik buat aku.”
Andre tersenyum menatap Yuna yang terlihat sangat kuat. Ia bisa mengerti
bagaimana Yuna mendapatkan penderitaan yang bertubi-tubi. Tapi gadis itu masih
saja bisa tersenyum menghadapinya. “Yun, apa hatimu memang sekuat ini? Jika
tidak, aku siap berbagi penderitaan denganmu,” bisik Andre dalam hati.
“Oh ya, kamu sendiri udah punya pacar berapa?” tanya Yuna.
“Pacar berapa? Emangnya aku kelihatan kayak playboy?”
Yuna terkekeh geli. “Bukan! Bukan! Aku salah nanya. Maksudnya, kamu udah
pernah pacaran berapa kali?”
“Oh.” Andre menggelengkan kepala. “Belum pernah.”
“Halah, bohong!” sahut Yuna. “Cowok kayak kamu, nggak mungkin nggak pernah
pacaran kan? Apalagi ... kamu juga lumayan ganteng dan kaya. Masa, nggak ada
cewek yang mau sama kamu?” tanya Yuna sambil menatap wajah Andre.
Andre tersenyum ke arah Yuna. “Hmm ... ada banyak sih cewek yang suka sama
aku. Tapi ... selama ini aku cuma mikirin satu cewek doang.”
“Oh ya? Siapa?”
“Kamu.” Andre tersenyum menatap Yuna.
“Nah, kan? Mulai lagi. Aku turun nih!” ancam Yuna.
“Hehehe. Nggak, nggak. Bercanda doang, Yun.”
“Kalo masih bahas soal perasaan mulu. Aku nggak mau kenal lagi sama kamu!”
dengus Yuna.
“Iya. Sorry!”
Yuna menyandarkan kepalanya ke kursi. Ia mengambil ponsel dan membaca pesan
dari Yeriko. Ia selalu tersenyum setiap kali membaca pesan Yeriko yang penuh
perhatian.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment