“Anak itu bener-bener minta dikasih pelajaran!” Mega
geram dengan sikap Yuna yang membuat acara perjamuan pertunangan anaknya
menjadi kacau.
“Ma, sudahlah. Jangan membuat semuanya makin rumit!”
sergah Abdi. Ia mencoba menenangkan istrinya agar tidak terprovokasi dengan
perdebatan Yuna dan Bellina.
Lian melepas jas dan melemparkannya begitu saja ke atas
sofa kamar hotel. “Ck, aku bener-bener pusing sama sikap kalian. Kenapa selalu
menyudutkan Yuna?”
“Kamu
masih belain cewek itu?” Bellina mengerutkan kening menatap Lian.
“Bel, kamu jangan bikin masalah makin rumit! Biar
bagaimanapun, Yuna itu adik sepupu kamu. Apa kalian nggak bisa berhubungan
dengan baik?”
“Li, dia itu yang selalu cari masalah sama aku. Dia kayak
gitu terus, pasti karena masih pengen balik lagi sama kamu,” tutur Bellina.
“Ck, menghadapi kalian berdua ini serasa punya dua istri
yang nggak pernah akur!” tutur Lian sambil memijat keningnya yang berdenyut.
Abdi menoleh ke arah Bellina dan Lian yang sedang
berdebat. “Sudahlah. Kalian bener-bener bikin Papa pusing. Lian, kamu juga yang
bikin semuanya makin rumit. Kamu pacaran sama Yuna lama banget dan tunangannya
sama Bellina. Papa masih nggak ngerti, apa yang sebenarnya terjadi sama kalian
sih?”
“Pa, sudahlah nggak usah dibahas lagi!” pinta Lian.
“Sekarang, Yuna sudah jadi istri Yeriko dan menjadi
bagian dari keluarga Hadikusuma. Mereka punya kekuasaan yang cukup besar dalam
dunia bisnis. Kamu harus lebih berhati-hati dalam bersikap dan bertindak!”
tutur Abdi mengingatkan.
Lian menghela napas panjang sambil menatap Bellina. “Kamu
paham? Jangan membahayakan perusahaan kita cuma karena perseteruan kamu sama
Yuna. Kamu selalu aja ngajak Yuna berantem, bahkan di depan umum pun kamu masih
nggak bisa jaga sikap kamu.”
“Kamu nyalahin aku?”
“Kamu masih nggak mau ngaku!?” sentak Lian. “Berapa
banyak kebohongan dan sandiwara yang mau kamu buat?”
“Li, kamu nggak percaya sama aku? Aku ini tunangan kamu.
Buat apa sih aku bohong?”
“Ini bukan masalah percaya atau nggak percaya!” sentak
Lian. “Ini masalah sikap kamu yang udah keterlaluan. Apa kamu nggak bisa jaga
sikap kamu di depan umum?”
“Li, dia yang udah cari gara-gara duluan. Siapa yang
nggak emosi lihat dia kayak gitu?”
“Iya, Li. Lagian si Yuna itu yang cari masalah duluan.
Kenapa kamu masih aja belain dia. Kamu masih cinta sama dia?” sahut Mega kesal.
“Ma, ini nggak ada hubungannya sama Yuna. Sudah
jelas-jelas aku sama Bellina sudah tunangan dan mau nikah. Mama masih nggak
percaya?”
“Ingat ya, sampai kapan pun Mama nggak akan merestui
hubungan kamu sama Yuna!” tegas Mega.
Lian tidak menanggapi ucapan mamanya. Ia meraih botol
mineral yang ada di atas meja dan langsung menenggaknya.
“Ma, Yuna sudah menjadi bagian dari keluarga Hadikusuma.
Dia pasti bisa menjaga sikapnya dan nggak mungkin kembali mencari Lian. Kita
yang seharusnya bisa bersikap baik dengan mereka.”
Lian langsung duduk di sofa, ia menoleh ke arah Bellina
yang masih berdiri di dekatnya. “Jangan-jangan, kamu di kantor juga selalu
menyulitkan Yuna?”
Bellina menggelengkan kepala. “Aku nggak pernah begitu.
Tanya aja langsung ke dia!” sahutnya.
Lian menghela napas. “Baguslah. Aku nggak mau kamu
berantem lagi sama Yuna, apalagi di depan umum kayak tadi. Memalukan!”
“Yuna yang mulai duluan, Li. Kalau aja dia nggak cari
gara-gara di acara pertunangan kita. Aku nggak mungkin berantem sama dia. Masa
kita mau diem aja diinjak-injak sama mereka? Si Yeriko itu juga bener-bener
nyebelin. Dia sama sekali nggak punya malu sudah sabotase acara kita malam
ini.”
“Bel ...!” sentak Lian sambil menatap tajam ke arah
Bellina. “Kamu masih aja nggak mau terima? Kamu tahu nggak apa konsekuensinya
kalau sampai Yeriko marah? Dia bisa bikin perusahaan kita bangkrut dalam
sekejap. Kamu mau kita jatuh miskin?”
“Apa sampai separah itu?”
“Semua orang di kota ini mengenal Yeriko. Dia masih
sangat muda tapi sangat menakutkan,” sahut Abdi.
Bellina langsung duduk di samping Lian. “Maaf, aku
bener-bener nggak sengaja dan nggak berniat bikin kamu dalam masalah,” tutur
Bellina sambil menggenggam jemari tangan Lian.
Lian menarik napas dalam-dalam sambil menatap Bellina.
“Aku kayak gini cuma karena takut kehilangan kamu. Nggak
ada hal lain di dunia ini yang aku takutkan kecuali kamu pergi ninggalin aku,”
tutur Bellina dengan mata berkaca-kaca. “Aku cinta sama kamu. Aku rela
ngelakuin apa aja buat kamu. Please, percaya sama aku!” pintanya sambil
terisak.
“Sudahlah. Lain kali jangan begini lagi!” pinta Lian. Ia
langsung memeluk Bellina karena tidak tahan melihat gadis itu menangis di
hadapannya.
Bellina membenamkan wajahnya di dada Lian. Ia merasa
hatinya sedikit tenang. Namun, di dalam hatinya justru menyimpan dendam yang
semakin besar untuk Yuna. Kebenciannya pada Yuna semakin meningkat dan ia
memikirkan cara untuk membalas perbuatan Yuna yang telah mempermalukan dirinya
dan keluarganya.
Lian mengelus lembut pundak Bellina.
“Li, aku boleh tanya sesuatu?”
Lian mengangguk. “Apa?”
“Apa bener kamu nyuruh Yuna pindah ke kantor pusat?”
Lian menganggukkan kepala.
“Kenapa? Kamu beneran masih pengen deket sama dia?”
Lian menggelengkan kepala. “Aku cuma mau manfaatin dia
supaya perusahaan kita bisa kerjasama sama GG.”
“Serius?”
Lian mengangguk.
“Nggak ada modus lain kan?”
“Nggak, Sayang,” jawab Lian berbohong.
“Aku takut kamu balik ke dia lagi,” bisik Bellina.
Lian tidak menyahut. Ia hanya mengelus lembut pundak
Bellina yang masih berada dalam pelukannya.
Bellina mengangkat kepala saat mendengar pintu kamar
terbuka. Ia langsung menoleh ke arah Melan yang baru saja masuk.
“Ma ...!” Bellina langsung melepas pelukan Lian.
“Kamu nggak papa?” tanya Melan. “Anak itu cari gara-gara
lagi sama kamu?”
“Aku nggak papa, Ma.”
Melan menghela napas. “Syukurlah. Kamu jangan terlalu
lelah dan banyak pikiran. Kasihan kandungan kamu. Masih sangat muda dan lemah.”
Bellina menganggukkan kepala.
“Kalau gitu, Mama kembali ke kamar Mama,” pamit Melan.
“Jaga diri kamu baik-baik!” ucapnya sambil bergegas pergi.
“Mama dan Papa juga pamit pulang dulu,” tutur Mega.
Lian dan Bellina menganggukkan kepala.
“Ma, ini udah larut malam. Biar aku antar,” tutur Lian.
“Nggak perlu. Papa kamu masih bisa bawa mobil dengan
baik,” sahut Mega.
Lian menganggukkan kepala. Ia bangkit dan mengantarkan
kedua orang tuanya sampai ke lobi hotel. Ia bergegas kembali ke kamarnya untuk
menemui Bellina.
Bellina mondar-mandir di dalam kamar sambil menggigiti
jemarinya. Ia terus memikirkan cara melawan Yuna dan juga memikirkan tentang
kehamilannya yang hanya pura-pura.
“Belum tidur?” tanya Lian saat masuk ke dalam kamar.
Bellina menggelengkan kepala dan langsung menghampiri
Lian. “Aku nggak bisa tidur.”
“Masih mikirin kejadian tadi?”
Bellina mengangguk kecil.
“Sudahlah, nggak perlu dipikirkan lagi!” pinta Lian
sambil memeluk Bellina.
Bellina mengangguk kecil, ia tersenyum dan bergelayut
manja di tubuh Lian. Perlahan, ia membuka kancing kemeja Lian dan memasukkan
tangannya.
Lian menarik napas dalam-dalam sambil melepas pelukan
Bellina.
“Kenapa?” tanya Bellina.
“Nggak papa. Aku capek,” jawab Lian sambil duduk di tepi
tempat tidur.
Bellina tersenyum, ia ikut duduk di samping Lian dan
langsung menciumi Lian penuh nafsu.
“Bel ... jangan, Bel!” pinta Lian.
“Kenapa? Bukannya sudah lama kita nggak main? Apa kamu
udah nggak cinta lagi sama aku?” tanya Bellina sambil memukul dada Lian yang
telanjang.
Lian menggelengkan kepala. “Kamu lagi hamil muda, aku
nggak mau membahayakan janin kita,” jawab Lian.
Bellina menghela napas kecewa dan langsung bangkit dari
atas tubuh Lian. Ia sangat kesal karena tidak berhasil membuat Lian bercinta
dengannya.
“Kalau dia nggak mau main sama aku lagi, gimana aku
bisa hamil beneran?” gumam Bellina dalam hati.
“Tidurlah yang tenang! Jangan terlalu memikirkan kejadian
tadi!” pinta Lian.
Bellina mengusap wajah dan menjambak rambutnya sendiri.
Ia tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalahnya kali ini. Kalau Lian tahu ia
hanya pura-pura hamil, semua rencananya selama ini bisa berantakan.
Lian menarik lengan Bellina perlahan ke dalam pelukannya.
“Semua akan baik-baik aja,” bisiknya sambil memejamkan mata.
Bellina pura-pura memejamkan matanya. Pikirannya masih
saja terus melayang, mencari cara untuk membalas dendam pada Yuna dan
menghadapi Lian.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment