Bellina menatap tajam ke arah Cantika. Walau bibirnya
bergetar karena ketakutan, tapi matanya tetap saja menyiratkan kebencian pada
Cantika.
“Kenapa?” tanya Cantika yang menyadari tatapan Bellina
tak bersahabat dengannya. “Takut kalo kelakuan asli kamu ketahuan?”
Bellina menarik napas sambil mengerutkan bibirnya. “Nggak
ada yang perlu aku takutkan!”
“Oh ya? Kamu beneran nggak takut?” tanya Cantika sambil
melirik Lian yang berdiri di samping Bellina.
Bellina menundukkan kepala. Ia tak sanggup menghadapi
tatapan Cantika yang begitu tajam menusuknya.
Cantika tersenyum kecil. Ia mengeluarkan ponsel dari
sakunya dan memutar ulang pertengkaran Bellina dan Yuna.
Lian langsung menoleh ke arah Bellina yang sengaja
memulai pertengkaran dengan Yuna.
“Lian, jangan percaya sama rekaman ini!” pinta Bellina
sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. “Aslinya nggak kayak gini, dia yang cari
gara-gara duluan. Bukan aku! Video ini cuma potongan aja!” Bellina membela
diri. Tangannya berusaha untuk merebut ponsel dari tangan Cantika, tapi tidak
berhasil.
Lian memijat keningnya yang berdenyut. Semakin banyak hal
yang membuat pikirannya begitu berat, terutama soal Bellina. Banyak orang yang
membicarakan keburukan Bellina dan hubungannya. Namun, ia sendiri masih belum
bisa memastikan bagaimana sikap Bellina yang sebenarnya. Yang ia tahu, Bellina
sangat mencintainya.
Yuna tersenyum kecil saat melihat Bellina yang tak bisa
berkata-kata lagi. Ia tidak menyangka kalau Cantika sudah melakukan banyak hal.
Bahkan ia memiliki video pribadi Bellina dan pertengkaran yang baru saja
terjadi. Gadis cantik itu, tak bisa disepelekan begitu saja.
“Mau kamu apa sih!?” sentak Bellina sambil mendorong dada
Cantika. “Aku sama sekali nggak punya urusan apa pun sama kamu. Tiba-tiba
nongol dan cari masalah sama aku,” lanjutnya sambil menatap tajam ke arah
Cantika.
“Mulai sekarang, kita akan berurusan,” sahut Cantika
ketus.
Bellina mengepalkan tangannya. Ia semakin geram dengan
sikap Cantika yang semakin angkuh dan terus membela Yuna.
“Bel ...!” Lian langsung menarik lengan Bellina dan
mencegah tunangannya bersikap impulsif.
“Li ... kamu percaya sama rekaman itu?” tanya Bellina
sambil menatap ke arah Lian. “Kamu lebih percaya kebohongan dia daripada aku?”
“Eh, jelas-jelas kamu yang bohong!” seru Yuna.
“Kamu ...!?” Bellina menunjuk wajah Yuna penuh kekesalan.
“Bel ... kamu mau bohongi aku sampai kapan? Jelas-jelas
rekaman itu sudah membuktikan kalau kamu yang duluan ngajak Yuna berantem,”
tutur Lian.
Bellina menggeleng-gelengkan kepala sambil menatap Lian
dengan mata berkaca-kaca. “Nggak Li, aku nggak beneran ngelakuin ini ke Yuna.
Dia yang sengaja mancing emosi aku dan ...” Bellina menatap Lian lekat. “Aku
minta maaf karena nggak bisa mengendalikan diriku.”
Lian berdecak kesal karena sikap tunangannya yang telah
mempermalukan dirinya di depan Yeriko dan Cantika.
Bellina menjatuhkan lututnya perlahan dan mencoba
memberikan penjelasan pada Lian.
Lian yang melihat sikap Bellina, langsung menahan pundak
Bellina agar tidak berlutut di hadapannya. Ia merangkul pinggang Bellina,
kemudian menatap Yeriko dan Yuna yang ada di hadapan mereka.
“Maaf atas kesalahan Bellina!” ucap Lian sambil
menundukkan kepalanya di depan Yeriko.
Bellina masih tidak bisa menerima sikap Lian yang
merendahkan dirinya di hadapan Yeriko.
Yeriko tersenyum sinis, kemudian menatap Yuna yang
berdiri di sebelahnya. “Bukannya yang salah itu sepupu kamu? Kenapa orang lain
yang minta maaf?” tanyanya pada Yuna.
“Maaf, aku minta maaf atas nama Bellina sebagai
tunanganku!” sahut Lian sambil menundukkan kepala ke arah Yeriko.
Yeriko tersenyum sinis ke arah Lian. “Harusnya bukan
minta maaf ke aku, tapi ke orang yang ada di sebelahku!”
Lian terdiam dan menatap wajah Yuna yang berdiri di
samping Yeriko. Ia bergeming dan terus menatap mata Yuna. “Aku nggak tahu
harus bagaimana menghadapi kamu, Yun?” bisiknya dalam hati.
Yuna tersenyum manis. “Sudahlah. Aku udah ngelupain semua
yang terjadi tadi. Anggap aja nggak pernah terjadi apa-apa.”
Ucapan Yuna membuat hati Lian semakin tak karuan. Ia kini
mulai mengerti perbedaan Yuna dan Bellina. Ia menyesal telah menyia-nyiakan
Yuna saat gadis itu masih berada di sisinya.
“Oke. Kita pergi dari sini!” pinta Yeriko. “Aku udah
gerah banget.”
Cantika dan Yuna tersenyum dan bergegas pergi
meninggalkan Bellina dan Lian.
“Hai ... kenalin, namaku Cantika Febriana. Nama kamu
siapa?” tanya Cantika sambil berjalan di samping Yuna. Ia tersenyum manis ke
arah Yuna sambil mengulurkan tangannya.
“Fristi Ayuna Linandar. Panggil Yuna aja!” Yuna tersenyum
sambil membalas uluran tangan Cantika.
“Linandar? Kamu masih keluarga dengan Pak Tarudi?” tanya
Cantika sambil mengerutkan keningnya.
Yuna tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. “Kok
tahu?”
“Dari nama keluarga aja udah kelihatan. Kamu apanya Pak
Tarudi?” tanya Cantika. Ia makin penasaran dengan kehidupan Yuna yang terlihat
lebih menarik daripada pria yang berdiri di sebelah Yuna.
“Keponakan,” jawab Yuna.
“Oh ya? Bellina itu kan anaknya Pak Tarudi. Artinya,
kalian saudara sepupu?”
Yuna menganggukkan kepala.
“Aku masih nggak paham, kenapa ada saudara sekejam itu?”
tutur Cantika.
Yuna tersenyum kecil.
“Cantika ... kamu mau ngajak istriku jadi penggosip?”
sahut Yeriko sambil menahan senyum ke arah Cantika.
“Ah, kamu ini!” sahut Cantika sambil menarik lengan Yuna.
“Apa aku nggak boleh jadi temen baik istri kamu?”
Yeriko menghela napas menatap Yuna dan Cantika. “Kamu
nggak berniat jadi istri kedua kan?” dengus Yeriko ke arah Cantika.
Yuna langsung melotot ke arah Yeriko. “Maksud kamu!?”
tanyanya geram.
Cantika tertawa kecil melihat cara Yeriko membuat
istrinya cemburu.
“Kamu tenang aja! Dijadikan istri pertama aja aku nggak
mau sama dia. Apalagi jadi istri kedua. Dia terlalu angkuh dan serius. Kami
punya sifat yang sama, nggak cocok jadi pasangan.”
Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Cantika.
“Eh, kamu bisa minum anggur?” tanya Cantika.
Yuna menganggukkan kepala.
“Gimana kalau kita menikmati sedikit sambil
cerita-cerita?”
“Boleh.”
Cantika langsung menyeret Yuna ke salah satu meja dan
mengambil gelas anggur untuk bersulang.
Yeriko tersenyum kecil melihat Cantika yang begitu
terkesan dengan kehadiran istrinya. Ia memberi ruang bagi istrinya untuk bisa
mengenal orang lain lebih dekat dan merasa bahagia. Selama bukan seorang pria
yang mendekatinya.
“Eh, aku penasaran banget deh. Gimana ceritanya kamu bisa
nikah sama Yeriko?” tanya Cantika.
“Mmh ... gimana ya? Semuanya terjadi tiba-tiba. Aku
sendiri masih belum ngerti kenapa aku bisa nikah sama dia.”
“Hahaha. Serius?”
Yuna menganggukkan kepalanya.
“Aku udah lama banget kenal sama Yeriko. Udah lama jadi
klien dia. Yah, sedikit banyak tahu kehidupan pribadinya karena kita sering
ketemu dan cerita. Yang aku tahu, Yeriko itu nggak pernah pacaran dan sulit
banget dideketin. Aku kaget banget waktu denger kalau dia udah nikah,” tutur
Cantika.
“Kaget kenapa?” tanya Yuna sambil menahan senyum.
“Kaget aja. Tiba-tiba udah nikah. Kalian nikahnya di
mana? Pasti di luar negeri kan? Sampai nggak ada sebar undangan.”
Yuna menggelengkan kepala. “Kami menikah di rumah sakit.”
“Hah!? Seriusan?” tanya Cantika makin penasaran.
Yuna menganggukan kapala.
“Hmm ... dia sesederhana itu?
Yuna menganggukkan lagi.
“Hmm ... aku baru tahu kalau dia menikah diam-diam. Eh,
dia itu kan orang kaya. Emangnya, kamu nggak pengen bikin pesta pernikahan yang
mewah? Wilian aja, bikin pesta pertunangan kayak gini. Kenapa dia sama sekali
nggak bikin perayaan?”
Yuna tersenyum kecil menanggapi ucapan dari
Cantika. “Kamu tahu kalau Yeriko sibuk banget. Mana sempat mikirin pesta
pernikahan. Lagian, aku juga kerja dan sama sekali nggak pernah mikirin. Yang
penting sah aja dulu.”
“Hahaha. Iya, juga sih. Aku juga udah lama punya
tunangan, tapi kami belum nikah karena waktunya emang dapet yang pas. Sama-sama
sibuk.”
“Oh ya? Tunangan kamu pasti ganteng dan kaya raya juga
ya? Secara, kamu cantik banget dan berbakat,” puji Yuna.
“Ah, kamu bisa aja,” sahut Cantika tersipu. “Mmh ... kalo
dibanding sama Yeriko, dia jauh lebih asyik.”
“Oh ya?”
Cantika menganggukkan kepala. “Dia itu ... orangnya lucu,
selalu ceria, energik dan ramah. Setiap hari selalu bikin aku senyum. Kayak
kamu.”
“Aku!?” Yuna menunjuk dirinya sendiri.
Cantika menganggukkan kepala. “Satu-satunya wanita yang
bisa bikin Yeriko tersenyum bahagia cuma kamu. Semua orang mengenal dia sangat
dingin, angkuh dan kejam. Aku dan Yeri, punya sifat yang sama. Kami butuh
pasangan yang hangat dan ceria.”
Yuna tertawa kecil menanggapi ucapan Cantika.
“Oh ya, kalau sepupu kamu itu cari masalah dan bikin kamu
dalam kesulitan lagi. Aku siap bantu kamu kapan aja.”
“Ah, kalau soal Bellina bukan perkara sulit. Sejak kecil,
kami memang sudah sering berantem. Namanya juga saudara. Kalau nggak berantem
kan nggak rame,” tutur Yuna.
“Hahaha. Kamu bisa aja. Eh, aku balik dulu ya!” pamit
Cantika sambil melirik ke arah Yeriko yang sedang berbincang dengan salah satu
rekan bisnisnya.
Yuna menganggukkan kepala.
“Senang bisa kenal sama kamu. Kapan-kapan, kita makan
bareng ya!” pinta Cantika sambil mencium pipi Yuna dan bergegas pergi
meninggalkan ruang pesta.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment