“Bi,
udah telepon dokter?” tanya Yeriko sambil menatap Bibi War.
Bibi
War mengangguk. “Sudah, Mas.” Ia mengambil handuk basah yang ada di dahi Yuna,
memasukkannya kembali ke dalam ember air hangat dan memerasnya.
“Biar aku yang urus dia,” pinta Yeriko sambil merebut
handuk yang ada di tangan Bibi War. “Bibi tolong buatkan bubur atau sup untuk
Yuna!” perintahnya kemudian.
Bibi War mengangguk dan bangkit dari tempat tidur.
Yeriko langsung mengambil alih untuk merawat Yuna.
“Mas ...!” panggil Bibi War lirih.
“Ya.” Yeriko langsung menoleh ke arah Bibi War.
“Apa kesalahan Mbak Yuna nggak bisa dimaafkan? Bibi nggak
tega ngelihat dia merasa bersalah dan menyiksa diri sendiri seperti ini,” tutur
Bibi War sambil mengusap air matanya.
Yeriko
tersenyum kecil ke arah Bibi War. “Dia nggak salah. Aku yang udah bersalah
banget sama dia,” ucapnya sambil menatap wajah Yuna yang pucat pasi. “Andai aku bisa bersikap lebih
baik, mungkin dia nggak akan seperti ini.”
Bibi War tersenyum lega. Ia sangat berharap kedua
majikannya itu bisa akur kembali. Ia langsung bergegas keluar dari kamar
Yeriko, melangkahkan kakinya menuju dapur untuk membuatkan sup jahe agar tubuh
Yuna kembali fit.
Yeriko terus merasa bersalah. Dadanya begitu sesak
melihat Yuna yang terbaring lemah. Ia menyentuh pipi Yuna perlahan sambil
merapikan anak rambut yang menempel di wajah Yuna.
Yuna langsung menggenggam tangan Yeriko begitu pipinya
disentuh. “Yeriko ... jangan tinggalin aku!” ucapnya lirih.
“Aku di sini, nggak akan ninggalin kamu,” sahut Yeriko
berbisik.
Mata Yuna masih terpejam dan terus mengigau sembari
menyebut nama Yeriko.
Yeriko semakin merasa bersalah. Karena sikapnya yang acuh
telah membuat Yuna menderita. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Yuna begitu
menyayanginya. Ia pikir, Yuna masih mencintai Lian atau pria lain. Sebab, ia
menikahi Yuna bukan karena saling mencintai sejak awal.
Yeriko terus menggenggam tangan Yuna. Ia bisa merasakan
suhu tubuh Yuna yang sangat panas.
“Yeriko!” teriak Yuna terbangun dari tidurnya. Ia duduk
dengan napas tersengal. Ia melihat tangan Yeriko yang masih menggenggam
tangannya.
“Jangan khawatir, aku di sini!” tutur Yeriko sambil
tersenyum.
Yuna menatap wajah Yeriko sesaat dan langsung memeluk
suaminya itu. “Jangan tinggalin aku!” bisiknya. Ia tersadar dari mimpi buruk
yang begitu menyiksanya. Ia benar-benar takut kehilangan suaminya.
Yeriko mengelus pundak Yuna lembut. “Aku nggak akan
ninggalin kamu,” tuturnya lembut. Ia bisa merasakan suhu tubuh Yuna yang panas
dan tetesan air mata hangat yang menetes di pundaknya.
“Aku takut,” ucap Yuna lirih. Ia kembali memejamkan mata
dan tubuhnya sangat lemas.
Yeriko langsung membaringkan Yuna ke tempat tidur. Ia
sangat khawatir dengan keadaan Yuna. Dokter yang ia tunggu tak kunjung datang
dan hampir membuatnya naik pitam.
Beberapa menit kemudian, Bibi War masuk ke kamar bersama
seorang dokter.
“Dokter, tolong istri saya!” pinta Yeriko panik.
Dokter tersebut tersenyum dan langsung memeriksa Yuna.
“Gimana keadaannya, Dok?” tanya Yeriko.
Yuna membuka matanya perlahan dan mendapati seorang
dokter sedang memeriksa. Ia berusaha mengangkat kepala tapi terasa sangat
berat.
“Yuna!” Yeriko langsung menghampiri Yuna dan memeluk
kepala istrinya.
Yuna membelalakkan matanya saat dokter yang memeriksanya
mengeluarkan jarum suntik. “Dok, aku nggak mau disuntik!” seru Yuna. Ia sangat
ketakutan dan langsung memeluk Yeriko.
“Disuntik jarum yang gede keenakan, masa jarum yang kecil
kayak gini aja takut?” tutur dokter tersebut sambil tersenyum.
Yeriko tertawa kecil mendengar ucapan dokter.
“Maksudnya?” Yuna makin kesal karena dokter tersebut
malah mengajaknya bercanda.
“Masa nggak ngerti? Udah pernah disuntik apa belum sama
suaminya?” goda dokter tersebut sambil mengalihkan perhatian Yuna.
Yeriko tersenyum kecil menatap Yuna. Ia melihat dokter
sudah bersiap menyuntik Yuna. Dokter tersebut mengerdipkan mata ke arah Yeriko.
Yeriko sangat mengerti bahasa isyarat yang disampaikan oleh dokter. Ia langsung
menarik tengkuk Yuna dan mencium bibir istrinya untuk mengalihkan perhatian.
Yuna tertegun saat Yeriko menciumnya. Ia sangat malu
dengan dokter dan Bibi War yang ada di ruangan itu. Ia berusaha melepaskan
diri, tapi Yeriko malah menghisap bibirnya lebih kuat dan membuat Yuna tidak
berdaya.
Dokter tersebut tersenyum melihat cara Yeriko
mengendalikan istrinya yang ketakutan. “Sudah selesai,” ucapnya sambil
membereskan alat medisnya.
Yeriko langsung melepaskan ciumannya.
“Eh!?” Yuna melongo menatap dokter yang baru saja
menyuntiknya. “Aku udah disuntik?”
Dokter tersebut tersenyum sambil mengangkat kotak
medisnya. “Nggak sakit kan?”
Yuna nyengir menanggapi pertanyaan dari dokter. “Gimana
bisa ngerasain sakit kalau ciuman Yeriko bikin aku lupa segalanya?” gumamnya
dalam hati. Pipinya menghangat dan tersenyum malu.
“Gimana keadaan dia, Dok?” tanya Yeriko.
“Dia akan baik-baik aja. Dia Cuma kelelahan dan
dehidrasi. Setelah istirahat yang cukup, dia akan pulih seperti biasa,” jawab
dokter tersebut. “Ini resep untuk Nyonya Ye!” lanjutnya sambil memberikan
secarik kertas pada Yeriko.
“Makasih, Dok!” Yeriko meraih kertas tersebut dan
tersenyum sopan.
“Oh ya, satu lagi. Buat dia rileks dan tidak membuat
pikirannya terbebani. Setress sangat mempengaruhi kesehatannya.”
“Baik, Dok!” sahut Yeriko sambil menganggukkan kepalanya.
Dokter tersebut tersenyum sambil menepuk bahu Yeriko.
“Kalau gitu, saya pamit pulang! Jaga istri kamu dengan baik!” pesan dokter
tersebut.
“Iya.” Yeriko mengangguk. “Biar saya antar Anda keluar.”
Dokter tersebut menganggukkan kepala. Yeriko menoleh ke
arah Yuna yang masih berbaring di tempat tidurnya. “Aku antar dokter dulu
sampai ke depan.”
Yuna menganggukkan kepala.
Yeriko langsung melangkah keluar kamar dan bergegas
mengantar dokter tersebut sampai depan pintu rumahnya.
Yeriko mengucapkan terima kasih beberapa kali, kemudian
kembali masuk ke rumahnya?
“Bi, masak apa?” tanya Yeriko.
“Bikin sup untuk mbak Yuna.”
“Oh ... oke. Oh ya, habis masak, Bibi bisa pergi ke
apotek depan?”
“Bisa.”
Yeriko tersenyum. Ia bergegas naik ke atas untuk menemui
Yuna. Ia menghampiri Yuna perlahan. Ia duduk di tepi ranjang sembari menatap
Yuna yang terbaring lemah.
Yuna membuka matanya perlahan saat Yeriko duduk di
sampingnya.
“Tidurlah!” pinta Yeriko sambil mengelus lembut ujung
kepala Yuna.
Yuna tersenyum, ia berusaha mengangkat kepala dan bangkit
dari tempat tidur.
“Kamu masih terlalu lemah. Istirahatlah dulu! Aku temani
kamu di sini.”
Yuna langsung meraih telapak tangan Yeriko dan
menggenggamnya erat. “Suamiku, maafin aku!” pinta Yuna. “Aku dan Andre
bener-bener nggak ada hubungan apa-apa selain kami berteman baik sejak kecil.”
Yeriko tersenyum ke arah Yuna. “Sudahlah, nggak perlu
dibahas lagi. Aku percaya sama kamu.”
Yuna kembali meneteskan air mata sambil menatap Yeriko.
“Jangan nangis!” pinta Yeriko sambil mengusap air mata
Yuna yang hangat. “Kamu masih harus istirahat, nggak perlu memikirkan hal
lain.”
“Tapi ...”
Yeriko menarik kepala Yuna perlahan dan memeluknya erat.
“Aku takut ...” bisik Yuna sambil memeluk Yeriko.
“Takut apa?”
“Aku mimpi buruk semalaman,” ucap Yuna lirih sambil
mengeratkan pelukannya. “Aku takut ... kamu ninggalin aku seperti cara Lian
ninggalin aku.” Ia makin terisak di pelukan Yeriko.
Yeriko menarik napas dalam-dalam. Ia tak menyangka kalau
Yuna masih sangat menderita dengan masa lalunya, sikapnya yang mengabaikan Yuna
dan pergi dengan wanita lain ternyata membuat Yuna begitu tersiksa.
“Aku nggak akan ninggalin kamu,” tutur Yeriko sambil
melepas pelukannya dan mengusap air mata Yuna.
“Cewek itu ...” Bibir Yuna bergetar sambil menatap
Yeriko.
Yeriko tersenyum kecil. “Dia cuma klien aku. Nggak ada
yang perlu dikhawatirkan!”
“Kamu tampan dan kaya. Di luar sana, pasti ada banyak
perempuan yang pengen deketin kamu. Mereka cantik, punya tubuh yang bagus dan
kaya raya. Sedangkan aku nggak punya apa-apa. Gimana aku bisa bersaing dengan
mereka yang ...”
“Sst ...!” Yeriko langsung meletakkan jari telunjuk di
bibir Yuna. “Sekalipun semua wanita di dunia ini mengejarku, aku cuma lihat
kamu di dunia ini.”
Yuna merasa ucapan Yeriko begitu hangat dan menenangkan
hatinya. Ia langsung memeluk tubuh suaminya. “Janji?”
“Iya.” Yeriko membalas pelukan Yuna. Ia berusaha untuk
tersenyum, dadanya begitu sesak karena telah membuat Yuna mengkhawatirkan
hubungan mereka. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak membuat Yuna
menderita.
Makasih yang udah baca
“Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Selamat menjalankan ibadah puasa!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment