Wednesday, February 5, 2025

Perfect Hero Bab 59 : Kegilaan Mantan | a Romance Novel by Vella Nine

 



Yuna duduk berpangku tangan sambil memainkan pena yang ada di tangannya. Ia teringat pada Andre Achmad, teman masa kecilnya. Ia terus tersenyum mengingat masa-masa kecil yang lucu saat bersama Andre.

 

Yuna merasa pekerjaannya sedikit santai karena Bellina belum masuk kerja dan tidak ada satu orang pun yang berani mengusiknya.

 

“Yun, dipanggil sama asistennya Pak Lian!” seru Bagus yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

 

“Eh!? Ada apaan?” tanya Yuna.

 

“Nggak tahu. Katanya, kamu suruh nunggu dia di depan ruang meeting.”

 

“Dia lagi di dalam ruang meeting? Kok, bisa ketemu sama kamu? Aneh!” celetuk Yuna.

 

“Office Girl yang sampaikan ke aku. Kamu nggak percaya sama aku?”

 

“Awas kalau sampe ngerjain ya!” dengus Yuna.

 

“Astaga! Nggak percaya banget, sih!? Buruan ke sana. Ntar dia marah!” pinta Bagus. “Ntar dikira aku yang nggak nyampaikan.”

 

Yuna memonyongkan bibirnya dan bergegas keluar dari ruang kerjanya. Ia menunggu di depan pintu ruang meeting.

 

Beberapa menit kemudian, pintu ruang meeting terbuka. Beberapa orang keluar dari ruang meeting satu persatu. Seorang asisten cantik berambut pendek menghampiri Yuna.

 

“Fristi Ayuna?” tanya asisten cantik tersebut.

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Ikut saya!” pinta asisten itu sambil melangkah keluar.

 

“Kita mau ke mana?” tanya Yuna saat mereka sudah ada di depan kantor dan bersiap menaiki mobil.

 

“Ke kantor pusat,” jawab asisten tersebut.

 

“Oh.” Yuna tak banyak bertanya lagi dan langsung mengikuti asisten tersebut. Ia masuk ke dalam mobil dan meluncur menuju kantor pusat.

 

Sesampainya di kantor pusat, Yuna langsung dibawa ke ruangan CEO Wijaya Group.

 

“Ada apa?” tanya Yuna tanpa basa-basi begitu mendapati sosok Lian sedang berdiri sambil menatap ke luar jendela.

 

Lian langsung berbalik dan tersenyum ke arah Yuna. “Akhirnya ... kamu datang juga. Duduk!” pinta Lian.

 

“Nggak usah basa-basi! Kamu mau apa minta aku datang ke sini?” tanya Yuna.

 

Lian tersenyum kecil dan melangkah perlahan menghampiri Yuna. “Nggak nyangka kalau sekarang kamu sudah banyak berubah. Aku sudah tanya ke Departemen Personalia. Perkembangan kamu di perusahaan sangat baik. Aku mau narik kamu pindah ke sini.”

 

“Kenapa?”

 

“Apa yang aku omongin masih kurang jelas?”

 

“Aku nggak mau pindah,” sahut Yuna.

 

“Kenapa?” tanya Lian.

 

“Masih ada banyak hal yang harus aku pelajari di sana dan aku juga udah nyaman.”

 

Lian tersenyum dan terus mendekatkan tubuhnya ke tubuh Yuna. “Kamu sekarang sudah dewasa. Bukan gadis kecil seperti yang dulu lagi,” ucap Lian sambil menatap lekat mata Yuna.

 

Yuna menghela napas mendengar ucapan Lian. “Kalo udah nggak ada lagi yang mau dibicarakan, aku pulang sekarang.”

 

Lian tersenyum kecil menatap Yuna. “Kamu sudah jauh berbeda semenjak jadi Nyonya Yeriko. Kamu sudah menjadi dewasa secepat ini. Aku ... merindukan saat-saat kita bersama seperti dulu.”

 

“Aku nggak ada waktu buat bahas urusan kita,” sahut Yuna ketus.

 

Lian tersenyum kecil. “Kalau gitu, kamu harus mau pindah ke sini.”

 

“Kamu jangan gunakan kekuasaan kamu buat ngelakuin hal semena-mena sama aku!” tegas Yuna.

 

“Kenapa? Kamu karyawan aku dan aku punya hak untuk menarik kamu ke sini. Aku masih bos kamu.”

 

Yuna terdiam mendengar ucapan Lian. Yang diucapkan Lian memang benar, tidak seharusnya ia bersikap sesukanya pada atasannya sendiri.

 

“Gimana?” tanya Lian. “Kamu pilih dimutasi atau berhenti kerja?”

 

Yuna menghela napas. “Terserah kamu! Aku masih dalam masa magang dan seharusnya kamu bisa ngasih aku kesempatan buat tetep kerja di kantor itu. Setidaknya sampai aku selesai magang.”

 

“Yun, aku kayak gini karena pengen bisa lihat kamu setiap hari.”

 

“Lian, kamu tahu aku sudah nikah. Bellina juga sudah mengandung anak kamu. Apa kamu bener-bener nggak punya perasaan?” tanya Yuna.

 

“Aku masih punya perasaan. Itulah sebabnya aku minta kamu buat ke sini,” sahut Lian sambil menyentuh pipi Yuna.

 

Yuna langsung menepis tangan Lian. “Kamu jangan lancang sama aku!” sentak Yuna.

 

Lian tersenyum kecil. “Kenapa? Bukannya kita berpisah tanpa ada kata putus? Artinya, kita masih ada hubungan dan aku masih punya hak buat kangen sama kamu.”

 

“Jangan sembarangan kalo ngomong!” sentak Yuna. “Aku bukan wanita murahan kayak Bellina.”

 

Lian tersenyum menatap Yuna. “Aku tahu. Sejak kita berpisah, aku baru menyadari kalau kamu jauh lebih berharga dari apa pun.”

 

“Li, sebaiknya kamu pikirin masa depan anak kamu dan calon istri kamu aja. Kamu nggak perlu sibuk mengganggu kehidupan aku lagi!”

 

“Aku nggak ganggu. Aku cuma ... kangen sama kamu.”

 

“Li, kamu itu CEO di perusahaan. Harusnya kamu bisa bersikap lebih bermartabat. Kamu pikir, wanita itu bisa kamu permainkan sesukamu? Kemarin, kamu buang aku gitu aja karena Bellina. Sekarang, kamu tiba-tiba datang lagi. Mau kamu apa sih, Li?”

 

“Aku mau kamu ...”

 

“Lian!” sentak Yuna. “Kamu bener-bener nggak tahu diri ya? Jelas-jelas aku udah jadi istri orang lain. Kamu masih punya nyali ganggu istri orang?”

 

“Aku nggak peduli!” sahut Lian. “Asalkan kamu masih cinta sama aku, aku nggak akan menyerah gitu aja.”

 

“Aku udah nggak cinta lagi sama kamu,” tutur Yuna. “Setelah apa yang kamu lakuin ke aku selama ini. Apa kamu pikir, aku nggak punya hati? Kamu udah mengkhianati aku selama tujuh tahun. Yang lebih parahnya lagi, dia itu sepupu aku.” Mata Yuna berkaca-kaca sembari menatap Lian.

 

“Yun, itu karena dia yang selalu godain aku dari awal. Awalnya, aku selalu nolak. Tapi lama-lama, dia terus menjebak aku dan aku nggak bisa menahan diri.”

 

“Aku nggak mau tahu. Nggak setia, selingkuh tetep aja selingkuh!” sahut Yuna. “Nggak usah membela diri! Kamu udah nyakitin aku terlalu dalam. Saat itu juga, perasaanku sudah mati kamu bunuh.”

 

“Yun, maafin aku! Aku tahu, aku salah.” Lian langsung memeluk tubuh Yuna. “Please, balik ke aku! Kita bisa memulai semuanya dari awal lagi.”

 

Yuna berusaha melepaskan diri dari pelukan Lian dan mendorong tubuh cowok itu. “Kamu gila ya! Kamu pikir aku ini cewek apaan? Bisa kamu mainin sesuka kamu?”

 

“Yun, aku tahu kamu juga masih cinta sama aku,” tutur Lian sambil menjatuhkan lututnya ke lantai. “Aku mohon, kembalilah sama aku! Aku bakal ngelakuin apa aja buat kamu asal bisa nebus kesalahanku dan bikin kita balikan.”

 

“Bener-bener nggak berperasaan. Aku ini sudah menikah, kamu nggak perlu seperti ini. Karena aku nggak akan pernah kembali sama kamu lagi!” tegas Yuna.

 

“Yun, kamu masih bisa bercerai sama Yeriko dan kembali sama aku. Aku juga bakal ceraikan Bellina tiga tahun lagi setelah anak kami lahir.”

 

“Gila kamu ya! Aku baru tahu kamu bisa impulsif dan posesif kayak gini. Sekalipun kamu sudah mencampakkan aku. Aku nggak akan ngebiarin kamu mencampakkan Bellina juga. Seburuk apa pun dia, dia tetap sepupu aku.”

 

“Aku emang udah gila. Aku nggak pernah bisa ngelupain kamu selama ini. Semakin kamu jauh, perasaanku makin tersiksa.”

 

“Semakin kamu kayak gini, aku semakin benci sama kamu!” sahut Yuna.

 

“Yun ... apa aku bener-bener udah nggak punya tempat lagi di hati kamu?”

 

Yuna menggelengkan kepala. “Aku harap kamu bisa ngerti. Aku sudah menjadi istri orang lain dan aku sangat mencintai suamiku.”

 

“Tapi ... “

 

“Lebih baik kamu fokus dengan hubunganmu dan Bellina. Jangan ganggu hubungan kami. Kami sudah sangat bahagia.”

 

“Aku tahu, kamu baru mengenal Yeriko. Apa kamu bener-bener cinta sama dia? Kamu kayak gini cuma mau bikin aku cemburu kan?” tanya Lian sambil menatap Yuna yang berdiri di hadapannya.

 

“Ya,” jawab Yuna tanpa menatap Lian. “Sekaligus buat nunjukin kalau aku bisa dapet cowok yang lebih baik dan lebih mencintai aku. Setidaknya, dia bukan pria yang suka mempermainkan wanita,” lanjutnya.

 

Lian menatap Yuna penuh kepedihan. Ia tidak bisa membalikkan waktu. Apa yang telah ia lakukan di masa lalu, sudah membuat hidup Yuna begitu menderita. Tapi, ia juga tidak bisa melepaskan Yuna begitu saja. Belakangan ini ia baru menyadari kalau Bellina tidak jauh lebih baik dari Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis. Ia berbalik dan bergegas keluar dari kantor tanpa menghiraukan Lian yang masih berlutut di lantai. Yuna melangkah pasti sambil tersenyum bahagia.

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas