Wednesday, February 5, 2025

Perfect Hero Bab 56 : Be a Hero | Vella Nine

 


“Jhen, kamu kenapa?” tanya Yuna yang mendengar masih Jheni terisak.

 

“Tolongin aku, Yun!”

 

“Iya. Kenapa?”

 

“Aku sekarang ada di Shangri-La. Aku dibius dan dipaksa buat melayani laki-laki tua ini. Aku takut banget, Yun. Tolongin aku!”

 

“Oke. Aku ke sana sekarang!” seru Yuna. “Kamu ...” Yuna langsung menatap layar ponsel saat telepon Jheni tiba-tiba mati.

 

“Ada apa?” tanya Yeriko.

 

“Jheni disekap di kamar hotel sama seseorang dan dia ...”

 

“Di mana?” sambar Chandra. Ia langsung melompat mendekati Yuna.

 

“Shangri-La,” jawab Yuna.

 

Chandra langsung berlari untuk menyelamatkan Jheni secepatnya.

 

Yuna, Yeriko dan Lutfi mengernyitkan dahi melihat sikap Chandra yang terlihat sangat khawatir, melebihi rasa khawatir yang ada di dalam hati Yuna.

 

“Kenapa kalian masih diam aja?” teriak Chandra.

 

Yuna langsung bergegas mengambil tas. Ia menarik lengan Yeriko dan mengikuti Chandra yang jauh lebih dahulu sampai di mobilnya.

 

Yeriko, Yuna dan Lutfi langsung bergegas masuk ke dalam mobil untuk menyusul mobil Chandra yang sudah melaju lebih dulu.

 

“Kenapa naik mobilku?” tanya Yeriko saat melihat Lutfi duduk di belakang kursi mobilnya.

 

“Yer, nggak sempat mau ambil kunci mobilku. Aku lupa taruh di mana.”

 

“Udah, deh. Kenapa sih masih sempat berdebat soal mobil di saat kayak gini!?” sentak Yuna.

 

Yeriko menarik napas. Ia menyalakan mesin mobil dan melaju kencang menuju Shangri-La Hotel.

 

Yuna tidak bisa duduk tenang selama berada di perjalanan. Ia sangat takut terjadi apa-apa dengan Jheni. “Cepetin mobilnya!” pinta Yuna.

 

Yeriko langsung menambah kecepatan mobilnya agar bisa sampai ke Sangri-La lebih cepat. Hari beranjak malam dan jalanan semakin lengang, sehingga Yeriko bisa melaju kencang di jalan raya.

 

Begitu sampai di hotel, Chandra langsung mencari manager hotel.

 

“Ada apa, Pak Chandra?” tanya manager hotel tersebut.

 

“Ada temenku yang lagi disekap di salah satu kamar hotel ini. Bisa kasih aku informasi, sekarang mereka ada di kamar mana?”

 

“Kamar di sini ada banyak dan kami nggak tahu temen Pak Chandra yang mana.”

 

“Di sini ada CCTV kan?”

 

“Ada di setiap lorong.”

 

“Bawa aku ke ruang kontrol CCTV!” pinta Chandra.

 

Manager tersebut mengangguk. “Ikut saya!” pintanya.

 

Di saat yang sama, Yeriko dan Yuna juga sampai di lobi hotel. Mereka langsung mengikuti langkah Chandra dan manager hotel tersebut.

 

Chandra mulai mengecek keberadaan Jheni melalui pantauan kamera CCTV.

 

“Itu mereka!” seru Yuna.

 

Chandra langsung keluar dan menuju pintu kamar hotel yang terekam oleh CCTV. Ia mengetuk pintu kamar berkali-kali namun tak ada jawaban.

 

“Aargh ...!” Chandra menendang pintu kamar hotel yang sangat kokoh. Ia tidak bisa menghancurkan pintu kamar begitu saja.

 

“Kartu akses kamar mana?” tanya Yeriko pada manager hotel.

 

Manager hotel tersebut memberikan kartunya pada Yeriko.

 

Yeriko langsung menempelkan kartu ke pintu dan bisa membuka pintu dengan mudah.

 

Chandra melongo, ia lupa kalau manager hotel memiliki semua akses masuk ke kamar hotel dengan mudah. “Nggak dari tadi!” sentaknya sambil membuka pintu dan menerobos masuk.

 

Yeriko tersenyum kecil.  “Orang kalau udah panik, nggak akan kepikiran hal-hal yang mudah,” tuturnya pelan.

 

Yuna dan Yeriko ikut masuk ke dalam kamar.

 

Chandra melihat tubuh laki-laki tua yang sedang memukuli Jheni menggunakan sabuk. “Bangsat kamu!” serunya sambil memukul laki-laki tua itu.

 

Yuna tercengang melihat pria tua yang bersama Jheni. “Direktur Lukman!?” Ia langsung menghampiri Jheni yang sedang menangis di sudut ruangan.

 

“Kamu nggak papa?” tanya Yuna sambil memeluk tubuh Jheni.

 

Jheni terisak di dalam pelukan Yuna, ia tidak bisa berkata-kata. Ia melirik ke arah Chandra yang masih memukuli Direktur Lukman tanpa ampun.

 

“Ampun ... ampun!” teriak Direktur Lukman sambil menangis.

 

“Kamu bener-bener nggak tahu diri, hah!?”

 

“Aku sama dia sudah tunangan. Kami akan segera menikah,” tutur Direktur Lukman.

 

Chandra langsung menoleh ke arah Jheni.

 

Jheni menggelengkan kepala. “Nggak. Aku nggak pernah tunangan sama dia atau sama siapa pun,” tuturnya sambil terisak.

 

“Kamu mau bohongin kamu, hah!?”

 

“Kami beneran sudah tunangan. Dia calon istriku,” tutur Direktur Lukman. Ia tetap bersikeras kalau Jheni adalah tunangannya.

 

“Kamu pikir, kami percaya gitu aja sama kamu? Kamu masih ingat aku siapa, hah!?” sahut Yuna.

 

Bibir Lukman bergetar. Ia sangat mengenal Yuna. Wanita muda yang pernah ia beli dari tantenya sendiri dan ia tidak berhasil mendapatkannya. “Kamu!? Perempuan jalang yang udah bikin uangku melayang!” teriak Lukman.

 

“Diam! Udah salah, masih aja berani maki orang!” sentak Chandra sambil menampar Lukman.

 

“Kamu nggak tahu urusan kami! Sebaiknya, jangan ikut campur! Aku bakal bikin perhitungan sama kalian!”

 

Chandra tersenyum sinis. “Mau bikin perhitungan apa, hah!?” Ia melirik ke arah kaos kaki yang tergeletak di lantai.

 

“Aku bakal laporin kalian ke polisi karena sudah bikin aku kayak gini dan mengambil calon istriku!” ancam Lukman.

 

“Coba aja!” Chandra menekan rahang Lukman dan memasukkan kaos kaki yang bau itu ke dalam mulutnya.

 

“Mmh ... mmh ...” Lukman berusaha memberontak dan mengeluarkan kaos kaki dari mulutnya.

 

“Makan tuh bau kakimu sendiri!” Chandra menendang tubuh Lukman. Ia bergegas menghampiri Jheni.

 

“Kamu nggak papa?” tanya Chandra.

 

Jheni mengangguk pelan.

 

“Aku bawa kamu ke rumah sakit.” Chandra langsung menggendong tubuh Jheni keluar dari kamar.

 

Yuna menghela napas lega. Akhirnya, ia bisa menyelamatkan sahabatnya. Kondisi Jheni tidak begitu buruk dan ia percaya kalau Chandra akan menjaganya dengan baik. Mereka bergegas keluar dari kamar dan turun ke lobi.

 

“Yun, sejak kapan mereka saling kenal?” tanya Lutfi.

 

“Mereka siapa?” tanya Yuna pura-pura tidak tahu.

 

“Ya itu. Chandra sama sahabat kamu itu.”

 

“Mmh ... aku kurang tahu juga.”

 

“Hadeh ...!” Lutfi memutar bola mata dan langsung keluar dari hotel. Mereka langsung masuk ke dalam mobil.

 

“Lut, kamu naik taksi aja!” pinta Yeriko.

 

“Astaga! Ngantar aku pulang sebentar aja kenapa sih?”

 

“Jauh, Lut. Mesti bolak-balik. Ini udah jam dua belas malam.”

 

“Baru juga jam dua belas malam. Biasanya juga di bar sampe subuh,” sahut Lutfi.

 

“Yer, anterin dia pulang dulu!” pinta Yuna. “Udah malam kayak gini, pasti susah cari taksi.”

 

“Bener!” sahut Lutfi.

 

“Ck, kamu ini nyusahin aja,” celetuk Yeriko.

 

“Cuma nganter doang, Yer. Nyusahinnya gimana? Atau ... aku aja yang antar kalian pulang ke rumah. Mobilnya aku bawa pulang. Jadi, nggak usah bolak-balik antar aku kan?”

 

“Mmh ... boleh juga,” tutur Yuna.

 

“Nggak. Besok pagi aku mau pakai mobilnya.”

 

“Astaga! Aku suruh supir antarkan subuh-subuh.”

 

“Yer ...!” Yuna menggoyangkan lengan Yeriko.

 

Yeriko menatap Yuna dan menghela napas. “Iya, oke.”

 

“Oke apanya?”

 

“Kamu bawa mobilku pulang,” jawab Yeriko kesal.

 

“Nah, gitu dong! Kan bisa ngerasain bawa mobil baru,” sahut Lutfi dengan wajah sumringah.

 

“Awas kalo sampe lecet!”

 

“Astaga! Jangan kayak orang susah gitu lah! Kalo lecet ya tinggal beli baru aja lagi,” sahut Lutfi.

 

Yuna langsung menoleh ke arah Lutfi sambil menautkan alisnya. “Kamu kira, duit tinggal ngeruk apa ya?” dengus Yuna.

 

Lutfi meringis ke arah Yuna. “Duit Yeriko nggak bakalan habis. Dia bisa beli 100 biji mobil kayak gini.”

 

Yeriko tersenyum kecil menanggapi ucapan Lutfi.

 

Yuna memonyongkan bibirnya, kemudian menatap Yeriko yang duduk di sebelahnya.

 

“Eh, bukannya perusahaan si Lukman tua itu udah kamu ambil alih ya? Kenapa dia masih keliaran dan bahkan maksa Jheni jadi istrinya?”

 

Yeriko mengedikkan bahunya. “Urusan perusahaan nggak ada hubungannya sama urusan pribadinya dia.”

 

“Iya, sih. Tapi ... yang jadi sasaran itu sahabat aku.”

 

“Tenang aja! Aku bakal ngasih dia pelajaran dan akan menyesal seumur hidupnya.”

 

Yuna tersenyum senang. Ia harap, dia dan sahabatnya bisa terlepas dari tangan Lukmantoro yang kotor dan menjijikkan itu.

 

Di saat yang sama, Chandra membawa Jheni ke salah satu rumah sakit terdekat agar mendapatkan penanganan secepatnya.

 

Chandra merasa ngilu saat melihat luka yang ada di punggung dan pundak Jheni dibersihkan oleh tenaga medis. Ia bisa merasakan kalau Jheni sedang kesakitan. Namun terus ditahan hingga tidak berkata-kata. Ia hanya menangis tanpa bersuara.

 

“Makasih ya, udah nolongin aku!” tutur Jheni.

 

Chandra tersenyum sambil menganggukkan kepala.

 

“Yuna ke mana?”

 

“Mereka udah pulang. Ini udah tengah malam.”

 

“Oh ... oke.”

 

Chandra tersenyum. Usai membersihkan luka Jheni, ia langsung mengantar Jheni pulang ke rumahnya.

 

(( Bersambung ... ))

Makasih yang udah baca “Perfect Hero” yang bakal bikin kamu baper bertubi-tubi. Jangan malu buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas