“Van,
ikut kami ya!” ajak Yeriko saat ia melangkah menuruni anak tangga bersama Yuna
dan Irvan.
“Nggak
bisa, Yer. Aku masih ada job lain.”
“Sibuk
banget ya? Pegawai kamu banyak. Suruh mereka tangani!”
“Mmh
...” Irvan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kenapa?”
“Gimana
ya, Yer? Aku nggak bisa ninggalin klienku kali ini. Dia minta aku langsung yang
ngerias dia. Apalagi, lokasinya lumayan jauh.”
“Ah,
sudahlah. Kamu urus kerjaanmu aja!” pinta Yeriko. “Kasih asistenmu satu orang
buat dateng ke kantorku!” pinta Yeriko. “Kamu tahu kalo istriku nggak pandai
dandan. Aku mau, penampilannya tetap terjaga.”
“Nggak
usah kali, Yer,” sahut Yuna. “Make up aku bagus-bagus aja, kok. Bakal tahan
lama sampe sore.”
Yeriko
memerhatikan detail wajah Yuna. “Aku nggak yakin.”
“Kamu
nggak yakin sama hasil karya Irvan?” sahut Yuna.
“Bukan
itu. Aku nggak yakin sama kamunya.”
Yuna
memonyongkan bibirnya.
“Ayo,
kita berangkat!” Yeriko merangkul pinggang Yuna, membawanya masuk ke dalam
mobil.
“Jalan,
Yan!” perintah Yeriko pada Riyan yang duduk di belakang kemudi.
Riyan
mengangguk dan bergegas melajukan mobilnya menuju gedung kantor Galaxy Group.
Yuna
menarik napas beberapa kali. Ia teringat beberapa waktu lalu saat wartawan
mengejarnya di depan kantor Wijaya Group. Ia sangat takut dengan banyak
pertanyaan yang diajukan kepadanya, juga banyak mata kamera yang membidik
wajahnya.
Yeriko
menyadari kegelisahan yang ada dalam hati Yuna. Ia langsung menggenggam tangan
Yuna yang dingin. “Jangan khawatir!” pintanya.
Yuna
tersenyum kecut sambil menatap Yeriko. “Aku takut,” ucap Yuna lirih.
Yeriko
langsung memeluk tubuh Yuna. “Nggak ada yang perlu ditakutkan. Ini cuma
konferensi pers.”
Yuna
tersenyum. Ia menyandarkan kepalanya di pundak Yeriko.
“Yan,
Ibu udah berangkat?”
“Udah
sampai duluan, Pak Bos,” jawab Riyan.
“Hati-hati,
Yan!” seru Yuna saat sebuah mobil melaju kencang dari arah persimpangan dan
bersiap menghantam mobilnya.
“Aaargh
...!” Yuna berteriak sambil menutup matanya.
Riyan
langsung membanting setir menghindari tabrakan dengan mobil Jeep yang nyaris
menabrak badan mobilnya.
CIIIT
...!
Ban
mobil Yeriko berdecit saat Riyan tiba-tiba menginjak rem mobilnya.
Yeriko
memeluk erat tubuh Yuna agar tak terbentur. “Kamu nggak papa?” tanya Yeriko.
Yuna
membuka mata dan menatap wajah Yeriko. “Nggak papa.” Ia mengedarkan
pandangannya ke luar jendela.
“Hati-hati,
Yan!” perintah Yeriko.
Riyan
mengangguk. Ia menjalankan mobilnya perlahan. “Pak Bos, apa perlu nambah orang
untuk keamanan?”
“Orang
Mama udah berapa?”
“Sepuluh.”
“Cukup.
Security kantor hari ini masuk semua kan?”
Riyan
menganggukan kepala. Ia kembali melajukan mobilnya menuju kantor Galaxy Group.
Yuna
langsung mencengkeram paha Yeriko saat melihat banyak wartawan berkerumun di
depan kantor suaminya. “Banyak banget orangnya?”
Yeriko
tersenyum menatap Yuna. “Nggak usah khawatir!”
Riyan
tidak menjalankan mobilnya ke depan pintu masuk gedung. Ia memutar lewat pintu
belakang gedung sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan kepadanya.
Yuna
menarik napas dalam-dalam, perlahan ia keluar dari mobil dan memasuki kantor
beriringan dengan langkah Yeriko.
“Mama
di mana?” tanya Yuna.
“Tuh!”
Yeriko menunjuk Rullyta dengan dagunya.
Yuna
langsung menghampiri Rullyta yang sedang berbincang dengan Kepala Departemen
Humas.
“Pagi,
Ma!” sapa Yuna. Ia langsung menyalami tangan Rullyta.
“Pagi
...!” balas Rullyta langsung bersalaman pipi dengan Yuna. “Gimana? Udah siap?”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum.
“Rileks
ya, jangan tegang kayak gitu wajahnya!” pinta Rullyta.
“Kelihatan
kalo aku tegang?” tanya Yuna.
Rullyta
mengangguk. “Santai ya!” pinta Rullyta sambil menggenggam pundak Yuna.
“Mmh
... aku nggak terbiasa di depan kamera. Apalagi, disorot wartawan sebanyak itu,
Ma.”
“Kamu
harus membiasakan diri!”
“Hah!?”
“Yun,
kamu istrinya direktur di perusahaan ini. Kamu harus percaya diri. Ini baru
awal. Suatu hari, kamu bakal sering berbicara di depan orang banyak menemani
Yeri. Mama percaya sama kamu.”
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
Yeriko
tersenyum menatap dua wanita yang ada di hadapannya. “Aku mau naik dulu, kamu
mau ikut?” tanyanya sambil menatap Yuna.
“Nggak
usah. Aku di sini aja sama Mama.”
“Oke.”
Yeriko bergegas melangkahkan kakinya menuju lift untuk mencapai ruang kerjanya
yang berada di lantai paling atas.
“Ma,
si Refi udah datang?” tanya Yuna.
“Mama
belum tahu. Mama juga baru sampai.”
Yuna
memaksa bibirnya untuk tersenyum.
“Mbak,
silakan istirahat di dalam ruangan!” Salah seorang karyawan menunjuk ruang
kerja yang tak jauh dari tempat Yuna dan Rullyta berdiri.
“Istirahatlah
dulu! Mama mau lihat persiapan di depan,” perintah Rullyta.
Yuna
mengangguk. Ia menatap pintu ruangan bertuliskan PR Manager. Ia langsung masuk
ke dalam ruangan tersebut dan duduk di sofa. Di lantai dasar gedung kantor
Galaxy Group memang diisi oleh staff PR (Public Relation) atau Departemen Humas
dan bagian pelayanan yang menangani tujuh belas anak perusahaan dan empat puluh
outlet penjualan yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Huft,
ternyata jadi istri orang kaya raya memang cukup melelahkan. Rasanya, pengen
balik ke zaman sekolah. Walau banyak tugas, aku cuma perlu bertanggung jawab
sama diriku sendiri” celetuk Yuna.
“Eh,
Nyonya Direktur di sini?” Salah seorang pria tiba-tiba masuk ke dalam ruangan.
Yuna
tersenyum sambil menganggukkan kepala.
“Saya
Manager Humas di sini.”
“Oh.
Ini ruangan Bapak? Maaf, saya nyelonong masuk.”
“Ah,
semua ruangan yang ada di sini milik Nyonya Ye. Lagipula, di ruangan ini memang
bebas untuk siapa saja keluar masuk.”
“Oh.
Gitu ya?”
Manager
tersebut mengangguk
Ia
meraih map di atas meja. “Istirahatlah dulu! Konferensi pers kita mulai
setengah jam lagi,” tutur manager tersebut sambil melangkah keluar dari
ruangannya.
“He-em.”
Yuna menganggukkan kepala.
Tok
... tok ... tok ...!
Yuna
langsung menoleh ke arah pintu yang terbuka. Ia menatap seorang wanita dengan
setelan rapi berdiri di depan pintu.
“Permisi,
Nyonya. Ada orang yang nyari Nyonya.”
“Siapa?”
“Nggak
tahu, Nyonya. Orangnya nunggu di depan.”
“Oke.”
Yuna bangkit dari sofa dan melangkah mengikuti pegawai tersebut.
Pegawai
tersebut menghampiri seorang wanita cantik yang duduk di kursi roda. Dari
kejauhan, Yuna sudah bisa mengenali wanita yang ada di kursi roda tersebut.
Yuna
melangkah perlahan mendekati Refi yang sedang duduk di kursi roda. Pandangannya
tertuju pada sekelompok wartawan yang berkerumun di depan gedung.
“Hai
...!” sapa Refi sambil tersenyum manis ke arah Yuna. Ia terlihat sangat tenang
menghadapi Yuna yang berdiri di hadapannya.
Yuna
memaksa bibirnya untuk tersenyum ke arah Refi. Senyuman di wajah Refi penuh
tanda tanya. Ia tidak bisa membedakan senyuman tulus dan niat buruk yang akan
dilakukan Refi pada konferensi pers kali ini.
“Apa
kabar, Nyonya Ye?” sapa Refi sambil menatap Yuna.
“Baik.”
Yuna tersenyum. Matanya masih saja tertuju pada sekelompok wartawan yang
berkerumun di depan kantor.
Refi
tersenyum. Ia bisa menangkap kegelisahan yang ada dalam diri Yuna. Ia ikut
melirik ke luar, bibirnya menyunggingkan senyum sambil menatap Yuna. Ia
memerhatikan gaun mewah yang dikenakan oleh Yuna.
Kemewahan
yang didapat oleh Yuna, membuatnya semakin kesal dan murka setiap kali menatap
wajah Yuna. Sementara, ia sengaja membuat penampilannya berantakan agar
berhasil menarik simpati banyak orang.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus.
Jangan lupa
kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih
seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment