Yeriko dan Chandra beriringan melangkah menyusuri koridor
rumah sakit untuk bertemu dengan profesor ortopedi.
“Prof, gimana keadaan Refi?” tanya Chandra begitu mereka sudah
berhadapan dengan dokter ortopedi yang menangani Refi.
“Sejauh ini perkembangannya cukup bagus. Dia sudah mau
mengikuti terapi secara rutin. Jika tidak ada kendala. Dia akan pulih lebih
cepat dari waktu yang sudah diperkirakan.”
“Hanya saja ... kondisi mental Refi tidak terlalu bagus.
Kami khawatir ini akan menjadi hambatan untuk proses penyembuhan. Sudah
beberapa kali ia menolak untuk melakukan terapi.”
Yeriko menarik napas dalam-dalam. “Apa yang seharusnya kami
lakukan, Prof?”
“Semuanya tergantung Refi. Ini, laporan diagnosis kondisi
Refi.” Dokter tersebut menyodorkan map ke arah Chandra.
Chandra meraih map tersebut dan langsung membaca hasil
pemeriksaan kondisi Refina. Ia tersenyum sambil memandang Yeriko yang berdiri
di sebelahnya.
“Oke, Prof. Terima kasih atas informasinya. Kami permisi dulu!” pamit
Yeriko.
Dokter tersebut mengangguk.
Chandra dan Yeriko bergegas keluar dari ruangan. Mereka
menyusuri koridor menuju ke ruangan Refi.
“Aku rasa, Refi udah nggak bisa make penyakitnya buat
nguasain kamu,” tutur Chandra.
“Nguasain apaan?” Yeriko mengernyitkan dahi menatap
Chandra.
“Yah, dia masih pengen balik ke kamu kan?”
“Aku nggak mau.”
“Dah cinta mati sama Yuna?”
Yeriko tersenyum kecil. “Dia istriku, Chan. Wajar kan kalo
aku cinta sama dia?”
“Ya, ya, ya.” Chandra mengangguk-anggukkan kepalanya.
Mereka terus melangkah memasuki ruang rawat Refina.
“Yeriko?” Mata Refi berbinar begitu melihat sosok Yeriko
masuk ke dalam ruangannya.
Yeriko tersenyum sinis menanggapi sapaan Refi.
“Aku tahu, kamu pasti bakal datang lihat aku.” Refi
tersenyum menatap Yeriko. Ia menjalankan kursi rodanya menghampiri Yeriko.
“Yer, aku bisa minta tolong?”
“Apa?”
“Temenin aku makan. Aku pengen banget makan bareng kamu.”
“Aku udah makan sama Yuna,” sahut Yeriko dingin. “Kalo mau,
makan sama Chandra?”
“Eh!? Aku juga udah makan.”
“Ya udah, minta temenin makan sama suster aja!” tutur
Yeriko sambil menatap wajah Refina.
Refi mengeratkan bibirnya. Ia semakin kesal dengan sikap
Yeriko yang begitu dingin terhadapnya. Tidak seperti saat mereka masih bersama.
Yeriko begitu lembut dan penuh perhatian.
“Gimana kaki kamu, udah ada perkembangan?”
“Masih kayak gini.”
Yeriko merebut map dari tangan Chandra dan melemparkan ke
pangkuan Refi. “Itu laporan perkembangan kesehatan kamu. Kamu masih bisa
sembuh.”
Refi membuka map tersebut dan membacanya.
“Jangan buat alasan apa pun buat nggak ikut jadwal terapi
yang udah ditentuin sama dokter!” perintah Yeriko.
Refi tersenyum sambil mengangguk. Ia merasa, Yeriko masih
begitu memperhatikan kondisi kesehatannya.
“Aku nggak mau kamu bikin kekacauan lagi di luar!” tutur
Yeriko.
“Aku nggak ngelakuin apa-apa, Yer.”
“Kamu pikir, aku nggak tahu apa yang udah kamu lakuin di
belakang aku?”
“Yer, aku emang nggak ngelakuin apa-apa. Semua yang aku
bilang ke media itu bener. Kamu aja yang nggak sadar kalo istri kamu itu
kelakuannya kayak setan.”
“Apa kamu bilang!?” sentak Yeriko.
“Dia emang ngancam aku buat jauhin kamu.”
“Udah seharusnya kamu jauhin aku!”
“Yer ...!” Refi menatap pilu ke arah Yeriko. Ia menoleh ke
arah Chandra yang berdiri di samping Yeriko. “Bisa ngomong berdua aja?”
“Chandra bukan orang lain. Ngomong aja!”
Refi menggigit bibir bawahnya. “Aku ...”
Yeriko mengangkat kedua alis menatap Refi.
“Aku ... mau ngasih tahu soal Yuna. Sebenarnya, emang Yuna
yang ngancam aku buat jauhin kamu dan maksa aku buat loncat dari atap gedung.
Aku nggak tahan sama kata-katanya dia. Dia bener-bener bikin aku sakit hati
banget.”
“Kamu pikir kami percaya sama omong kosong kamu ini?” sahut
Yeriko.
“Yer, kamu harus percaya sama aku. Kamu harus tahu sifat
asli istri kamu. Dia nggak sebaik yang kamu kira. Di belakang kamu ...”
“Aku jauh lebih tahu dia daripada kamu,” sahut Yeriko
dingin.
“Kamu nggak percaya sama aku?” tanya Refi dengan mata
berkaca-kaca.
“Aku nggak akan ngebiarin siapa pun ngejelek-jelekin
istriku!” tegas Yeriko.
Refi menatap sengit ke arah Yeriko dan Chandra.
Chandra menggeleng pelan dan memilih keluar dari ruangan
Refi. Ia tidak begitu berniat mendengarkan omong kosong Refi. Hanya Yeriko yang
bisa menghadapi wanita itu.
Refi tersenyum dalam hati saat melihat Chandra keluar dari
ruangannya.
“Yer, aku sama sekali nggak berniat ngejelekin istri kamu.
Tapi, kenyataannya emang kayak gitu. Dia selalu ngancam aku. Aku nggak tahu
gimana ngadepin dia. Aku terlalu lemah. Aku nggak bisa apa-apa,” jelas Refi
sambil menitikkan air mata.
“Oh ya?” Yeriko tersenyum ke arah Refi. Ia merasa kalau
Refi memiliki kekuatan besar untuk mengacaukan rumah tangganya. Refi terlalu
pandai bersandiwara.
Yeriko melangkah menghampiri Refi yang duduk di kursi roda.
Ia tersenyum sambil membungkukkan badannya, menatap wajah Refi lebih dekat
dengannya.
Refi tersenyum saat wajah Yeriko berada hanya beberapa
sentimeter dari wajahnya. Ia sangat percaya diri kalau Yeriko akan kembali ke
pelukannya.
Yeriko mencubit dagu Refina sambil tersenyum menatap gadis
itu. “Aku nggak mau denger lagi kamu ngomong macam-macam soal istriku!” tegas
Yeriko. “Kalau kamu masih gangguin dia, aku bakal balikin kamu ke Paris bareng
orang yang ada di belakang kamu selama ini!” ancam Yeriko.
Refi melebarkan kelopak matanya. Ia sama sekali tidak
mengerti, bagaimana Yeriko mengetahui masa lalunya dengan baik.
Yeriko tersenyum sinis ke arah Refi. Ia kembali berdiri
tegak sambil melipat kedua tangan. “Kamu pikir, aku nggak tahu siapa dia?”
“Kamu ...!?”
“Yuna itu segalanya buat aku. Aku nggak akan ngebiarin
siapa pun nyakitin dia. Aku udah ngumpulin banyak bukti soal hubungan kamu sama
Deny. Aku bakal bikin perhitungan sama kalian kalo masih berani nyakitin Yuna.”
“Datang ke konferensi pers besok!” pinta Yeriko. “Ini
kesempatan terakhir buat kamu.” Yeriko berbalik dan melangkah menuju pintu. “Oh
ya, aku udah nyuruh orangku buat jemput kamu besok.” Yeriko menarik gagang
pintu dan langsung keluar dari ruangan Refina.
“Aargh ...!” Refi berteriak histeris saat Yeriko keluar
dari ruangannya. “Kenapa jadi kayak gini?” tanyanya sambil terisak. “Gimana dia
bisa tahu soal Deny? Ceroboh!” maki Refi.
Di luar ruangan, Chandra langsung menoleh ke arah pintu
begitu Yeriko keluar dari ruangan Refi.
Chandra tersenyum sambil menatap Yeriko. “Kelihatannya
seneng banget? Udah beres?”
Yeriko tertawa dan langsung merangkul pundak Chandra. “Ayo,
kita jalan-jalan!”
“Ke mana?”
“Jemput istriku dulu!”
“Di mana?”
“Di rumah Jheni.”
“Eh!?”
“Ayolah!”
Mereka melangkah keluar dari rumah sakit.
“Kamu yang nyetir!” pinta Yeriko sambil melempar kunci
mobilnya ke arah Chandra.
Chandra langsung menangkap kunci mobil. “Kenapa aku?”
“Aku mau nyantai dulu, sambil telepon istriku,” jawab
Yeriko santai.
Chandra tersenyum kecil, mereka bergegas masuk mobil dan
melaju menuju rumah Jheni.
(( Bersambung ... ))
Makasih udah dukung cerita ini terus.
Jangan lupa
kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih
seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa
aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment