Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 26, 2025

Perfect Hero Bab 171 : Makin Dekat || a Romance Novel by Vella Nine

 


Chandra enggan membuka mata, namun suara perabotan dapurnya yang saling bersentuhan membuatnya bangkit dari tempat tidur. Ia mengendus aroma makanan dari arah dapur begitu membuka pintu kamarnya.

 

Chandra melangkahkan kakinya menuju dapur. “Pagi ...!” sapanya pada gadis yang sedang menguasai dapurnya.

 

“Pagi ...! Sudah bangun?” sahut Jheni.

 

Chandra menganggukkan kepala. Ia menguap beberapa kali dan duduk di kursi. “Pagi-pagi udah ke sini. Nggak kerja?”

 

Jheni menggelengkan kepala. “Hari ini aku free. Kamu kerja?”

 

Chandra menganggukkan kepala. “Aku izin dulu!” tuturnya sambil menatap layar ponsel.

 

“Eh, kenapa izin?”

 

“Kamu di sini. Masa aku tinggal kerja?”

 

“Nggak papa, kali. Aku langsung pulang kalo udah selesai sarapan.”

 

“Nggak papa. Aku juga lagi males ke tempat kerja,” sahut Chandra.

 

“Kenapa?” tanya Jheni sambil meletakkan hidangan ke atas meja.

 

“Nggak banyak kerjaan. Oh ya, aku mandi dulu ya!”

 

Jheni menganggukkan kepala.

 

Chandra bergegas masuk kembali ke dalam kamarnya.

 

Jheni tersenyum sambil menatap pintu kamar Chandra. Walau Chandra tak pernah mengatakan cinta kepadanya, tapi hubungan mereka sudah jauh lebih baik. Terlebih, Chandra telah mempercayakan kunci rumahnya di tangan Jheni. Ia bisa bebas keluar masuk ke rumah Chandra seperti rumahnya sendiri.

 

“Akhirnya, kelar juga.” Jheni tersenyum sambil menatap sarapan yang telah ia siapkan untuk Chandra.

 

Pandangan Jheni tiba-tiba beralih pada ponsel Chandra yang berdering.

 

“Amara?” Ia langsung meraih ponsel Chandra dan menjawab panggilan telepon dari Amara.

 

“Halo ...!” sapa Jheni begitu ia menjawab panggilan telepon dari Amara.

 

Jheni mengernyitkan dahi karena Amara tak kunjung membalas sapaannya.

 

“Halo ...! Ada apa ya? Kok, nggak ngomong?” tanya Jheni.

 

“Eh, halo ...! Ini siapa ya? Chandra ada?”

 

“Chandra lagi mandi,” jawab Jheni santai.

 

“Mandi?”

 

“He-em. Kenapa?” Jheni langsung menatap layar ponsel Chandra. “Kok, langsung dimatiin?” gumamnya. Ia kembali meletakkan ponsel Chandra ke atas meja.

 

Beberapa menit kemudian, Chandra menghampiri Jheni yang sudah duduk di meja makan.

 

“Udah beres masaknya?” tanya Chandra sambil menatap hidangan yang sudah tersedia di atas meja.

 

Jheni mengangguk.

 

“Sering-sering aja kayak gini!” tutur Chandra, ia tersenyum sambil mengusap ujung kepala Jheni, kemudian duduk di samping gadis itu.

 

“Ayo, makan!” ajak Jheni. Ia mengambilkan makan untuk Chandra.

 

Chandra tersenyum sambil menatap wajah Jheni.

 

“Kenapa lihatin aku kayak gitu?” tanya Jheni tersipu.

 

“Nggak papa. Hari ini, kamu free kan?”

 

Jheni mengangguk. “Kenapa?”

 

“Bisa temenin aku?”

 

“Ke mana?”

 

“Ke suatu tempat. Kamu pasti suka.”

 

“Oh ya?” Jheni mengangguk-anggukkan kepalanya. “Eh, tadi ada si Amara telepon. Sorry ...! Aku jawab teleponnya, tapi dia nggak ada ngomong.”

 

“Oh.”

 

Jheni mengernyitkan dahi menatap Chandra. “Cuma oh?”

 

“Terus, mau apa?”

 

“Mantan pacar kamu nelpon. Kangen kali sama kamu.”

 

“Biarkan aja! Dia udah nikah juga. Buat apa kangen sama aku?”

 

Jheni tersenyum menatap Chandra. “Emang kamu nggak kangen? Beneran udah move on nih?” godanya.

 

Chandra tersenyum kecil menatap Jheni.

 

“Telepon balik, gih! Siapa tahu, dia butuh kamu,” tutur Jheni.

 

“Nggak perlu.”

 

“Seriusan nggak perlu?” goda Jheni lagi.

 

“Serius.”

 

“Ciyee ... udah move on? Selamat ya!” tutur Jheni sambil mengulurkan tangannya ke arah Chandra.

 

“Apa-apaan!?” sahut Chandra sambil menepis tangan Jheni.

 

“Idih, marah? Masih belum bisa lupain Ama ...” ucapan Jheni terhenti saat Chandra membungkam mulutnya dengan potongan daging. Ia langsung mengunyah daging tersebut.

 

“Nggak usah bercanda terus! Makan!” perintah Chandra.

 

Jheni meringis dan meneruskan makannya.

 

“Eh, waktu kamu masih sama Amara, apa dia suka datang ke sini juga?” tanya Jheni.

 

“Jarang.”

 

“Kenapa?”

 

Chandra mengedikkan bahunya. “Dia sibuk sama usahanya.”

 

“Oh. Dia nggak punya kunci rumah kamu? Bisa aja kan dia tiba-tiba datang ke sini karena kamu ...”

 

“Dia nggak akan datang ke sini kalo aku nggak minta,” sahut Chandra.

 

“Oh. Kenapa kamu kasih kunci rumah kamu ke aku?”

 

“Mmh ... biar kamu bisa bikinin aku sarapan setiap hari.”

 

Jheni mengernyitkan dahi. “Kamu mau manfaatin kebaikanku?” dengusnya.

 

“Nggak. Ntar siang, aku yang traktir kamu makan enak.”

 

“Beneran?”

 

Chandra mengangguk. “Kamu sama Yuna emang punya hobi yang sama ya?”

 

“Eh!?”

 

“Sama-sama suka makan.”

 

“Iya, dong. Siapa yang nggak demen makan? Apalagi gratis. Hehehe.”

 

Chandra tersenyum kecil menatap Jheni. “Jhen ...!”

 

“Umh.”

 

“Kamu ... udah pernah pacaran?”

 

Jheni menganggukkan kepala.

 

“Berapa kali?”

 

“Sekali. Waktu masih SMA. Masih cinta monyet.”

 

“Oh.”

 

“Kenapa? Kamu sendiri, udah pernah pacaran berapa kali?”

 

“Belum pernah.”

 

“Hah!? Amara itu ...?”

 

“Langsung tunangan. Dijodohin sama keluarga.”

 

“Oh. Jadi, awalnya kamu cuma dijodohin. Terus, jatuh cinta beneran?”

 

“Belum bisa dibilang jatuh cinta,” jawab Chandra sambil menyuap makanan ke mulutnya.

 

“Kenapa?”

 

Chandra menarik napas dalam-dalam sambil menatap Jheni. “Makin ke sini, aku makin menyadari kalau sebenarnya perasaanku ke dia itu bukan cinta. Tapi tanggung jawab.”

 

Jheni mengernyitkan dahinya.

 

“Aku nggak mau ngecewain keluarga. Ada banyak hal yang jadi alasan buat tetep pertahanin dia. Terutama keluarga besar kami.”

 

“Oh.” Jheni mengangguk-anggukkan kepala. “Apa ... kayak kamu bertanggung jawab sama Refi?”

 

Chandra menganggukkan kepala. “Ya.”

 

“Oh ya, gimana kabarnya dia sekarang? Aku geregetan banget. Bisa-bisanya dia cari masalah sama Yuna. Aku tahu banget Yuna itu gimana. Hidupnya udah banyak menderita. Aku nggak rela Yuna dijahatin sama Refi. Kalo bukan kamu sama Yeri yang nahan aku, udah kucabik-cabik muka tuh cewek!”

 

Chandra tersenyum kecil. “Kondisi psikisnya Refi nggak baik. Jangan sampai dia menyerah sama hidupnya. Setidaknya, ini cara yang bisa kami lakuin buat mempercepat kesembuhan kaki Refi.”

 

“Terus, setelah sembuh, apa rencana kalian?”

 

“Yeriko pasti udah ngatur semuanya. Dia planner yang handal.”

 

“Kamu ini masih aja belain Yeriko. Masalah Yuna udah viral di medsos gara-gara Refi. Dia nyantai aja. Ngeselin banget!”

 

“Nggak bisa nyelesaikan masalah dengan gegabah. Dia emang selalu tenang ngadepin setiap masalah. Semuanya, pasti udah dia rencanain.”

 

“Moga aja dia buang si Refi ke segitiga bermuda sana!” seru Jheni. “Ngeri kali tuh orang.”

 

“Kenapa kamu yang emosi? Yuna kelihatan santai aja.”

 

“Kelihatannya aja santai. Kalo datang ke rumah, tetep aja mewek-mewek!” sahut Jheni kesal.

 

Chandra mengernyitkan dahi menatap Jheni.

 

“Eh, kamu jangan bilangin ke Yeri ya!”

 

“Kenapa?”

 

“Yuna nggak mau membebani Yeri. Dia bilang, perusahaannya juga lagi bermasalah.”

 

Chandra tertawa kecil.

 

“Kenapa ketawa?” dengus Jheni.

 

Yeri nggak pernah ngeluhin masalah perusahaan. Dia justru lebih banyak memikirkan hubungannya sama Yuna. Artinya, masalah perusahaan masih bisa dia atasi dengan baik.”

 

“Gitu ya?”

 

Chandra menganggukkan kepala.

 

“Eh, tapi beneran. Jangan sampe kasih tahu ke Yeri!”

 

“Asal sesuai sama penutup mulutnya. Aku bakal diam.”

 

“Kamu mau meras aku?”

 

Chandra tertawa kecil. “Menurut kamu?”

 

“Iih ... nyesel kali aku ngomong ke kamu!”

 

Chandra tersenyum kecil. Ia bangkit dari tempat duduknya. “Ayo!”

 

“Ke mana?”

 

“Kalo hari ini kamu bisa bikin aku puas. Aku bakal tutup mulut.”

 

“Apa!? Kamu kira aku cewek apaan!?” seru Jheni kesal.

 

“Kamu jangan salah paham dulu! Aku mau ajak kamu main di luar.”

 

“Main apa?”

 

“Aih, kebanyakan tanya! Ayo!” Chandra langsung menyambar tangan Jheni.

 

Chandra membawa Jheni keluar rumah untuk jalan-jalan menikmati keindahan kota Surabaya.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas