Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 26, 2025

Perfect Hero Bab 170 : Hancur || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Aw ...! Sakit, Har!” seru Amara sambil menahan rambutnya yang dijambak oleh Harry.

 

“Mana uang kamu?” dengus Harry sambil mendekatkan wajahnya ke wajah Amara.

 

Amara bisa langsung mencium aroma alkohol yang menyengat dari tubuh Harry. “Aku nggak punya uang.”

 

“Bohong!” sahut Harry sambil mencekik rahang Amara.

 

“Usahaku lagi krisis, aku bener-bener nggak punya uang. Lagian, kamu udah punya hutang banyak banget. Apa nggak bisa ninggalin kebiasaan kamu berjudi?”

 

“Apa kamu bilang!? Kamu mau ngatur aku, hah!? Kamu pikir, kamu ini siapa?”

 

“Aku ini istri kamu. Harusnya, kamu yang ngasih aku uang!” sahut Amara kesal.

 

“Kamu udah berani bentak aku, hah!? Kapan aku nggak ngasih kamu uang? Aku selalu kasih apa aja yang kamu mau. Sekarang, aku jadi kayak gini juga gara-gara kamu!”

 

“Gara-gara aku!? Kamu numpahin semua kesalahan ke aku? Jelas-jelas, kamu yang ngabisin uang kamu buat foya-foya.”

 

“Kamu juga ikut nikmati uang aku kan? Aku sekarang udah bangkrut dan kamu nggak mau dukung aku?”

 

“Har, usaha aku juga lagi krisis. Aku nggak bisa bantu kamu.”

 

“Perempuan nggak berguna!” maki Harry sambil melangkah menuju sofa.

 

“Apa kamu bilang? Kamu sadar nggak sama diri kamu sendiri? Kamu yang nggak berguna jadi suami. Setiap hari cuma mabuk sama main judi, doang!” sahut Amara sambil menghampiri Harry.

 

“Aargh ...! Kamu jangan bikin aku tambah pusing!” teriak Harry.

 

“Kenapa? Kamu sekarang dikejar-kejar sama preman penagih hutang itu? Kamu kira, aku nggak tahu? Mama kamu sampe masuk rumah sakit gara-gara masalah ini.”

 

Harry bangkit dan langsung mendorong tubuh Amara ke dinding. “Kamu memang pembawa sial!” teriaknya. “Sebelum masuk ke keluargaku, semuanya baik-baik aja. Sekarang, usahaku bangkrut, perusahaan Papa bangkrut, dia sekarang ada di penjara. Semuanya gara-gara kamu!”

 

Amara menatap Harry dengan mata berkaca-kaca. “Aku nggak nyangka kalau kamu tega kayak gini sama aku. Aku bener-bener nyesel udah milih kamu jadi suamiku!” tuturnya sambil menangis.

 

“Aku juga nyesel udah jadiin kamu sebagai istriku!” Harry mendorong tubuh Amara hingga tersungkur di lantai. Ia melangkah masuk ke dalam kamar Amara. Mendekati lemari dan mencari barang-barang berharga milik Amara.

 

“Jangan, Har! Itu perhiasan aku!” Amara langsung menerobos masuk kamar dan merebut kotak perhiasan yang ada di tangan Harry.

 

“Aku harus bayar hutangku!” sentak Harry sambil menatap Amara. “Kasih ke aku perhiasan itu!”

 

“Nggak, Har. Perhiasan ini aku beli pake uang aku sendiri sebelum nikah sama kamu!” tegas Amara. “Aku nggak akan ngelepasin ini buat kamu.”

 

“Aku juga sering beliin kamu perhiasan!” sentak Harry. “Kamu udah mulai perhitungan sama aku?”

 

“Perhiasan yang kamu kasih ke aku, semuanya udah ludes kamu pake judi. Ini semua punya aku!”

 

“Aku pinjam!” Harry berusaha merebut kotak perhiasan tersebut dari tangan Amara. Amara dengan gigih tetap mempertahankan kotak perhiasan yang ada di tangannya.

 

Harry menatap Amara sambil melebarkan kelopak matanya. Tangannya langsung menyambar leher Amara dan menekannya kuat.

 

“Aw ...! Sakit, Har!” teriak Amara dengan suara yang hampir tak terdengar. Ia menjatuhkan kotak perhiasan hingga berserakan di lantai. Kedua tangannya berusaha melepas cengkeraman tangan Harry dari lehernya.

 

Harry langsung menoleh ke lantai, matanya berbinar melihat koleksi perhiasan milik Amara. Ia melepas cengkeraman tangannya dari leher Amara dan langsung mengambil perhiasan yang berserakan di lantai.

 

“Aku bisa lunasin hutang-hutangku pakai perhiasan ini,” tutur Harry sambil memeluk kotak perhiasan milik Amara.

 

“Jangan, Har!” teriak Amara sambil menarik lengan Harry dan berusaha mengambil kotak perhiasannya kembali.

 

Harry menatap tajam ke arah Amara. Ia langsung mendorong tubuh Amara.

 

“Aw ...!” Amara merintih saat punggungnya terbentur bibir meja.

 

“Kamu berani ngelawan suami kamu sendiri?” sentak Harry sambil menendang tubuh Amara yang sudah tersungkur di lantai.

 

“Nggak, Har! Ampun!” teriak Amara sambil menangis.

 

Harry mengambil hanger besi yang tergeletak di atas meja dan memukuli Amara.

 

“Sakit, Har!” rintih Amara sambil menangis.

 

Harry berdiri menatap tubuh Amara yang terduduk lemah di lantai. Ia menarik napas dan melemparkan hanger tersebut ke lantai. Ia bergegas pergi meninggalkan Amara sambil membawa kotak perhiasan milik Amara.

 

“Har, jangan dibawa pergi!” seru Amara sambil terisak.

 

Harry tak menghiraukan teriakan Amara. Ia terus melangkahkan kakinya keluar dari rumah Amara. Perhiasan yang dimiliki Amara cukup banyak dan mahal. Ia bisa menggunakannya untuk membayar hutang judi dan bersenang-senang di luar sana.

 

Amara menangis sejadi-jadinya. “Kenapa kamu berubah jadi jahat dan kasar kayak gini?” Ia bangkit dari lantai dan duduk di tepi ranjang.

 

Amara menatap luka-luka yang ada di lengannya. Bayangan Chandra, berkelebat di pelupuk matanya yang basah. “Andai aku bisa kembali kayak dulu lagi. Chandra nggak akan pernah biarin aku luka kayak gini,” tuturnya sambil mengusap air mata yang tak berhenti berderai.

 

Amara menatap ponsel yang tergeletak di atas meja. Ia menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Jemari lentiknya menghapus air mata yang membasahi pipinya. Ia meraih ponsel tersebut, menatap layar ponsel selama beberapa saat.

 

“Chan, kamu cowok paling baik yang pernah aku temui,” bisik Amara. “Aku yakin, kamu pasti bisa maafin aku, kan?” tanyanya sambil menatap nama kontak yang tertera di layar ponselnya.

 

Amara langsung menelepon Chandra. Ia harap, Chandra bisa membantunya keluar dari masalahnya kali ini.

 

“Halo ...!” sapa seseorang di ujung sana begitu panggilan telepon Amara tersambung.

 

Amara terdiam selama beberapa saat. “Kenapa yang angkat perempuan?” tanyanya dalam hati.

 

“Halo ...! Ada apa ya? Kok, nggak ngomong?”

 

“Eh, halo ...! Ini siapa ya? Chandra ada?”

 

“Chandra lagi mandi.”

 

“Mandi?” Amara langsung mematikan panggilan teleponnya. Ia menundukkan kepala dan kembali terisak.

 

“Ternyata, kamu udah nemuin perempuan lain? Apa aku udah nggak punya tempat lagi di hati kamu? Pagi-pagi kayak gini, udah ada perempuan di rumah kamu.”

 

“Aargh ...!” Amara berteriak histeris sambil melempar ponselnya ke dinding.

 

“Chan, kamu selalu maafin dan nerima aku lagi saat aku jalan sama cowok lain. Apa sekarang, kamu udah dapet cewek lain dan nggak ada kesempatan lagi buat aku?”

 

“Andai aku belum nikah, mungkin semuanya bakal lebih mudah. Aku bisa lepas dari Harry dengan mudah, aku bisa kembali sama kamu dengan mudah. Chan, maafin aku ....!”

 

Amara membuka laci meja, mengambil kotak P3K dan mengeluarkan obat dari kotak tersebut. Dengan perlahan, ia mengoleskan obat antiseptik menggunakan cotton bud ke bekas luka yang ada di tangannya.

 

Amara merintih menahan sakit. Air matanya terus mengalir saat mengingat Chandra yang begitu lembut memperlakukan dirinya. Ia telah beberapa kali melukai Chandra dan laki-laki itu tetap menerimanya kembali tanpa syarat.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas