Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 26, 2025

Perfect Hero Bab 169 : Lovelly Gown || a Romance Novel by Vella Nine

 


“Hei, chatting sama siapa? Kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Yeriko sambil melompat ke atas ranjang dan berbaring di sebelah Yuna.

 

“Sama Jheni,” jawab Yuna sambil tertawa kecil.

 

Yeriko menarik Yuna ke pelukannya dan ikut membaca chat dari Jheni.

 

“Lihat! Mereka udah makin dekat,” tutur Yuna.

 

“Jheni lagi di rumah Chandra?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Jam segini masih di rumah Chandra?” tanya Yeriko. “Waktu yang bagus,” tuturnya sambil menatap jam dinding yang ada di kamarnya.

 

“He-em.” Yuna tersenyum sambil menatap layar ponselnya. “Oh ya, tadi siang aku lihat berita, mertuanya Amara jadi tahanan KPK. Bukannya kemarin malam, kita baru ketemu sama dia? Kenapa sekarang udah jadi tahanan KPK? Tuhan cepet banget ngebalas orang kayak dia.”

 

“Itu belum seberapa.”

 

“Eh!?” Yuna langsung mendongakkan kepala menatap Yeriko. “Kamu ngerencanain sesuatu?”

 

“Bukannya aku udah pernah bilang kalo mau ngasih pelajaran buat Harry sama Amara?”

 

Yuna membelalakkan matanya. “Sampe masuk penjara? Kamu kejam banget?”

 

“Mereka harus tahu lagi berhadapan sama siapa,” jawab Yeriko.

 

“Apa semua orang memang takut sama kamu karena kamu sekejam ini?”

 

“Aku kejam? Bukannya mereka yang kejam?

 

Yuna meringis sambil menatap Yeriko.

 

“Kamu nggak takut sama aku?” dengus Yeriko.

 

Yuna tertawa sambil menggelengkan kepala.

 

“Kenapa nggak takut?”

 

“Mmh ... karena ...”

 

“Apa?”

 

“Aku lebih takut kalo lagi nggak sama kamu,” jawab Yuna sambil menyandarkan kepalanya di dada Yeriko.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil mengelus lembut kepala Yuna. “Yun ...!”

 

“Umh ...”

 

“Kamu beneran nggak takut ada di sampingku?”

 

Yuna menggelengkan kepala.

 

“Kenapa?”

 

“Karena aku percaya sama kamu.”

 

“Hmm ... kamu memang menakutkan,” celetuk Yeriko lirih.

 

“Apa?”

 

“Nggak papa.”

 

Yuna menatap wajah Yeriko selama beberapa saat. “Apa kamu punya hal yang kamu takutkan?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Apa itu?”

 

“Nggak boleh tahu.”

 

“Kenapa?”

 

“Nanti kamu pakai kelemahanku buat nindas aku.”

 

“Emangnya aku sejahat itu?” dengus Yuna sambil memonyongkan bibirnya.

 

Yeriko menggelengkan kepala. “Kamu lebih berbahaya dari aku,” jawabnya sambil mengecup bibir Yuna.

 

“Iih ... kamu!?”

 

Yeriko langsung menarik lengan Yuna. “Ayo makan!” ajaknya.

 

“Bibi War masak apa?” tanya Yuna sambil bergelayut manja di pundak Yeriko.

 

“Selalu ada masakan kesukaan kamu,” jawab Yeriko sambil merangkul pinggang Yuna dan bergegas turun ke ruang makan.

 

“Malam, Bi ...!” sapa Yuna sambil menatap Bibi War yang sedang menata makanan di meja.

 

“Masih sore, kalian nggak jalan-jalan. Ini malam minggu,” sahut Bibi War.

 

“Malam minggu?” Yeriko mengernyitkan dahinya.

 

“Nggak, Bi. Malam minggu jalanan terlalu padet. Enakan di rumah nonton drama,”

 

Bibi War menahan tawa. “Jalanan padet bukan alasan. Kenapa? Mas Yeri nggak ngajak kamu jalan ke luar?” tanyanya sambil melirik Yeriko.

 

“Eh!? Ah, Bibi ini ... jalanan beneran padet, macet kalo malam minggu gini. Bibi bayangin aja, di kota ini penduduknya lebih dari tiga juta orang. Kalau separuhnya itu anak-anak muda, bukannya bakal ada satu setengah juta penduduk kota ini yang bakal keluar malam mingguan. Gelora Bung Tomo yang kapasitasnya lima puluh ribu orang aja jalanan sampe macet. Apalagi ini malam mingguan, tiga puluh kali lipat dari kapasitas GBT. Bibi bayangin aja, gimana macetnya?” jelas Yuna.

 

Yeriko melipat kedua tangan sambil memerhatikan wajah Yuna.

 

“Masa sih? Biasanya nggak pernah kayak gitu?” tanya Bibi War lagi.

 

“Ah, itu kan dulu waktu Bibi masih muda. Sekarang mah udah beda, Bi,” sahut Yuna meringis.

 

“Gitu ya?”

 

“He-em.” Yuna mengangguk dan duduk di kursi. Ia langsung menikmati makan malamnya bersama Yeriko.

 

“Ehem ...!” Yeriko berdehem di sela-sela makannya.

 

“Kenapa?” tanya Yuna sambil menoleh ke arah Yeriko.

 

“Dua hari lagi konferensi pers. Kamu ... udah punya gaun?”

 

“Banyak.”

 

“Hah!? Kamu mau pake gaun lama?”

 

Yuna mengangguk. “Semuanya masih bagus-bagus.”

 

“Konferensi ini penting banget. Kamu mau pake baju sembarangan?”

 

“Eh!?”

 

“Abis makan, ikut aku!”

 

“Ke mana?”

 

“Nggak usah banyak tanya! Cepetan makannya!”

 

Yuna mengangguk dan bergegas menghabiskan makan malamnya.

 

Usai menyelesaikan makan malam, Yeriko menarik Yuna keluar rumah.

 

“Kita mau ke mana?” tanya Yuna.

 

“Masuk!” perintah Yeriko sambil membuka pintu mobil untuk Yuna.

 

Yuna mengerucutkan bibirnya.

 

Yeriko bergegas masuk dan melajukan mobilnya menuju butik langganan keluarga.

 

“Ayo, kita cari gaun baru buat kamu!” ajak Yeriko sambil masuk ke dalam butik.

 

Yuna tersenyum, ia ikut masuk ke dalam butik.

 

“Selamat malam, Tuan Ye!” sapa seorang pramuniaga.

 

“Malam ...”

 

“Kebetulan sekali, jas pengantin Tuan Ye sudah selesai dijahit. Mau dicoba?”

 

Yeriko menoleh ke arah Yuna sambil tersenyum. “Mau coba?”

 

Yuna mengangguk sambil tersenyum.

 

Pramuniaga tersebut menggiring Yeriko dan Yuna memasuki ruang VIP.

 

“Oh ya, tolong bawain gaun yang terbaru dan terbaik punya kalian minggu ini!” pinta Yeriko.

 

Pramuniaga tersebut menganggukkan kepala. “Ini baju pengantin kalian, silakan dicoba!”

 

“He-em.”

 

“Saya keluar dulu buat ambil gaun yang Tuan Ye minta.”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

Yuna tersenyum menatap kepergian pramuniaga tersebut. Matanya langsung tertuju pada jas pernikahan yang akan dikenakan oleh Yeriko. “Wah ...! Ini keren banget! Ayo, dicoba! Aku mau lihat suamiku pake ini. Pasti ganteng banget!” seru Yuna penuh gairah.

 

Yeriko tersenyum kecil sambil melangkah menghampiri Yuna. “Bantu aku pakai!”

 

Yuna mengangguk. Ia segera membantu Yeriko mencoba jas pengantinnya.

 

“Nah, kan ... ganteng banget!” seru Yuna.

 

“Beneran?”

 

Yuna menganggukkan kepala.

 

“Kamu, coba punyamu!” pinta Yeriko.

 

Yuna mengangguk dan langsung melepas kaos yang ia kenakan.

 

“Yun, kamu nggak malu lepas baju di sini?”

 

“Malu kenapa? Ini private room. Nggak ada yang lihat selain kamu,” jawab Yuna.

 

Yeriko tersenyum kecil.

 

“Aargh ...!” teriak Yuna sambil menatap tubuhnya dari balik cermin.

 

“Kenapa teriak?” tanya Yeriko sambil menutup kedua telinganya.

 

“Bajunya pas!” seru Yuna. “Ini ... badanku yang mengecil atau bajunya yang dibesarin ya?” tanyanya sambil menurunkan volume suaranya.

 

“Baguslah kalau pas,” sahut Yeriko.

 

“Aku mau ngecek timbanganku. Penjaga toko mana ya? Kayaknya, mereka punya timbangan badan.” Yuna celingukan sambil mencari timbangan badan di sudut-sudut lantai.

 

“Nggak usah cari timbangan!” pinta Yeriko. “Yang penting, gaunnya udah pas.”

 

“Permisi, Tuan Ye! Ini gaun-gaun koleksi terbaru kami.” Seorang pramuniaga kembali masuk ke dalam ruangan sambil mendorong stand hanger yang berisi beberapa gaun terbaru.

 

“Oke.” Yeriko mengangguk dan langsung mengamati gaun tersebut satu persatu. “Coba ini!” Yeriko melemparkan gaun berwarna magenta ke arah Yuna.

 

Yuna langsung menangkap gaun tersebut dan mengamatinya. “Bagus!” bisiknya. Ia langsung melepas gaun pengantinnya dan mencoba gaun yang diberikan oleh Yeriko.

 

“Gimana?” tanya Yuna.

 

“Mmh ...” Yeriko mengelus dagu sambil menatap Yuna. Ia kembali melihat deretan gaun dan melemparkan gaun warna violet ke arah Yuna.

 

“Aku nggak mau warna ini!” tutur Yuna sambil melempar gaun tersebut ke atas sofa.

 

“Ini!” Yeriko kembali memilih gaun berwarna putih dengan renda mawar berwarna merah di bagian pinggangnya.

 

Yuna langsung mencoba gaun tersebut. “Gimana? Bagus?” tanyanya sambil menatap tubuhnya di cermin. “Aku suka ini!”

 

“Ya udah, itu aja!” sahut Yeriko.

 

Yuna mengangguk. Ia segera melepas gaun tersebut dan mengenakan kembali pakaian rumahnya.

 

“Yer, makasih ya udah beliin gaun yang bagus,” tutur Yuna sambil menatap Yeriko saat keluar dari butik.

 

Yeriko mengangguk. “Asal kamu senang. Semuanya buat kamu.”

 

“Beneran?”

 

Yeriko menganggukkan kepala.

 

“Kamu juga buat aku ya!” pinta Yuna.

 

“Aku udah punya kamu.”

 

Yuna tertawa bahagia dan langsung memeluk tubuh Yeriko. “Apa pun kesulitan yang akan aku hadapi, asal masih memelukmu ... aku nggak akan pernah menyerah,” bisik Yuna dalam hatinya.

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas