“Yun,
kamu beneran mau ninggalin kantor ini?” tanya Icha sambil bergelayut manja di
pundak Yuna.
“Uch
... My Little Catty,” sahut Yuna sambil mengelus-ngelus pipi Icha. “Aku mau
resign. Bukan mau mati. Kita masih bisa ketemu setiap hari.”
Icha
meringis menatap Yuna.
“Yun,
kamu beneran mau resign?” tanya Ana, salah satu karyawan di Departemen
Keuangan.
Yuna
menganggukkan kepala. “Masa magangku habis minggu ini.”
“Jadi,
kamu traktir kita makan di sini karena kamu mau resign?” tanya karyawan yang
lainnya.
Yuna
mengangguk lagi. “Kalian makan yang banyak! Aku yang bayar.”
“Kita
semua bakal kehilangan kamu. Gimana bisa makan banyak?”
Yuna
tertawa kecil. “Aku nggak ke mana-mana. Nanti, aku bakal rajin berkunjung ke
sini. Asalkan, nggak kalian kunci pintu kantornya.”
“Hahaha.
Pintu kantor selalu terbuka buat cewek cantik kayak kamu,” sahut yang lainnya.
Yuna
tersenyum, ia sangat bahagia karena memiliki rekan kerja yang begitu hangat dan
menyenangkan.
“Kalian
harus tetep jadi tim yang solid, jadi keluarga yang baik. Jangan sering
berantem dan terus semangat!” seru Yuna.
“Semangat!”
sahut semua karyawan yang ikut makan siang bersama Yuna.
“Rencana
kamu selanjutnya apa, Yun?” tanya Ana.
“Mmh
... belum ada rencana.”
“Apa
kamu bakal pindah ke Galaxy?”
Yuna
menggelengkan kepala. “Belum tahu,” jawab Yuna. “Bisa iya, bisa nggak.”
“Yah,
kalo mau kerja lagi. Di sini lagi aja, Yun!” pinta salah seorang karyawan yang
duduk bersama Ana.
“Iya.
Pak Lian, pasti mau nerima kamu lagi, kok. Karyawan kesayangan,” sahut Ana
sambil menjentikkan jari.
“Ah,
kamu bisa aja. Aku sama aja kayak kalian. Nggak ada yang spesial.”
“Hahahaha.”
Semua
tenggelam dalam canda tawa sembari menikmati makan siang bersama.
“Eh,
itu bukannya Bapak yang punya perusahaan di ujung sana itu ya?” tutur salah
seorang karyawan sambil menatap layar televisi yang ada di rumah makan
tersebut.
“Oh,
iya. Yang kantornya sebelahan sama Indoapril itu kan?”
“Indomaret,
Rek!”
“Sebelahan
aja Maret sama April.”
“Hahaha.”
Yuna
ikut menatap layar televisi yang ada di ruangan tersebut. Ia melongo saat
melihat wajah Ery memakai seragam orange dan menjadi tahanan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
“Loh?
Itu ...?” Yuna menunjuk layar ponselnya. “Bukannya ... dia bapaknya Harry ya?
Kayaknya, baru kemarin berantem sama dia?” tanya Yuna dalam hati. “Sekarang
udah ditangkap polisi. Hihihi, beruntung banget sih aku.”
“Heh!?
Kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Icha sambil menyenggol lengan Yuna.
“Eh!?
Nggak papa.”
“Kamu
seneng banget mau berhenti kerja. Udah bosen ketemu sama aku?” dengus Icha.
“Nggaklah,
Sayangku. Aku bakal sering main ke rumah kamu. Gimana?”
Icha
menganggukkan kepala. “Janji?” tanya Icha sambil mengacungkan kelingkingnya.
“Mmh
... Tapi, kamu yang kerja bakal lebih sibuk dari aku. Gimana kalau kamu yang
main ke rumahku kalo udah pulang kerja?”
“Hmm
... boleh juga.”
“Janji?”
Yuna menautkan kelingkingnya ke kelingking Icha.
Icha
mengangguk sambil tersenyum.
Yuna
langsung memeluk tubuh Icha.
Setelah
jam kerja usai, Yuna langsung keluar dari ruangannya seperti biasa. Ia langsung
tersenyum lebar begitu melihat Yeriko sudah menunggunya di lobi.
“Selamat
sore, istriku yang cantik!” sapa Yeriko saat Yuna sudah berdiri di hadapannya.
Yuna
tersenyum menatap suaminya. “Sore juga, suamiku yang ganteng!” sahut Yuna.
“Gimana
kerjaan kamu hari ini?” tanya Yeriko sambil mencubit dagu Yuna dan mendekatkan
wajahnya. “Kayaknya, bahagia banget?”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum. “Aku lagi bahagia banget hari ini!” serunya sambil
memeluk Yeriko.
“Hmm
... apa yang udah bikin istriku sebahagia ini?” tuturnya sambil mengelus lembut
kepala Yuna.
“Nanti
aku ceritain. Kita pulang dulu. Aku lapar.”
“Oke.
Aku masakin buat kamu. Gimana?”
“Eh!?
Bukannya aku yang lagi bahagia? Aku yang masakin buat kamu, gimana?”
Yeriko
menggelengkan kepala. “Aku belum kasih izin kamu buat ngacauin dapurku!”
Yuna
memonyongkan bibirnya. “Mmh ... gimana kalo aku traktir kamu makan ice cream?”
“Ice
cream?”
Yuna
mengangguk sambil tersenyum.
“Boleh.”
“Yuk!”
Yeriko
merangkul pinggang Yuna dan membawanya keluar dari kantor.
“Ah,
mereka memang pasangan yang romantis. Lagi digosipin nggak bagus, masih aja
tetep mesra kayak gitu,” tutur salah seorang karyawan yang berada di lobi
kantor.
Yuna
dan Yeriko saling pandang saat mendengar beberapa rekan kerja Yuna membicarakan
mereka. Mereka tersenyum dan melangkah keluar dari kantor Wijaya Group dengan
mesra.
Yeriko
membawa Yuna ke kedai ice cream favorite Yuna.
“Yer,
tadi si Lian udah tahu. Dia langsung nyeret Bellina ke rumah sakit,” tutur Yuna
sambil menyuap ice cream ke mulutnya.
“Tahu
apa?” tanya Yeriko.
“Udah
tahu kalau Bellina cuma pura-pura hamil.”
“Oh
ya? Terus, reaksi dia gimana?”
“Ya,
kayak gitu.”
“Kayak
gitu gimana?”
“Mmh
...” Yuna melirik ke atas. “Reaksi Lian, datar aja sih. Aku nggak tahu
perasaannya gimana. Kalo Bellina ... kelihatan banget gelisahnya. Kayaknya dia
emang takut ketahuan bohong,” jelas Yuna dengan wajah sumringah.
Yeriko
tersenyum menatap Yuna.
“Hmm
... semoga aja, setelah ini dia bisa berubah jadi baik,” tutur Yuna.
Yeriko
tertawa kecil. “Sebentar lagi kamu bakal berhenti kerja. Nggak kangen sama
dia?”
“Mmh
... kayaknya dia yang bakal kangen sama aku karena nggak punya temen berantem.
Hahaha.”
Yeriko
tersenyum kecil menanggapi ucapan Yuna. “Kalo dia kangen sama kamu, suruh main
ke rumah aja!”
“Idih,
ogah banget!” seru Yuna.
“Kenapa?
Dia kakak sepupu kamu?”
“Mmh
... iya juga, sih. Tapi ... emang kamu mau dia ngacaukan rumah kamu?”
“Asal
kamu yang tanggung jawab!” pinta Yeriko.
“Tanggung
jawab gimana? Dia yang ngacau, masa aku yang tanggung jawab. Biar kami masih
sodara, kamu nggak bisa juga dong manfaatin hubungan keluarga kamu buat ngambil
keuntungan ...”
Yeriko
tersenyum kecil dan langsung membungkam mulut Yuna dengan bibirnya.
Yuna
terdiam selama beberapa saat.
Yeriko
tersenyum kecil sambil melepas ciumannya.
“Kamu
ini apa-apaan sih? Ciuman di depan umum, malu tahu!” dengus Yuna.
“Kamu
malu punya suami kayak aku?”
“Bukan
gitu. Cuma malu dilihatin orang banyak.”
Yeriko
berdesis. Ia membuang pandangannya ke arah jendela.
“Hei,
ngambek?” Yuna menangkup wajah Yeriko dengan kedua telapak tangannya.
Yeriko
menggelengkan kepala.
“Gitu
aja ngambek? Kayak anak kecil,” dengus Yuna sambil menatap Yeriko lebih dekat.
Yeriko
balas menatap wajah Yuna sambil mengerutkan bibirnya.
“Hihihi.”
Yuna langsung mengecup bibir Yeriko beberapa kali.
Yeriko
tersenyum, ia balas mengecup bibir Yuna sambil tersenyum kecil.
“Nggak
malu dilihatin orang banyak?” tanya Yuna.
Yeriko
menggelengkan kepala. “Biar aja. Biar mereka semua tahu, kalau cinta itu bukan
cuma indah, tapi juga nikmat.”
“Dasar
cabul!” celetuk Yuna.
“Apa
kamu bilang?”
“Cabul!”
“Bilang
sekali lagi!” Yeriko menggelitiki pinggang Yuna.
“Cabul!”
Yeriko
terus menggelitiki pinggang Yuna sambil tertawa.
“Aargh
...! Geli, geli. Ampun!” seru Yuna.
“Cowok
cabul nggak akan ngasih ampun!” sahut Yeriko.
Yuna
terus tertawa menahan rasa geli di pinggangnya. Ia balas menggelitiki pinggang
Yeriko.
“Nggak
geli!” tutur Yeriko sambil menjulurkan lidahnya.
“Iih
... ngeselin!” seru Yuna sambil menginjak kaki Yeriko.
“Aargh
...! Sakit, Yun!” seru Yeriko sambil memegangi kakinya. “Main curang ya!?”
Yuna
menjulurkan lidahnya ke arah Yeriko.
Yeriko
berusaha menyambar lidah Yuna dengan giginya. Namun, Yuna begitu sigap
menyelamatkan lidahnya dari gigitan Yeriko. Mereka menghabiskan waktu bercanda
sambil menikmati ice cream sebelum kembali ke rumah.
Makasih udah baca sampai sini.
Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...
Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku
makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang
udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya!
Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!
Much Love
@vellanine.tjahjadi
0 komentar:
Post a Comment