Cerita Kehidupan yang Menginspirasi dan Menghibur by Rin Muna a.k.a Vella Nine

Wednesday, February 26, 2025

Perfect Hero Bab 166 : Ketakutan Bellina || a Romance Novel by Vella Nine



Yuna melenggang memasuki kantor Wijaya Group dengan ceria. Minggu ini adalah minggu terakhir dia bekerja di kantor Wijaya Group. Ia ingin meninggalkan kesan baik pada teman-teman departemennya sebelum berpisah.

 

“Pagi ...!” sapa Yuna ceria.

 

“Pagi juga,” sahut karyawan yang lainnya.

 

“Hei, Tuan Puteri akhirnya masuk kerja juga. Udah sembuh kakinya?” tanya Juan.

 

Yuna menganggukkan kepala. “Kenapa? Kangen ya sama aku?” tanya Yuna sambil tertawa kecil. Ia langsung duduk di kursi meja kerjanya.

 

“Iya. Ruangan sepi tanpamu, Yun. Kayak hatiku,” sahut Juan.

 

“Preett ...!” Yuna mencebik ke arah Juan.

 

“Godain istri orang, ntar dihajar suaminya baru tahu rasa,” sahut Icha.

 

“Ahciyeee ... kamu cemburu, Cha?” tanya Juan.

 

“Idih, ngapain cemburu sama kamu?” sahut Icha sambil memutar bola matanya.

 

Yuna tertawa kecil. “Kayaknya, Juan makin jago ngegombal. Jangan-jangan, udah punya pacar ya?”

 

Juan tersenyum sambil mengelus dagunya. “Juan gitu loh. Siapa cewek yang nggak mau sama cowok ganteng kayak aku? Kalo nggak ada Pak Yeriko, kamu pasti udah tergila-gila sama aku.”

 

Yuna dan Icha tertawa bersamaan. “Ngimpi!”

 

“Astaga ...! Kalian ini memang nggak bisa lihat orang senang,” sahut Juan.

 

Yuna terkekeh geli. Ia menoleh ke arah Icha yang duduk di sebelahnya. “Cha, gimana hubungan kamu sama Lutfi?” tanyanya lirih.

 

“Baik banget,” jawab Icha sambil tersenyum.

 

“Mama kamu gimana? Udah ngerestuin atau belum?”

 

Icha mengangguk sambil tersenyum.

 

“Beneran? Wah ... udah dapet lampu ijo nih dari mama kamu?” tanya Yuna penuh semangat.

 

“Hehehe. Ya, begitulah.”

 

“Tinggal kamu yang ngegaet camer,” tutur Yuna.

 

“Eh!? Aku belum siap buat itu.”

 

“Kenapa?”

 

Icha menarik napas dalam. “Lutfi juga nggak pernah ngebahas soal orang tua dia.”

 

“Mmh ...” Yuna mengetuk-ngetuk dagunya.

 

“Kenapa?”

 

“Nggak papa. Oh ya, minggu ini masa magang aku habis. Gimana kalo aku traktir kalian makan siang?”

 

“Eh!? Emangnya kamu nggak mau lanjut kerja di sini lagi setelah magang?”

 

“Mmh ... belum tahu, Cha. Aku masih mau di rumah dulu.”

 

“Yah, kantor pasti sepi banget kalo nggak ada kamu.”

 

“Kalo mau rame, ajak si Bellina berantem,” sahut Yuna lirih.

 

“Idih ... mana berani cari masalah sama dia. Aku nggak pandai berdebat kayak kamu.”

 

“Hahaha.” Yuna tergelak mendengar ucapan Icha.

 

“Oh ya, aku pergi fotocopy dulu!” pamit Yuna sambil bangkit dari tempat duduknya. Ia membawa beberapa dokumen yang akan ia salin.

 

Yuna melangkah keluar dari ruang kerjanya. Menyusuri koridor menuju ruang fotocopy. Langkahnya terhenti saat melihat Bellina berada di hadapannya.

 

“Hadeh ... males banget ketemu sama ini orang,” batin Yuna. Ia berbalik dan melangkah pergi.

 

“Heh! Mau ke mana?” Bellina langsung menarik lengan Yuna.

 

Yuna memutar bola matanya. “Bel, kamu nggak ada bosennya gangguin aku mulu?” tanyanya sambil berbalik menatap Bellina.

 

Bellina tergelak mendengar pertanyaan Yuna. “Aku cuma pengen lihat wajah kamu aja. Gimana? Udah jadian sama Andre?”

 

Yuna menatap Bellina tanpa berkedip. Ia melipat kedua tangan di dada dan melangkah mendekati Bellina.

 

Bellina tertawa kecil menatap Yuna. “Hartanya Yeriko udah kamu habisin ya? Makanya, sekarang ngincar Andre buat jadi mangsa baru kamu?”

 

Yuna tersenyum sinis. “Aku bukan cewek yang deketin cowok karena harta.”

 

“Oh ya? But, everybody know. Kamu cuma deketin cowok-cowok kaya doang. Siapa yang nggak kenal Yeriko sama Andre? Dua-duanya CEO perusahaan besar.”

 

“Bel, kamu nggak usah nyari masalah sama aku. Kamu tahu sendiri kalo Andre itu temen kita dari kecil. Bukan cowok yang baru aja aku kenal.”

 

Bellina tersenyum kecil menanggapi ucapan Yuna. “Tapi, dia suka banget sama kamu, kan? Kamu pikir, aku nggak tahu kalo Andre lagi ngejar kamu? Kamu tuh udah bersuami, Yun. Mana ada cowok yang mau ngejar-ngejar istri orang kalau bukan karena kamu yang kecentilan!”

 

“Heh! Jaga mulut kamu ya!” sentak Yuna. “Kamu kira aku cewek apaan!?” dengusnya.

 

Bellina tersenyum menatap Yuna. “Kamu jual diri kamu cuma buat uang, kan?”

 

 

 

PLAK!

 

Telapak tangan Yuna langsung mendarat di pipi Bellina.

 

Bellina menarik napas dalam-dalam sambil memegangi pipinya yang terasa panas dan perih. Ia menatap Yuna penuh amarah dan langsung mendorong dada Yuna.

 

“Kamu berani sama aku?” teriak Bellina.

 

“Kenapa nggak berani? Kita sama-sama makan nasi. Kalo kamu tiap hari makan besi, baru aku takut sama kamu,” sahut Yuna.

 

“Kamu!?” Bellina melayangkan tangannya ke arah Yuna. Namun, dengan cepat Yuna menahan lengan Bellina dan mencengkeramnya sangat erat.

 

“Bel, sebelum kamu ngata-ngatain orang lain. Lebih baik kamu ngaca dulu, deh!” pinta Yuna. “Bukannya kamu yang ngelakuin segala cara buat dapetin hartanya Lian?”

 

Bellina tak menyahut. Ia berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman Yuna.

 

Yuna tersenyum sinis. “Kamu bahkan ngerebut Lian dari saudara kamu sendiri. Sekarang, kamu juga pura-pura hamil cuma buat dapetin Lian. Biar dia mau nikahin kamu secepatnya, iya kan?”

 

Bellina menatap sengit ke arah Yuna.

 

“Kamu kira, kita bisa dibegoin kayak kamu ngebegoin si Lian? Kalo kamu hamil, harusnya perut kamu udah mulai buncit. Kenapa masih flat aja?”

 

“Kamu beneran nggak hamil?” Lian tiba-tiba sudah berdiri di dekat Yuna dan Bellina.

 

Bellina membelalakkan mata menatap Lian. “Kamu nggak usah percaya omongannya Yuna. Dia cuma ngada-ngada. Aku udah periksa kandungan rutin. Kamu nggak percaya sama aku?”

 

Yuna tersenyum menatap Lian. “Coba aja kamu bawa dia periksa sendiri! Dia yang bohong atau aku yang bohong?” tutur Yuna sambil melepas tangan Bellina dari cengkeramannya.

 

Lian menatap dingin ke arah Bellina.

 

“Li, kamu nggak usah percaya sama dia!” pintanya. “Dia cuma mau ngancurin hubungan kita karena dia itu masih nggak rela lihat kita hidup bahagia.”

 

“Sorry ya!” sahut Yuna. “Hidupku sekarang jauh lebih bahagia dari hidup kalian,” sahut Yuna sambil berlalu pergi meninggalkan Bellina dan Lian.

 

“Ayo, sekarang juga kita ke rumah sakit!” pinta Lian sambil menarik lengan Bellina.

 

“Li, aku nggak bohongin kamu. Aku beneran hamil. Aku ...”

 

“Jelasin nanti setelah periksa di rumah sakit!” pinta Lian sambil melangkahkan kakinya keluar dari kantor.

 

“Li, kenapa sih kamu lebih percaya sama Yuna daripada sama aku?” tanya Bellina saat Lian membukakan pintu mobil untuknya.

 

Lian menatap wajah Bellina. “Kalo kamu nggak salah, kenapa harus setakut ini?”

 

“Aku nggak takut,” jawab Bellina. Ia tetap tak bisa menyembunyikan perasaan gugupnya.

 

“Masuk!” pinta Lian dingin.

 

Bellina masuk ke dalam mobil perlahan. Ia menatap gedung kantor Lian penuh amarah. “Awas kamu, Yun! Aku bakal bikin perhitungan sama kamu!” batinnya.

 

Lian bergegas masuk ke dalam mobil dan melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Pikirannya terus tertuju pada Yuna. Wanita cantik yang pernah menjadi pacarnya selama tujuh tahun dan tak pernah menipunya.

 

 

(( Bersambung ... ))

 

Makasih udah baca sampai sini. Tunggu part-part manis di cerita selanjutnya ya ...

 Jangan lupa kasih Star Vote juga biar aku makin semangat nulis dan bikin ceritanya lebih seru lagi. Makasih buat yang udah kirimin hadiah juga. Jangan sungkan buat sapa aku di kolom komentar ya! Kasih kripik ... eh, kritik dan saran juga ya!

 

 

Much Love

@vellanine.tjahjadi

 

 

 

  

0 komentar:

Post a Comment

Copyright © Rin Muna
Design by Anders Noren | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com | Edited by Gigip Andreas